Part 26 - Insanity of unperfect wedding
Apakah kalian sudah mempersiapkan diri untuk kondangan? 🤣
5340 words untuk kalian 💜
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Kim Shin menatap ke luar jendela dengan tatapan menerawang. Sorot mata teduhnya terlihat sendu kearah ombak besar yang menggulung dan cuaca sore yang mendekati senja. Sebentar lagi, dia akan menikahi Nayla. Keputusan singkat dengan persiapan kilat, dan pernikahan yang cukup mendadak.
Bukan tanpa alasan, Shin melakukan itu semua. Dia hanya tidak mau keraguan terus menghinggap dalam pikirannya sehingga dia tidak bisa berkembang. Dia tidak pernah merasakan keyakinan yang begitu besar untuk memiliki seseorang seperti ini, dan dia berniat untuk menjalankan keinginan itu secepatnya sebelum berubah pikiran. Shin tidak mau mengalami penyesalan yang membuatnya menyesal seumur hidup. Sampai sekarang.
Bersama dengan Nayla, ada perasaan yang berbeda. Perasaan yang membuat Shin merasa bahwa dia bisa berguna untuk wanita itu. Kehadirannya memberikan pengaruh untuk Nayla yang anti pria dan merasa dibutuhkan oleh wanita itu.
Dia menyayangi Nayla tanpa alasan yang mengharuskannya seperti itu. Entahlah. Dia tidak ingin wanita itu tersakiti atau merasakan kesakitan lewat kekurangan yang dialaminya. Dia sangat menginginkan Nayla bisa sembuh dari phobianya. Karena dengan pengalihan seperti itulah, sedikit banyak membuat Shin berubah.
Shin menoleh ke belakang ketika dia mendengar ada yang membuka pintu ruangan itu. Belum-belum dia sudah mendengus tidak suka ketika bisa melihat ada Percy masuk ke dalam ruangan itu dengan cengiran lebar di wajahnya.
"Aku tidak percaya kalau kau ternyata sudah pintar berbohong padaku, Shin. Kau bilang melamar, tapi ternyata kau menikah." ujar Percy yang berjalan kearahnya, sambil melebarkan kedua tangannya.
"Ini diluar rencana dan aku tidak berniat untuk berbohong padamu." balas Shin sambil menerima pelukan selamat dari Percy.
"Aku senang kalau kau bisa mendapatkan Nayla." tukas Percy senang ketika sudah menarik diri dari pelukan itu.
Shin memberikan senyuman setengahnya. "Apakah kau yang ngotot ingin masuk kedala proyek ini karena kau memang tidak berniat untuk bersaing denganku? Kau ikut andil dalam menjadi sekumpulan matchmaker untuk menjodohkanku dengan Nayla?"
Percy mengerutkan alisnya tanda tidak setuju. "Aku memang menyukai Nayla. Dia cantik dan lucu. Hanya saja, phobianya itu memiliki keanehan yang membuatku ngeri."
"Bilang saja kau masih belum bisa melupakan Laura." celetuk Shin sambil mencibir.
"Aku bahkan tidak tahu kalau Laura ada dalam proyek ini," balas Percy enteng.
"Dan jika tidak ada Laura, apakah kau akan tetap bersaing denganku?" tanya Shin dengan alis terangkat.
Percy terkekeh. "Easy, dude. Aku pernah bilang padamu kalau aku akan menerima kekalahan dengan lapang dada jika Nayla memilihmu. Lagipula, bukankah memang jalan hidup seseorang tidak ada yang tahu jika kita tidak mencoba melangkah ke dalamnya?"
"Seperti kau yang diam-diam melamar Laura dan meminta kedua orangtuamu untuk menyusulmu ke Gimpo kemarin? Wah, siapa disini yang tidak memberitahu apa-apa, tapi langsung tancap gas seperti itu? Harusnya aku yang merasa tersinggung disini." timpal Shin dengan seringaiannya.
Shin mengetahui hal itu dari pria bermulut besar yang bernama Park Jin-Wook. Bahkan pria konyol itu sengaja meneleponnya dengan tanda red code agar Shin mau mengangkat teleponnya setelah mengabaikannya kesekian kali.
"Sama sepertimu, Shin. Jika kita tidak langsung menanggapi keraguan seorang wanita pada kita, bisa jadi kita akan kehilangan apa yang terbaik untuk kita. Bukan begitu?" tanya Percy kemudian.
Shin terdiam dan menatap Percy dengan seksama. "Kau merasa bahwa Laura adalah yang terbaik untukmu?"
Percy mengangguk saja.
"Lalu apa kabar perpisahan yang terjadi selama bertahun-tahun itu?" balas Shin heran.
"Yeah, aku sudah membuang waktu dan baru menyadari hal itu sekarang. Katakanlah aku hanya ingin melakukan apa yang benar saat ini." sahut Percy sambil mengangkat bahu. "Bagaimana dengan dirimu? Apa kau sudah menganggap Nayla adalah yang terbaik untukmu?"
"Kurasa dia memang yang terbaik," jawab Shin tanpa perlu berpikir lebih dulu. "Aku menyayanginya. Dan aku seperti bisa merasakan kesakitannya, Percy."
Percy menatap Shin dalam diam. Dia hanya memberikan senyuman tipis sambil menepuk bahu Shin dengan mantap. "Aku yakin jika kau sudah menyembuhkan lukamu sendiri, Shin. Bukankah akan lebih mudah untuk menyembuhkan luka orang lain, jika kita sudah sembuh dan merelakan apa yang sudah lalu?"
Shin tertawa hambar. "Kau terdengar seperti kakekku saja."
Percy ikut tertawa dan merangkul bahu Shin. "Kau terlihat pantas memakai setelan tuxedo ini, Shin? Kapan kau membelinya?"
"Ini kepunyaan kakakku. Aku bahkan tidak sempat kemana-mana selama ayahku berada disini." balas Shin sambil menghela nafas.
"Jadi kau memakai setelan bekas kakakmu? Ckckck kasihan sekali. Kenapa pernikahanmu terkesan seperti terburu-buru dan karena kecelakaan sih? Bahkan ayahmu masih bersikeras kalau kalian menikah karena Nayla sudah hamil." celetuk Percy sambil tertawa.
Itulah alasannya kenapa Shin tidak bisa pergi kemana pun selama ayahnya bersamanya, karena ayahnya begitu bersemangat dalam menginterogasinya perihal hubungannya dengan Nayla. Sungguh sangat melelahkan bagi Shin. Dia bahkan meminta bantuan kepada pamannya untuk menyingkirkan ayahnya kemana saja asal tidak berhadapan dengannya.
"Nayla memakai gaun pernikahan bekas kakak iparku juga," sahut Shin kalem. "Kami hanya ingin menjalani hubungan ini dengan permulaan yang benar. Meski aku memakai pakaian bekas kakakku, tapi apa yang aku dapatkan adalah sesuatu yang berharga dan tidak ternilai. Dan tentu saja, dia bukan bekas oranglain."
"Yeah, Nayla yang masih suci dan tercipta hanya untukmu. I get it, Shin." tukas Percy sambil terkekeh geli.
"Bagaimana dengan dirimu? Apa kau juga akan menikah dengan Laura dalam waktu dekat?" tanya Shin kemudian.
Percy mengangguk mantap. "Minggu depan, brother. Aku akan menikah dengan Laura di Chicago. Kau harus datang, okay?"
"Itu berarti proyek kita terbengkalai." balas Shin dengan suara bergumam.
Percy menggelepak kepala Shin dengan mimik wajah kesal. "Dalam hal seperti ini, kau masih bisa memikirkan proyek sialan itu. Masih ada pihak manajemen yang bisa menanganinya!"
"Berkat proyek ini juga, kita sama-sama menemukan jodoh kita. Jangan mengatai proyek itu sialan." ujar Shin sambil mengusap kepalanya.
Tok...tok...tok...
Baik Percy dan Shin menoleh kearah pintu, disitu muncullah Park Jin-Wook yang memberikan ekspresi penuh percaya diri dan senyuman yang begitu lebar.
"Untuk apa dia kesini?' tanya Shin dengan nada berbisik kepada Percy.
"Dia adalah stalker sejati. Dia dibayar untuk menjadi pemuka gossip di kalangan para tetua tentang kita. Kau harus berhati-hati dengannya." jawab Percy dengan suara rendah.
"Aku sudah menduganya." gumam Shin pelan.
"Apa yang sudah kau duga?" tanya Jin-Wook dengan santai. "Karena aku terlalu tampan darimu yang sebagai pengantin pria, atau aku yang masih begitu santai dalam menikmati kesendirianku sehingga kalian merasa iri?"
Shin dan Percy sama-sama mendesah malas, sementara Jin-Wook terkekeh senang melihat mereka berdua. Pria itu seringkali membuat mereka naik pitam dengan perkataannya yang terlalu menyombongkan diri. Sehabis ini, Shin harus mengajukan keluhan pada Ashley agar mengganti Jin-Wook dengan oranglain.
"Aku senang kalau kau menikah, hyeongnim." ujar Jin-Wook sambil memeluk Shin dengan singkat, lalu segera menarik diri.
"Benarkah?" tanya Shin tidak percaya.
Jin-Wook mengangguk. "Benar sekali. Itu artinya dosamu berkurang dan populasi pria bajingan mulai menipis. Aku cukup bangga dengan kehadiranku yang singkat, tapi sanggup membasmi dua kutu bajingan seperti kalian. Sungguh sangat terpuji sekali perbuatanku itu."
Pletak!
Shin dan Percy sama-sama menggelepak kepala Jin-Wook dan mengabaikan rintihan dari pria itu.
"Kalau kau masih memancing emosiku, aku tidak akan segan-segan untuk menembak kepalamu!" ancam Percy sambil memicingkan matanya.
Jin-Wook mengusap kepalanya sambil mencibir Percy. "Aku hanya berkata jujur. Mungkin kalian merasa bahwa kehadiranku adalah suatu kebetulan. Tapi percayalah, lewat dari kebetulan itu, maka akan ada keberuntungan yang menyenangkan. Sekalipun itu datang diantara rasa pahit yang terpendam."
"Kau tahu, Jin-Wook? Kurasa kau lebih cocok menjadi seorang penyanyi daripada pengacara. Kalimatmu semakin menjijikkan dan itu bisa kau tuangkan dalam lagu-lagu konyol." ucap Shin dengan sinis.
"Kau tahu, hyeongnim? Apa yang kau katakan barusan adalah benar adanya. Aku memang sudah seperti pujangga yang menjadi incaran para ahjumma, noona dan yeodongsaeng, tapi aku tidak mau." balas Jin-Wook dengan wajah penuh simpati.
"Kenapa tidak?" sahut Shin langsung.
"Aku takut pamor para Idol akan berkurang karena kemunculanku, lalu mereka merasa tersaingi olehku. Sudah bisa dipastikan kalau aku adalah pemenangnya, because I'm the worldwide handsome Park Jin-Wook!" ucap Jin-Wook penuh semangat, lalu segera berlari untuk menghindar dari lemparan sepatu yang akan dilayangkan Shin.
"Brengsek kau!" seru Shin geram.
Pintu terbuka tiba-tiba dan muncullah Hyuk-Shin dengan ekspresi tidak suka. Spontan Percy dan Shin langsung menegakkan tubuhnya, juga JIn-Wook yang berdeham dan menatap Hyuk-Shin dengan ekspresi datar.
"Apa yang kau lakukan, Jin-Wook? Aku menyuruhmu kesini untuk memanggil Shin karena pemberkatan akan segera dimulai!" oceh Hyuk-Shin dengan ekspresi murka.
"Hyeongnim sedang merapikan pakaiannya sambil membahas pekerjaan, Sajangnim." jawab Jin-Wook dengan kesan wibawanya.
Shin mengumpat dalam hati untuk apa yang dilakukan Jin-Wook. Dasar bermuka dua, rutuknya kesal. Bisa-bisanya pria itu bersikap seperti tidak ada yang terjadi dan mengucapkan kebohongan yang terdengar masuk akal.
Hyuk-Shin mendelik tajam kearah Shin lalu kearah Percy, dan kembali lagi kearah Shin. "Tidak usah banyak alasan! Cepat keluar! Jangan membuatku bertambah malu hanya karena kau muncul terlambat. Tempat seperti ini saja sudah membuatku kesal, apalagi sampai kau harus muncul tidak tepat waktu."
Shin mendengus saja dan tidak menanggapi ocehan Hyuk-Shin. Sementara Percy menatapnya dengan penuh simpati dan tidak berkomentar. Tempat pernikahannya hanya di kepulauan Seribu, dimana Hyuk-Shin menyewa satu pulau itu dan tertutup untuk umum, khusus untuk pernikahan dadakan mereka.
Ayahnya bersikeras untuk mengadakan pernikahan di Seoul dengan mewah dan megah seperti biasanya, tapi keluarga Nayla tidak menginginkan hal itu terjadi. Semua karena permintaan Nayla yang hanya menginginkan kesederhanaan saja. Shin pun demikian. Akhirnya pulau inilah yang terpilih karena Nayla ingin menikah dengan langit, lautan, dan daratan satu pemandangan. Shin hanya bisa berckckck ria dalam hati atas permintaan wanita yang menurutnya ada-ada saja, tapi mau bagaimana lagi? Shin tidak mau berargumen dan berdebat dengan Nayla, lagipula mereka berdua tidak boleh dipertemukan sejak lamaran dua hari lalu.
Kemudian, Hyuk-Shin yang bersikeras ingin memakai satu pulau itu dengan alasan privacy. Padahal jika perlu diingat, ayahnya yang ngotot ingin adanya kehebohan, tapi malah bersikap sok privacy dengan menyewa satu pulau itu, dan tertutup untuk umum.
"Sudahlah, abeoji. Bisakah kau tenang dan tidak marah-marah terus? Aku lelah mendengarnya." ujar Shin dengan nada jenuh.
Hyuk-Shin mendengus lalu melirik tajam kearah Jin-Wook dan Percy. Kedua pria itu langsung bergeming untuk meninggalkan ruangan itu, dan kini hanya ada Shin dan ayahnya disitu.
"Jika kau ingin bicara padaku, cukup bilang saja dan mereka berdua bisa keluar, sementara aku akan mendengar," ucap Shin dengan lugas. "Bukan dengan marah-marah seperti tadi. Pikirkan kesehatan tubuhmu, abeoji."
"Kau mencemaskan kesehatan tubuhku?" tanya Hyuk-Shin dengan alis terangkat setengah.
Shin mengangguk. "Tentu saja."
"Kalau begitu berbahagialah, Shin. Jangan menambah beban pikiran untuk ayahmu yang sudah tua dan labil ini. Bagaimanapun kau adalah putraku dan aku menyayangimu. Meskipun agak sedikit aneh aku mengatakan hal ini, tapi aku jujur padamu." balas Hyuk-Shin sambil menatap kearah lain, menghindari tatapan Shin yang tercengang mendengarnya.
Tidak butuh berapa lama bagi Shin, untuk mengembangkan senyuman dan berjalan kearah ayahnya. Dia memeluk Hyuk-Shin dengan erat dan menahan diri untuk tidak terharu.
"Aku tahu, abeoji. Terima kasih. Aku janji aku akan berbahagia dan melepaskan apa yang menjadi beban penyesalanku selama ini." ucap Shin dengan suara serak.
Hatinya berdenyut nyeri ketika mengucapkan hal itu. Seakan dia ditarik kembali oleh ingatannya akan kejadian beberapa tahun silam. Namun itu adalah masa lalu dan itu sudah menjadi bagian dalam hidupnya, sudah seharusnya Shin berdamai dengan masa lalu untuk melangkah ke masa depan. Itu saja pikirannya.
"Aku yakin kau bisa melakukannya, nak." ucap Hyuk-Shin mantap. "Wanita gila itu adalah anak yang baik. Aku bisa melihat dari sorot mata tajamnya. Dia seperti kakak iparmu. Aku harus bangga dengan kau dan Hyun yang begitu pintar mendapatkan istri."
Shin terkekeh. "Kini giliran Tan yang akan mendapat porsi pikiranmu, abeoji. Kulihat anak itu sudah mulai mengepakkan sayapnya untuk terus menggaet wanita."
"Bahkan dia berani-beraninya membawa wanita yang dia bilang itu kekasih. Aku yakin itu hanya wanita bulanannya. Sehabis ini, aku akan membekukan seluruh asetnya." ucap Hyuk-Shin sambil mendesis geram.
"Sudahlah. Ayo kita segera keluar. Kau bilang acaranya akan segera dimulai kan?" tanya Shin sambil merangkul bahu ayahnya.
Hyuk-Shin mengangguk dan mulai berkata. "Nayla tampak cantik sekali. Wanita diluar Korea memang berbeda, dan aku senang kalau nanti cucuku akan mewarisi wajah ibunya yang rupawan. Seperti cucu kesayanganku, Hyuna."
Shin langsung mendesah malas karena sudah tahu akan dibawa kemana arah pembicaraan mereka kali ini.
"Cukup, abeoji. Tidak ada cucu yang akan segera lahir dari kami. Pokoknya kami sedang dalam masa pengenalan. Kau tidak usah membahas atau mengungkit soal cucu." ujar Shin dengan alis terangkat menantang.
"Tapi keluarga kita begitu sepi. Aku ingin bermain dengan cucu yang banyak, apalagi cucu perempuan." balas Hyuk-Shin bersikeras.
"Kau masih memiliki Hyuna, Hun, dan Han sebagai ketiga cucumu yang menggemaskan." ujar Shin sambil berjalan keluar dari ruangan itu, diikuti Hyuk-Shin.
"Masih kurang. Cucu perempuan baru satu dan cucu pria sudah ada dua. Aku ingin menambah jumlah cucuku." sahut Hyuk-Shin dengan penuh harap.
Shin mendesah malas dan mengabaikan ayahnya dengan terus berjalan saja. Tidak akan ada habisnya, jika Shin tetap melanjutkan pembicaraan itu. Meski Shin tahu bahwa ayahnya benar-benar mengharapkan adanya keturunan baru dalam keluarga mereka, tapi rasanya itu adalah hal yang mustahil untuk dipenuhi mengingat posisi Nayla yang masih beradaptasi.
Shin berdiri pada posisi yang ditentukan, dan para pengiring pengantin pria sudah berdiri di belakangnya dengan seringaian masing-masing. Shin bahkan baru tahu kalau Percy, Kim Tan, Jin-Wook, sih kembar Zac dan Zayn, juga Alex terpilih menjadi groomsmen. Terlalu banyak orang untuk mengiringnya berjalan pada altar sederhana yang sudah didekorasi oleh pihak resort, tapi Shin tidak mau berkomentar.
Acara itu segera dimulai ketika Shin mulai melangkah dengan mantap menuju ke altar itu. Dia bisa melihat keluarga besarnya, beserta keluarga besar dari pihak Nayla ada disitu. Dia berusaha memberikan senyuman seadanya dan memberi perhatian mereka dengan anggukan kepalanya.
Senja sore mulai terlihat, dan Shin menengadahkan kepalanya keatas melihat pemandangan senja di langit sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Tatapannya kembali menerawang dengan ingatannya tentang senja sore yang tidak menyenangkan. Tapi perhatiannya teralihkan ketika dia bisa mendengar alunan musik yang mengiring kedatangan pengantin wanita. Disitulah dia bisa melihat sosok Nayla datang didampingi oleh ayahnya itu.
Senyuman Shin mengembang begitu saja ketika bisa melihat sosok Nayla yang sedang berjalan sambil menatap kearahnya. Entah kenapa rasa haru tiba-tiba datang menjalar di dalam hatinya, dan degup jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
Nayla tampak cantik dengan balutan gaun pengantin sederhananya yang hanya sebatas lutut. Rambut panjangnya diangkat dalam satu ikatan hair bun yang sederhana dengan riasan wajah yang natural. Nayla pun sama seperti dirinya yang tidak memakai alas kaki karena berjalan diatas pasir bertabur bunga. Bagi Shin, Nayla tampak sempurna.
Bahkan Shin tidak menyadari kalau matanya mulai berkaca-kaca melihat sosok Nayla yang sudah semakin dekat dengannya. Ketika tatapan mereka bertemu, disitu Shin merasakan kehangatan yang melesak jauh ke dalam relung hatinya. Dia bahkan bisa melihat ekspresi wajah Nayla yang mencoba memberikan senyuman tipis untuk menutupi kegugupan dan kecemasannya.
Wayne dan Nayla pun sudah tiba di hadapannya. Kini, tatapan Shin beralih pada Wayne yang menatapnya dengan sorot mata teduh namun ada kesan tegas di dalamnya. Pria itu tampak begitu tenang dan diam, berbeda dengan ayahnya yang terlihat lebih antusias dan bersemangat dalam posisi duduk yang begitu tegang di kursi depan.
"Aku tidak akan meminta banyak padamu, Shin. Aku hanya menitipkan putriku padamu agar kau perlakukan lebih dari apa yang pernah kuberikan padanya. Aku tidak akan menyerahkannya padamu, karena darahku mengalir deras dalam tubuhnya. Oleh karena itu, jika kau menyakitinya, maka kau juga menyakitiku. Dan disitu aku akan melakukan tindakan sebagai seorang ayah dalam melindungi putrinya. Is that clear?" ucap Wayne dengan nada lembut namun penuh penekanan.
Shin sudah tidak kaget dengan wejangan para ayah dalam menikahkan putrinya. Kakaknya pernah bercerita soal ayah mertuanya yang memberikan ancaman berupa kabar kematian yang akan menghantuinya, jika dia gagal dalam menjaga istrinya. Mungkin bedanya adalah Shin mengalami hal ini dengan cara yang lebih terhormat, lantaran Wayne dikenal sebagai ayah yang memiliki pengendalian diri paling besar dan ketenangan yang luar biasa diantara yang lainnya.
"Tenang saja, Dad. Aku yang akan menyerahkan diriku sendiri padamu, jika hal itu terjadi." balas Shin sambil membungkuk hormat pada Wayne.
Wayne mengangguk dalam diam lalu mencium kening Nayla, dan menyerahkan Nayla pada genggaman Shin sekarang. Keduanya sudah berdiri berhadapan ketika Wayne menempati kursi depan dan duduk di samping Cassandra.
"Gugup?" tanya Shin pelan.
Nayla mengangguk. "Menjalani keputusan dadakan seperti ini membuatku seperti melakukan skydiving tanpa parasut."
"Apa kau berpikir menikah denganku, sama artinya dengan bunuh diri?" tanya Shin judes.
Nayla mencibir kearahnya. "Sekalipun aku terjun dari pesawat tanpa parasut, bukan berarti aku akan mati konyol, Shin. Aku bisa melakukan berbagai cara selama melayang di udara agar aku bisa mendarat dengan selamat. Pada intinya, aku tidak akan pasrah ke depannya. Aku akan mengusahakan untuk berjuang dalam menjalani hubungan ini."
Deg! Shin merasakan degupan jantungnya semakin memburu dan nafasnya memberat. Dia menatap Nayla dengan penuh arti dan tanpa sadar, dia merengkuh pinggang Nayla untuk mendekat padanya.
Sekelilingnya menahan nafas ketika melihat aksi Shin yang menarik Nayla begitu saja, mereka kuatir jika Nayla akan melakukan sesuatu. Tapi tidak untuk Percy, Laura dan Jin-Wook yang hanya terkekeh melihat ketegangan yang terjadi. Mereka bertiga sudah tahu kalau Nayla hanya melunak jika dengan Shin.
"Aku juga akan berjuang untuk menjalani hubungan ini denganmu, Nayla." balas Shin hangat.
Nayla mengangguk sebagai jawaban. Dia masih terlihat gugup dan cemas, bahkan tanpa sadar, Nayla meremas sisi jas Shin dengan erat. Menjadi pusat perhatian bukanlah kesukaan wanita itu dan Shin paham. Shin pun meminta pastor agar segera memulai pemberkatannya, sehingga mereka berdua bisa menyingkir dari situ.
Dalam lubuk hatinya, Shin merasakan kegelisahan yang bergejolak seiring dengan waktu pengucapan janji yang semakin dekat. Dia mengerjap cemas sambil sesekali membuang nafasnya dengan kasar untuk menahan diri. Tatapannya mengarah pada langit senja dan tidak membalas tatapan Nayla yang sedang memperhatikannya, meski mereka berdua berdiri berhadapan.
Nayla terus menatapnya dan melihat ekspresi Shin yang tidak nyaman. Bahkan keningnya berkeringat padahal angin pantai yang begitu kencang menerpa mereka. Nayla tampak menunduk sesaat seolah sedang berpikir, lalu dia menoleh kearah pastor yang masih menyampaikan pesan moral mengenai pernikahan, dan kemudian dia menoleh kearah seluruh keluarganya yang hadir dalam berbagai ekspresi yang tercetak di wajah masing-masing.
Shin tersentak ketika kedua tangannya diremas pelan oleh Nayla. Dia menunduk untuk menatap Nayla dengan alis berkerut. Wanita itu memberikan senyumannya dengan penuh pengertian disitu.
"Jika kau masih belum siap, jangan memaksakan diri. Aku bisa menerima apapun keputusanmu. Kini aku tahu kalau kau serius denganku, Shin." ucap Nayla dalam suara rendah, yang hanya bisa didengar olehnya.
What? Shin malah menjadi panik ketika Nayla mengucapkan perkataan yang seolah wanita itu akan membatalkan pernikahan ini.
"Aku siap." balas Shin langsung. "Hanya saja, aku... gugup. Tapi aku tetap akan menjalani pernikahan ini denganmu, Nayla."
"Tapi kenapa kau terlihat berat dan wajahmu memucat?" tanya Nayla pelan.
Shin mengerjap dan tidak tahu harus membalas apa. Dia tahu kalau sudah terlalu lama dia menahan diri untuk menghadapi kekosongan yang begitu pekat dalam dirinya, tapi dia tidak akan melepaskan seseorang yang bisa mengisi kekosongan itu dalam caranya yang berbeda.
Ketika Nayla hendak melepas genggaman tangannya, disitu Shin mengeratkannya lalu menoleh pada pastor yang sudah mempersilahkannya untuk mengucapkan janji pernikahannya. Dia kembali menatap Nayla yang kini menggelengkan kepalanya seolah menyuruhnya untuk berhenti, tapi Shin tidak mau. Tidak ada kata berhenti untuk sesuatu yang sudah dia putuskan.
"Ellaine Nayla Setiawan..." ucap Shin lantang dengan nada suara yang mantap. "... aku berjanji akan mengasihimu dan menyayangimu sepenuh hati. Kau adalah satu-satunya pribadi yang menerimaku dan percaya padaku, ketika semua orang meragukanku. Kau pernah berkata bahwa hatimu memilihku, tapi... justru hatiku yang sudah menetapkan dirimu sebagai ratu dalam hatiku, yang mengisi kekosongannya dan memenuhinya dengan pengertianmu. And I thank God that He knews my heart needed you."
Ucapan itu mengalir begitu saja dari mulut Shin tanpa adanya persiapan. Tadinya dia sempat bertanya pada Hyun bagaimana mengucapkan janji pernikahan, dan sudah menghafalnya. Tapi apa yang dia ucapkannya barusan melenceng dari semua yang dihafalnya.
Nayla menatap Shin dengan penuh arti selama beberapa saat. Tatapannya seakan mempelajari apa yang sedang dipikirkan Shin dan terlihat berusaha memahami apa yang dirasakannya. Penuh pengertian dan kelembutan di dalamnya, membuat perasaan Shin menghangat.
"Kim Shin, meskipun yang kulihat darimu selama aku mengenalmu adalah keburukanmu dan terkesan kasar, tapi aku tahu bahwa ada nilai kebaikan dan ketulusan dibalik semua itu. Mungkin aku belum memahami apa arti cinta, tapi debaran jantung dan keinginan untuk bersamamu adalah jawabannya. Terima kasih untuk kesabaranmu dalam menghadapiku. Oleh karena itulah hatiku memilihmu sebagai pendamping hidupku dan akan selamanya seperti itu. Aku berjanji akan selalu bersamamu dalam keadaan apapun, sekalipun kau akan menyerah satu hari nanti." ujar Nayla dengan nada paling lembut yang pernah didengar Shin.
Tidak semua orang mengerti akan setiap perjalanan hidup seseorang dan selama ini, Shin selalu menjalani kehidupannya tanpa perlu membuat oranglain mengerti akan semua yang dialaminya. Tapi Nayla? Wanita itu bahkan belum mengetahui siapa dirinya namun memiliki keyakinan yang begitu dalam padanya. Itulah alasan kenapa Shin mencintainya. Yeah. Sudah begitu lama Shin tidak merasakan hal itu, tapi kini dirasakannya kembali saat bersama Nayla sekarang.
Shin mengambil kotak cincin yang diserahkan Percy dengan seringaian lebarnya dari arah belakang. Dia menyematkan cincin yang sudah siapkan untuk Nayla pada jari manisnya. Begitu juga sebaliknya. Mereka berdua saling menyematkan cincin pernikahan, tanda mereka sudah resmi menjadi suami istri di hadapan keluarga besarnya.
"Saranghae, yeobo." ucap Shin dengan seluruh perasaannya, lalu menarik Nayla dalam pelukannya.
(I love you, honey)
"Nado neoleul saranghae, Oppa." balas Nayla sambil tersenyum.
(I love you too, Oppa)
Shin memiringkan wajahnya untuk memberikan sebuah ciuman pertama sebagai suami istri kepada Nayla. Tapi ciuman itu baru berlangsung sepersekian detik, karena tahu-tahu semua terkesiap sambil membekap mulut untuk menahan jeritan kagetnya.
Plak!
Sebuah tamparan melayang begitu saja di pipi Shin dengan begitu nyaring. Shit! Shin pun sampai memejamkan matanya untuk menahan rasa nyeri yang begitu pedas di kulit wajahnya. Dia menoleh kearah Nayla dan memberikan tatapan yang menghunus tajam. Nayla pun tampak memberikan tatapan yang sama kearahnya.
"Kenapa kau menamparku?" tanya Shin kesal.
"Siapa suruh kau menciumku di depan umum? Aku tidak suka!" jawab Nayla yang tidak kalah kesalnya.
"Ini adalah hal yang wajar dilakukan jika kau sudah mengucapkan janji pernikahan. Apa kau tidak tahu istilah wedding kiss?" desis Shin tajam.
"Istilah apapun yang ada di dunia ini, jika itu berhubungan dengan senyuman ataupun ciuman tidak berlaku untukku!" seru Nayla dengan ekspresi serius. "Dan jangan coba-coba untuk bersikap sok mesra padaku di depan orang banyak."
"Jadi untuk apa kau menikah dengan putraku, jika kau harus menamparnya hanya karena dia menciummu?" tiba-tiba Hyuk-Shin berseru dengan wajahnya yang berang.
Shin langsung mengusap wajahnya dengan kasar karena ayahnya pasti akan ikut campur. Untungnya saja, tamu yang hadir adalah keluarga besar mereka sendiri, jadi mereka hanya bersikap maklum karena memahami sikap Nayla dan Shin. Namun berbeda dengan Hyuk-Shin yang belum-belum sudah naik pitam.
"Aku risih!" balas Nayla dengan alis terangkat tinggi-tinggi.
"Kalau begitu batalkan pernikahan ini! Aku tidak mau menerima wanita aneh sepertimu! Jika begini caranya, kapan cucuku akan bertambah?" ucap Hyuk-Shin dengan berang.
"Kim Hyuk-Shin!" tegur Wayne dengan murka. "Sekali lagi kau menghina putriku, aku tidak akan segan-segan untuk menghabisimu!"
Para anak laki-laki yaitu : Joel, Hyun, Noel, dan Petra yang kebetulan menempati kursi yang ada di barisan depan, langsung bergerak untuk memisahkan Wayne dan Hyuk-Shin dari kursi mereka, karena keduanya duduk berdampingan dengan istri masing-masing.
"Aku tidak menghina! Itu kenyataan!" balas Hyuk-Shin tidak mau kalah sambil memberontak dari cengkeraman Hyun dan Petra.
"Sialan kau!" sahut Wayne geram dan mendelik tajam kearah Noel dan Joel yang sedang memegangnya. "Lepaskan aku! Aku harus memberinya pelajaran!"
"Dad, tahan emosimu. Kau tahu sendiri kalau besanmu itu memang suka cari masalah, lagipula dia bukan orang yang terlatih. Sekali pukul saja, dia akan tumbang." balas Noel dengan wajah masam.
"Biarkan saja! Harus ada seseorang yang memberinya pelajaran!" desis Wayne geram lalu melotot galak kearah Adrian. "Urus kakak lu yang brengsek itu, Dri! Jangan sampai gue bikin dia ko'it!"
"For Godsake, abeoji! Uncle Wayne yang terkenal sabar saja bisa geram padamu, itu berarti kau sudah sangat keterlaluan!" ucap Hyun dengan suara mengetat.
"Sungguh sangat seru sekali pernikahan yang seperti ini, hyeongnim." ujar Jin-Wook ceria sambil mengarahkan ponselnya yang sedang merekam kericuhan yang terjadi.
Percy terkekeh geli dan melihat ponsel Jin-Wook dengan antusias. Sedangkan groomsmen yang lainnya hanya menahan tawa dengan mengatupkan bibir. Bahkan sih kembar Zac dan Zayn pun sudah tertawa geli melihat aksi pamannya sendiri. Sedangkan perdebatan masih terjadi diantara Wayne dan Hyuk-Shin disitu.
Shin merasakan cengkeraman erat di lengannya, dia menoleh dan mendapati Nayla sedang menatapnya dengan ekspresi geli. "Ayo kita pergi dari sini."
"Setelah kau menimbulkan keributan, kau mau main kabur saja?" tanya Shin kesal.
Nayla mengangkat bahunya seolah pertanyaan Shin tidak berarti apa-apa padanya. "Aku rasa mereka akan berbaikan kembali setelah kita pergi. Ayo ikut aku."
Shin belum sempat bergeming karena Nayla sudah lebih dulu menarik tangannya dan mengajaknya berlari secepat mungkin dari situ. Teriakan nama di belakangnya diabaikan mereka, baik Shin dan Nayla tidak menghentikan kecepatan berlari mereka.
Shin mengerutkan alisnya ketika mereka tiba di dermaga dengan adanya sebuah speedboat disitu. "Kita mau kemana?"
Nayla sudah bekerja untuk melepas tali pengikat pada tiang pengait itu. Sepertinya Nayla ingin menggunakan speedboat itu untuk memperlancar aksi kabur-kaburannya ini.
"Ikut saja denganku." jawab Nayla tanpa mengalihkan perhatiannya.
Shin menghela nafas dan segera melepas jasnya dengan cepat. Dia melompat masuk ke dalam speedboat, lalu berbalik untuk mengangkat tubuh Nayla agar wanita itu tidak usah repot-repot untuk melompat.
"Terima kasih." gumam Nayla dengan wajah merona ketika mendapat perlakuan manis dari Shin.
Shin hanya memutar bola matanya dengan jengah. "Tidak usah bersikap seperti itu padaku. Aku tidak akan merasa tersanjung."
Shin berjalan kearah kemudi dan mulai menyalakan mesin speedboat itu, diikuti oleh Nayla.
"Kenapa kau marah? Aku sudah pernah bilang padamu kalau aku tidak suka menjadi pusat perhatian dan aku malu." ujar Nayla dengan nada protes. Wanita itu sudah duduk di sampingnya.
"Tapi tidak dengan menampar wajahku, apalagi disaksikan oleh orang banyak." balas Shin sambil melepas dasi kupu-kupunya dan melepas dua kancing teratas kemejanya. "Kau bisa mendorong bahuku atau menegurku. Aku sudah bilang padamu untuk mengendalikan dirimu, yeobo."
Nayla mendengus dan membuang muka kearah dermaga yang sudah menjauh karena Shin sudah menjalankan speedboat itu dengan mantap. Tidak ada yang mengejar mereka dan Shin bisa pastikan kalau keluarga besarnya memang sengaja membiarkan mereka pergi.
Dia bahkan tidak perlu mencemaskan ayahnya yang bermulut besar dan emosian itu, masih ada pamannya dan kakaknya yang akan melindunginya dari amukan salah satu petinggi yaitu ayah mertuanya. Biarkan saja, pikir Shin kejam. Biarkan ayahnya bertanggung jawab atas apa yang sudah dilakukannya.
"Apa kau sudah mempunyai tujuan?" tanya Shin sambil menoleh kearah Nayla.
Nayla menggeleng saja. "Kupikir kau yang sudah memiliki tujuan untuk mengajakku pergi."
"Darimana kau tahu kalau aku sudah mempunyai tujuan?" tanya Shin lagi.
"Karena aku merasa sepertinya kau tidak suka berada disana dan ingin secepatnya pergi dari situ setelah pernikahan itu selesai." jawab Nayla sambil mengangkat bahu.
Shin hanya menyeringai dan mengarahkan kemudinya untuk menyusuri pulau itu tanpa kendala. Angin sore yang cukup kencang membuat Shin segera memakaikan jasnya kepada Nayla sambil terus mengarahkan kemudinya. Tujuan Shin tidak jauh-jauh dari tempat diselenggarakannya pemberkatan pernikahan itu.
Sebuah pulau pribadi sudah tampak dari penglihatan mereka, dan hal itu membuat Nayla memekik kegirangan melihatnya.
"Apakah kita akan kesana?" tanya Nayla antusias sambil menunjuk kearah pulau itu.
Shin mengangguk sambil tersenyum. "Ada yang bilang ingin melihat sinar bulan di hari pernikahannya, tepat di malam hari Valentine."
Senyum Nayla mengembang begitu lebar dan dia memeluk pinggang Shin begitu saja tanpa merasa risih. "Kupikir kau menganggap hal itu menjijikkan, tapi kenapa kau bisa semanis ini mempersiapkan sesuatu untukku?"
"Hanya memenuhi janjiku untuk membuatmu bahagia dan menjadi suami yang berguna. Bukan begitu?" balas Shin dengan alis terangkat setengah.
"Sombong!" cibir Nayla sambil menarik diri lalu dia terkekeh senang.
Shin hanya tersenyum sambil terus mengarahkan kemudinya menuju pulau pribadi itu. Persiapan itulah yang dia siapkan sendiri tanpa adanya bantuan dari siapapun, karena dia tidak ingin ada yang mengetahui letak pulau itu. Untungnya ada temannya yang berasal dari Jakarta, memberikan informasi tentang pulau pribadi yang sudah lengkap dengan vila yang siap dihuni sedang dijual oleh pemiliknya. Tanpa berpikir panjang, Shin membelinya dan menyuruh beberapa orang kepercayaannya untuk mengurusnya.
Meskipun permintaan Nayla terdengar konyol, tapi Shin tetap mempersiapkannya dengan harapan wanita itu akan menyukainya. Dan melihat senyuman lebar yang masih menghias wajah Nayla, merupakan kepuasan untuk Shin yang sudah bersusah payah untuk mengusahakan kebahagiaanya.
Dia memarkirkan speedboat itu pada dermaga yang tersedia dan Nayla yang sudah tidak sabaran segera melompat keluar dari speedboat itu sambil mengangkat gaun selututnya dengan lincah. Shin hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil melihat antusias Nayla yang berlebihan. Namun Shin cukup terkesima dengan sikap Nayla yang umum terjadi pada wanita jika mendapatkan apa yang diinginkannya.
Nayla tampak begitu senang dan berlari seperti anak kecil untuk melihat-lihat vila itu sambil berkeliling. Dia seakan tenggelam dalam dunianya sendiri dan Shin hanya bisa tersenyum melihat Nayla yang masih kegirangan. Selain phobia anehnya, Nayla tampak seperti wanita muda pada umumnya yang menyukai hal berbau fancy seperti itu.
Shin berhenti di ujung dermaga, tempat dia memarkirkan speedboatnya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana untuk melihat aksi Nayla yang masih berlari kecil untuk mengelilingi vila itu.
Sampai akhirnya, Nayla kembali di posisi terujung dermaga yang ada di depan halaman vila. Keduanya saling bertatapan dari posisi ujung ke ujung dermaga itu dengan tatapan penuh arti.
"Aku menyukai semua yang ada disini, Shin. Kau sangat hebat dalam mencari tempat seperti ini. Lihat! Bulan terlihat indah diatas sana ketika aku melihat dari posisiku berdiri disini." seru Nayla sambil menunjuk keatas langit dimana posisi bulan memang terlihat seperti apa yang dikatakan Nayla.
"Untukku, kau lebih hebat dariku dan lebih indah dari apapun." balas Shin sambil menatap Nayla dengan lembut dari posisinya yang masih belum bergeming.
Nayla mengerjap dan menatap Shin dengan seksama. Dia menurunkan tangannya dan memposisikan dirinya untuk menghadap Shin yang kini sedang berjalan pelan kearahnya.
"Aku suka melihat senyumanmu." ucap Shin kemudian sambil terus melangkah pelan kearah Nayla.
"Aku juga suka dengan usahamu untuk membuatku tersenyum." balas Nayla langsung.
"Aku bahagia jika kau bisa sesenang itu menerima hal sederhana yang kupersiapkan untukmu."
"Hal sederhana apapun yang kau siapkan, aku percaya kalau kau menyiapkan dari lubuk hatimu yang paling dalam."
"Jadi, menurutmu begitu?" tanya Shin sambil menunduk ketika dia sudah tiba tepat di hadapan Nayla.
Nayla mengangguk dengan mantap. "Aku tahu kalau kau menyayangiku."
"Lalu apa kau menyayangiku juga?"
"Tentu saja. Kau adalah suamiku dan sudah seharusnya aku menyayangimu."
Shin mengangguk paham lalu memberi kecupan singkat di pipi dan langsung menjauh agar tidak terkena tamparan atau pukulan, tapi hal itu tidak terjadi karena Nayla malah merengut cemberut.
"Aku bukan sumber penyakit yang harus kau hindari seperti itu." seru Nayla tidak terima.
"Aku tahu. Tapi aku tidak mau menerima kesakitan dari pukulan yang akan kau berikan tanpa sadar seperti tadi." balas Shin seadanya.
"Itu kan tadi banyak orang, sekarang kita hanya berdua saja." sahut Nayla membela diri.
"Jadi karena cuma kita berdua disini, aku boleh melakukan apa saja padamu?" tanya Shin sambil menyeringai licik sekarang.
Wajah Nayla berubah menjadi panik. Dia terkesiap ketika Shin membungkuk untuk mendekatkan diri padanya dan sudah dalam posisi waspada. "Jangan macam-macam, Shin. Aku tidak akan segan-segan untuk memukulmu dengan keras jika..."
"Memangnya kau pikir aku mau apa?" tanya Shin dengan alis berkerut.
"Eh? Bukankah kau ingin menciumku lalu... mmmm..."
Shin tertawa geli sambil menoyor kepala Nayla dengan lembut. "Kau saja yang selalu berpikiran mesum padaku."
"Lalu apa yang ingin kau lakukan padaku jika hanya berdua denganku disini? Dari nada bicaramu, sepertinya kau ingin melecehkanku." sungut Nayla kesal.
Shin mendesis sinis kearah Nayla. "Jika aku menyentuhmu, itu bukan pelecehan. Aku sudah menjadi suamimu dan aku berhak atas dirimu, termasuk tubuhmu. Tapi itu bisa menunggu karena aku masih bisa bersabar."
"Benarkah?" tanya Nayla kaget.
"Benar."
"Lalu apa yang kau inginkan?"
Shin merangkul bahu Nayla untuk segera masuk ke dalam vila. "Kau tahu kalau kita belum makan malam karena kita sudah melewati resepsi pernikahan kita sendiri. Disini sudah tersedia bahan masakan yang bisa kau pakai untuk memasak makan malam. Maka itu, jadilah istri yang berguna dengan membuatkan suamimu makan malam selagi aku pergi mandi."
Shin pun segera mengambil langkah cepat untuk menghindari amukan Nayla dengan berlari menuju ke kamar utama dan mengunci pintu. Terdengar bantingan keras yang mendarat di pintu, dan Shin meringis ngilu sambil membayangkan jika hal itu tertimpa kepalanya. Dia pun tertawa terbahak-bahak mendengar umpatan kesal dari Nayla yang masih menyerukan untuk membuka pintunya.
Sepertinya kehidupan pernikahannya akan seru sehabis ini, karena Shin sudah merencanakan sesuatu untuk mengerjai wanita gila yang sudah menjadi istrinya nanti malam. Dengan seringaian liciknya, dia bergegas menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Lihat saja, Nayla. Malam ini kau akan menjadi milikku seutuhnya, batin Shin penuh tekad.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Ada yang mau cari penyakit kayaknya 🤣
Oh... hai semuanya 🤗
Apa kabarmu hari ini?
Kiranya tulisan ini membuatmu senang.
Next part adalah jatahnya Nayla 💜
Percy dipending dulu yah.
Nggak bisa santai akunya karena ngeliat visual Shin memenuhi timeline IG 😭
Pegel ati lama2!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top