Part 21 - The second chance
Annyeong 🤗
Beribu maaf aku berikan karena harusnya dari Jumat sore aku update untuk part ini dikarenakan putera mahkota lagi bapil 😭
나는 너희 모두를 그리워한다. 수요일 날 봐. 사랑해
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
“Aku tidak mengerti kenapa aku harus menjadi supir hari ini.” gerutu Jin-Wook sambil mengerutkan alisnya.
Jin-Wook ditunjuk oleh Shin untuk mengemudikan SUV yang memiliki tujuh seat itu, dengan alasan bahwa pria itu adalah yang termuda. Dan dalam Korea, yang termuda itu harus menuruti apa yang dikatakan seniornya.
Percy terkekeh senang sambil meluruskan kaki panjangnya ketika sudah menempati kursi tengah. Dia duduk bersebelahan dengan Shin. Sementara Nayla dan Laura duduk di kursi belakang sambil memeluk boneka masing-masing, dan tidur begitu saja.
Malam yang panjang itu dilewati mereka dengan urusan masing-masing. Jin-Wook yang tidur dengan pulas dalam tenda tanpa merasa harus terbangun untuk melihat matahari terbit, Shin dan Nayla yang kembali dari atas sana yang katanya menikmati matahari terbit bersama. Sepertinya hubungan mereka mengalami kemajuan karena ketika mereka kembali, Shin menggendong Nayla yang sudah tertidur di balik punggungnya.
Sedangkan Percy? Well... tidak usah dijelaskan kalau sebenarnya dia melewati malam yang menyenangkan bersama Laura. Mungkin awalnya, Percy yang memaksa. Dan seterusnya, Laura mengikuti permainan yang diinginkannya. Memiliki seorang mantan kekasih dalam proyek kerja sama, membuat Percy cukup menikmati hubungan tanpa status disini.
“Jangan mengeluh, namdongsaeng. Itu adalah hukuman untuk dirimu yang begitu egois mengambil semua ruang pada tenda semalam.” ucapan Shin barusan membuat pikiran Percy yang teringat akan kejadian semalam membuyar.
“Memangnya apa yang salah jika aku mengantuk lalu tertidur? Toh juga tenda itu tidak kalian gunakan. Kalian sibuk sendiri dengan pasangan masing-masing, sementara aku yang benar-benar sendirian dengan bulan dan bintang yang menemani tidurku.” balas Jin-Wook asal.
“Sudahlah, dude. Kau sudah cukup tidur, sementara kami tidak. Berikan kami waktu untuk beristirahat.” sahut Percy santai.
Jin-Wook melirik sekilas kearah Percy dari kaca spionnya. “Tapi kenapa aku harus duduk sendiri di kursi kemudi? Kalian yang duduk di belakang. Aku bukan supir!”
“Apa kau ingin aku duduk di depan?” tanya Shin kesal.
“Tidak!” jawab Jin-Wook langsung.
“Jadi, kau ingin aku yang duduk di depan?” tanya Percy kemudian.
“Tidak juga!” jawab Jin-Wook lagi. “Yang boleh duduk di sampingku adalah wanita. Aku tidak suka pria.”
Percy dan Shin sama-sama mendengus. Entah kenapa semakin lama berbicara dengan pengacara muda itu, semakin Percy tidak mengerti pria seperti itu bisa lolos uji dari kakak ipar Shin. Pria itu hanya mengeluarkan ocehan konyol dan menyombongkan diri, terutama wajahnya yang tidak seberapa. Apalagi bibirnya yang terlalu merah dan berkilat untuk ukuran seorang pria. Sungguh sangat menggelikan, pikir Percy sambil meringis.
“Aku lapar.” ucap Laura dengan suara lirih.
Percy mengerutkan alisnya dan menoleh kearah Laura yang masih memejamkan matanya. Sepertinya wanita itu mengigau. Kedua wanita yang duduk di belakang masih tertidur sambil memeluk boneka masing-masing.
“Aku ingin menikmati samgyetang.” balas Nayla.
Kini, Shin ikut menoleh ke belakang sambil mengerutkan alisnya. Kedua wanita itu masih bisa berkomunikasi meski dalam keadaaan tertidur. Astaga! Apakah dalam dunia mimpi, mereka juga bisa bertingkah konyol?
“Apa kau merasa kurang sehat, Nayla?” tanya Shin sambil mengarahkan tangannya kearah kening Nayla.
Alis Percy terangkat melihat perlakuan Shin kepada Nayla barusan. Sepertinya keduanya benar-benar mengalami kemajuan yang luar biasa. Percy pun ikut senang melihatnya, malahan dia bisa bernafas lega kalau keduanya bisa berhubungan dengan baik.
Nayla membuka matanya dan menepis tangan Shin dari keningnya. “Jangan berlebihan. Aku ingin makan samgyetang, bukan berarti aku sedang sakit.”
“Bukankah kau memang menyukai sup ayam itu jika sedang kurang sehat?” balas Shin ketus sambil menarik tangannya dan mengarahkan tatapan keluar jendela.
“Sok tahu.” celetuk Nayla tanpa beban.
Shin hanya memutar bola matanya dan tidak menyahut celetukan Nayla barusan. Percy melihat kejadian itu dengan kebingungan. Sih pria berusaha memberi perhatian, tetapi sih wanita menolak untuk diberi perhatian. Sepertinya Nayla malu jika dilihat oleh umum, pikir Percy.
“Tidak usah berkecil hati, hyeongnim.” ucap Jin-Wook sambil membelokkan kemudinya. “Wanita memang seperti itu. Diperhatikan, jual mahal. Tidak diperhatikan, kita dianggap tidak paham.”
“Tutup mulutmu!” desis Nayla dan Shin secara bersamaan.
Percy menoleh kearah Shin dan Nayla secara bergantian, lalu terkekeh geli melihatnya. Jin-Wook hanya mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh.
“Kenapa kita kesini, Jin-Wook? Bukankah tadi kita harus pergi makan siang?” tanya Percy ketika dia menyadari kalau mereka sedang menuju ke daerah yang jauh dari keramaian.
“Aku kesini bukan untuk liburan, brother. Meski hari ini adalah hari Sabtu, tapi aku tetap harus menjalankan pekerjaanku. Ada yang harus kutinjau ulang di lokasi.” jawab Jin-Wook sambil menghentikan mobilnya.
Percy tahu kalau saat ini mereka sedang berada di lokasi konstruksi proyek mereka yang sedang berjalan. Rumah-rumah penduduk kini sudah tidak ada, berganti tanah kosong yang bersiap akan dilakukan pemancangan sepanjang puluhan kilometer, sampai batas ke penghujung desa itu.
“Tunggu disini saja, aku tidak akan lama.” ucap Jin-Wook sambil melepas sabuk pengamannya.
“Aku akan turun untuk melihat-lihat.” balas Shin langsung.
Percy menoleh kearah Nayla dan Laura yang berada di kursi belakang. Mereka berdua sudah bangun dan melayangkan tatapan mereka keluar jendela.
“Kalian berdua tunggu saja disini.” ujar Percy singkat.
Percy menyusul Shin dan Jin-Wook yang sudah lebih dulu keluar dari mobilnya. Mereka bertiga berjalan menyusuri kegiatan konstruksi yang sedang berlangsung sambil memperhatikan sekelilingnya. Para pekerja itu memberikan senyum ramah untuk menyambut kedatangan mereka, lalu kembali melakukan pekerjaannya.
Jin-Wook berhenti tepat di depan kumpulan haspel kabel yang besar dengan tinggi yang melebihi kepala mereka. Dia berjongkok ke sisi haspel dan menatap ada sebuah goresan dengan mata menyipit tajam, kemudian dia mengarahkan ponselnya untuk memotret.
Shin memperhatikan apa yang Jin-Wook lakukan dan tidak berkomentar. Tatapannya menyapu ke sekelilingnya dan melihat berbagai bahan baku material konstruksi yang terpampang disitu.
Sambil berjalan pelan, Percy melewati berbagai material besar yang ada di sekelilingnya, dan langkahnya terhenti pada sebuah bangunan sederhana. Sepertinya itu adalah gudang penyimpanan untuk melindungi bahan material karena adanya kabel, panel, dan bahan baku penting lainnya tersimpan disitu. Di samping gudang penyimpanan itu terdapat bedeng atau pos sementara untuk kegiatan pengawasan, administrasi, dan tempat untuk para pekerja beristirahat.
“Shin, kemarilah.” panggil Percy dengan suara rendah.
Shin menoleh kearahnya lalu mendekatinya. “Yeah.”
“Bukankah permasalahan yang terjadi itu adanya sabotase pada bagian yang ada dalam mesin untuk alat-alat konstruksi?” tanya Percy dengan alis terangkat setengah.
Shin mengangguk. “Aku merasa ada yang mencurigakan di gudang dan bedeng ini.”
“Siapa yang menjadi kepala proyek ini?” tanya Percy kemudian.
“Putra dari kepala desa ini, dia dipekerjakan sebagai jembatan komunikasi antara perusahaan dengan penduduk lokal.” jawab Shin langsung.
“Dan orang yang ditugasi Laura untuk menyabotase adalah dia, bukan begitu?” balas Percy dan Shin mengangguk sebagai jawaban.
“Masalahnya adalah adanya pemberontakan dari salah satu penduduk yang memprovokasi dan mencari kesempatan dari suruhan Laura.” sahut Shin masam.
“Ini semua gara-gara para ayah yang kurang kerjaan. Untuk apa sih mereka mencari urusan seperti ini?” celetuk Percy dengan geram.
“Untuk menjalani proyek besar semacam ini tidaklah mudah. Ada banyak hambatan, salah satunya adalah sabotase seperti ini. Tanpa adanya kesengajaan dari para ayah, hambatan seperti ini pasti ada. Hanya saja, kupikir mereka melakukan hal itu bukan karena ingin mengerjai kita. Tapi menjelaskan siapa yang menjadi dalang semua ini dengan sengaja menyuruh Laura melakukan sabotase ini.” ujar Shin sambil menyilangkan tangannya.
Jin-Wook kembali setelah selesai dengan urusannya yang memotret sana sini, mencatat apapun yang ada di buku kecilnya, dan terlihat muram.
“Apakah kau sudah selesai mendapatkan apa yang kau butuhkan?” tanya Percy.
Jin-Wook mengangguk. “Berdasarkan hasil laporan dari Nayla-ssi pada Ashley-ssi, semua sudah akurat dan tidak ada yang diragukan lagi. Barusan aku hanya memperkuat dugaan yang tertulis di poin ke delapan belas tentang sumber listrik dan air sementara.”
“Apakah sudah ditentukan siapa pelakunya?” tanya Percy lagi.
Jin-Wook mengangguk lagi. “Sudah. Dia masih duduk manis di rumahnya sendiri.”
“Tidakkah kita harus melakukan pengamanan dan menahannya selama investigasi ini sedang berlangsung?” tanya Shin.
“Belum ada surat penahanan atau penangkapan dari polisi, karena kami belum melaporkan hal ini kepada pihak yang berwajib. Kami melakukan investigasi untuk menguatkan pihak kami agar kami tidak perlu bekerja keras saat di pengadilan. Kami kumpulkan dahulu bukti-buktinya.”
“Kalau begitu untuk apa ada polisi, jika kalian sudah melakukan investigasi seperti ini?” celetuk Percy dengan alis berkerut.
Jin-Wook memberikan senyum sombongnya kearah Percy. “Betul sekali. Karena itulah kami hanya mempersingkat waktu agar permasalahan ini segera dibawa ke meja hukum secepat mungkin, setelah kami bisa memberikan bukti-bukti terkait.”
“Kurasa kita harus melakukan penahanan kepada pelaku agar dia tidak kabur.” ujar Shin kemudian.
“Dia tidak akan kabur.” balas Jin-Wook langsung sambil memasukkan ponsel dan buku memonya ke dalam saku celananya.
“Kenapa kau yakin sekali dia tidak akan kabur?” tanya Percy heran.
“Karena dia sudah diberikan dosis kelumpuhan sementara oleh Nayla-ssi. Tampaknya dia kesusahan untuk berdiri dan harus merangkak ke kamar mandi.” jawab Jin-Wook santai sambil kemudian bersiul.
Percy dan Shin sama-sama tertegun mendengar jawaban Jin-Wook. Mereka bertiga kembali ke mobil dan kedua wanita itu terlihat sedang mengobrol.
“Kenapa kalian lama sekali? Kami sangat lapar. Ini sudah lewat dari jam 12 siang!” sewot Laura.
Nayla mendengus sinis. “Ibarat rokok yang dapat menyebabkan serangan jantung, kanker, dan impotensi. Kalian termasuk dalam salah satu penyebab penyakit untuk wanita malang seperti kami. Untuk apa sih menunda waktu jam makan siang kami, hanya untuk melakukan tinjauan ulang yang tidak diperlukan?”
“Hanya untuk memastikan saja.” balas Jin-Wook yang sudah melajukan kemudinya untuk keluar dari area konstruksi.
“Itu artinya kau meragukan pekerjaanku. Aku merasa terhina disini.” celetuk Nayla tersinggung.
“Sudahlah, Nayla. Tadi kau mau makan samgyetang, bukan?” ujar Shin menenangkan.
“Yeah. Aku mau makan yang banyak dan minta ditraktir. Anggap saja kalian harus membayar kerugian yang sudah membuat kami menunggu disini!” balas Nayla judes.
“Great! Jin-Wook akan mentraktir kita semua.” sahut Percy tanpa beban.
“Tunggu! Kenapa aku yang harus mentraktir kalian?” seru Jin-Wook kaget.
“Karena gara-gara kau yang mampir kesini untuk melakukan pekerjaanmu, kedua wanita ini kelaparan.” jawab Percy kalem.
“Ini kan sekalian jalan! Lagipula aku tidak merasa telah membuat keduanya kelaparan. Kita keluar dari rumah itu saja sudah jam setengah dua belas!” balas Jin-Wook membela diri.
“Kau sudah tahu begitu dan masih saja mampir kesini.” sahut Percy.
“Aku sudah bilang kalau kita searah dan aku mampir sebentar untuk memastikan! Kenapa...”
“Diamlah, Jin-Wook! Aku yang akan membayar! Jalankan saja mobil ini dengan cepat dan jangan memperlambat lajumu.” sela Shin dengan nada sinis.
Jin-Wook langsung mengembangkan senyuman senang. “Kau sangat pengertian sekali pada namdongsaeng ini. Kau tahu kan kalau menjadi yang termuda itu melelahkan? Aku sudah menjadi supir kalian dan sudah seharusnya kalian melakukan porsi kalian sebagai tertua.”
“Yang tertua yang membayar. Boleh juga.” celetuk Percy santai sambil melirik kearah Shin dengan geli.
“Jangan Shin yang membayar! Kau saja, Percy!” cetus Nayla dengan nada perintah.
Percy menoleh kearah Nayla dan mengerutkan alisnya. “Why?”
“Karena kau yang belum pernah mengeluarkan uang sepeserpun untuk ritual makan bersama. Terakhir pergi makan saja, kau menyuruh Laura yang membayar. Aku tidak terima. Menjadi pria yang tidak mampu membayar tagihan adalah penghinaan untuk para pria sombong dalam keluarga kami! Jadi, kau yang membayar.” jawab Nayla tidak mau tahu.
“Betul sekali! Giliran kau yang membayar karena kau yang paling pelit! Aku tidak suka pria yang kikir.” timpal Laura sambil mengangguk setuju.
Senyum Percy mengembang ketika melihat Laura yang sedang menatapnya tajam. “Anything for you, my dear. Jika kau menyuruhku membayar, aku akan membayar.”
Semuanya meringis jijik mendengar rayuan yang begitu receh dari Percy barusan. Lagipula apa yang salah dengan melakukan sesuatu yang diinginkan oleh wanita itu? Toh juga Percy dan Laura sudah berkomitmen untuk menjalani hubungan pertemanan yang saling memberikan keuntungan. Tidak usah Percy jelaskan apa maksudnya, bukan?
Laura hanya memberikan ekspresi yang biasa saja dan tidak menyahut. Percy tidak mengerti kenapa wanita itu seakan menjaga jarak dengannya setelah hubungan mereka membaik. Laura tidak banyak bicara namun tidak menolak kehadirannya juga. Entahlah. Mungkin wanita itu canggung kepadanya setelah bertahun-tahun tidak bertemu.
Jin-Wook sudah berhasil mencapai sebuah restoran yang menyajikan makanan berkuah. Mereka menamakan itu jjigae, tapi Percy lebih mengenal makanan itu serupa dengan shabu-shabu, makanan khas Jepang yang mencelupkan bahan sayuran dan daging ke dalam kaldu panas. Dia cukup familiar dengan makanan itu, karena ibunya memang memiliki campuran Jepang dari neneknya.
“Aku ingin kimchi jjigae dan satu panci sendirian. Aku tidak suka berbagi, jadi kalian jangan mengambil jatahku.” ujar Jin-Wook dengan mimik wajah serius sambil menatap keempat orang yang duduk di meja yang sama dengannya.
Dalam meja itu, terdapat dua buah kompor kecil untuk memasak kuah. Jika Jin-Wook memonopoli satu panci, maka satu pancinya lagi harus dibagi berempat. Yang benar saja.
“Jika seperti itu maumu, baiklah. Kau pindah meja di sebelah sana. Aku tidak mau menerima orang yang tidak tahu diri sepertimu.” celetuk Shin ketus.
Shin duduk bersebelahan dengan Nayla, sementara Percy dengan Laura. Hanya Jin-Wook yang duduk di kursi utama sambil menatap mereka dengan tatapan penuh ratapan.
“Bagaimana aku tidak pelit, jika aku tidak tahu caranya berbagi? Kalian bisa berbagi karena sudah memiliki pasangan, sedangkan aku? Kasihani aku karena aku sendirian disini.” ucap Jin-Wook menjelaskan.
“Kau kesini adalah untuk bekerja, bukan untuk liburan.” balas Shin mengingatkan.
“Omo.. omo! Kau tega sekali membalikkan ucapanku, hyeongnim?” seru Jin-Wook sambil berdecak.
Percy hanya mendengarkan saja pembicaraan konyol itu sambil ikut memesan makanan bersama kedua wanita itu. Nayla memesan banyak varian dan Percy tidak tahu apa yang diucapkannya dalam bahasa yang tidak dimengertinya.
“Jadi, sambil menunggu makanan kita, bagaimana kalau aku mengobrol sesuatu? Aku ingin menanyakan pendapat.” tukas Jin-Wook sambil menepuk tangan sekali untuk mendapatkan perhatian dari keempat orang lainnya.
“Apa yang ingin kau tanyakan?” tanya Percy dengan alis berkerut.
“Aku memiliki seorang teman wanita.” jawab Jin-Wook serius. “Aku menyayanginya. Apapun akan kulakukan selama dia membutuhkan pertolonganku. Tapi yah itu, kami hanya sebatas teman. Bagaimana menurut kalian?”
“Itu namanya kau dimanfaatkan!” celetuk Nayla datar.
“Bisa jadi. Lagipula, kenapa kau bisa menyayanginya padahal kalian cuma berteman?” tanya Percy heran.
Jin-Wook menghela nafas lelah. “Aku terlalu menyayanginya. Itulah alasan Tuhan membiarkan kami hanya sebatas teman, Dia tidak ingin melihat kami berakhir sebagai mantan.”
Glek! Semuanya tertegun lalu berdecak kesal. Jin-Wook pun hanya memberikan ekspresi tanpa berdosanya dan terkekeh saja.
“Kenapa aku merasa kau seperti menyindir kami?” tanya Percy kemudian.
“Apa kau merasa seperti itu? Aku sama sekali tidak berpikiran sampai kesana. Sungguh. Tapi jika kau merasa juga tidak apa-apa, tidak ada yang aneh jika kau bisa mendapatkan kisah hidup yang sama.” jawab Jin-Wook santai.
“Jadi, siapa teman wanitamu itu?” tanya Shin datar.
“Tidak ada. Aku hanya menyindir kalian berempat yang memiliki hubungan seperti teman tapi sayang, teman tapi mesra, or whatever...” jawab Jin-Wook geli. “AWWWW!”
Percy dan Shin pun memukul kepala Jin-Wook secara bersamaan dengan gemas. Pria itu meringis dan menggerutu dalam bahasanya sendiri. Dia seperti memprotes aksi mereka dan Shin menyahutnya dengan bahasa yang sama.
Para pelayan sudah datang membawakan pesanan mereka. Panci yang sudah dipenuhi oleh kuah ditaruh di masing-masing kompor, berbagai bahan makanan seperti sayuran, daging, dan pendamping makanan pun sudah memenuhi meja mereka.
Mereka berlima pun spontan meraih peralatan makan masing-masing, dan mulai sibuk mencelupkan bahan makanan mereka ke dalam panci berkuah. Tidak ada pembicaraan selama makan berlangsung, karena mereka sudah sibuk sendiri dengan memenuhi keinginan perutnya.
“Jangan makan udang, kau makan saja ikan ini.” ujar Percy pada Laura yang sedang bekerja untuk mengupas udang yang sudah masak.
Percy menaruh potongan ikan yang sudah masak pada mangkuk Laura berbarengan dengan isian yang lainnya.
“Aku mengupas kulit udang ini untukmu.” balas Laura sambil mengoper udang yang sudah dikupas ke dalam mangkuk Percy.
Percy terdiam lalu mengulum senyum senang atas perhatian kecil yang diberikan Laura. Wanita itu masih ingat kalau dirinya tidak pintar dalam mengupas kulit udang, bahkan dia tidak mau mengambil udang jika udang itu dalam keadaan masih utuh dengan kulitnya. Entahlah. Percy tidak pandai dalam membuka kulit udang dan kepiting.
“Apakah aku boleh dibukakan juga kulit udangnya, agar aku bisa merasa bahagia seperti Percy-ssi?” celetuk Jin-Wook yang kembali berulah.
Percy menoleh dan menatapnya sengit. Jin-Wook terkekeh melihat responnya sambil asik mencapit makanannya lalu melahapnya. Apakah pria itu tidak tahu diri dengan posisinya? Dengan adanya dia disitu saja, sudah jelas kalau dia adalah pengganggu.
“Maklumi saja dia, Oppa. Sudah lama tidak merasakan perhatian, makanya dia menjadi kurang perhatian.” cetus Nayla tiba-tiba.
Nayla asik mengunyah dan Shin sibuk menaruh makanan ke dalam mangkuknya.
“Oh yeah? Sama saja seperti dirimu. Kau yang tidak pernah dekat dengan pria, dan sekarang merasa sok diperhatikan hanya karena ada pria bodoh yang mengisi mangkuk makananmu.” balas Percy dengan alis terangkat setengah.
Shin langsung mendongak untuk menatap Percy dengan tajam. “Apa kau bilang barusan?”
“Pria bodoh.” sahut Percy langsung.
Shin hendak membalas ucapannya tapi Nayla menahannya. Wanita gila itu malah menangkup wajah Shin agar menoleh kearahnya, dan memberikan sebuah suapan berupa nasi beserta lauknya. Suapan itu diterima secara spontan oleh Shin tanpa sempat menolak.
“Biarkan saja dia. Terserah mau bicara apa tentang dirimu. Setidaknya, hubungan kita sudah melangkah lebih jauh ketimbang dirinya yang masih belum move on karena teringat masa lalu.” ucap Nayla datar sambil meliriknya sinis.
Percy mendengus dan menatap Nayla dengan kesal. “Ck! Hanya bisa menyuapkan makanan begitu saja, kau sombong! Itu namanya bukan kemajuan, hal itu memang sudah biasa!”
Nayla merengutkan bibirnya sambil mengangkat tangan kanan Shin yang memakai sebuah gelang. Eh? Sejak kapan Shin memakai perhiasan? Percy mengerutkan alisnya melihat sebuah gelang berbentuk paku melingkar dengan bahan platinum itu. Tidak hanya Percy, Laura dan Jin-Wook juga melihat gelang itu.
“Ini adalah bukti kalau Shin sudah menjadi milikku. Dia tidak akan selingkuh dariku dan hanya aku yang akan menjadi wanita satu-satunya.” ucap Nayla dengan lantang.
Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Percy pun tertawa keras sampai memegang perutnya karena geli. Dia bahkan mengabaikan tatapan sengit yang dilayangkan Shin padanya.
“Apakah kau yang melamar Shin dengan memberikan sebuah gelang itu? Ya Lord... kau bisa gerak cepat juga ternyata. Baru kali ini ada wanita yang melamar lebih dulu.” seru Percy sambil tertawa.
Laura memberikan senyuman lebar dan menatap Nayla dengan senang, sementara Jin-Wook meraih ponselnya dan memotret kearah tangan Shin.
“Apa yang kau lakukan, Jin-Wook?!” tanya Shin sambil menarik kembali tangannya yang dipegang Nayla dan melihat kearah Jin-Wook dengan tidak senang.
“Memberikan informasi bahwa cucu kedua dari Master Kim akan segera melepas status lajangnya. Semoga hal ini bisa memberikan kebahagiaan untuk keluarga besar.” jawab Jin-Wook sambil memasukkan ponselnya dengan ekspresi yang biasa saja.
“Sebenarnya kau ini pengacara atau wartawan infotainment sih?” gerutu Percy sambil menatap Jin-Wook curiga.
“Aku bisa menjadi apa saja, selama orang lain bahagia. Aku kan pembawa kebahagiaan. Mataku mengawasi kalian dan menjadi juri saat ini. Apa kau mau tahu apa yang kulihat? Biar begini, aku jago cenayang.” tukas Jin-Wook kalem.
“Bullshit!” cetus Shin ketus.
Jin-Wook mendelik tajam kearah Shin. “Kau yang akan mengalami kesakitan paling banyak. Bukan secara fisik, tapi hati dan jiwamu. Karena itu pergunakan waktumu sebaik mungkin untuk mengambil keputusan yang benar.”
“Sejak awal aku sudah mengalami berbagai pencobaan dan kesakitan baik secara lahir ataupun batin. Terima kasih sudah mengingatkan.” balas Shin tanpa ekspresi.
Nayla berdecak tidak suka. “Kenapa sih kau mengungkit hal yang sudah lewat?”
“Tidak mengungkit, hanya memberitahukan mereka saja kalau aku sudah tidak heran dengan kesakitan yang katanya akan kualami nanti. Jadi, tidak usah tersinggung.” jawab Shin sambil mencapit makanan dan melanjutkan ritual makan siangnya.
Percy tertawa geli melihat interaksi yang terjadi antara Shin dengan Nayla. Perpaduan keduanya memberikan kisah yang lucu dan menggemaskan. Namun yang jelas, keduanya tampak saling memberikan pengertian yang harmonis seolah mereka sudah mengerti lewat dari tatapan mata dan gestur tubuh. Seperti itu.
“Kau jangan tertawa saja, Percy! Kau bahkan yang akan mengalami hal paling berat ke depannya. Mungkin sebentar lagi.” komentar Jin-Wook membuat Percy menoleh kearahnya.
“Apa kau ingin membawa masa laluku lagi? Tenang saja, masa laluku sudah ada disini dan aku sedang dalam tahap perdamaian.” balas Percy sambil merangkul bahu Laura dengan santai.
Laura mengerjap tidak nyaman sambil menoleh kearah Jin-Wook lalu melirik cemas kearah Nayla yang juga sedang menatapnya. Hanya Percy yang tidak melihat ekspresi Laura saat ini.
“Yeah. Memang berhubungan dengan masa lalumu dan kau tidak akan siap...”
“Kita sedang makan siang disini! Kenapa kau terus mengoceh hal yang tidak penting? Apa kau mau membayar semua tagihan makan siang hari ini?” sela Nayla dengan nada penuh ancaman kearah Jin-Wook.
Jin-Wook hanya menyeringai saja dan kembali melanjutkan makanannya. Shin hanya melirik datar kearah Percy dan Laura secara bergantian, lalu memutar bola matanya dan kembali menikmati makanannya. Nayla pun demikian.
Percy yang masih merangkul bahu Laura menoleh kearah wanita itu yang sedang menikmati makanannya dengan rasa tidak nyaman. Apakah perkataan Jin-Wook barusan menganggu kenyamanannya? Apakah mungkin selain keinginan Laura untuk menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi diantara mereka, masih ada maksud lain? Bagaimana mungkin wanita itu terus mempengaruhi kehidupannya sampai sedemikian hebat? Percy mendadak merasa ragu dengan keputusannya untuk berdamai dan berteman dengan Laura.
Dia pun membandingkan bagaimana Laura yang dulu dikenalnya dengan Laura yang sekarang. Seingatnya, Laura yang dulu cukup ceria dan bersemangat. Sekarang? Laura terkesan menutup diri dan seakan pasrah dengan apa yang menjadi respon Percy. Ada yang aneh, pikir Percy.
Laura yang merasa diperhatikan pun akhirnya menoleh kearah Percy dengan tatapannya yang bingung. “Kau kenapa? Mau kubukakan kulit udang lagi?”
Percy menggeleng. Dia memperhatikan sepasang mata hijau yang tidak bersinar seperti dulu, seakan penuh penyesalan dan menderita sepanjang hidupnya. Percy tidak suka dengan sorot mata itu. Sorot mata yang dikenal Percy adalah sorot mata yang berkilat senang dan penuh semangat.
“Lalu kenapa kau memperhatikanku seperti itu?” tanya Laura dengan risih.
“Aku sedang berpikir, bagaimana kalau kita jadian saja?” tanya Percy kemudian.
Semua yang ada di meja langsung menghentikan kegiatannya dan langsung menatap Percy dengan kaget. Berbeda dengan Jin-Wook, pria itu kembali mengeluarkan ponselnya untuk merekam kejadian itu.
“Jadian?” tanya Laura kaget.
Percy mengangguk. “Kau masih sendiri. Aku juga masih sendiri. Kita berdua sudah melewati kebersamaan yang menyenangkan satu sama lain. Aku rasa dengan kita menjadi kekasih kembali, itu akan membuat kita lebih dekat lagi.”
“Percy sedang menyatakan perasaan.” gumam Jin-Wook dengan suara berbisik sambil mengarahkan ponselnya dalam mode video.
Laura mengerjap sambil mengarahkan tubuhnya untuk menatap Percy. “Aku bukan Laura yang dulu. Aku pasti akan mengecewakanmu lebih lagi karena banyaknya kekurangan yang kumiliki, Percy.”
“Karena itu biarkan aku menutupi kekuranganmu dengan kelebihanku, Laura. Meski kau memang sudah membuat hidupku kacau, tapi aku tidak bisa mengelak kalau aku masih memiliki rasa itu. Rasa cinta yang dulu aku pernah berikan padamu.” balas Percy tanpa ragu.
“Tapi...”
“Tidak ada tapi, Laura! Kau tidak pernah menolak saat kusentuh. Kau juga tidak pernah mengabaikanku ketika aku membutuhkanmu. Jadi terima saja kalau kita sudah jadian hari ini. Balasanmu harus iya, bukan tapi. Aku hanya menerima jawaban iya darimu.” sela Percy tegas.
“Hey, itu pemaksaan!” hardik Nayla tiba-tiba.
Shin menghela nafas dan mengangkat tangannya yang memakai gelang. “Jangan menghakimi! Ini adalah bentuk pemaksaan yang lain dengan definisi yang sama, Nayla.”
“Tapi itu berbeda. Kau kan sudah jatuh bangun menyukaiku, makanya kau menerima itu untuk membuktikan kesetiaanmu padaku.” elak Nayla sambil terkekeh pelan.
“Oh, bukannya kau yang sudah ketagihan dengan ciumanku?” balas Shin tidak mau kalah.
“Siapa bilang aku ketagihan?” sahut Nayla tidak terima.
“Mengharapkan ciuman itu sama dengan ketagihan, bodoh. Sudahlah. Tutup mulutmu dan jangan ikut campur urusan mereka. Lebih baik kau urus saja aku yang membutuhkan kimchimu itu.” tukas Shin sambil menunjuk kimchi yang ada di samping piring makan Nayla.
Nayla menggerutu sambil mengoper kimchi dan menyuapkannya pada Shin. Ewww.. that’s disgusting, batin Percy sambil meringis.
Ujung kaos Percy ditarik dari samping dan itu membuatnya menoleh kearah Laura yang melakukan itu. Wanita itu memberikan sebuah senyuman tulus padanya lalu mencondongkan tubuhnya untuk memberi sebuah kecupan di pipinya.
“Terima kasih sudah menginginkanku kembali.” bisik Laura tepat di telinganya dengan nada haru.
Percy tersenyum dan mengalihkan tatapannya untuk mencari sepasang bola mata hijau itu. “Karena aku tidak mau melepaskanmu begitu saja tanpa mendengarkan penjelasan seperti dulu. Jadi jika ada hal yang harus kau jelaskan padaku, lakukan itu dan jangan menahan diri. Aku tidak akan membiarkanmu berbohong dan menutupi kebenaran lagi. Sebab jika itu terjadi lagi, maka tidak akan ada kesempatan lagi untukmu.”
Laura menatapnya dengan tatapan yang tidak terbaca. Dia menjadi begitu rumit dan tidak mudah diterka. Namun Percy tidak akan membiarkannya melakukan hal yang sama seperti dulu. Dia akan menggali lebih dalam untuk mengenal siapa wanita yang sedang membalas tatapannya sekarang. Karena terbukti bahwa apa yang dilakukan wanita itu sama sekali tidak mendatangkan keuntungan bagi dirinya, meski wanita itu bersikeras mengatakan untuk melindungi dirinya.
Dan Percy menolak disakiti untuk yang kedua kalinya.
Bunyi ponsel yang cukup keras merusak suasana romantis yang terjadi di antara mereka. Dan itu adalah ponsel Nayla. Semua yang ada disitu langsung mengarahkan tatapan pada Nayla yang sedang mengerutkan alisnya menatap layar ponselnya, lalu mengangkatnya.
"APA?"
Wajah Nayla yang memucat disertai dengan isakan pelan yang mulai dilakukan wanita itu, spontan membuat semuanya melihat Nayla dengan waspada dan bingung.
"Ada apa, Nayla?" tanya Shin sambil mengusap kepala Nayla ketika wanita itu sudah mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas.
"Aku harus kembali ke Jakarta hari ini." jawab Nayla dengan isakan pelannya.
"Kenapa? Apa ada yang terjadi?" tanya Laura cemas.
Nayla mengatupkan bibirnya untuk menahan kesedihan yang lebih lagi lewat airmatanya yang semakin deras disitu. "Ayahku jatuh pingsan tadi pagi dan masih tidak sadarkan diri di rumah sakit sekarang."
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Part ini khusus untuk para Army dengan abang Jin sebagai biasnya 💜
Biarkan dia menjadi worldwide handsome guy kita bersama sehingga dia menjadi "one man show" disini 🤣
Konfliknya seringan bulu.
Nggak pake jumpalitan macam Petra atau yang lainnya.
Semoga Daddy Wayne baik-baik aja 😊
Happy Sunday, everyone.
Dari aku yang meluangkan waktu untuk update di sela-sela menjaga putera mahkota yang lagi kepengen dimanja karena sakit.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top