Part 24 - From the past to the future
Annyeong 🤗
Sepertinya cerita ini akan mendapatkan part yang lebih panjang dari perkiraan.
Idenya mendadak bikin kesel kalo nggak diteruskan...
Army, mana suaranya?
Gunakan emo 💜 sebagai akhir dari komenmu!
Karena hal itu akan membuat aku senang dan memberiku semangat yang baru.
💜💜💜💜💜
Percy mengerutkan alisnya ketika melihat ruang rapat hanya terdapat Jin-Wook dan Laura saja. Dia melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul lima sore. Hmmm…
“Kenapa Shin dan Nayla belum datang kesini? Seharusnya mereka sudah tiba sekita sejam yang lalu, bukan?” tanya Percy sambil mengambil duduk di kursi utama.
“Mereka ada urusan mendadak sehingga besok baru akan kembali kesini.” jawab Laura sambil menulis pada buku memonya dengan tumpukan dokumen yang ada di hadapannya.
Jin-Wook menoleh pada Percy dan hanya menatapnya dengan tatapan penuh simpati. “Kau mengaku sebagai teman baik, tapi kenapa kau tidak tahu kalau teman baikmu itu tidak jadi kembali hari ini?”
“Sabtu malam yang lalu kami baru saja menelepon, dan dia bilang akan pulang sesuai jadwal.” balas Percy langsung.
Jin-Wook langsung berckckck ria sambil menggerakkan jari telunjuknya yang seirama dengan suaranya. “Master Kim dan Hyuk-Shin Ahjussi saja sudah berangkat ke Jakarta hari ini, bersama dengan Kim Hyun-hyeongnim dan Ashley-noona, untuk bertemu dengan uncle Wayne.”
Percy mengerutkan alisnya mendengar ucapan Jin-Wook barusan. “Kenapa kakek dan ayah dari Shin menyusul ke Jakarta? Apakah kondisi uncle Wayne sudah separah itu?”
“Karena mereka akan melamar Nayla hari ini.” jawab Jin-Wook dengan gayanya yang seperti pembawa berita sambil memberikan ekspresi sumringah. Dia bahkan menjentikkan jarinya dengan tanda finger heart pada Percy.
What? Percy tersentak dan langsung bersandar di kursinya dengan tatapan kagetnya. Apakah dia tidak salah dengar? Kenapa Shin tidak bilang apa-apa soal ini sewaktu mereka menelepon? Dan kenapa Percy merasa tidak dihargai oleh kedua orang sialan yang awalnya terlihat tidak saling tertarik, tapi malah selangkah lebih maju darinya? Heck!
“Kenapa Shin tidak bilang-bilang padaku?” seru Percy kaget.
Jin-Wook mengerutkan alisnya. “Memangnya kau siapa? Apakah penting untuk bilang-bilang padamu? Kupikir hyeongnim termasuk pintar dalam memenangkan persaingan ini. Dia terkesan diam tapi tetap menjalankan misinya untuk mendapatkan Nayla-ssi.”
“Aku sudah tidak merasa bersaing dengannya karena aku sudah mempunyai kekasih.” balas Percy sambil mengarahkan dagunya kearah Laura yang masih sibuk menulis. “Memangnya kau yang masih sendiri tapi terlalu banyak bicara!”
“Sudah tidak jaman menjalin kasih yang memiliki kisah lama yang tertunda sepertimu, dude. Sangat membosankan. Akan lebih membosankan lagi jika kalian kembali putus.” celetuk Jin-Wook dengan ekspresi meringisnya. “Itu akan sangat membuang waktu sekali.”
“Kenapa kau malah menyumpahi kami?” seru Percy tidak terima.
“Aku tidak menyumpahi, hanya bersikap realistis disini.” sahut Jin-Wook sambil mengangkat bahu, lalu menoleh kearah Laura yang sekarang sedang menatap mereka berdua sambil menopang dagu. “Aku lebih keren darinya, yeodongsaeng. Jika kau berubah pikiran, aku bisa menawarkan kebahagiaan yang sejati untukmu.”
“Kebahagiaan sejati seperti apa, Oppa?” tanya Laura sumringah.
“Kebahagiaan sejati seperti aku yang menjadi suamimu dan ayah dari anak-anakmu.” jawab Jin-Wook tanpa ragu.
Percy langsung melotot tajam kearah Jin-Wook dan menoleh pada Laura yang terkekeh senang menatap Jin-Wook. Dasar pria sialan! Berani-beraninya orang itu menggoda Laura di depan matanya seperti ini.
“Cari wanita lain yang bisa kau godai! Aku tidak suka kalau kau bersikap seperti pria murahan disini!” tukas Percy sinis.
Jin-Wook terkekeh. “Aku bukan pria murahan. Aku adalah pria yang cukup rendah hati untuk tidak memaksakan kehendak pada wanita, dan akan menerima apapun jawaban dari wanita itu sendiri. Tidak seperti dirimu yang tidak bisa menerima penolakan. Lagipula, Laura-ssi belum menjawab ya atau tidak untuk pernyataan cinta sepihakmu itu. Jadi, jangan sombong!”
Percy menoleh pada Laura yang masih terkekeh saja mendengar ucapan Jin-Wook. “Memangnya kau terpaksa menjalin hubungan lagi denganku?”
Laura menatapnya dengan kekehan yang masih menghias di wajahnya. “Hubungan denganmu tetap harus terjalin, bukan? Kita masih dalam ruang lingkup pekerjaan yang mengharuskan kita untuk bertemu setiap harinya, toh juga kita bisa saling mengenal lewat dari keseharian yang kita jalani.”
“Tapi kau tidak menolak kemarin.” balas Percy bersikeras.
“Karena kau tidak memberinya kesempatan untuk menjawab.” timpal Jin-Wook santai dan Percy kembali menoleh kearahnya dengan ekspresi masam.
“Jangan ikut campur.” desis Percy tajam.
“Makanya jangan membicarakan hal itu di depanku! Lagipula, aku merekam pernyataan cintamu kemarin. Mau lihat buktinya?” balas Jin-Wook tidak mau kalah.
“Untuk apa kau merekamnya?”
“Sebagai koleksi saja. Aku harus banyak belajar untuk menjadi pribadi yang baik sebagai seorang pria terhormat, dan aku tidak akan melakukan sesuatu yang kunilai sebagai satu kesalahan. Untuk itulah kurekam.” jawab Jin-Wook tanpa beban.
Percy mendengus sambil menggelengkan kepalanya. Dia tidak habis pikir kenapa ada orang seperti Jin-Wook yang memiliki pemikiran konyol seperti barusan? Dia lebih cocok sebagai wartawan pencari gossip daripada seorang pengacara. Sungguh. Percy masih tidak percaya dengan Jin-Wook yang bisa lolos uji sebagai asisten pengacara pada firma hukum milik Ashley.
“Sudahlah. Apa yang bisa kita bahas hari ini? Aku sudah menyelesaikan beberapa laporan mengenai perkembangan proyek yang sudah berjalan hampir lima puluh persen.” lerai Laura sambil memberikan satu bundel dokumen pada Percy.
“Jika tidak ada halangan, kasus sabotase ini akan segera dibawa ke meja hukum oleh tim kami. Semua hasil investigasi sudah dikantongi mereka dan akan dijadikan sebagai bukti, juga pengakuan para pelaku yang direkam oleh Nayla-ssi saat mengeksekusi mereka beberapa waktu lalu. Mereka akan dibuat jera.” ujar Jin-Wook dengan seringaian sombongnya.
“Baguslah. Dengan begitu, masalah ini terselesaikan dan aku bisa kembali ke Jakarta.” balas Laura dengan helaan nafas lega.
“Rencananya aku juga akan ke Jakarta dan akan membantu Alex-ssi untuk menangani kasus disana. Bagaimana kalau kita pergi bersama? Aku jenuh jika berada di dalam pesawat sendirian.” sahut Jin-Wook sumringah.
Laura tersenyum dan mengangguk dengan mantap. “Boleh saja.”
Percy merasa seperti serangga pengganggu bagi kedua insan yang sedang asik mengobrol, tanpa mengindahkan keberadaannya disini. Posisinya memang terlihat seperti mempelajari dokumen yang diberikan Laura tadi, tapi telinga dan hatinya begitu panas membara seperti arang yang sudah terbakar sempurna.
Ingin rasanya dia menghajar wajah Jin-Wook yang menyebalkan itu. Tapi sudahlah. Dia malas untuk berdebat dengan pengacara yang memiliki sejuta kata yang bisa membalikkan ucapannya, dan terdengar masuk akal seperti biasanya.
Dia mengecek dokumen itu dan tidak menemukan adanya masalah, semua sudah berjalan sesuai dengan rencana. Laura dan Jin-Wook masih melanjutkan obrolan yang lebih parah dari sebelumnya, seperti perkembangan jaman dimana para remaja tergila-gila dengan k-pop atau apalah itu. Percy tidak mengerti. Ralat. Dia bahkan tidak paham dan tidak merasa harus tahu lebih banyak mengenai hal itu.
Ponselnya bergetar dan Percy pun langsung merogoh saku celananya untuk mengambilnya. Ada sebuah pesan masuk dari Shin.
“Aku akan kembali ke Gimpo besok. Maaf baru memberimu kabar sekarang.” tulis Shin.
Percy mencibir dan segera mengetik balasan. “Ckckckck… Teman macam apa kau yang tidak mengatakan apapun soal lamaran? Aku merasa tidak dihargai olehmu.”
Balasan Shin langsung masuk setelah beberapa detik dia mengirimkan pesannya.
“Hal ini terjadi begitu saja setelah aku menutup teleponmu. Jangan sedih. Salah kau sendiri yang menolak mentah-mentah diriku waktu itu.”
What the heck! Percy mendengus menerima balasan Shin yang masih bisa berkata konyol soal obrolan sampahnya, setiap kali mereka menerima kegilaan dari kedua wanita itu.
“Salahmu sendiri yang memiliki p*nis dan bukan v*gina.” balas Percy sadis.
“Jaga ucapanmu, Percy. Itu tidak sopan. Kau tahu kalau aku sedang menjadi orang suci demi mendapatkan seorang perawan gila.”
Percy terkekeh geli membaca balasan Shin. Pria itu benar-benar konyol dan sialnya, dia adalah pria baik yang layak mendapatkan kebahagiaannya sendiri. Berkenalan dengannya sekitar beberapa tahun lalu, saat mengikuti pelatihan dasar di Eagle Eye, Percy dan Shin langsung menjadi teman yang bisa mengobrol apa saja setelahnya.
“Aku ikut senang mendengar kabar baik seperti ini, Shin. Kuharap kau bisa melepas apa yang sudah tidak ada dan menerima apa yang bisa kau dapatkan hari ini. Maaf jika aku tidak bisa hadir disana.” tulis Percy kemudian.
Shin memberikan emoticon senyum lalu menulis. “Terima kasih. Aku akan kembali besok.”
Percy meringis membaca pesan terakhir Shin karena merasa Shin seperti suami yang memberi kabar bahwa dia akan pulang nanti. Dia pun tidak membalas lagi dan memasukkan ponselnya kembali ke saku celananya.
“Semua sudah selesai dan tidak ada masalah. Bagaimana kalau kita pergi makan malam saja?” tanya Percy sambil menyerahkan dokumen itu kepada Laura.
“Aku tidak bisa, ada janji dengan temanku sehabis ini.” jawab Jin-Wook tiba-tiba.
Percy menoleh kearahnya dengan malas. “Aku tidak mengajakmu.”
“Aku hanya berinisiatif untuk memberikan jawaban sebelum kau bertanya padaku. Barangkali kalau kau akan mengharapkan kehadiranku.” balas Jin-Wook kalem.
Percy yang sudah merasa gerah langsung melempar Jin-Wook dengan pulpen yang ada di dekatnya. Jin-Wook tergelak sambil memberikan cengiran lebarnya sambil memeragakan ekspresi konyol seolah mengejeknya.
“Kenapa sih kau harus seserius itu? Aku merasa sangat bersalah sekarang.” celetuk Jin-Wook geli.
“Pergi sana kau!” usir Percy sambil mendesis.
Jin-Wook masih tertawa sambil beranjak dari kursinya, dengan perlengkapannya yang sudah dibawanya. “Aku permisi dulu.”
“Jadi, kau mau makan malam apa?” tanya Laura setelah kepergian Jin-Wook dari ruangan itu.
Percy menoleh kearah Laura yang kini sedang menatapnya dengan senyuman hangat disitu. Jika mereka sedang berdua saja, sikap dan ekspresi yang diberikan Laura padanya tampak berbeda. Dia menjadi seorang Laura yang dikenal Percy. Lembut dan hangat. Penuh kasih dan selalu memberikan senyuman yang menyenangkan seperti saat ini.
“Apakah aku terdengar egois jika aku ingin kau memasak untukku? Aku rindu dengan wagyu steak buatanmu.” jawab Percy sumringah.
Laura melihat jam tangannya dan mengangguk. “Kita masih punya waktu untuk berbelanja bahan masakan. Aku bisa memasak untukmu, tapi aku hanya bisa menemanimu sampai jam delapan malam.”
Alis Percy berkerut. Setiap kali dia bersama dengan Laura, wanita itu pasti akan memintanya untuk mengantarnya pulang dan harus tiba di jam yang sama. Jam delapan malam. Dia memang tahu kalau Laura adalah anak baik-baik yang tidak pernah pulang malam sejak dari remaja. Namun rasanya hal itu menjadi aneh jika Laura masih melakukan ritual seperti itu ketika dirinya sudah dewasa.
“Aku ingin bermalam di tempatmu.” ucap Percy langsung.
Laura tertawa. “Jangan menjadi bossy dan merasa berhak untuk bersamaku ketika kita sepakat untuk menjalin hubungan baik, Percy.”
“Kenapa? Apa kau takut denganku?” tanya Percy langsung.
Laura mengangguk tanpa ragu. “Aku pernah jatuh sekali dan tidak mau jatuh untuk kedua kalinya. Karena itu, aku lebih baik bersikap waspada agar tidak terlalu sakit ke depannya.”
“Jadi kau berpikir kalau aku akan menyakitimu?” tanya Percy dengan nada tidak percaya.
“Sekarang tidak. Tapi aku tidak tahu kalau nanti. Setiap manusia akan rentan melakukan kesalahan dan aku tidak ingin menganggapmu sempurna, Percy. Aku juga tidak mau menyakitimu lagi.” jawab Laura dengan sungguh-sungguh.
“Dengan kata lain, kau tidak mempercayaiku.” gumam Percy pelan.
“Tidak. Aku yang tidak percaya dengan diriku sendiri, Percy.” balas Laura.
“Lalu untuk apa kau datang kesini dan membuatku teringat dengan masa lalu kita? Untuk apa kau menjelaskan padaku soal kesalahpahaman waktu itu, jika kau tidak mengharapkan rekonsiliasi? Apalagi itu sudah lama terjadi. Kurasa delapan tahun bukan waktu yang singkat dan sudah terlalu basi untuk membahas urusan itu, bukan?” ujar Percy dengan lugas.
“Aku hanya ingin kau melupakan masa lalu yang membuatmu menjadi pribadi yang bukan dirimu selama beberapa tahun terakhir. Aku ingin kau tahu soal kejadian yang sebenarnya, agar kau merubah pemikiranmu soal wanita dan menjadi Percy yang kukenal.”
Percy tertawa hambar. “Lalu kepada siapa aku harus bersama jika aku menjadi Percy yang kau kenal?”
Laura bungkam. Hal itu sudah membuat Percy mengerti kalau wanita itu hanya berusaha untuk menolak perasaannya kembali.
“Itu berarti kau sangat egois, Laura. Kau memberikan penjelasan agar aku mengerti bahwa kau tidak bermaksud untuk menyakitiku. Sedikit banyak itu membuatku merasa bersalah, karena sudah mengabaikanmu dan meninggalkanmu, tanpa mau mendengarkan penjelasanmu. Dan ketika kau sudah memberitahuku semuanya, tiba-tiba kau menjadi ragu. Ada apa sebenarnya?”
Tatapan Laura menjadi sedih dan itu membuat Percy gerah. Dia benci kalau harus melihat ekspresi sedih sementara dia tidak tahu apa sebabnya, seolah dialah yang menyebabkan kesedihannya padahal Percy tidak tahu dimana letak kesalahannya.
“Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan ketika kau sudah bisa menerimaku, dan memberiku kesempatan untuk mencintaimu lagi.” ujar Laura dengan lirih. “Tapi aku menyayangimu, Percy. Aku ingin kau bahagia dan…”
“Kalau begitu kita menikah saja!” sela Percy langsung.
Laura terkesiap dan menatapnya dengan mata melebar kaget. “Kau… bilang apa?”
“Kita menikah saja.” ujar Percy mengulangi ucapannya. “Kau ingin aku bahagia dan tidak menjadi seperti Percy yang seperti sebelumnya. Kau menyayangiku tapi kau ragu padaku. Aku sudah mau serius dan tidak mau membuang waktuku lagi dengan urusan percuma, jadi lebih baik kita menikah saja.”
“Apa kau gila?”
“Katakan saja begitu. Kalau menikah, sudah pasti tidak akan berselingkuh. Mau bagaimana pun, aku sudah pasti akan kembali padamu jika kita sudah bersama. Anggap saja kita ikut meramaikan daftar orang yang akan menikah tahun ini.” jawab Percy dengan enteng.
Laura mengerjap dan menggelengkan kepalanya dengan tatapan tidak percaya. “Kau mengajakku menikah hanya karena kau tidak mau kalah dengan Shin dan Nayla?”
“Tidak juga. Hanya waktunya saja yang kebetulan.” balas Percy sambil menyeringai geli melihat ekspresi cemberut Laura.
“Tapi bukan seperti ini yang kuinginkan jika mendapat lamaran dari seorang pria.” sahut Laura tidak terima.
Percy berckckck ria sambil menatap judes kearah Laura. “Masih bagus aku mengajakmu menikah, daripada membuangmu begitu saja. Aku bukan tipikal pria yang akan bertekuk lutut di hadapanmu sambil menyodorkanmu cincin. Itu adalah pencitraan dan aku tidak suka.”
“Kau tega sekali!” seru Laura dengan wajah kesal.
“Cincin masih bisa dibuang, tapi hati akan selalu membekas. Aku memberikan hatiku untukmu, Laura. Bagaimanapun kau adalah cinta pertamaku, dan tidak mudah untuk melupakanmu. Itu saja.”
“Percy…”
“Kalau kau memang mau seperti itu, aku akan pergi membeli cincin untukmu, sementara kau pergi membeli bahan masakan untuk makan malam. Bagaimana?”
Percy bisa melihat ekspresi Laura yang terlihat sempurna di matanya. Mata yang berkilat senang, senyum yang melebar, dan kelegaan yang terpancar dari wajahnya.
“Apakah itu berarti kau akan menerima segala kekuranganku dan mau mendengarkan penjelasanku jika kita sedang bermasalah?” tanya Laura senang.
“Aku malah merasa bahwa aku adalah pria paling beruntung karena tetap diperhatikan olehmu. Diluar sana, masih ada banyak pria yang jauh lebih baik dariku, tapi kau tetap memilih sampah sepertiku. Tentunya aku merasa bahwa kekurangan yang ada padaku justru menjadi kelebihan ketika bersamamu.” jawab Percy mantap.
Laura terkekeh lalu mendekap dokumennya sambil beranjak dari kursinya, diikuti Percy yang kini sudah mengambil alih dokumen bawaannya karena dia tidak mau Laura membawa dokumen setebal dan seberat itu.
“Pantas saja kau menjadi seorang ladykiller. Mulutmu sangat manis dan berbisa. Aku merasa tersanjung.” ujar Laura sambil mengikuti Percy berjalan kearah pintu.
“Bukankah wanita senang mendapatkan kalimat menyenangkan seperti barusan?” tanya Percy sambil membuka dan menahan pintu untuk Laura.
“Jadi barusan kau hanya mengeluarkan kalimat yang menyenangkan dan ingin membuatku senang?”
Percy terkekeh sambil mengikuti Laura dan berjalan berdampingan menyusuri koridor panjang itu. “Aku mengatakan apa yang harus kukatakan padamu, tapi kau membawa-bawa soal diriku yang sudah menjadi mantan ladykiller itu. Lagipula, saat aku menjadi seperti itu, aku sedang tidak bersamamu.”
“Aku tahu. Terlalu banyak wanita yang kau buang semenjak kau meninggalkanku.” balas Laura sambil menyibakkan rambut panjangnya.
“Seperti kau yang tidak pernah membuang pria saja. Kurasa kau sudah memiliki daftar mantan pria setelah menyakitiku.” sahut Percy enteng.
Percy menyerahkan dokumen yang dibawanya kepada salah satu staff dan menyuruhnya untuk menaruh dokumen itu ke ruangan Laura.
“Kau mau tahu ada berapa mantanku?” tanya Laura setelah mereka sudah kembali berjalan berdampingan untuk menuju ke pintu lift.
Percy mengangguk saja sambil menekan tombol lift.
“Jawabannya tidak ada. Aku hanya memiliki satu mantan kekasih yaitu kau, dan satu orang yang gagal menjadi tunangan yaitu Riley.” jawab Laura bertepatan dengan pintu lift yang terbuka untuk mereka.
Percy memperhatikan Laura yang sedang melangkah masuk ke dalam lift, lalu mengikutinya dalam diam. Entah dia harus percaya atau tidak dengan ucapan Laura barusan bahwa selama bertahun-tahun, atau setelah perpisahan mereka, wanita itu tidak pernah bersama dengan pria lain. Apakah mungkin Laura mengalami trauma dalam berhubungan?
“Kau tidak mau menjalin hubungan baru dengan orang lain karena tidak mau, atau kau trauma?” tanya Percy akhirnya ketika pintu lift tertutup.
“Aku malas berhubungan dengan pria yang pikirannya hanya tentang seks.” jawab Laura sambil menghela nafas lalu melirik kearahnya. “Seperti kau yang masih bisa menyetubuhiku ketika kau membenciku.”
“Aku tidak membencimu.” balas Percy langsung. “Aku hanya berusaha untuk menolak dirimu sekuat tenaga, tapi aku kalah. Pesonamu terlalu kuat untuk kuabaikan.”
“Bukankah tadinya kau menyukai Nayla dan bersaing dengan Shin?” tanya Laura dengan alis terangkat setengah.
Percy mengangkat bahunya dengan santai. “Aku akui Nayla cantik, tapi dia sakit. Aku merasa dia memiliki gangguan kejiwaan yang perlu diobati.”
“Hey! Nayla tidak gila! Dia waras! Hanya saja ada hal yang terlalu dipikirkannya sehingga dia menjadi terlalu waspada, khususnya soal pria!” tegur Laura dengan suaranya yang tegas.
“Kalian benar-benar teman baik, yah? Aku tidak percaya kalau dunia begitu kecil sampai kalian bisa bersahabat. Kau yakin kalau orangtuamu tidak mengenal para ayah?” tanya Percy heran.
Tapi jika dipikir ulang, Laura berasal dari keluarga biasa yang tidak memiliki sesuatu yang berlebihan seperti keluarganya. Malahan bisa dibilang keluarganya sederhana dan tidak terlalu mencolok. Ayahnya pun hanyalah pemilik pabrik sepatu merk lokal di pinggiran kota Chicago, bukan pebisnis ulung seperti keluarga besar mereka.
“Hanya kebetulan saja aku melanjutkan kuliahku di Oxford lalu bertemu dengan Nayla dan Joana. Kami adalah teman satu jurusan.” jawab Laura sambil melayangkan tatapannya kearah tombol angka yang merambat turun.
“Apa kau tinggal bersama dengan mereka?” tanya Percy yang mempersilahkan Laura untuk keluar lebih dulu ketika pintu lift sudah terbuka.
“Tidak. Mereka tinggal di mansion keluarga besar mereka, sedangkan aku tinggal di sebuah flat sederhana yang tidak jauh dari kampus.” jawab Laura sambil berjalan keluar dan diikuti Percy.
Percy mengangguk paham dan mengarahkan jalan untuk Laura kearah basement karena mobilnya terparkir disitu.
“Lalu katanya kau tidak pernah pulang ke Chicago? Why?” tanya Percy lagi.
Laura tersenyum hambar sambil terus melangkah. “Aku merasa tidak nyaman untuk kembali ke kota itu, apalagi ada dirimu disana. Dan cukup lama untukku bisa menerima kenyataan kalau kau membenciku sehingga berpikir untuk sekalian saja aku menjauh darimu, dan meninggalkan kota kelahiranku karena terlalu banyak kenangan bersamamu.”
Percy meraih lengan Laura untuk menghentikan langkahnya yang semakin tergesa-gesa. Wanita itu tersentak dan tubuhnya mendarat tepat di dalam dekapannya. Mereka saling bertatapan dengan penuh arti.
“Kau membenciku sebesar kau mencintaiku, bukan begitu? Kau sampai mengasingkan dirimu hanya karena kau merasa aku sangat membencimu dan tidak sudi untuk melihatmu, apakah benar begitu?” tanya Percy lembut.
Sorot mata sedih itu datang lagi, pikir Percy. Dia tidak menyukai ekspresi Laura yang seperti ini. Ekspresi yang begitu terluka seolah Percy sudah menorehkan luka yang begitu dalam di hatinya.
“Aku tidak menyangka kalau kau sangat membenciku padahal kupikir kau begitu mencintaiku. Aku salah sangka dan aku menaruh harapan terlalu besar padamu.” jawab Laura dengan nada lelah.
“Jika aku bilang maaf, maka aku akan terdengar seperti bajingan yang tidak tahu malu. Tapi…”
“Aku terlalu mencintaimu sampai akhirnya aku membiarkan diriku terluka oleh cinta itu sendiri. Kau tidak usah meminta maaf atau merasa harus bertanggung jawab atas apa yang kualami, Percy. Kau bertanya dan aku menjawab, ingat? Kau ingin mendengar penjelasanku, maka aku memberikan penjelasan yang ingin kau dengar lewat jawaban dari semua pertanyaanmu.” sela Laura halus sambil memeluk lengan Percy dan membimbingnya kembali untuk melanjutkan langkah mereka menuju ke mobil.
Percy tersenyum mendapati kedewasaan Laura yang begitu menyenangkan hatinya. Dia tidak lagi manja atau suka merengek jika tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya. Malahan Percy merasa dikejutkan oleh rasa pengertiannya dan ucapannya yang menenangkan.
“Aku sama sekali tidak berniat untuk meminta maaf. Kau pun juga telah membuat hidupku kacau tapi… itu sudah berlalu. Aku hanya ingin kita menjalankan hubungan ini dengan benar dan jangan mengulangi kesalahan yang sama. “ ujar Percy sambil mengarahkan sensor kunci kearah mobilnya untuk membuka pintu.
“Aku tahu.” balas Laura sambil mengangguk paham.
Percy tersenyum sambil membukakan pintu untuk Laura. Wanita itu memberikan senyuman singkat padanya sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil itu.
Percy pun berjalan memutari mobil itu dan membuka pintu untuk duduk di bangku kemudi. Dia tidak lagi bertanya karena dia tahu Laura membutuhkan waktu untuk diam. Dia juga memahami situasi saat ini dan sama sekali tidak ingin tergesa-gesa dalam mempertegas sesuatu yang sudah diketahuinya. Sejak lama. Hanya saja dia ingin melihat, seberapa lama waktu akan berjalan dan membawanya pada satu titik dimana tidak ada lagi keraguan diantara keduanya. Itu saja.
Kesalahan di masa lalu yang dilakukan mereka berdua bukanlah sesuatu yang bisa diperbaiki, namun tidak harus disesali. Kemarahannya selama ini pun sudah menguap dan tidak ada yang bisa dipertahankan selain menerima semua itu dengan lapang dada.
Namun satu hal yang sudah pasti, bahwa dia akan memperbaiki semua kekacauan akibat dari kesalahpahaman yang sudah terjadi. Mau bagaimana lagi? Sekali tercebur, langsung saja menenggelamkan diri.
“Ngomong-ngomong, kau menyukai desain cincin seperti apa? Aku baru ingat kalau ibuku pernah memberiku sebuah cincin yang katanya adalah cincin pertunangannya. Bagaimana kalau memakai cincin itu saja?” tiba-tiba Percy bersuara.
Laura tersentak dan menoleh kearahnya dengan tatapan bingung. “Cincin… ibumu?”
“Ya.”
“Memangnya kau selalu membawa cincin ibumu kemanapun kau pergi?” tanya Laura bingung.
Percy tersenyum lalu menoleh kearah Laura sambil mengangkat alisnya setengah. “Tentu saja tidak. Karena aku akan meminta ibuku untuk membawanya kemari, sekaligus ayahku yang akan menemaninya untuk datang kesini.”
💜💜💜💜💜
Ada yang nggak mau kalah 🤣
Yes!
Kalau rata2 ceritaku berakhir saat pernikahan kedua tokoh utama.
Kali ini tidak lagi.
Karena aku akan membuat cerita kehidupan setelah pernikahan mereka, dimana masih banyak hal yang akan muncul a.k.a konflik ringan untuk cerita ini.
Juga karena ini satu2nya cerita yang mengisahkan dua kisah kasih untuk para tokoh utama.
Foto terakhir ngeselin yah? 💜
Aku sengaja oper kebaperan sama visual rese satu itu yang bikin kepala cenat cenut nggak karuan 😥
So, aku lagi kepikiran untuk bikin lapak one shoot story.
Siapa kemarin yang kasih ide ini?
Lapak one shoot story ini khusus menceritakan kisah anak-anak lainnya.
Jin-Wook pun aku akan masukkan dalam antrian.
Tapi nggak janji yah.
Ini baru wacana aja 🤣
See you on Monday, genks 😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top