Part 27 - The Rose Petal

WARNING :
Disarankan untuk segera menjauh jika hati kamu lemah dan jantungmu bermasalah 😂

Aku aja sendiri deg2an tulis ini sambil ngebayangin namdongsaeng itu 💜

🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Nayla mendengus sambil menaruh hasil masakannya keatas piring dengan kasar. Sungguh tega sekali kalau Shin menyuruhnya memasak makan malam. Dan yang lebih memperparah keadaannya adalah dia masih mengenakan gaun pengantinnya! Ugh!

Dia bahkan sudah lelah seharian ini karena harus mempersiapkan diri sejak pagi untuk menjalani pernikahan konyolnya itu. Belum lagi harus bermain emosi dengan ayah mertuanya yang selalu saja menanyakan soal dirinya yang sudah hamil.

Nayla sempat berpikir apakah Hyuk-Shin akan dengan senang hati jika mendengar ada wanita yang hamil karena putranya? Jika ya, Nayla pasti akan mengutuk pria tua itu sebagai ayah paling laknat dimuka bumi ini. Belum-belum dia sudah ngeri jika ada wanita sembarangan mengaku hamil karena putranya itu, ya Lord! Hyuk-Shin sudah positif gila! Sialnya lagi, dia adalah ayah mertuanya.

Dia pun tidak membuat makan malam yang sulit, hanya memanggang tteokbokki dengan keju mozarella, beserta isian ham, sosis, dan telur. Dia sudah menyajikannya dalam dua mangkuk terpisah. Satu untuknya, dan satunya lagi untuk Shin.

Dia menyiapkan persiapan makan malam dengan apik dan fokus pada penyajiannya. Berbekal ilmu tata boga yang didapatinya dari duo chef auntie Claire dan auntie Chelsea, Nayla memiliki kemampuan untuk memasak dan menyiapkan makanan, meski tidak sehandal Alena ataupun Ashley. Dia cukup mampu mengisi perut Shin dengan kemampuan memasaknya yang tidak terlalu memalukan.

Dia baru saja menuangkan air putih ke dalam mug kosong yang ada diatas meja, ketika pengalihan itu datang tiba-tiba berupa tangan besar yang sudah melingkari pinggangnya. Deg! Nayla tersentak ketika Shin memeluknya dari belakang, spontan dia menoleh dan mendapati Shin sudah menaruh dagunya diatas bahu Nayla.

Degup jantung Nayla berpacu begitu kencang sampai rasanya dia tidak sanggup mengikuti ritme nafasnya yang tidak beraturan. Shin begitu dekat dan rambutnya yang masih setengah basah itu, terurai lemas dengan indah disitu. Mata sipitnya yang berkilat senang, hidung yang meninggi, bibir yang membentuk sebuah senyuman lebar, dan pelukannya yang hangat itu membuat Nayla tidak berdaya.

"Kau memasak apa untuk makan malam, yeobo? Aku sudah lapar." tanya Shin dengan lembut.

Seperti sudah kembali pada kesadarannya, Nayla mengerjap dan mendengus kasar. Dia mengerutkan alisnya dan menatap Shin dengan kesal.

"Kenapa kau tega-teganya menyuruhku memasak? Aku kan juga lelah dan ingin membersihkan diri! Dasar egois!" desis Nayla sambil bergerak menjauh dari Shin.

Shin terkekeh sambil menegakkan tubuhnya dan menyilangkan tangannya. "Mau bagaimana lagi? Disini tidak bisa delivery dan tidak ada yang bisa kita beli, karena hanya kita berdua yang ada di pulau ini."

"Kenapa kau tidak memesan koki atau pelayan di vila ini?"

"Mereka akan datang besok pagi. Sementara kau yang menangani perutku untuk makan malam, okay?" balas Shin santai sambil mengambil duduk di kursi.

Pria itu sudah mengenakan kaos putih dengan celana piyama yang terlihat begitu nyaman. Sementara Nayla masih mengenakan gaun pengantinnya dengan apron yang belum sempat dilepasnya.

"Duduklah, Nayla. Mau sampai kapan kau berdiri disitu dan memelototiku?" ujar Shin sambil menyeringai dan menunjuk kursi kosong yang ada di sebelahnya.

"Aku bahkan belum melepas gaunku dan harus memasak untukmu. Tidakkah kau lihat kalau aku begitu kacau?" protes Nayla sambil melepas apronnya.

Dia mengambil duduk di kursi kosong yang ada di samping Shin, lalu terkesiap ketika Shin menarik kursi yang sudah didudukinya untuk mendekat padanya. Nayla langsung mendelik tajam kearah Shin yang malah memberikan cengiran lebarnya sambil menaruh satu tangannya di punggung kursi Nayla.

"Kau tetap cantik, yeobo." ucap Shin hangat sambil melepas ikatan pada rambut Nayla, sehingga rambut panjangnya terurai. "Dan kau tampak sempurna."

Nayla menahan nafasnya ketika Shin mendekat untuk memberikan ciuman singkat pada pipinya. Kenapa pria ini semakin berani untuk main kecup, main cium, main tarik kursi, dan memuji dalam ucapan gombal seperti itu? Ini pasti ada maunya, batin Nayla waspada.

Nayla berpikir kalau pikiran Shin sudah menjalar kemana-mana soal malam pertamanya menjadi suami istri. Heck! Mengingat hal itu saja, sudah membuat tubuh Nayla meremang dan degup jantungnya berdetak semakin kencang. Jika Shin benar-benar ingin mati, mungkin malam ini adalah waktu yang tepat untuk dirinya mengalami kematian telak. Tapi Nayla juga tidak ingin menyakiti Shin yang sudah menjadi suaminya.

Memang benar jika Shin sudah berhak atas dirinya, tapi Nayla juga tidak yakin bisa memberikan apa yang diinginkan Shin. Dia bahkan sempat bertanya pada Joana, dan ketiga kakak perempuannya yang lain saat sedang dipersiapkan. Bahkan Ashley memberikannya tontonan film porno yang katanya bisa memberikan pengetahuan tentang berhubungan intim.

Ironisnya, Nayla tidak bisa memahami apa yang dimaksud Ashley. Belum sampai semenit Nayla menontonnya, bukannya menikmati adegan ranjang itu, Nayla malah muntah di kloset sampai perutnya kosong. Ewww... menjijikkan, pekiknya dalam hati.

"Kenapa kau malah meringis jijik dan tidak memulai makan malammu? Baked tteokbokki yang kau buat ini enak." tanya Shin dengan alis berkerut heran.

Nayla mengerjap dan baru tersadar kalau sedaritadi dia melamun. Perutnya yang lapar langsung terasa penuh mengingat hal yang tidak diinginkan, padahal dia juga yakin kalau masakannya itu memang enak.

"Aku tidak nafsu makan." jawab Nayla jujur.

Shin menatap Nayla sambil mengunyah, dia terlihat sedang mempelajari ekspresi Nayla dan kegelisahannya. Seperti sudah memahami kondisinya, Shin hanya menggelengkan kepalanya sambil berckckck ria.

"Nayla, aku tidak percaya kalau kau akan sedemikian stresnya tentang malam ini." komentar Shin dengan wajah penuh simpati. "Pantas saja kau tampak lebih tua dari umurmu. Berbeda denganku yang masih babyface meski sudah berumur hampir kepala tiga."

Nayla langsung memukul bahu Shin dengan gemas. "Aku tidak tua! Tidak ada keriput di wajahku, lihat!"

"Memang belum ada." balas Shin langsung sambil mengetuk kening Nayla dengan telunjuknya. "Tapi kerutan di kening setiap kali kau sedang berpikir ini, akan meninggalkan jejak. Santai saja, okay?"

"Bagaimana bisa santai kalau kau selalu mengirim kode seakan kau menginginkanku?" cetus Nayla tanpa berpikir.

"Jika sikapku yang manis ini dinilai memberi kode untukmu, maafkan aku. Aku hanya bersikap sebagai seorang suami yang ingin memperlakukan istrinya dengan lembut. Jika soal menginginkanmu, tentu saja iya, karena aku normal. Lagipula, kau tenang saja. Aku masih menyayangi nyawaku dan aku belum sempat membuat surat wasiat untuk kuwariskan padamu jika aku mati nanti." balas Shin dengan santai sambil asik menikmati makan malamnya lagi.

Nayla tersentak kaget mendengar ucapan Shin barusan. Matanya terasa memanas seiring dengan desakan airmata yang tidak bisa dibendung lagi. Mendengar ucapan Shin yang tadi, entah kenapa membuat hatinya terluka dan ketakutan akan kehilangan langsung merasuk dalam pikirannya.

Shin yang masih menekuni makan malamnya langsung menoleh kearahnya ketika dia mendengar ada isakan, dan dia langsung kebingungan. Shin melepas sendok garpunya dan mengarahkan dirinya pada Nayla.

"Hey, kenapa menangis? Apa aku menyakitimu?" tanya Shin panik. "Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu, aku hanya bercanda."

"Kau jahat! Jangan bercanda sembarangan!" isak Nayla kencang. "Menikah sebagai ajang bunuh diri itu adalah kau! Kau sengaja memancingku agar aku bisa menyakitimu! Kau itu..."

"Stop it, Nayla!" bentak Shin tegas.

Nayla pun terkesiap melihat Shin yang terlihat begitu berang dan rahangnya yang mengetat. Dia tidak pernah melihat pria itu begitu emosi, bahkan kedua tangannya mengepal erat seakan menahan amarahnya yang akan meledak. Sorot matanya begitu tajam dan dingin. Untuk pertama kalinya, Nayla merasa ciut di hadapan Shin.

Tidak lama kemudian, Shin pun menghela nafas dengan berat dan kembali pada posisi duduknya dengan wajah yang sudah tidak menaruh minat pada makanannya.

"Aku menikahimu karena aku ingin kau yang bersamaku. Kau adalah sosok yang kubutuhkan supaya aku tetap hidup." ucap Shin dingin. "Sekalipun kau menyakitiku, setidaknya rasa sakit yang tidak seberapa itu membuatku sadar kalau aku masih bernyawa."

Nayla menatap Shin dengan bingung. Dia ingin membalas ucapan Shin, tapi pria itu sudah lebih dulu beranjak dari kursi dan menunduk untuk menatapnya lirih.

"Maafkan aku kalau aku membuatmu tidak nyaman. Dan maafkan aku karena sudah merepotkanmu membuatkan makan malam. Kau harus makan, Nayla. Jika kau sudah selesai, mandilah. Aku ingin mencari penyegaran sebentar." ujar Shin sambil mengusap kepalanya dengan lembut, lalu dia pun berlalu.

Nayla semakin bingung dengan sikap Shin yang tiba-tiba marah seperti itu. Bukankah seharusnya dia yang marah pada Shin? Tapi kenapa Shin yang lebih berang padanya? Herannya, Nayla merasa bersalah dan menyesal telah membuat Shin sampai sebegitu berangnya.

Dia mencoba menikmati makan malam dengan hanya beberapa suap yang sanggup ditelannya. Makan malam sendirian di malam pertamanya, bukanlah hal yang diimpikan Nayla. Tapi semua karena kesalahannya. Jika dia tidak berulah, Shin masih ada di sampingnya dan makan malam bersama dengannya.

Nayla pun segera bergegas untuk membersihkan meja makan, mencuci piring kotor, dan segera berjalan menuju ke vila asing yang tampak indah. Dia bahkan merasa takjub dengan persiapan Shin untuknya, padahal pria itu terkesan tidak menghiraukan apa yang diucapkannya soal ingin melihat sinar bulan.

Tubuh Nayla seakan membeku selama beberapa detik ketika melihat anak tangga yang sudah tersebar kelopak mawar di setiap pijakannya. Seakan itu menyambut kedatangannya dan mengundangnya untuk segera naik keatas sana. Ada lilin-lilin kecil yang terpasang di setiap sisi pijakan itu.
Ya Lord... Nayla yakin semua itu tidak ada ketika dia mengejar Shin sebelum memasak makan malam. Kapan hal ini bisa dibuat tanpa sepengetahuannya?

Sambil menarik nafasnya yang memberat, Nayla menaiki pijakan anak tangga itu dengan hati-hati. Dia bahkan sudah tersenyum secara tidak sadar melihat setiap kelopak-kelopak mawar yang diinjaknya, atau kelopak-kelopak yang beterbangan seiring dengan langkahnya yang menaiki pijakan anak tangga.

Lagi. Dia kembali membeku ketika dia sudah tiba di lantai atas, karena kumpulan kelopak mawar yang lebih banyak dari anak tangga tadi terpampang jelas di hadapannya. Itu terlihat seperti karpet merah yang menyambutnya dan memberikan arah yang harus ditujunya. Damn you, Shin! rutuk Nayla dalam hati.

Jika pria itu berniat untuk mengambil hatinya lewat sikap romantisnya di malam hari kasih sayang seperti ini, dengan berat hati, Nayla harus mengakui kalau pria itu berhasil. Tapi Nayla masih bisa menahan diri untuk tidak histeris dan tidak akan terpengaruh oleh ide roman picisan yang terkesan fancy. Egonya menolak keras untuk menerima usaha wajib pria untuk mencari perhatian.

Dia pun mulai melangkah mengikuti jejak kelopak-kelopak mawar yang mengarahkannya kepada satu-satunya pintu yang ada di ujung lorong. Itu adalah kamar utama villa yang menjadi satu-satunya ruangan yang ada di lantai atas villa itu.

Begitu dia tiba di depan pintu kamar, dengan tangan yang gemetar, dia membuka pintu kamar itu dengan waswas. Karena dia belum memasuki kamar itu dan tadi hanya berkeliling sampai di depan kamar itu saja.

That shitty Shin is surely makes me more insane, batin Nayla histeris. Dia bahkan sampai membekap mulutnya sendiri untuk tidak berteriak kencang melihat dekorasi kamar itu yang begitu manis. Holy crap! Airmata Nayla malah turun begitu saja tanpa permisi, membuatnya merasa seperti wanita lembek yang mudah terpengaruh oleh hal-hal klasik seperti yang ada di drama percintaan. Tapi sungguh, Nayla merasakan haru yang tidak bisa dia ungkapkan dalam kata-kata saat ini.

Dia melangkah masuk ke dalam kamar dengan hati-hati sambil terisak pelan. Tadinya Nayla tidak percaya kalau ada tangisan bahagia, tapi sekarang? Nayla sangat mempercayai hal itu dan dia sudah merasakannya. Senyumnya mengembang melihat ada dua angsa yang dibuat dari handuk dan kelopak mawar yang tertata cantik diatas ranjang. Dia berdiri di hadapan ranjang itu selama beberapa saat.

Di sisi kamar itupun dipenuhi banyak dekorasi bunga mawar dan lilin yang terpajang untuk mempercantik kamar itu. Alhasil, kamar itu begitu harum dan segar. Apakah Shin berniat untuk memberi kejutan manis dengan kelopak mawar yang mendefinisikan dirinya? The Rose Petal.

Bahkan ketika dia bergerak untuk mendekati sebuah lemari nakas itu, matanya melebar kaget menerima kejutan manis lainnya berupa sekotak bunga mawar yang tersusun dalam bentuk hati, dengan kelopak mawar yang tersebar di sekelilingnya untuk mempermanis tampilannya.

Rasa haru Nayla semakin menyeruak jauh ke dalam hatinya, ketika dia bisa melihat ada sebuah kartu dengan tulisan tangan Shin, yang bertuliskan :

I feel when I am with you...
I am like a Rose, not because of its beauty.
But because I am able to bloom and grow with you.
I love you, my Rose Petal.

Shit! Nayla menangkup dadanya yang bergemuruh kencang sambil beringsut duduk karena rasa lemas yang terasa pada kedua kakinya. Tahan, Nay! Tahan, Nay! Tahan!!!, batin Nayla terus mengingatkan dirinya untuk tetap berpijak pada lantai. Nyatanya? Serangan yang diberikan Shin terlalu kuat sehingga nafasnya terasa sesak dan membuatnya tidak mampu berdiri.

Dia sudah tidak bisa menahan diri untuk tidak menemui pria sialan itu yang sudah memporak-porandakan kondisi hatinya yang mendadak seperti jelly. Dia pun beranjak dari posisinya untuk segera menuju kamar mandi dan... holy shit! Nayla kembali harus menahan nafasnya menerima serangan kelopak mawar sialan yang kini mengapung diatas bathub itu.

Matanya mengerjap cemas dengan keinginan untuk segera menemui Shin sekarang. Tapi ada hal yang membuatnya harus mengumpat karena rencana kaburnya kali ini membuatnya lupa untuk membawa persiapan. For Godsake, dia tidak punya sehelai baju pun untuk ganti! Bahkan pakaian dalam pun tidak ada!

Kepanikan Nayla semakin menjadi, sehingga dia berjalan mondar mandir di depan bathub sambil menggigit kuku jarinya. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Tidak mungkin jika dia harus mengenakan gaun pengantin ini sampai pagi. Dan tidak mungkin juga jika dia harus... wait! Apakah barusan Nayla berpikir untuk telanjang saja sepanjang malam ini di dalam selimut? Itu berarti dia harus merelakan tubuhnya untuk dilihat Shin. What the heck!

Nayla menjadi histeris sendirian di dalam kamar mandi itu karena pikirannya yang semakin menjalar kemana-mana. Degup jantungnya kian bergemuruh dan keringat dingin mulai membasahi keningnya. Apakah malam ini dia akan benar-benar menjadi wanita yang akan disentuh oleh pria? Membayangkan tubuhnya digerayangi saja sudah membuat kulit tubuh Nayla meremang.

Nayla terdiam sambil memejamkan matanya untuk menenangkan diri. Seharusnya dia tidak boleh seperti ini. Bukankah memutuskan untuk menikah adalah idenya sendiri? Bukankah memang dirinya ingin menghilangkan phobianya selama ini? Dengan Shin, dia tidak merasa terancam. Dengan Shin juga, dia bisa merasakan ciuman liar seperti yang pernah dilakukannya waktu itu. Seharusnya tidak apa-apa, pikir Nayla berulang-ulang seolah itu adalah mantra penghiburan untuk dirinya.

Lagipula, tidak mungkin kalau dia terus menghindar atau menolak Shin. Dia pun tidak mungkin memukul pria itu karena Shin bukan bajingan yang ingin memakainya lalu membuangnya. Shin adalah suaminya. Shin berhak atas dirinya. Shin adalah pendamping hidupnya yang akan menemaninya dalam segala hal. Shin berbeda dengan pria lain. Shin dan Nayla sudah halal. Haish! Nayla mendesis geram dengan semua pemikiran yang berkecamuk dalam pikirannya.

Setelah yakin dia sudah cukup tenang, Nayla melepas gaun pengantinnya dan gerakannya terhenti ketika dia bisa mendengar ada yang menyebur ke dalam kolam renang. Nayla berjalan mendekat kearah jendela besar yang memberikan pemandangan kolam renang pribadi dalam vila, dan mendapati sosok Shin yang sedang berenang dengan gayanya yang luwes.

Dia terdiam memperhatikan tubuh Shin yang kekar, otot-otot yang kuat, tinggi badan yang keterlaluan, dan gaya renangnya yang begitu cepat seakan dia begitu terlatih. Nayla memperhatikan Shin cukup lama sampai pria itu sudah berenang sebanyak dua putaran, layaknya seorang fangirl gila yang suka menguntit idolanya.

"Lu bisa, Nay! Lu bukan pengecut dan lu pasti bisa!" umpat Nayla seorang diri sambil melanjutkan aktifitas untuk melepas pakaiannya tanpa sehelai benang pun.

Damn! Nayla meraih bathrobe handuk yang tersedia di dalam kamar mandi itu dengan cepat, lalu menutupi tubuh telanjangnya. Sebelum dia berubah pikiran, dan sebelum dia kembali histeris, Nayla segera keluar dari kamar mandi itu dan menyusul Shin ke kolam renang.

Dia tidak peduli jika Shin beranggapan dirinya seperti wanita murahan yang menyerahkan diri tanpa busana seperti ini. Dia yakin dia mampu mengatasi kecemasan dan ketakutannya, jika pria yang ada di hadapannya adalah Shin. Kecuali tamparan yang tidak sengaja dilakukannya saat wedding kiss karena ketidaknyamanan dilihat oleh orang banyak.

Nayla menelan ludahnya dengan susah payah ketika sudah tiba di kolam renang itu. Shin tampak membelakanginya di sudut kolam sana, sepertinya pria itu beristirahat sejenak setelah melakukan beberapa putaran. Pria itu menaruh kedua tangannya di tepi kolam dan menyandarkan kepalanya diatas kedua tangan yang terlipat dengan tubuh yang masih berada di dalam kolam.

Setelah menghitung satu sampai tiga dalam hatinya, Nayla melepas bathrobe itu dan mulai masuk perlahan ke dalam kolam. Dia mendekat kearah punggung lebar Shin yang terpampang di depannya. Matanya mengerjap tidak fokus ketika jarak diantara dirinya dengan Shin semakin dekat, lalu kian mendekat, sampai akhirnya Nayla sudah berada tepat di depan punggung Shin.

Tanpa mau berpikir lagi, Nayla segera memeluk tubuh Shin dari belakang dengan melingkari pinggang Shin dengan kedua tangannya. Dia bahkan memejamkan kedua matanya dengan sangat erat ketika melakukan hal itu. Dia bisa merasakan Shin tersentak lalu menoleh kearahnya. Damn! Ini sangat memalukan, batin Nayla cemas.

Tidak ada yang bersuara selama beberapa saat, karena baik Shin ataupun Nayla hanya berdiam diri dengan posisi seperti itu. Nayla yang memeluk tubuh Shin dari belakang, dan Shin seakan tidak bergeming dari posisinya membelakangi Nayla. Suasana di sekitarnya pun begitu sunyi, nyaris begitu tenang sampai Nayla yakin bisa mendengar degup jantungnya dan degup jantung Shin yang bergemuruh kencang.

"Nayla..." ucap Shin dengan suara tercekat. "Kau benar-benar ingin membunuhku, yah?"

Nayla membuka matanya dan mengerjap ketika kedua tangan Shin sudah menggenggam lembut kedua tangannya yang memeluknya begitu kencang. Deg! Spontan Nayla melepas kedua tangannya karena takut Shin akan tersakiti, tapi hal itu ditahan Shin untuk tetap memeluknya seperti semula.

"Jangan bergerak. Aku takut kalau aku tidak bisa menahan diriku." seru Shin dengan suara yang nyaris berbisik.

"Shin..."

"Aku tidak akan melakukannya jika kau belum siap, Nayla." tambah Shin.

"Kau tidak mau karena kau takut aku pukul yah?" tanya Nayla dengan nada tersinggung.

Shin menoleh kearahnya dengan sorot mata yang begitu tajam. "Tidak bisakah kau serius sedikit saja? Aku sudah menahan diri dan tidak ingin melakukan apa-apa padamu, meski aku sangat menginginkannya."

"Memangnya kau pikir aku seperti ini tidak serius? Aku bahkan sudah mencoba untuk tidak histeris sekarang." balas Nayla sewot.

"Aku tidak..."

Nayla malah masuk ke dalam kolam karena tidak mau mendengar lanjutan dari ucapan Shin. Dia menyelinap masuk diantara tubuh Shin dan tembok kolam dari dasar kolam, lalu berpindah posisi untuk bisa berhadapan dengan Shin. Begitu dia muncul ke permukaan, belum sempat dia menarik nafas, disitu dia mendapat serangan dari Shin.

Shin mendesakkan tubuhnya pada sisi kolam sehingga punggungnya terhimpit tembok kolam, sementara Shin sudah menghimpit tubuh depannya sambil membungkuk untuk mencium bibirnya dengan keras. Red code! pikir Nayla panik. Dia benar-benar sedang menggoda singa yang sedang kelaparan karena menawarkan dirinya sebagai sasaran empuk.

Dia bahkan tidak bisa berkutik karena kedua tangannya sudah dicengkeram erat oleh Shin, dan kedua kakinya sudah terhimpit diantara kedua kaki panjang Shin. Pria itu seakan sudah mempersiapkan dirinya dengan begitu matang agar terhindar dari pemberontakannya.

Nayla bersyukur Shin bisa mengendalikan tubuhnya yang memberontak secara tidak sadar, pekikannya tertelan seiring dengan lidah Shin yang meluncur masuk begitu saja ke dalam mulutnya. Posisinya saat ini benar-benar membuatnya tidak bisa melakukan apapun selain pasrah saja. Semakin dia memberontak, cengkeraman Shin semakin mengetat dan ciumannya semakin liar.

"Relax, baby." bisik Shin di sela-sela ciumannya sambil menatapnya dengan sayu.

Nayla menjauhkan kepalanya dari Shin untuk sekedar menarik nafas sedalam-dalamnya dan menghembuskannya cepat. Asupan oksigennya sudah menipis dan hawa panas semakin menjalar di sekujur tubuhnya, meski dirinya berada di dalam kolam yang dingin.

"Apa kau gila? Beritahu aku jika kau ingin menciumku, jerk!" sembur Nayla sambil menatap marah kearah Shin.

Shin menyeringai dengan kilat gairah yang ada di sorot matanya. "Inilah yang akan kau terima jika kau memberikan serangan jantung kepada pria seperti ini, Nayla. Apa kau juga gila dengan menghampiriku lalu memelukku seperti ini? For Godsake, you're naked!"

"Aku tidak memiliki pakaian apapun untuk kukenakan, okay? Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kulakukan di dalam sana ketika menerima seranganmu dengan mawar-mawar sialan itu!" balas Nayla tidak mau kalah.

"Aku yakin kalau di dalam kamar itu memiliki lemari pakaian yang bisa kau buka. Disitu ada pakaianmu yang sudah kusiapkan lewat bantuan ibumu kemarin." sahut Shin sambil memiringkan wajahnya untuk menatap Nayla lebih dekat. "Apa kau memang berniat untuk menggodaku? Atau kau benar-benar ingin membunuhku? Perlu kuingatkan kalau itu tidak akan pernah terjadi, Nayla!"

"Aku hanya ingin kita berbaikan. Aku tidak suka kau marah-marah seperti tadi." dengus Nayla dengan bibir menekuk cemberut. "Lepaskan aku, ini sakit."

"Aku akan lepaskan jika kau berjanji untuk tidak memukulku. Dan jangan bergerak sedikitpun, okay?" desis Shin dengan nada mengancam.

"Kenapa aku tidak boleh bergerak?"

"Jika kau bergerak, maka bukan singa kelaparan ini yang telah kau godai, melainkan predator yang ada di dalam tubuhku untuk menerkammu, Nayla."

Deg! Ucapan barusan membuat Nayla menelan ludahnya dengan susah payah. Kenapa pria itu selalu memberikan tatapannya yang semakin menggoyahkan dirinya sekarang? Katakanlah Nayla memang berniat untuk mendekatinya, tapi jika dia harus tidak bergerak, apakah itu mungkin? Dia saja sudah terlanjur malu dengan bertelanjang di depan pria seperti ini. Untungnya saja mereka ada di dalam kolam sehingga Shin tidak akan mungkin melihat tubuhnya dari posisinya yang berdiri menjulang seperti itu.

"Baiklah." jawab Nayla dengan pasrah.

Shin mengerutkan alisnya sambil melepaskan cengkeramannya dengan hati-hati. Tatapannya masih waspada untuk mengawasi tindakan Nayla yang bisa kapan saja dilayangkan padanya. Tapi Nayla tidak bereaksi apa-apa setelah Shin melepas cengkeramannya, karena batinnya terus mengingatkan dirinya agar menahan gejolak dalam dirinya yang tidak karuan.

"Aku tidak percaya kalau kau akan nekat melakukan ini," gumam Shin pelan sambil mengusap wajahnya dengan kalut.

"Kau yang memicu diriku untuk nekat melakukan ini. Siapa suruh kau memakai aksi romantis yang menjengkelkan itu? Aku kan jadinya merasa kesenangan juga." balas Nayla langsung.

"Dengan bertelanjang seperti ini lalu memelukku?" sahut Shin dengan tatapan tidak percaya. "Kalau begitu aku akan sering-sering melakukan hal seperti itu, agar aku sering mendapat serangan seperti ini."

Wajah Nayla terasa memanas dan dia yakin jika dia berada di tempat yang lebih terang, sudah pasti wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Dia sama sekali tidak berniat untuk bertelanjang seperti ini, niatnya hanya ingin berterima kasih tapi dia kebingungan. Baiklah. Semua karena kesalahannya dan Shin tidak pantas dipersalahkan lagi.

"Aku hanya ingin kita berbaikan," ucap Nayla dengan nada mencicit. "Aku tidak suka melihatmu berang seperti tadi dan itu menakutkan. Kau tampak berbeda sedaritadi, dan aku tidak menyukai ekspresimu yang seperti itu. Kau terlihat terluka."

Shin terdiam mendengarkan ucapan Nayla barusan. Nayla bahkan tidak mau melihat ekspresi wajahnya dan memilih untuk menundukkan kepala saja menatap dada bidang Shin yang terpampang di hadapannya. Kenapa semua pria harus bertubuh kekar seperti itu? batin Nayla kesal. Dalam keadaan seperti ini, masih saja dirinya bisa gagal fokus. Posisi pria itu sudah merangkak naik ke dalam penilaiannya terhadap lawan jenis. Herannya, hanya Shin saja yang bisa mengubah pikirannya. Tidak dengan yang lain.

Nayla tersentak ketika Shin mendongakkan dagunya agar Nayla mengangkat kepalanya untuk bisa bertatapan dengannya. Deg! Desiran hangat itu kembali menerjang masuk ke dalam hati Nayla, ketika bisa melihat sorot mata Shin yang begitu lembut menatapnya.

"Caramu berterima kasih sangat menggemaskan. Aku tidak marah padamu, melainkan aku marah pada diriku sendiri karena tidak bisa menahan diri lebih keras lagi." ujarnya pelan dan tampak begitu sabar dalam memberikan pengertian kepada Nayla.

"Aku tidak suka kalau kau berbicara soal kematian." balas Nayla langsung.

Shin mengangguk setuju. "Maaf. Aku membuatmu takut dan cemas padaku."

Nayla menggeleng dan langsung bergerak untuk mendekat pada Shin, tapi pria itu tersentak dan menatap Nayla dengan gelisah.

"Kenapa?" tanya Nayla bingung.

"Aku bilang jangan bergerak, Nayla!" jawab Shin dengan tegas dan lantang.

Nayla bisa melihat Shin membuang mukanya kearah lain seolah menghindari pemandangan tubuh telanjangnya. Ya Lord! Apakah pria itu benar-benar sedang menahan dirinya untuk tidak menyerangnya dengan kurang ajar? Pertanyaan yang timbul dalam pikirannya langsung membuat Nayla terharu.

Dia merasa bersyukur karena dia sudah berada di tangan yang benar. Tangan yang akan melindunginya dan menjaganya dalam segala hal. Yang begitu memahami dirinya yang masih beradaptasi terhadap keadaan. Bukan saatnya Nayla harus menjadi egois karena merasa dirinya sudah berusaha, karena usaha Shin dalam menahan diri lebih keras daripada dirinya. Bahkan pria itu membuktikan keseriusannya untuk menikahinya dan menjadikannya sebagai seorang wanita yang paling beruntung, disaat banyaknya wanita yang menginginkan Shin.

Nayla menarik nafasnya dalam-dalam, lalu bergerak untuk mendekat kearah Shin tanpa ragu. Shin mengerjap cemas dan dia menegang ketika Nayla sudah memeluknya. Erat dan mantap. Nayla bahkan bisa merasakan reaksi tubuh Shin yang begitu keras di perutnya. Dia yakin dia sudah merasa ngeri namun dia bisa menghadapinya.

"Tidak apa-apa, Shin." ucap Nayla yang mencoba terdengar meyakinkan. "Kita akan mencoba dan latihan bersama-sama, okay? Ajari aku dan tunjukkan padaku bagaimana rasanya. Aku sudah mempersiapkan diri."

"Nayla..."

"Aku janji tidak akan memukulmu atau menyakitimu," tambah Nayla langsung. "Kita terlalu banyak membuang waktu untuk menahan diri dan aku sudah mulai kedinginan."

Mendengar Nayla yang kedinginan, Shin mendekap Nayla dan membawa tubuh mungil itu ke dalam rengkuhan tubuh besarnya. Nayla sampai memejamkan matanya untuk menikmati pelukan yang penuh perlindungan seperti saat ini. Hangat dan dalam. Itu yang dirasakannya.

"Aku tidak percaya kalau kau akan melakukan hal ini padaku, Nayla." bisik Shin dengan suara mengetat. "Aku... sangat membutuhkanmu."

Nayla mengangguk dan membuka matanya untuk mendongak menatap Shin dengan dalam. "Saranghae, Oppa."

Sedetik kemudian, Shin memiringkan wajahnya untuk mencium Nayla dengan begitu lembut dan sangat hati-hati. Nayla memejamkan matanya untuk menikmati ciuman itu dan membiarkan Shin menguasai mulutnya, bahkan Shin sudah mengerang penuh nikmat di sela-sela ciumannya.

Setiap lumatan Shin terasa menyenangkan, tidak terburu-buru dan penuh pengertian. Nayla bahkan bisa merasakan kalau pria itu ingin dirinya bisa menikmati setiap momen kebersamaannya seperti sekarang. Bibir Nayla pun bergerak seturut nalurinya, mengikuti ritme yang dimainkan Shin dan terbuai dalam kehangatan yang ditawarkannya. Sampai akhirnya, Nayla mengeluarkan desahan lembut dari mulutnya. Membuatnya merasakan sejuta kupu-kupu seakan beterbangan di perutnya, dan debaran jantung yang berdentum hebat di dalamnya.

"Shin..." desah Nayla lagi, kali ini dengan menyebutkan nama pria itu.

Tangan besar Shin merangkul pinggangnya untuk menariknya dalam dekapan yang lebih erat, dan satu tangannya lagi... deg! Bibir Nayla berhenti membalas ciuman Shin meski pria itu masih asik menyesap bibir bawahnya, ketika tangan Shin mendarat tepat diatas satu payudaranya. Sentuhan itu terasa begitu... berat. Dentuman jantungnya semakin hebat dan tubuhnya terasa begitu lemas. Apakah seperti ini rasanya jika tubuhnya disentuh pria?

Shin mengawasi ekspresi Nayla dari sudut matanya. Dia tidak menghentikan ciumannya, melainkan berpindah posisi dengan menggerakkan bibirnya untuk menyusuri leher Nayla. Lidahnya mulai bergerak untuk menjilati kulit lehernya yang basah, diiringi remasan lembut yang sudah dilakukan Shin pada satu payudaranya.

"Ahhh..." erangan yang terdengar kasar keluar begitu saja dari mulut Nayla.

Nayla bahkan sampai kaget sendiri dengan suara erangan yang dia keluarkan barusan. Kedua kakinya semakin lemas dan dia mencengkeram bahu Shin agar tidak merosot jatuh. Seakan tahu apa yang dialami Nayla, Shin mengangkat tubuh Nayla dan mengarahkan kedua kaki Nayla agar melingkar di pinggangnya.

Nayla hendak protes dengan posisi yang begitu memalukan baginya, tapi Shin seakan tidak memberikannya kesempatan untuk melakukan hal itu. Kembali Shin melancarkan sentuhan yang lebih berani dari sebelumnya. Dia mulai menggigit pelan bahu Nayla dan mengusap lembut putting Nayla yang sudah menegang.

"Shin!" pekik Nayla dengan suara yang tertahan. "It's unbearable!"

Shin mengangkat kepalanya dan mengarahkan bibirnya untuk berbisik tepat di telinga Nayla. "Then you're getting ready for this."

Nayla tersentak ketika merasakan tangan Shin meluncur ke titik sensitifnya yang seakan menuntut sentuhan lebih disitu. Damn! Nayla tidak mengerti apa yang terjadi dengan tubuhnya saat ini. Dia mengerjap bingung menatap Shin yang masih mengawasinya sambil terus melakukan apa yang dilakukannya saat ini. Bibirnya menyesap dan mengigit kulitnya, satu tangannya masih merengkuh erat pinggangnya dan satu tangannya lagi bekerja untuk memainkan klitorisnya di bawah sana.

"Shin!" erang Nayla gelisah sambil mengeratkan rangkulannya di bahu Shin seolah dia akan meledak.

"Nikmati apa yang kulakukan, Nayla. Kita melakukannya di dalam air yang artinya tidak akan terlalu sakit untukmu."

Apa yang dimaksud sakit oleh Shin? Demi apapun ini terasa nikmat dan dia merasa seperti jalang yang begitu merindukan sentuhan tangan besar Shin. Seakan tubuhnya menuntut untuk diledakkan sampai dirinya hancur berkeping-keping, seolah dirinya ingin dilebur menjadi satu dengan pria itu. Bahkan nafasnya kian memberat dan kepalanya terasa pening.

Nayla bahkan terus mendesah sambil memejamkan matanya untuk menikmati setiap sentuhan yang dilakukan Shin pada tubuhnya, seolah pria itu tahu bagaimana caranya untuk memainkan tubuhnya, memberikan apa yang diinginkan tubuhnya.

Ketika dia merasakan adanya desakan yang hendak menerobos masuk ke dalam tubuhnya, disitu Nayla membuka matanya dengan kaget. Kedua tangan yang merangkul bahu Shin spontan terlepas lalu melayangkan pukulan keras di wajah Shin begitu saja. Alhasil, sudut bibir Shin terluka dan pria itu menatap marah kearahnya.

Shin mengumpat kasar sambil terus mendesak tubuhnya dengan susah payah, kedua kakinya yang melingkar di pinggang Shin dilepaskannya tapi pria itu sudah keburu menahannya. Shit! Nayla hendak kembali memukul tapi Shin sudah bisa mencengkeram kedua tangannya sambil menekan tubuhnya ke sudut kolam.

“Aku sudah bilang padamu bahwa aku tidak akan membiarkanmu untuk menyakitiku, Nayla! Kau sendiri yang sudah merobohkan pertahanan diriku dan tidak mendengarkan ancamanku.” desis Shin sambil menggeram dan kembali mendesakkan dirinya ke dalam tubuhnya.

Nayla meringis menahan rasa sakit yang terasa di tubuhnya seiring desakan tubuh Shin yang memaksa masuk ke dalamnya. Punggungnya tertahan sudut kolam yang terasa menyakitkan karena tubuh Shin semakin menekan dirinya.

“Shin...”

Nayla mengerjap lirih ketika dia merasakan rasa sakit yang begitu hebat menyerang tubuh bagian bawahnya dan air matanya keluar begitu saja. Berbanding terbalik dengan Shin yang terlihat begitu nikmat sambil mengerang dalam suaranya yang berat.

Tubuh Nayla bergetar dan isakannya tidak terdengar karena dia sudah merasakan gejolak yang tidak sanggup diterimanya. Dia sudah tidak mampu memberontak karena kedua tangan dan kedua kakinya melemah. Tubuhnya seakan remuk dan merasakan sensasi asing yang tidak disukainya saat ini.

Shin menatapnya lembut lalu mengecup keningnya, sama sekali belum menggerakkan dirinya dan melepas cengkeramannya. Dia kembali memeluk Nayla dan mencium lembut bibir Nayla, meliukkan lidahnya di dalam rongga mulut Nayla, dan menyentuh sekujur tubuhnya lagi.

Nafas Nayla semakin memberat seiring gejolak yang kembali naik dan mendesak untuk dikeluarkan. Dia bahkan mulai membalas ciuman Shin dan mengeluarkan desahan pelan dari mulutnya. Rasa sakit yang dirasakannya perlahan berubah menjadi nyeri yang menyenangkan. Apakah ini yang dibilang Shin tentang rasa sakit yang menyenangkan? Jika ya, Nayla setuju dengan pria itu.

Dia mengerang ketika Shin mulai menggoyangkan pinggulnya dan melakukan gerakan maju mundur yang begitu pelan, sangat pelan sampai Nayla bisa merasakan ketegangan Shin yang bergesekan dengan dinding kewanitaannya disana.

“You’re so f*cking tight, baby!” geram Shin pelan sambil terus mencumbunya.

Semakin Shin menyentuhnya, semakin Nayla merasakan kenikmatan itu. Dia yakin kalau pria itu sedang merangsang tubuhnya dan kewanitaannya seolah sudah menerima ketegangan yang menguasai reaksi tubuhnya yang kini menuntut lebih.

Gerakan pelan itu berubah menjadi cepat dan dalam. Shin menaikkan tempo gerakannya seiring dengan kegelisahan yang dirasakan Nayla saat ini. Dia bahkan menginginkan Shin untuk mempercepat gerakannya karena desakan itu semakin menguat.

“Shin...”

“Feel it, baby!” ucap Shin parau.

Nayla merasakan desiran hangat perlahan menjalar di sekujur tubuhnya, degupan jantungnya yang begitu kencang, dan matanya terpejam begitu erat ketika merasakan gejolak hebat yang mendesak keluar dalam jeritan kencang yang keluar begitu saja dari mulutnya.

Tubuhnya gemetar dan dia semakin merasakan kenikmatan ketika Shin memperdalam penyatuan itu, sampai kepala Nayla terkulai ke belakang karena ledakan sensasi yang membuatnya kewalahan. Dia bisa merasakan tubuhnya berdenyut nyeri di bawah sana, seolah memberikan pijatan keras di sepanjang kejantanan Shin yang masih tertanam di dalamnya.

“I’m getting closer, baby!” bisik Shin dengan suaranya yang berat.

Nayla melingkari bahu Shin dengan kedua tangannya dan mengeratkan kedua kakinya pada pinggang Shin ketika pria itu mendesakkan tubuhnya dalam hentakan yang lebih keras dan kasar di dalamnya. Itu tidak menyakitkan namun memberikan sensasi lebih bagi Nayla. Sampai akhirnya, keduanya mengerang secara bersamaan dalam deru nafas kasar yang memburu.

Tidak ada kata-kata yang bisa diungkapkan Nayla tentang apa yang diterimanya saat ini. Yang dia tahu adalah dia merasakan tubuhnya begitu lemas, kewanitaannya begitu nyeri, dan rasa pusing yang semakin menghantam kepalanya saat ini. Ledakan yang tadi dirasakannya sudah menghilang dan gejolak dalam dirinya memudar, hanya kelelahan yang tersisa.

Dia yakin dia sudah tidak sanggup untuk menggerakkan tubuhnya, karena ketika Shin memanggil namanya sambil mengguncang tubuhnya, disitu dia merasakan kegelapan menyelimutinya dan rasa dingin yang menusuk hingga ke tulang.

Nayla merasa bahwa dirinya sudah bukan lagi menjadi miliknya, melainkan milik dari seseorang yang sudah mengambil separuh dari hatinya itu. Yeah. Dia sudah menjadi milik Shin. Seutuhnya.


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Lupa nulis mature content diatas 😆
(Sengaja banget yee)

5304 words untuk part ini.

Harusnya Nayla bisa memberontak lebih kuat dan Shin harus menahan diri lebih lama lagi.

Tapi apa mau dikata?
Nayla yang tidak berdaya itu adalah bukti nyata dari ketidaksanggupan aku dalam menghadapi serangan Shin 😭

Aku nulis part ini tuh dari hati yang nggak karu-karuan 😥
Ini tuh engap banget, pemirsah!




Dan kondisi terakhir aku saat ini :



😂😂😂😂😂

Happy Valentine's day, readers 💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top