Part 23 - The mutual reconciliation
Aku usahakan setiap hari bisa menyelesaikan satu part untuk lapak ini, karena menulisnya nggak membuat aku harus berpikir keras 😄
Tapi aku lagi lanjutin lapak daddy Ashton
Happy Reading 😘
💜💜💜💜💜
"Uncle Wayne baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikuatirkan. Aku mungkin sudah bisa kembali besok." ujar Shin sambil menarik kopernya dan melangkah keluar dari lift yang sudah membawanya ke lantai kamarnya.
"Baguslah. Aku dan Laura jadi tidak perlu kesana." balas Percy dari sebrang sana.
Shin hanya memutar bola matanya mendengar balasan Percy. Pria sialan itu sudah pasti akan mengambil kesempatan untuk berdekatan dengan Laura tanpa adanya gangguan.
"Aku peringatkan untuk jangan mencari objek di sudut kantorku jika kau ingin bermain-main, Percy!" desis Shin sambil menempelkan kartu kuncinya dan pintu kamarnya pun terbuka.
Percy terkekeh geli. "Jangan begitu. Aku dan Laura sama-sama sibuk bekerja. Lagipula ada pengganggu seperti Jin-Wook disini, apa yang bisa kulakukan jika ada dia?"
"Aku mendengarmu, Percy!" seru Jin-Wook dari kejauhan dan masih bisa didengar oleh Shin.
Shin terkekeh sambil mendorong pintu kamarnya dan memasukkan kartu kuncinya pada slot yang ada di dinding kanannya. Lampu pun menyala dengan sendirinya dan Shin menaruh kopernya pada sudut kamarnya.
"Hanya mengingatkanmu saja." ucap Shin kemudian.
Percy terdiam lalu berdeham pelan. "Entah kenapa aku malah merasa kau yang tidak baik-baik saja, Shin. Ada apa denganmu? Dari nada suaramu, sepertinya kau sedang bermasalah. Apakah kau dipaksa untuk menikahi putri orang disana?"
Shin tertawa hambar sambil merebahkan dirinya di ranjang. "Tidak."
"Atau kau yang merasa kesal karena harus terjebak dalam drama keluarga itu, sementara kau masih belum menjadi siapa-siapa disana?" tanya Percy lagi.
Shin terdiam. Perkataan Percy barusan ada benarnya juga. Dirinya yang masih belum menjadi siapapun bagi Nayla, tapi kenapa harus mendampingi Nayla sampai kesini? Bahkan pamannya pun sempat tertegun melihat kedatangannya bersama Nayla. Mau tidak mau, Shin menjadi pusat perhatian para pria tua yang ada disitu, termasuk Noel.
Sebenarnya tidak ada yang salah jika hal itu terjadi. Shin sadar betul dengan kehadirannya yang mendampingi Nayla, sudah pasti akan menjadi pertanyaan bagi semua orang. Permasalahannya adalah Shin tidak bisa memberikan jawaban yang benar, apalagi pertanyaan Noel yang seakan memberikan ultimatum padanya. Dan hal itu diperparah dengan sikap Nayla yang begitu santai seolah tidak ada masalah disitu. Damn!
"Sepertinya tanpa kau jawab pun, aku sudah tahu jawabannya." celetuk Percy akhirnya karena Shin tidak menjawab.
"Tidak usah sok tahu." sahut Shin langsung.
Percy malah tertawa keras. "Katakanlah aku sok tahu, tapi kau benar-benar mati kutu disana. Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi saat ini di kalangan para tetua. Sudah pasti kau akan menjadi bahan perbincangan di kalangan para ayah, daripada membahas kondisi terakhir uncle Wayne."
Shin mendengus pelan. Tidak ada yang salah dari ucapan Percy. Dia sudah pasti menjadi bahan gossip di keluarga besar itu, dan dalam kurun waktu dari dua puluh empat jam, bisa jadi pamannya akan menelepon atau tiba-tiba mengajaknya keluar untuk bertemu. Hhhh...
"Biarkan saja, aku tidak bisa mengendalikan mulut orang lain yang ingin berkomentar." cetus Shin datar.
"Yeah, whatever. Come back here, mate. I missed you." balas Percy dengan nada geli.
Shin terkekeh lalu menyudahi telepon itu. Dia terdiam sambil menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan menerawang. Suasana di sekitarnya begitu sunyi, begitu tenang, dan dia tidak menyukainya. Seharusnya ini tidak menjadi masalah karena Shin sudah terbiasa dengan kesendiriannya. Tapi sekarang? Dia merasa hampa.
Alih-alih mengasihani diri sendiri, Shin beranjak dari rebahannya untuk menuju ke kamar mandi. Dia membersihkan dirinya di bawah pancuran air dingin tanpa bergeming dengan rasa dingin yang menusuk di sekujur tubuhnya. Pikirannya teringat pada Nayla yang marah padanya dan perasaannya tidak tenang akan hal itu. Meskipun dia tidak mengerti kenapa wanita itu marah padanya, tapi tetap saja Shin merasa bersalah.
Bukankah seharusnya Nayla senang jika Shin menolak untuk bermalam di rumahnya? Dan seharusnya Nayla juga tenang jika Shin tidak menerimanya untuk bermalam di hotel bersamanya malam ini? Shit! Nayla sama sekali tidak paham kalau ucapannya yang tidak dipikirkan itu memberikan pengaruh yang besar untuk Shin. Apakah dia gila kalau ingin menginap bersamanya? Karena Shin yakin kalau dirinya tidak akan bisa menahan diri, sementara dia berniat untuk berhenti menjadi bajingan.
Dia ingin memperlakukan Nayla dengan benar. Wanita itu berbeda dengan yang lain, tidak berpengalaman, muda, dan masih belum terjamah. Sebenarnya, ada keraguan dalam diri Shin, entah apakah dia bisa menjadi pria yang pantas untuk wanita seperti Nayla. Dia tidak tahu apakah dia mampu menerima kenyataan kalau Nayla menolak dirinya jika tahu Shin sudah menaruh perasaan padanya. Damn! Shin bahkan sudah mencintainya.
Shin mendengus ketika pemikiran itu muncul begitu saja. Memangnya kapan dia bisa mencintai orang lain? Sudah sejak lama perasaannya mati kepada lawan jenis yang hanya memandangnya sebagai pabrik uang ataupun jaminan masa depan. Tidak ada ketulusan di dalamnya. Semenjak dirinya yang pernah dianggap sebelah mata oleh wanita yang disukainya, disitu dia tidak pernah mengindahkan wanita selain sebagai pemuasnya. Tapi Nayla? Heck! Wanita itu hanya bersikap apa adanya dengan segala kekurangannya dan kelemahannya.
Shin mematikan shower dan segera meraih handuk untuk mengeringkan dirinya. Ternyata, mandi dengan air dingin pun tidak membuatnya merasa tenang. Malahan dia semakin merasa tidak nyaman dengan rasa bersalahnya. Untuk itu dia berniat untuk meminta maaf saja kepada wanita gila itu sebelum terlambat.
Ting... tong..
Alis Shin berkerut ketika mendengar bel pintu kamarnya berbunyi. Dia melilitkan handuknya di sekitar pinggangnya untuk menutupi tubuhnya dan berjalan keluar dari kamar mandi sambil mengacak rambutnya yang masih basah.
Begitu dia tiba di depan pintu, dia mengintip dari lubang pintu dan mendapati seseorang yang memakai hoodie kebesaran sedang berdiri membelakangi pintu. Dia pun membuka pintunya dan orang itu berbalik. Deg!
"Nayla?" tanyanya kaget.
Dengan hoodie berwarna abu gelap yang bertuliskan PINK dan legging berwarna hitam, Nayla tampak begitu mungil di hadapannya. Wanita itu bahkan memakai penutup kepala hoodienya sehingga wajahnya tidak begitu jelas, namun Shin masih bisa menangkap sorot matanya yang mengerjap kaget dan tertegun mengawasi tubuh setengah telanjangnya saat ini.
"Pakai bajumu!" seru Nayla dengan suara tercekat.
"Aku habis mandi dan belum sempat memakai baju untuk membukakan pintu." balas Shin sambil melebarkan pintunya untuk mempersilahkan Nayla masuk.
Nayla masuk dengan ragu dan Shin pun meninggalkannya sambil berjalan dengan santai menuju ke sudut kamarnya, untuk mengambil pakaian yang masih ada di dalam kopernya. Shin mengambil pakaiannya dan segera kembali menuju kamar mandi untuk berpakaian.
Dia pun kembali dan sudah mendapati Nayla dengan santainya duduk bersila diatas ranjang sambil membuka kantong plastik yang sepertinya berisi makanan siap saji. TV pun sudah dinyalakan dan menayangkan film box office Star Wars disitu.
"Kenapa kau bisa kesini, Nayla?" tanya Shin dan mengambil duduk di samping Nayla.
Nayla mengangkat wajahnya dan mengangkat bahunya sambil mengeluarkan dua kotak burger berukuran besar, satu kotak nugget ayam, satu paper bag berisi kentang goreng, dan dua gelas minuman bersoda.
"Aku ingin meminta maaf, okay? Aku sudah bersikap konyol dan tidak tahu diri dengan marah tanpa alasan padamu. Jadi, ayo kita menggendut bersama dengan menikmati Big Mac ini untuk berbaikan." jawab Nayla santai lalu menggigit burger jumbo itu dalam satu gigitan besar.
Shin mengerjap dalam diam. Perasaannya menghangat dan degup jantungnya berdetak lebih keras namun terasa menyenangkan. Sikap Nayla yang selalu berterus terang inilah yang disukai Shin.
"Aku juga tadinya ingin mendatangi rumahmu untuk meminta maaf. Meskipun aku tidak tahu kenapa kau marah padaku, tapi rasanya aku bersalah." ujar Shin sambil membuka plastik pembungkus burger itu.
"Untuk apa kau merasa bersalah jika tidak tahu apa yang membuatku marah?" tanya Nayla dengan mulut penuh sambil menatapnya heran.
"Entahlah. Apakah ini yang kita rasakan jika sedang berpacaran?" tanya Shin balik dan juga menatap Nayla dengan heran.
Nayla mengerutkan alisnya sambil mengunyah. "Memangnya kita sudah berpacaran?"
"Kita belum berpacaran." timpal Shin dengan mulut penuh lalu kembali menggigit burgernya. Dia baru sadar kalau dia sangat lapar dan belum sempat makan malam.
"Kurasa kita tidak perlu berpacaran. Bagaimana kalau kita langsung menikah saja?" tanya Nayla santai.
Shin yang sedang asik mengunyah langsung tersedak dengan burger yang tiba-tiba menyangkut di tenggorokannya. Shit! Nayla buru-buru menyodorkan segelas minuman padanya dan dia langsung mengambilnya. Dia menyeruput minuman itu tanpa jeda hingga tidak ada lagi yang mengganjal di tenggorokannya.
"See? Kau itu pasti kaget jika aku mengatakan hal yang lebih serius. Aku merasa kesal karena lagi-lagi harus ditolak olehmu." gerutu Nayla yang masih lanjut mengunyah tanpa perlu merasa bersalah karena sudah membuat Shin tersedak.
"Memangnya kau serius ingin dinikahi olehku?" tanya Shin setelah menenangkan dirinya.
"Kenapa tidak? Aku hanya bisa berada di dekatmu, pria lain tidak." jawab Nayla sambil mengangkat bahunya.
Shin terdiam sambil menatap Nayla dengan tajam sekarang. "Kalau begitu, ayo kita menikah!"
Ucapannya barusan sukses mengalihkan kesibukan Nayla yang sedang asik mengunyah menjadi terbatuk-batuk. Kini giliran wanita itu yang tersedak dan Shin buru-buru menyodorkan gelas minumannya.
Dasar labil, gerutu Shin dalam hati. Wanita itu sembarangan bicara soal mengajak menikah, tapi lihat apa yang dilakukannya setelah Shin menanggapinya? Dia terlihat kaget dan tidak menyangka dengan balasan Shin barusan, meskipun Shin juga tidak tahu kenapa dia bisa mengeluarkan balasan seperti itu.
"Lihat siapa yang bersikap sok disini? Kau mengajakku menikah tapi kau juga kaget dengan responku barusan. Apakah hal ini bisa kukatakan kalau kau menolakku?" ejek Shin lalu kembali menggigit burgernya.
Nayla mendengus sambil mengusap bibirnya dengan tissue. Sepertinya dia sudah selesai menikmati burgernya meski hanya mampu menghabiskan setengah burger itu.
Nayla pun mengarahkan posisi duduknya untuk menghadap Shin. "Apa kau sudah mencintaiku?"
Shin melirik kearahnya. "Apa kau sudah?"
"Jangan bertanya balik. Jawab aku!"
"Kau yang mengajak menikah lebih dulu, jadi beritahu jawabanmu kenapa kau ngotot ingin meresmikan hubungan ini tiba-tiba?"
Nayla merengut dan terlihat berpikir sejenak dengan alis berkerut, lalu menghela nafas dengan berat. "Aku bingung dengan perasaanku. Satu pihak aku sudah merasa nyaman denganmu, satu pihak aku juga tidak ingin kau jauh dariku. Aku merasa terganggu dengan ucapan kakakku tadi."
Shin menatap Nayla yang terlihat seperti apa yang disampaikannya. Wanita itu merasa cemas dan mulai meragukannya, meskipun Shin juga tidak bisa menjanjikan apa-apa padanya. Tapi bukankah sedari awal, Shin memang menawarkan kehidupan 24 jam kebersamaan pada Nayla kemarin? Itu bisa juga dibilang sebagai lamaran. Logika dan perasaan Shin mengalami ketidaksinambungaan dalam menjalani keinginannya.
"Aku menyayangimu, Nayla." ujar Shin dengan nada selembut mungkin.
Alih-alih mengatakan cinta, Shin lebih memilih untuk mengatakan perasaannya dalam artian yang jauh lebih bermakna ketimbang cinta. Entahlah. Baru kali ini dia ingin menjaga seorang wanita sebesar ini dan ingin memperlakukan wanita dengan benar.
"Aku tidak bisa menjanjikan hal yang tidak bisa aku yakini karena aku adalah pria brengsek yang tidak pantas untuk mendapatkanmu. Hanya saja, egoku selalu berkeinginan untuk memilikimu dan memastikan kau untuk bisa mendapatkan kebahagiaan yang layak kau terima." tambah Shin dengan sungguh-sungguh.
Nayla mengangguk paham. "Jadi, aku adalah wanita hebat itu yah?"
Glek! Shin mendengus kesal karena Nayla sukses membuat moodnya hilang. Wanita itu selalu mengalihkan suasana yang baik menjadi buruk, seperti sekarang. Herannya, Shin sudah menjadi terbiasa dan bukan Nayla namanya jika tidak demikian.
Ketika Nayla yang tiba-tiba mendarat di balik punggungnya, dengan kedua tangan yang bergelayut manja di bahunya, disitu senyum senang Shin mengembang begitu saja.
"Jangan marah, Oppa. Aku hanya bercanda. Aku juga merasakan hal yang kurang lebih sama denganmu. Intinya aku sudah menyayangimu juga. Malah aku merasa ingin tahu apa yang kau lakukan jika aku tidak ada. Aku menjadi begitu kepo." ucap Nayla menjelaskan.
"Apa itu kepo?" tanya Shin bingung.
"Kepo itu adalah semacam virus yang melanda para kaum orang yang kurang kerjaan, seperti ingin tahu urusan orang, ingin tahu apa yang dikerjakan orang."
"Maksudmu tukang ikut campur yang merangkap menjadi pengrusak hidup orang?" balas Shin sambil terkekeh.
"Aku bukan pengrusak." sahut Nayla langsung.
"Tapi pengacau."
"Tidak!"
"Baiklah. Kalau begitu kau itu penghancur."
"Tidak, Oppa! Aku adalah Nayla, wanita yang kau sayangi dan yang kau inginkan untuk bisa berbahagia. Bersamamu."
Deg! Darah Shin berdesir kencang dan rasa senang semakin menjalar dalam tubuhnya saat ini. Dia menyukai sikap manja yang diberikan Nayla padanya dan dia tahu kalau saat ini adalah kebersamaan mereka yang begitu jujur. Tidak ada kepura-puraan di dalammya, semua dilakukan dengan apa adanya. Shin bisa merasakan itu.
Dia mengusap kedua tangan Nayla yang melingkar di dadanya lalu menoleh kearah wanita itu sambil tersenyum hangat.
"Dan pria brengsek sepertiku akan meresmikan hubungan ini sesuai dengan keinginan wanita gila sepertimu." ujar Shin sambil terkekeh geli.
"Pria brengsek dan wanita gila, perpaduan yang cukup konyol namun serasi." timpal Nayla diiringi kekehan yang tidak kalah gelinya dengan dirinya.
"Jika kita menikah, memangnya kau sudah siap untuk kusentuh?" tanya Shin sambil memasukkan suapan terakhir burgernya ketika Nayla menarik diri darinya.
"Maksudmu berhubungan seks?" tanya Nayla dengan alis berkerut.
Shin mengangguk sambil mengunyah.
Nayla mengambil kentang gorengnya dan mengunyahnya dengan tekun. "Kupikir aku ingin latihan sebelum benar-benar melakukannya."
"Latihan?" tanya Shin lalu menyeruput minumannya.
"Ciuman sudah lulus. Dan aku akan mencoba untuk melakukan latihan, seperti make out misalnya." jawab Nayla tanpa beban.
Shin mengangguk dengan kalem. "Ide yang bagus, tapi sayangnya aku masih menyayangi nyawaku."
"Heh? Memangnya kau pikir aku akan latihan dengan siapa?" seru Nayla dengan nada suara yang melengking tajam.
"Aku sudah mendapatkan pukulan dan tamparan darimu selama masa percobaan. Itu saja baru berhasil mendapatkan french kiss. Aku tidak mau sampai ada adegan tusuk menusuk atau mutilasi anggota tubuh jika aku menyentuhmu." balas Shin enteng.
"Kenapa kau tega padaku?" pekik Nayla tidak terima. "Aku kan sudah menahan diri untuk tidak memukulmu selama beberapa kali kita berdekatan. Harusnya kau jangan meragukanku!"
"Aku tidak meragukanmu, tapi aku juga tidak yakin dengan diriku sendiri yang akan tahan dengan hal seperti itu. Asal kau tahu, aku adalah pria normal yang belum mendapatkan pelepasan selama berbulan-bulan. Kemungkinan aku bisa sedikit kasar." ucap Shin jujur.
"Kasar dalam artian kau akan menyakitiku?" tanya Nayla bingung.
Shin mengerutkan alisnya sambil berpikir. "Ya. Tapi menyakiti dalam arti yang menyenangkan."
"Mana ada yang menyakiti tapi menyenangkan?"
"Ada. Kau hanya belum tahu dan belum merasakannya."
"Kalau begitu buat aku paham bagaimana rasanya. Dan beri aku latihan sebelum kita benar-benar menjadi suami istri!"
Shin mengangguk paham. "Aku akan melakukan itu untukmu setelah kita resmi menjadi suami istri."
"What? Itu berarti akan semakin lama aku mengerti soal rasa sakit yang menyenangkan itu."
"Dipercepat saja kalau begitu. Aku akan memintamu pada ayahmu besok, dan setelahnya aku akan pulang ke Seoul dan meminta ayahku untuk melamarmu."
Baik Shin dan Nayla sama-sama terdiam dalam posisi saling menatap satu sama lain. Keduanya tidak berbicara dan hanya memberikan ekspresi beragam.
"Apakah kita tidak terlalu konyol dalam memutuskan sesuatu yang serius seperti ini? Aku yang anti pria dan kau yang benci wanita angkuh." tanya Nayla heran.
"Tapi bersamamu, aku tidak membenci wanita angkuh lagi." jawab Shin jujur.
"Bersamamu juga, aku tidak anti pria. Hanya padamu saja aku bisa senyaman ini." balas Nayla langsung.
Shin mengangguk. "Jadi, apa kau mau menikah denganku? Kita sudah saling memiliki rasa nyaman dalam cara kita sendiri."
"Tapi aku butuh latihan." rengek Nayla sambil menekuk cemberut.
"Kita punya waktu seumur hidup untuk latihan."
"Tapi aku takut akan menyakitimu, Shin."
"Memangnya kalau latihan dari sekarang, kau tidak akan menyakitiku?"
"Setidaknya aku tidak akan merasa berdosa karena sudah menjadi istri yang kasar, jika aku memukulmu saat kita masih dalam masa menuju altar."
Astaga! Shin hanya menahan nafasnya sambil menahan diri untuk tidak mengumpat. Bagaimana bisa wanita itu memiliki pemikiran yang konyol seperti itu?
"Tidak apa-apa. Sekalipun kau akan memukulku nanti, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi dan kau tidak akan menjadi istri yang kasar." ujar Shin akhirnya.
Nayla tertegun saja. Dia mengusap matanya yang mulai memberat, sepertinya dia sudah mengantuk.
"Kenapa kau bisa menjadi pria yang begitu pengertian dan memiliki pemikiran yang dewasa? Aku pikir kau akan marah dan tidak terima jika menikahi wanita yang untuk kau sentuh saja, harus mengalami pembicaraan yang alot seperti ini." tukas Nayla pelan.
Shin tersenyum dan mengacak rambut Nayla dengan gemas. "Dasar pernikahan itu bukan hanya seks semata, Nayla. Seks itu memang penting, tapi makna dari pernikahan itu jauh lebih penting. Aku merasa kalau kita berdua adalah pasangan yang tidak sempurna namun bisa belajar untuk menikmati perbedaan kita."
"Jadi bukan karena kau tidak mau mendapat pukulanku jika kau menyentuhku?" tanya Nayla kemudian.
Shin menggeleng. "Bukan itu. Sekuat-kuatnya wanita, tetap lebih kuat pria. Aku tidak mau menyakitimu dan memperlakukanmu tidak benar selama kau masih belum menjadi pendamping resmiku. Mungkin terkesan kuno tapi kurasa ini adalah satu-satunya cara untuk membuatmu merasa aman dan tenang lewat dari jaminan seumur hidup yang kutawarkan padamu."
Nayla menghela nafas dan terlihat berpikir dalam ekspresinya yang murung. "Aku tidak ingin kau terpaksa melakukan hal ini padaku, Shin. Aku yang seperti ini bukanlah tanggung jawabmu."
Shin tertawa hambar dan membereskan kotak-kotak kosong makan malam mereka ke dalam satu kantong plastik. "Kau memang bukan tanggung jawabku saat ini, dan kau memang sangat merepotkan. Tapi sungguh, aku tidak tahu kenapa aku mau mengemban semua yang berhubungan denganmu tanpa alasan. Karena itulah aku masih merasa kesal atas kebodohan yang sudah kuambil saat ini."
Percakapan yang dilakukannya saat ini adalah percakapan yang paling dihindari Shin jika wanita yang bersamanya mulai mengungkit soal masa depan. Rencana hidup Shin soal menikah masih beberapa tahun lagi karena masih banyak yang ingin dia raih. Kembali dia merasa kalau kehadiran Nayla sudah membuat rencana hidupnya berantakan, dan seharusnya Shin menyalahkan Nayla atas apa yang sudah dilakukannya. Nyatanya? Shin bungkam dan membiarkan perasaannya mengambil alih semua tindakannya.
Shin membuang kantong yang berisikan kotak-kotak kosong ke dalam tempat sampah lalu mencuci tangannya. Matanya mulai memberat karena rasa lelah yang sudah menghantamnya.
Ketika dia sudah selesai mencuci tangannya dan mengeringkannya, dia berbalik dan mendapati Nayla sudah berdiri seolah memunggunya dengan mata sayu. Wanita itu juga sudah mengantuk.
"Terima kasih, Shin. Aku sangat senang bisa mendapatkan orang yang tidak munafik sepertimu. Kau begitu jujur dan aku menyukaimu." ujar Nayla dengan seulas senyuman tipis lalu menguap.
"Kau sudah mengantuk." balas Shin sambil menghampirinya lalu memeluknya. "Oh dear... kenapa aku bisa begitu menyayangi wanita gila sepertimu?"
"Mungkin karena aku adalah wanita paling keren yang pernah kau inginkan dan akhirnya kesampaian." sahut Nayla dengan nada melantur. "Besok temui ayahku sebelum kita kembali ke Gimpo."
Shin mengangguk dan melepas pelukan itu. "Aku akan meminta dirimu pada ayahmu, okay?"
"Yeah. Aku pulang dulu. Aku ingin tidur." ucap Nayla dengan mata yang kian memberat sambil melambaikan tangannya.
"Hari sudah semakin larut, tidur saja disini. Aku juga lelah dan aku tidak akan melakukan apa-apa padamu. Aku janji." tukas Shin sambil merangkul pinggang Nayla untuk mengarahkan jalan menuju ke ranjang.
"Katamu aku tidak boleh menginap."
Tapi Nayla tetap merangkak naik keatas ranjang dan merebahkan dirinya tanpa ragu. Dia pun melepas hoodie kebesarannya dan hanya mengenakan tank top berenda berwarna hitam.
"Mau bagaimana lagi? Aku sudah terlalu lelah untuk mengantarmu pulang dan aku tidak akan membiarkanmu pulang sendiri, meskipun ada supir yang akan mengantarmu." balas Shin sambil merebahkan tubuhnya di samping Nayla dan menarik selimut untuk menyelimuti mereka berdua.
Nayla mendekat padanya dan memeluk lengan kekarnya dengan erat. Lekuk payudaranya yang penuh mendesak lembut di lengan sialannya dan Shin merasakan semburat kehangatan dari kontak fisik yang dilakukan Nayla padanya sekarang. Thanks to rasa kantuk yang menyerang dirinya saat ini sehingga dia tidak berniat untuk berpikir macam-macam.
Shin membetulkan posisi dengan meraih Nayla dalam dekapannya dan mengecup keningnya dengan lembut. "Tidurlah, sayang. Aku tidak akan macam-macam denganmu."
Nayla mengangguk sebagai jawaban dan ketika keduanya bernafas dalam ritme yang sama, disitu mereka langsung terlelap dalam posisi sambil berangkulan. Shin pun benar-benar melakukan apa yang dikatakannya.
Tidak ada kata terlambat untuk melakukan hal yang benar selama ada niat untuk merubah diri, itulah yang menjadi pemikiran Shin pada dirinya sendiri. Semua dia lakukan karena janjinya bahwa dia tidak akan menyakiti wanita itu, apalagi mengkhianatinya. Karena dia tahu saat ini adalah saat dimana dia sudah menggenggam hal yang terbaik, dan tidak akan pernah dia lepaskan seperti waktu itu.
Dia tidak akan melakukan kesalahan yang sama seperti dulu. Karena kali ini dia akan menjaganya dengan komitmennya tanpa syarat.
💜💜💜💜💜
Cuddling sleep kayak gini selalu jadi favorit aku ❤
Dan foto anime diatas menjadi inspirasi aku membuat akhir dari part ini 😉
Keterlaluan nggak sih pajang foto Oppa banyak-banyak diatas? Malah shirtless pula!
Terus aku masih punya dong. Nih!
🤣🤣🤣🤣🤣
Semoga malam Jumat kalian menyenangkan yah 🤗
I purple you 💜
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top