Part 3 - That ladykiller named Percy

Hello, fellas 😏

Inspirational song :
I'm a mess by Bebe Rexha

Aku suguhkan kekeluargaan ala
Tristan Family

Happy Reading 💋


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


"Aku lihat akhir-akhir ini kau sering tersenyum sendiri seperti itu", celetuk Petra sambil mengawasi ekspresi wajah sumringah Percy saat ini.

Percy mengangkat wajahnya dari ponselnya dan melebarkan senyuman kearah kakaknya dengan senang hati. Barusan saja Shin mengabarkan kalau besok pagi dia akan berangkat ke Gimpo dan bertemu dengannya disana. Well... niatnya adalah untuk bertemu dengan Nayla.

"Pasti soal proyek omong kosong yang diinginkannya dan berhasil masuk ke dalam jajaran manajemen disitu", timpal Ashton sambil memotong dagingnya.

"Maksudmu adalah proyek pengejaran terhadap satu target mustahil itu?", tanya Patricia dengan alis berkerut sambil menatap ayahnya dengan heran.

"Target mustahil siapa?", tanya Ally heran. Ibunya langsung menoleh kearah Percy dengan tatapan menyipit tajam. "Jika kau berniat menyakiti hati anak perempuan lainnya, aku bersumpah aku akan menendangmu keluar dari mansion ini dan tidak akan menganggapmu sebagai anakku!".

Percy mendesah malas setiap kali mendengar ancaman ibunya yang itu-itu saja. Mungkin ibunya lupa kalau ayahnya memiliki kadar bajingan yang lebih parah darinya tapi malah lebih tegas pada anaknya yang mendapat darah keturunan bajingan seperti ini.

"Kenapa kau tidak pernah memikirkan hal yang positif dariku, Mom? Ada Dad dan Petra yang menurunkan darah bajingannya padaku", ujar Percy sambil menunjuk Ashton dan Petra dengan enteng.

"Hey! Kenapa aku dibawa-bawa?", seru Petra sambil melirik cemas kearah istrinya yang bernama Joana.

"Why? Itu kenyataan!", balas Percy sambil mengangkat kedua bahunya.

Patricia terkekeh saja sambil menatap Petra dan Percy dengan ekspresi geli. Sedangkan Ally dan Ashton hanya menggelengkan kepalanya saja mendengar aksi kedua saudara yang tidak ada habisnya jika sedang berkumpul keluarga.

Ibunya yang baru saja berhasil membuat satu resep makanan baru selalu mengundang semua anak-anaknya, termasuk Petra dan Joana untuk menikmati makan bersama.

Jujur saja, Percy malas jika harus bergabung dengan keluarga untuk duduk bersama seperti ini. Dia merasa kurang keren sebagai pria sejati yang bukannya duduk di hadapan wanita yang sedang melebarkan kedua kakinya untuk dijilatnya tapi malah duduk di meja makan bersama keluarganya yang cerewet itu.

"Tidak usah cemas, sayang. Santai saja. Lagipula aku tidak yakin kalau Percy akan bisa mendapatkan Nayla. Temanku yang satu itu bukan wanita bodoh yang masuk dalam jebakan pria bajingan sepertinya", ujar Joan kalem.

"Excuse me? Apa kau tidak cukup bodoh dengan masuk dalam perangkap kakakku yang tiga kali lipat lebih bajingan dariku?", balas Percy tidak terima.

Petra langsung menyambit sendok yang dipegangnya dan tepat mengenai kepala Percy dimana Percy langsung mengadu kesakitan. Patricia tertawa terbahak-bahak melihat aksi kedua kakaknya itu.

"Manner, please! Sambitanmu tadi sangat tercela, Petra!", tegur Ally tegas sambil melotot kearah Petra lalu menoleh kearah Percy yang duduk di sampingnya. "Kau juga, Percy! Jaga ucapanmu karena Joana sudah terhitung sebagai kakakmu meski dia lebih muda darimu!".

Percy hanya mengusap kepalanya yang terkena sambitan sendok dari Petra sambil menatap Petra dengan kesal.

"FYI, aku bukannya bodoh karena menerima kakakmu. Katakanlah ada harga yang harus dibayar dan kakakmu berhak mendapatkan penebusannya atas apa yang sudah dia lakukan", ujar Joan lagi sambil asik mengunyah apelnya.

Percy mencibir ekspresi sumringah dari Petra yang terlihat kesenangan mendapat jawaban dari istrinya. Dasar bajingan tua, rutuk Percy dalam hati. Bisa-bisanya Petra mendapatkan sesuatu yang bening seperti Joana dan dia masih tidak percaya kalau ada daun muda seperti itu bisa terpikat pada pesona kakaknya yang pas-pasan itu.

Alih-alih merasa kalah pamor, Percy berniat untuk mendapatkan perhatian dari Nayla. Selain karena Nayla adalah sahabat Joana, dia juga tidak mau kalah saing dengan Petra yang mendapat daun muda.

Katakanlah dia ada sedikit mengidap Oedipus Complex, tapi untuk Nayla rasanya adalah pengecualian. Wanita itu seperti belum terjamah dan keinginan untuk mendapatkan perawan rasanya lebih menarik ketimbang mendapatkan wanita yang gila sex seperti wanita-wanita yang pernah dikencaninya.

"Such a lovebirds. Tapi tetap saja membuatku jijik. Rasanya hal itu terlalu bagus untuk kakak bajinganku yang satu itu tapi harus kuakui kau cukup hebat dalam menaklukkannya, Joana", tukas Patricia dengan alis terangkat setengah.

Petra mendesis tajam. "Jangan sombong! Kau saja tidak bisa mengatasi soal dirimu yang belum bisa move on dari mantan pacarmu yang katanya itu cinta pertamamu".

"Brother!!!", pekik Patricia geram.

"What? Mantan pacar yang adalah cinta pertama? Seriously? Siapa? Apakah Jared?", tanya Percy dengan kaget. Dia tidak tahu apa-apa soal ini.

"Ish! Jangan sebut-sebut nama Jared karena aku jijik padanya!", desis Patricia tajam.

Petra terkekeh dan Ashton tersenyum penuh arti. Sepertinya mereka berdua mengetahui sesuatu dan Percy mendadak tidak suka kalau hanya dirinya yang tidak tahu soal itu. Heck! Sejak kapan Patricia bisa mempunyai mantan pacar? Melihatnya bergandengan dengan pria saja tidak pernah terjadi.

"Ah, kau tidak tahu? Sayang sekali. Berarti kau kurang perhatian pada adik cantikmu itu", celetuk Petra dengan seringaian penuh ejekan.

"Jika kau berani bersuara pada Percy, aku akan membunuhmu sekarang juga, brother!", tukas Patricia sambil menggenggam pisau selai yang ada diatas meja.

"For Godsake, kids!", erang Ally frustrasi. "Hentikan memakai alat makan untuk menyakiti saudara. Patricia, letakkan pisau itu!".

Ashton tertawa terbahak-bahak menyaksikan keseruan yang diakibatkan anak-anaknya karena sedaritadi dia menikmati makan malamnya sambil menonton adu mulut mereka.

"Petra yang memulai lebih dulu", sangkal Patricia langsung.

"Tidak, kau kan yang mengejekku lebih dulu", balas Petra cepat.

"Apa sih yang kalian ributkan? Memangnya kenapa kalau Petra menyebut mantan pacarmu? Jangan-jangan aku kenal dan kau tidak mau aku tahu karena takut aku mengejekmu yah?", tukas Percy sambil menoleh kearah Patricia menuntut penjelasan.

"Bukan urusanmu", sahut Patricia ketus.

"Ya, kau kenal dengannya!", seru Petra cepat.

"Petra!", erang Patricia kesal.

"Oh yah? Siapa dia?", tanya Percy penuh minat.

"Dia adalah... "

"Oucchhh!!!".

Pletak! Pletak! Pletak!

Ada lemparan berupa tiga buah garpu yang dilempar secara berurutan dengan lugas dan tepat mengenai kepala ketiga kakak beradik yang sedang beragumen. Itu dilakukan oleh Joana.

Heck! Percy menggeram kesal karena sudah mendapat dua kali sambitan di kepalanya. Petra dan Patricia langsung melotot galak kearah Joan yang menatap ketiganya secara bergantian dengan ekspresi datar.

"Itu untuk menutup mulut kalian yang tidak ada habisnya mengoceh hal yang tidak diperlukan. Tidakkah kalian mendengar peringatan mommy Ally agar tidak bertengkar?", cetus Joan dengan nada sinis.

"Joana, aku..."

"Tutup mulutmu, Petra! Kau tinggal pilih untuk tutup mulut atau aku yang akan pergi dan tidak menghabiskan makan malamku!", sela Joan sambil mendesis tajam kearah Petra.

And for the sake of anything, that asshole named Petra is speechless, batin Percy dengan wajah penuh simpati kearah kakaknya yang memprihatinkan ketika diancam seperti itu oleh istri kecilnya.

"Hahahaha... good job, Joana!", seru Ashton girang sambil bertepuk tangan lalu menatap Percy dan Patricia dengan tegas. "Dan kalian berdua, diamlah. Tidak usah saling menyinggung urusan pribadi jika kalian tidak ingin diusik".

"Aku tidak menyinggung duluan tapi kakak tertua yang menyebalkan itu yang lebih dulu mengejekku", balas Percy sewot.

"Sudahlah, brother. Kau lupa istilah yang lebih tua harus lebih diutamakan karena usianya yang sudah kelewat senja? Maklumi saja dia karena baru mendapatkan puber kedua ketika mendapatkan wanita muda yang masih segar seperti Joana. Heck! Bahkan aku masih lebih tua dua tahun dari istrinya", celetuk Patricia sambil memutar bola matanya.

"Meski begitu, dia jauh lebih bahaya darimu dan lebih berkompeten dalam menangani soal perasaan darimu", tukas Petra dengan lirikannya yang sengit kearah Patricia.

"Jangan sok tahu, brother", balas Patricia tidak suka.

"Itu kenyataan. Bukan sok tahu. Aku mempunyai bukti untuk..."

"Petra, apa kau merasa kalau sebuah garpu tidak cukup untukmu? Apa kau mau sebuah pisau beracun tertancap di tulang rusukmu?", sela Joan dengan nada penuh peringatan.

Petra menoleh kearah istrinya dengan senyuman yang lebar. "Jangan lakukan itu karena itu berarti kau akan menyakiti diri sendiri, cantik".

"Apa maksudmu?", tanya Joana heran.

"Kau tadi bilang ingin menancapkan pisau di tulang rusukku, bukan? Tentu saja aku tidak akan biarkan itu terjadi karena kau adalah tulang rusukku dan aku tidak akan membiarkan seorang pun menyakitimu", jawab Petra dengan sebuah usapan lembut diatas kepala Joana.

Semuanya mendesah malas dan Percy hanya mengerang jijik mendengar bualan murahan seperti barusan. Semenjak sudah menikah, entah kenapa sikap kakak tertuanya itu menjadi sedemikian berlebihan. Ya Lord... Percy berdoa agar dirinya tidak sampai menjadi budak cinta jika bertemu dengan cinta sejatinya.

Makan malam itu berlanjut dalam ketenangan yang diinginkan dan Percy hanya menjadi sebagai pendengar saja mendengar topik pembicaraan seputar bisnis baru yang akan dijalankan Ashton dan Petra.

"Brother, apakah sehabis ini kau bisa mengantarku ke bandara?", tanya Patricia dengan suara berbisik.

Percy menoleh dan menatap Patricia dengan alis terangkat setengah. "Memangnya kenapa kau memintaku untuk mengantarmu? Bukankah kau itu sangat mandiri sehingga tidak ada yang perlu kau kuatirkan? Aku malah yakin kalau pria manapun yang masih menyayangi testikelnya tidak akan mendekatimu".

"Jangan menjadi kakak yang terlalu brengsek kepada adik perempuanmu, brother. Antarkan aku dan tidak usah mencibir", sahut Patricia datar.

"Minta saja pada kakak tertuamu. Dia mempunyai banyak anak buah yang bisa mengantarmu kemana saja", balas Percy santai.

"Jika aku mau maka aku tidak akan memintamu", tukas Patricia gemas. "Pokoknya antar aku dan aku akan memberikan info sedikit tentang apa yang menjadi kesukaan Nayla atau apa yang dibencinya".

Mendengar itu, mata Percy langsung melebar dan kini sepenuhnya menolehkan kepalanya untuk menatap Patricia dengan tatapan penuh binar. Dia bisa melihat cibiran Patricia tapi dia tidak peduli.

"Katakan padaku, apa yang menjadi favoritnya dan apa yang tidak disukainya?", ujar Percy dengan antusias namun tetap dalam suara pelan sehingga hanya dirinya dan Patricia yang bisa mendengar.

Patricia menatap Percy dengan prihatin. "Orang bodoh bertambah satu. Lagipula aku tidak yakin kalau kau akan bisa mendapatkannya karena dia tidak mudah untuk kau gapai. Orangnya agak sedikit gila".

"Benarkah? Pantas saja kalian bisa bertukar peran dengan apik lewat istilah Rose Petal itu. Ish! Sangat sok keren sekali", cibir Percy dengan nada tersinggung karena Patricia meragukan kemampuannya dalam menarik perhatian wanita.

"Kami memang keren. Kalau tidak, mana mungkin pria akan tergila-gila pada kami? Seperti Petra terhadap Joan misalnya. Atau kau terhadap Nayla", balas Patricia santai.

"Atau seperti Jared padamu? Atau seseorang yang disembunyikan oleh Petra soal mantan pacar yang menjadi cinta pertamamu?", sahut Percy sambil menyeringai licik.

Patricia mendengus kesal lalu membuang mukanya sambil bergumam. "Aku menyesal meminta tolong padamu. Sudahlah. Aku akan menginap saja di mansion ini".

Percy tertawa saja sambil mengacak rambut Patricia dengan gemas. "Tenang saja, baby girl. Aku akan mengantarmu kemanapun kau mau. Tidak usah memberitahuku apa-apa soal Nayla karena aku yakin kau akan mengerjaiku. Seorang pria sejati harus tahu sendiri siapa wanita yang diincarnya tanpa perlu mencari jalan pintas untuk bertanya kepada oranglain".

"We'll see. Aku akan melihat saja sambil menikmati es krim kesukaanku dari sini, brother", ujar Patricia kemudian lalu melirik kearahnya. "Perlu kau ketahui untuk jangan memancing api yang tidak bisa kau padamkan atau kau yang akan hangus terbakar. Itu saja pesanku".

"Bukankah itu bagus kalau akhirnya aku bisa merasakan rasa sakit atau rasa perih dari akibat yang kusebabkan sendiri?", tanya Percy sambil tersenyum kecut.

Patricia terdiam dan menatapnya penuh arti. "Tidak semua wanita seperti jalang yang mengkhianatimu, brother. Dan Nayla bukan sosok yang pantas untuk kau targetkan atas rasa sakit hatimu pada wanita".

"Darimana kau menyimpulkan hal seperti itu? Aku tidak..."

"Sudahlah, brother. Sebagai adikmu yang baik dan tidak sombong ini hanya mengingatkan. Tidak usah membela diri karena tidak ada yang harus dihakimi disini" sela Patricia sambil mengusap mulutnya karena dia sudah menyelesaikan makan malamnya.

Percy mengerjap dalam diam dan bersandar di kursinya sambil teringat kepada seseorang yang dibencinya namun tidak bisa dilupakannya. Sial! Dia benci kalau harus mengakui apa yang dikatakan Patricia adalah benar. Tapi dia juga kesal kalau Patricia malah mengingatkan hal yang tidak ingin diingatnya.

Lamunannya terbuyar ketika dia merasakan Patricia dan Joana sama-sama beranjak dari kursinya. Dia melirik kearah Patricia yang hanya menyunggingkan senyuman setengahnya tanpa berkata apa-apa kearahnya lalu bergerak untuk meninggalkan ruang makan itu bersama Joana.

Percy pun menoleh pada Petra dan Ashton dengan tatapan bingung. "Kau tidak ikut istrimu yang pergi barusan?".

"Pinggangnya pegal dan dia meminta Patricia untuk memakaikannya salep khusus yang bisa menghilangkan rasa pegalnya. Biasa", ujar Petra sambil mengangkat bahunya setengah diiringi seringaian yang menyebalkan.

"Tumben sekali kau tidak mau mengambil tugas mulia seperti mengusap punggung istrimu. Jika aku jadi kau, aku tidak akan menolak untuk..."

"Apa maksudmu kau baru saja membayangkan untuk mengusap punggung istriku, Percy?", sela Petra dengan mata yang menyipit tajam.

Percy tertawa hambar dan mengangkat bahunya. "Kupikir akan lebih baik jika kau yang sebagai suaminya mengusapnya. Lagian kenapa harus Patricia yang...".

"Kenapa kau merasa harus protes soal itu?", tanya Petra tidak suka.

"Dan kenapa kau harus merasa marah saat aku bertanya?", balas Percy tidak mau kalah.

"Karena itu bukan urusanmu", sahut Petra langsung.

"Ya sudah kalau kau tidak suka pertanyaanku. Kau tidak usah menjawab dan diam saja", ujar Percy.

"Bisakah kalian tidak bertengkar? Aku heran dengan kalian yang terkadang tidak akur tapi akrab di saat yang bersamaan", tegur Ashton malas.

"Karena kakak tertua mudah sensitif dan selalu tersinggung jika...Ouch! It hurts, you jerk!", pekik Percy sambil mengusap kepalanya.

Karena Petra kembali menyambit kepalanya dengan botol selai dan itu benar-benar terasa sakit. Sial! Rasanya Percy tidak menyukai sosok kakaknya yang seperti itu dan dia kesal kalau harus berhadapan dengan karakter penggila cinta seperti Petra.

Demi apapun dia tidak akan mau. Dia tidak mau menjadi orang yang tergila-gila ataupun menghalalkan segala cara hanya demi cinta. Karena dia tahu kalau terlalu banyak mencintai akan menjadi orang yang tersakiti. Dan rasa sakit yang menyesakkan tidak akan mau dirasakannya lagi karena kesakitan itu cukuplah untuk sekali saja.

Because enough is enough.


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Oh hallo... 🙆‍♀️🙆‍♀️🙆‍♀️

Seperti yang aku bilang di part sebelumnya kalau lapak ini aku pake tiga sudut pandang.

Nggak ada yang lebih baik.
Dan nggak ada yang harus diperlakukan khusus karena aku berusaha untuk bersikap adil.

Terus part ini aku buat karena aku rindu sama babang Petra yang dengan kurang ajarnya nongol di timeline IG dalam pesona yang beratus kali lipat bikin nyeseknya 😭

Lihat betapa kurang ajarnya visual ini yang mengaduk-aduk gejolak hati dalam getaran yang nggak wajar 😖

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top