Part 19 - Let's face the future together by hand in hand

Annyeonghaseyo, yeorobun 🤗
Gidaligehaeseo mianhae.

Lapak senang-senang yah,
Semoga bisa membuatmu semakin berbahagia dengan membaca part ini.



💜💜💜💜💜💜



Nayla menghela nafas untuk kesekian kalinya menatap pemandangan indah yang ada di hadapannya dengan tatapan memuja. Dia tidak ingin melakukan apa-apa lagi selain mengagumi sesuatu yang indah penuh kemuliaan seperti sosok pria yang sedang serius membaca berkas dokumen sialan itu. Diam-diam Nayla merasa iri dan berharap bisa menjadi berkas yang bisa dipegang dan ditatap dengan sepasang mata sipit yang tajam itu.

Nayla menopangkan dagunya dengan kedua tangannya sambil menatap orang itu bersama dengan Laura yang juga melakukan hal yang sama. Kedua wanita itu seakan lupa diri dimana mereka saat ini. Mereka serasa berada di hiruk pikuk stadium megah dengan sorot lampu yang hanya mengarah pada Park Jin-Wook dan sukses membius perhatian mereka tanpa ingin berkedip sekalipun.

Nayla dan Laura bahkan tidak bisa menyembunyikan antusiasmenya sebagai seorang Army yang kagum dengan bias favoritnya yaitu Jin. Yes! Park Jin-Wook is surely look alike Kim Seok-Jin! Namun ini dalam versi seriusnya, bukan versi gesrek seperti orang aslinya.

“Kini aku tahu kenapa Jin Oppa selalu diberi peringkat pertama oleh Kookie Oppa sebagai anggota paling tampan di dalam kelompok mereka.” ucap Laura dengan mata sayu dan nada suara yang seperti mendesah.

“Dan aku juga tahu kenapa dia selalu menjuluki dirinya sebagai the worldwide handsome guy.” timpal Nayla sambil menarik nafas karena lelah menahan gejolak perasaan yang menggebu-gebu dalam hatinya saat ini. “Ketampanannya benar-benar mendunia rupanya.”

“Kita benar-benar mujur diberi berkat untuk melihat sosok yang begitu mirip dengan biasku. Aku harap tidak ada satu Army pun yang tahu dengan sosok ini.” ujar Laura lalu menoleh kearah Nayla dengan mata menyipit tajam. “Jangan mengambil fotonya dan jangan taruh di forum Army!”

Nayla langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Tidak akan! Aku terlalu bermurah hati untuk memberi kebahagiaan seperti ini. Aku dilahirkan sebagai wanita paling pelit, apalagi jika itu berurusan dengan bias.”

“Aku juga. Ini adalah rahasia kita.” tukas Laura sambil mengulurkan tangannya dan Nayla segera menyambutnya dalam jabatan tangan yang erat sebagai bentuk sebuah perjanjian.

“Aku akan mengusahakan agar Jin-Wook Oppa lebih lama dari jadwal yang ditentukan.” bisik Nayla dengan mimik wajah serius seakan itu adalah hal yang penting untuk direncanakan.

Laura mengangguk setuju. “Aku pun akan menetap disini selama Jin-Wook Oppa berada disini.”

“Diberkatilah seorang wanita bernama Ashley Mananta yang memiliki asisten seperti ini. Tidakkah dia sadar kalau ada seorang Idol di dekatnya? Aku kuatir kalau Jin-Wook adalah peran bohongan yang sedang dilakukan Kim Seok-Jin sebagai side job diluar dunia keartisannya itu.” ujar Nayla dengan alis berkerut sambil menatap Jin-Wook penuh selidik.

“Bisa jadi itu memang kemauan kak Ashley bukan?” tanya Laura langsung. “Dia itu adalah seorang Army.”

“Dia juga adalah EXO-L! Sama sepertiku. Ah, apakah kau sudah membeli tiket untuk konser comeback EXO? Kalau belum, aku bisa meminta kak Ashley untuk merengek kepada ayah mertuanya yang akan dengan mudah memberikan tiket VVIP dan kita akan mendapatkan seat paling depan.” ucap Nayla lugas.

“Tentu saja! Aku sudah lama tidak memelototi maknae favoritku disitu. Se-Hun Oppa sudah berubah menjadi sedemikian dewasa hingga membuat rahimku menghangat.” balas Laura dengan wajah penuh harap.

“Beres! Aku akan segera memberitahukan kak Ashley untuk membeli tiketmu juga.” sahut Nayla mantap.

“Bisakah kalian menghentikan pembicaraan yang tidak berbobot sedari tadi?” celetuk Alex yang menginterupsi perbincangan kedua wanita itu.


Baik Nayla dan Laura langsung kembali pada kehidupan nyata yang membuat mereka langsung mendesah malas. Selain Jin-Wook, ada Alex yang duduk bersebelahan dengan pria itu untuk menekuni berkas hasil investigasi yang sedang dipelajari mereka. Harusnya Alex sudah kembali tadi pagi, tapi ternyata dia berubah pikiran dan ingin menetap lebih lama sedikit dari jadwal yang seharusnya. Entahlah.

Dan mereka sudah berada di ruang rapat itu sedari pagi sampai sore hari yang terasa begitu panjang. Tidak ada yang menyenangkan dari pertemuan itu selain wajah Jin-Wook yang bisa memberikan sedikit penyegaran untuk kedua wanita itu.

Namun ada yang kurang, pikir Nayla sekarang.

Well… sebenarnya itu bukan perasaan yang baru terpikirkan sekarang. Sejak dari awal dia memasuki ruang rapat itu di pagi hari, dia tidak mendapati adanya Shin disitu. Percy pun demikian. Entah kenapa kedua pria itu kompak tidak unjuk gigi dimana biasanya keduanya selalu tiba lebih dulu di ruang rapat dibanding dirinya.

Lalu semenjak Shin meninggalkan ruangan itu kemarin, disitu Nayla tidak melihat dirinya lagi sepanjang hari itu sampai hari ini. Nayla sedang berpikir apakah dia sudah melakukan kesalahan sehingga Shin terlihat marah padanya? Atau dia yang terkesan menarik diri sehingga Shin membiarkannya seperti itu? Ish! Nayla menjadi kesal sendiri dengan gejolak batinnya yang tidak menyenangkan.

“Jadi apa yang sudah kalian dapatkan dari investigasi hari ini?” tanya Laura dengan wajah ceria, tentu saja pertanyaan basa basi itu hanya ditunjukkan kepada Jin-Wook.

Alex hanya mendengus dan menyenggol siku Jin-Wook yang masih asik membaca berkas lalu menoleh kearah Alex dengan tatapan bertanya. Alex menunjuk kearah Laura dan Jin-Wook pun menoleh kepada Laura. Ewww… Nayla meringis senang dalam hati ketika melihat wajah rupawan itu sedang menatap kearah mereka.


“Ada apa?” tanya Jin-Wook dengan alis berkerut.

“Apa yang sudah kalian dapatkan dari investigasi hari ini, Oppa?” Laura langsung mengulangi pertanyaannya.

“Satu hari saja belum tapi kau sudah bertanya apa yang kudapatkan?” celetuk Jin-Wook dengan nada bergumam lalu dia terkekeh pelan. “Yang sudah jelas adalah aku sangat lelah dan ingin bermain game di hotel.”

Alex menahan tawanya sambil melumat bibirnya sendiri mendengar jawaban Jin-Wook sedangkan Nayla dan Laura hanya tercengang saja.

“Kau suka main game apa?” tanya Nayla kemudian.

“Apa saja asal yang bisa membunuh waktu bosanku.” jawab Jin-Wook langsung.

“Oh” Nayla dan Laura memberi respon yang sama.

“Apa kau sudah memiliki kekasih, Jin-Wook?” tanya Alex dengan seringaian gelinya.

Baiklah. Itu jelas bukan pertanyaan yang diinginkan Nayla tapi tidak untuk Laura. Wanita itu terlihat antusias untuk mendengar jawaban Jin-Wook. Tapi setidaknya Nayla merasa lega kalau akhirnya Laura bisa melepaskan Percy seperti yang pernah dikatakannya.

Jin-Wook menoleh pada Alex lalu mengangkat bahunya. “Aku masih terlalu muda untuk memegang komitmen. Pekerjaanku saja sudah menyita waktuku dan aku tidak punya waktu lebih untuk meladeni aksi protes khas wanita yang ingin dimanja.”

“Bagaimana dengan kau, Alex?” tanya Laura langsung sambil memberikan cengirannya. “Apa kau sudah memiliki kekasih?”

Nayla langsung menoleh kearah Laura. “Dia adalah namdongsaeng untuk kita karena umurnya setahun lebih muda daripada kita.”

“Meski dia masih muda tapi bisa membahagiakan, itu tidak apa-apa. Daripada kau memilih pria yang memiliki umur yang matang tapi brengsek.” balas Laura santai.

“Pengalaman pribadi, huh?” ejek Nayla sambil terkekeh pelan.

“Alex baru saja putus dengan kekasihnya yang adalah seorang model di Paris.” celetuk Jin-Wook sambil menunjuk Alex dengan enteng.

Alex hanya tertawa dan Laura menganggukkan kepalanya saja seakan hal itu sudah biasa.

“Bukan kekasih, hanya teman untuk berbagi.” sahut Alex kalem.

“Berbagi dalam hal apa?” tanya Nayla dengan alis terangkat setengah. “Kau menyakiti wanita lagi yah?”

“Hanya mengisi waktu luang untuk memenangkan taruhan dengan Alejandro dan sih kembar Zac dan Zayn. Ternyata model itu sangat gampangan dan aku hanya berbagi sedikit pelajaran agar tidak usah sombong dalam menjadi wanita cantik dengan bentuk tubuh yang membosankan.” jawab Alex sambil mengangkat alisnya menantang seakan ingin membuat Nayla emosi.


Nayla tercengang dan ingin membalas ucapan Alex tapi kalimatnya tertahan ketika melihat Shin masuk ke dalam ruangan dengan ekspresi datarnya. Deg! Nayla mendadak lupa apa yang ingin dikatakannya saat Shin datang tanpa menoleh kearahnya dan langsung duduk di kursi utama. Percy pun menyusul dengan langkahnya yang santai dan memberikan senyuman ramahnya kepada semua orang, termasuk pada Laura.


Alis Nayla terangkat lalu menoleh pada Laura yang terlihat salah tingkah dengan mengabaikan senyuman Percy padanya. Sesuatu pasti terjadi kemarin, pikir Nayla. Dia ingat kalau Percy bergerak menyusul Laura ketika wanita itu keluar dari ruang rapat.

Jika Percy bisa bersikap ramah dan begitu santai pada Laura, kenapa Shin tidak bisa bersikap seperti itu padanya? Malahan pria itu terkesan dingin dan mengabaikan dirinya dengan memulai pembicaraan pada Jin-Wook dalam mimik wajah yang begitu serius.

Nayla menoleh ketika merasa ada yang memanggilnya dengan cara mengetukkan jari di punggung tangannya. Itu Percy.

“Ada apa?” tanya Nayla dengan ekspresi tidak suka.

“Sehabis dari sini kau mau kemana?” tanya Percy dengan wajah sumringah.

Alis Nayla berkerut curiga. “Tentu saja pulang.”

“Tidak seru sekali. Bagaimana kalau kau ikut camping bersama kami?” ajak Percy.

Camping?

Dalam masa pelatihan yang dilakukan oleh para ayah, mereka seringkali mengadakan kegiatan camping, diving, climbing, atau kegiatan ekstrim lainnya. Camping adalah kegiatan yang paling disukainya. 

“Aku dan Shin berniat untuk mengadakan camping agar akhir pekan kami lebih berbobot ketimbang hanya menikmati soju di kedai pinggir jalan atau mengunjungi klub yang ada di dekat sini. Kau tahu kalau disini tidak ada hiburan yang menyenangkan.” ujar Percy dengan lugas.

“Memangnya mau camping dimana? Disini juga tidak ada objek yang memiliki pemandangan indah kecuali…” pikiran Nayla langsung teringat dengan rumah kayu milik Shin yang berada di kaki bukit waktu itu.

“Shin bilang dia tahu tempat yang menyenangkan untuk camping.” ucap Percy kemudian.

“Memangnya dia menyuruhmu untuk mengajakku?” tanya Nayla yang diam-diam menikmati debaran jantung yang terasa familiar ketika bisa mengetahui cara Shin yang begitu manis untuk mengajaknya camping. Tapi rasanya itu hanya pikiran Nayla saja yang kegeeran ketika Percy menjawab pertanyaannya sekarang.

“Tidak. Dia mengajakku saja karena katanya bisa melihat matahari terbit yang cantik disana. Tapi aku merasa risih jika hanya kami berdua. Aku tidak mau disangka gay.” balas Percy sambil meringis.

Nayla yang mendengar itu malah langsung menghentakkan tangannya diatas meja sambil beranjak berdiri dan menatap Percy dengan murka. Alhasil semua perhatian tertuju padanya dengan ekspresi bingung. Nayla tidak mempedulikan tatapan aneh yang terlempar padanya karena sudah keburu tersinggung.

“Ada apa, Nayla?” tanya Alex bingung.

Nayla mengabaikan pertanyaan Alex dan malah menunjuk Shin dengan kasar sambil melotot galak padanya. “KAU! Keluar sekarang juga! Kita harus bicara!”

Hening. Semua tidak ada yang bersuara ketika melihat kemarahan Nayla yang tiba-tiba, dan itu ditujukan pada Shin.

Shin yang ditunjuk oleh Nayla hanya memberikan ekspresi seadanya seolah sudah terbiasa dengan sikap Nayla yang tidak bisa ditebak. Dia pun bangkit berdiri sambil membetulkan letak jasnya, dan menatap Nayla dengan alis terangkat.

“Ayo keluar!” desis Nayla tajam, lalu dia berjalan untuk keluar dari ruangan itu dengan diikuti Shin dari belakang.

Nayla berjalan cepat menuju ke ruangannya. No! Dia tidak mau kesitu. Nanti dia akan berang dan tidak bisa menahan diri untuk melempar sesuatu. Jadi, dia membutuhkan ruang yang tidak memiliki barang yang bisa diraihnya. Yaitu tangga darurat.


“Untuk apa kita kesini?” tanya Shin dengan heran.

Nayla berbalik lalu menatap Shin dengan berang. “Apa kau mengajak Percy ke rumah kayumu?”

Shin menatapnya bingung sambil menilai ekspresinya. Dia mengangguk sebagai jawaban. “Malam ini kami akan…”

“Kau bilang kau tidak pernah mengajak oranglain ke rumah kayu itu selain aku! Tapi kenapa kau malah mengajak Percy untuk melihat matahari terbit dan akan camping disana?” seru Nayla dengan nada protes.

Shin mengerjap dan terlihat semakin bingung. Dia terdengar mengumpat pelan dan nama Percy disebut. Ugh!

“Aku tidak tahu apa yang Percy katakan padamu, tapi yang jelas aku baru akan mengajaknya dan belum membawanya kesana.” ujar Shin datar.

“Apa bedanya? Kau bilang hanya aku yang kau ajak, tapi kau malah mengajak Percy. Kau bahkan tidak mengajakku, dan kau mengabaikanku sejak kemarin.” protes Nayla kesal. “Kau suruh aku jangan menghindar tapi kau sendiri yang menghindariku.”

“Bukankah kau sudah terlalu senang dengan adanya Alex dan Jin-Wook disitu? Aku kan tidak dianggap jika ada dua orang pria yang kau tatap dengan ekspresi kagum itu.” balas Shin tidak mau kalah.

“Tapi kau tetap harus mengajakku!” sahut Nayla dengan penuh penekanan.

“Percuma! Karena kau akan menolak dan…”

“Aku tidak akan menolak! Siapa bilang aku menolak? Kau saja yang tidak berniat untuk mengajakku, lalu mencari-cari alasan padaku. Sekarang kau hanya mengajak Percy dan melupakanku.” sela Nayla tajam.

Shin tertegun dengan tatapan hampa saat ini. Dia terlihat menggaruk kepalanya sambil berpikir disitu lalu mengusap wajahnya dengan kasar.

“Jadi katakan padaku, apa yang kau inginkan, Nayla? Mendadak aku merasa bodoh disini.” gumam Shin pelan.

See? Belum-belum kau sudah menuduhku dan bilang kau merasa bodoh. Untuk apa kau menjadi playboy kalau kau masih tidak tahu apa mauku setelah emosi seperti ini, hah?” balas Nayla dengan alis terangkat tinggi-tinggi.

Shin mengerjap dan terdiam. Sikap diamnya malahan cukup lama dari sebelumnya, dan itu membuat Nayla semakin kesal saja. Seakan aksi protesnya itu tidak diindahkan dan tidak dipedulikan.

“Kau ingin camping di rumah kayuku dan kesal karena aku hanya mengajak Percy?” tanya Shin kemudian.

Nayla mengangguk cepat.

“Kau juga tidak suka diabaikan olehku dan berpikir sikap diamku ini adalah untuk menghindarimu?” tanya Shin lagi.

Nayla kembali mengangguk.

“Kenapa kau marah karena hal itu? Kenapa kau ingin diutamakan olehku?” tanya Shin dengan sorot mata yang menghunus tajam.

“Karena…” lidah Nayla mendadak kelu dan pikirannya langsung kosong begitu saja. Dia tidak tahu apa yang menjadi jawabannya atas pertanyaan Shin barusan.

Nayla mengerutkan alisnya dan kembali bertanya kenapa dia bisa begitu marah hanya karena Shin mengajak Percy untuk camping ke rumah kayunya. Padahal Percy adalah pria. Jika yang diajak Shin adalah wanita, wajar saja dia akan marah. Tapi kembali lagi ke awal kalau Percy adalah pria dan tidak seharusnya dia mencurigai Percy.

“Karena aku tidak mau didekati oleh gay.” jawab Nayla akhirnya dengan suara lantang.

Seketika aura wajah Shin menggelap mendengar jawaban Nayla barusan. Dia bisa melihat Shin mengetatkan rahangnya dan terlihat tidak senang. Malahan pria itu sepertinya marah dengan kesan dingin yang terpancar dari wajahnya.

“Kau tahu jelas kalau aku bukan gay.” desis Shin sambil mengambil satu langkah kearahnya.

Eh? Nayla menjadi panik kalau Shin mulai berjalan mendekatinya.

“Aku bisa membuktikan padamu kalau aku normal.” ucap Shin sambil mengambil langkah kedua.

Satu langkah Shin untuk maju adalah satu langkah Nayla untuk mundur. Dia merasa terancam dengan kondisi tempat yang tidak menguntungkannya, dan menyesal kenapa tidak memilih ruangan kerja dimana dia bisa mengambil vas bunga, atau kursi untuk melempar kearah pria itu.

“Aku hanya jujur, Shin.” balas Nayla membela diri.

“Tapi kau terkesan mengulur waktuku untuk bersikap semarah itu hanya karena kau meragukan diriku.” sahut Shin sambil menyipitkan matanya dan kembali melangkah.

“Ti… tidak seperti itu. Jangan melangkah lagi atau…”

Sebuah cekalan yang mantap menangkap pergelangan tangan Nayla yang sudah terarah padanya. Tatapan Shin begitu tajam dan mengintimidasi. Membuat Nayla mengerjap panik. Entah kenapa nyalinya begitu ciut setiap kali berhadapan dengan Shin, bahkan dengan para preman yang dihadapinya kemarin saja, dia begitu bersemangat untuk memukuli mereka. Tapi sekarang? Rose Petal seakan menjadi sejarah dan Nayla berpikir untuk segera pensiun dini.

Punggung Nayla terdesak di tembok belakangnya dengan kedua tangan yang sudah dicekal erat oleh Shin. Kedua kakinya pun sudah dihimpit dengan kedua kaki panjang Shin sehingga dia tidak bisa berkutik. Damn!

“Dengarkan aku, sayang. Aku memang brengsek tapi tidak akan semudah itu mengingkari perkataan yang sudah keluar dari mulutku. Kita sama-sama belajar, okay? Aku yakin kalau kita sudah sepakat, bukan?” cetus Shin sambil mendesis tajam.

Nayla mengangguk. “Aku benar-benar tidak tahu apa yang…”

“Berhenti membuatku marah dengan ketidaktahuanmu ini, Nayla. Kau ingin tahu kenapa aku mengabaikanmu?” sela Shin geram.

“Ya.” balas Nayla dengan nafas tersentak ketika Shin memiringkan wajahnya untuk meniup pelan lekuk lehernya.

“Aku tidak suka kau memeluk orang dengan santai tanpa perlu merasa terancam. Aku juga tidak mau kau menatap kagum kepada pria lain sementara kita masih sama-sama belajar untuk mengenal satu sama lain.” bisik Shin dengan semburan hangat dari nafasnya yang menerpa kulit wajah Nayla.

Nayla mengerutkan alisnya lalu menoleh kearahnya. “Jadi aku harus mengagumi siapa? Kau?”

“Tentu saja.”

Nayla memberikan ekspresi jijik yang kentara. “Kalau begitu namanya bukan belajar tapi pemaksaan. Mata diciptakan untuk melihat dan sesuatu yang indah tidak boleh diabaikan begitu saja. Lagipula aku akan cepat bosan kalau pemandanganku itu lagi, itu lagi.”

Shin menegang dan dia menatap Nayla heran. “Kau tidak suka dan akan selalu membuat kesal dengan terus mengagumi para pria yang kurang keren itu? Begitu?”

Oppa…” panggil Nayla dengan aegyo seadanya. “Memangnya kau mau kalau hanya melihatku sebagai satu-satunya wanita di dunia? Lalu bagaimana dengan ibumu, kakak iparmu, keponakanmu, atau staff-staff wanita lainnya? Jika mau meminta sesuatu tolong yang jelas.”

Shin melepas cekalannya dan mundur selangkah untuk menatap Nayla dengan cemberut. “Itu tidak adil. Yang kau sebutkan adalah ruang lingkupku sendiri. Kenapa kau tidak sebut yang lain-lain? Seperti Laura, atau wanita-wanita lain diluaran sana?”

“Sama saja. Selama kau hanya melihatnya tanpa menginginkan dirinya, buatku tidak masalah. Toh hanya melihat saja, karena itulah fungsi kedua matamu. Melihat dengan kagum tidak harus memiliki. Aku juga tahu diri dan tidak akan serta merta menyingkirkanmu dari kepalaku yang hina ini.” ujar Nayla sambil mengusap pergelangan tangannya.

“Baiklah kalau begitu. Aku tidak akan mempermasalahkannya lagi di kemudian hari jika kau tertangkap basah sedang menatap kagum pria lain.” balas Shin sambil menganggukkan kepalanya.

“Kau sangat pengertian. Kalau begitu, sekalian aku katakan padamu untuk berhenti mengajak oranglain ke tempat yang seharusnya kau mengajakku. Sekalipun itu adalah Percy.” ujar Nayla dengan tegas.

Shin mengerutkan alisnya tanda tidak setuju. “Aku mengajaknya seperti kau yang bepergian dengan Laura. Lagipula kenapa hal itu harus diributkan? Jika kau mau ikut yah tinggal bilang saja. Tidak harus sampai menggebrak meja dan membuat keributan seperti tadi.”

“Tadi bukan keributan tapi tindak penegasan!” koreksi Nayla sambil bertolak pinggang.

“Inilah kenapa aku tidak suka kalau kau mengagumi oranglain? Kau bisa bertindak semaumu dan memarahiku di depan umum tapi dengan oranglain kau bisa maklum.” sahut Shin dengan kesal.

“Aku bisa sewot dan marah padamu tandanya aku menganggapmu lebih dari sekedar orang asing.” kembali Nayla mengoreksi.

Yeah. Aku lebih dari sekedar orang asing karena aku adalah hama yang harus kau basmi.” timpal Shin sinis.

Nayla malah terkekeh geli melihat kesinisan Shin yang membuatnya senang. Dia mendekati Shin lalu melingkari pinggang Shin dengan kedua tangannya tanpa beban. Dia bahkan merasa tidak perlu canggung saat ini ketika memeluk pria itu tanpa sadar, malahan Nayla memberikan ekspresi manja kearahnya sampai Shin terpana.

“Pokoknya kalau kau mau pergi, kau harus bilang padaku. Atau setidaknya kau harus mengajakku duluan, okay?” cetus Nayla dengan senyuman manis.

Shin menatapnya jengah seakan Nayla adalah seorang mahkluk asing yang harus dijauhinya. “Hentikan sikap manjamu yang menjengkelkan. Kalau kau mau ikut, cukup bilang saja. Aku menjadi gerah jika kau seperti ini.”

Shin melepas kedua tangan Nayla dari pinggangnya sambil menatap Nayla dengan bingung. Dia sendiri seakan tidak percaya kalau Nayla bisa melakukan hal seperti itu. Well… jika boleh jujur, Nayla pun demikian. Kenapa dirinya malah bisa mendadak agresif seperti tadi? Omaigat! Nayla menjadi bingung. Apakah mungkin dirinya sudah sembuh?

“Shin, kenapa aku tidak refleks memukulmu yah ketika aku memelukmu tadi?” tanya Nayla dengan heran.

Shin mendengus. “Jangan konyol! Kau yang memelukku duluan dan kau masih ingin memukulku? Aku yang dirugikan disini. Kesannya malah kau berhak melecehkanku sedangkan aku tidak. Aku tidak heran kenapa wanita itu egois.”

“Aku tidak egois.” balas Nayla tidak setuju.

Yeah. Kau tidak egois. Kau hanya bersikap subjektif. Dan phobiamu itu begitu narsis. Aku menyentuhmu, kau refleks memukulku. Tapi jika kau yang menyentuhku, kau malah baik-baik saja.” ujar Shin sinis.

“Dari ucapanmu barusan, bukankah itu semua adalah sinonim dari kata egois?” sewot Nayla sengit. “Jadi permasalahanmu apa sekarang? Awalnya kau protes kalau aku memeluk pria lain tanpa perlu merasa terancam, sekarang aku memelukmu tanpa harus memukulmu setelahnya, kau juga protes. Kenapa aku menjadi serba salah disini?”

“Kau juga menganggapku demikian! Aku selalu serba salah di matamu dan tidak pernah sekalipun dianggap benar.”

Astaga! Nayla merasa lelah karena harus berdebat dan berargumen seperti ini. Dia merengut saja menatap Shin dan begitu pun sebaliknya. Keduanya sama-sama membuang muka untuk tidak melihat wajah masing-masing dengan ekspresi dongkol.

Mereka terdiam cukup lama. Semenit. Dua menit. Tiga menit. Sampai akhirnya Nayla terkesiap ketika merasakan adanya jari-jari yang bergerak kearah tangannya. Nayla menunduk untuk melihat jari-jari tangan Shin yang sudah menautkan jari-jarinya lalu menggenggamnya. Deg!

Nayla mengangkat wajahnya dan menatap Shin yang kini sedang menatapnya dengan penuh arti.

“Aku minta maaf.” ucap Shin akhirnya lalu menghela nafas. “Tapi bukan karena aku salah dan merasa diriku benar. Aku minta maaf karena aku lebih menghargai dirimu daripada egoku.”

Nayla memberikan senyuman kepada Shin dan mengeratkan kedua tangan mereka yang saling bertautan. “Jika aku salah, ingatkan aku. Jangan malah menghakimiku, okay?

Shin mencibir dengan muka busuknya. “Sudah sering diingatkan tapi kau malah selalu saja berkelit dan mencari-cari masalah denganku.”

“Habisnya kau selalu memberiku teka teki.” sahut Nayla langsung.

“Teka teki untuk diisi, bukan untuk diputar balikkan. Kalau kau tidak tahu jawabannya, tinggal tanya kunci jawabannya padaku.” balas Shin ketus.

“Ya sudah. Aku yang salah disini. Maafkan aku yang serba salah ini dan selalu mencari masalah dengan memutar balikkan semua teka teki yang diberikan olehmu.” ucap Nayla dengan nada lelah.

Meski bibir mereka terus berdebat tapi kedua tangan mereka yang saling bertautan berkata lain. Mereka malah semakin menggenggam, memainkan jari-jari mereka, kemudian saling meremas dengan lembut sambil menggoyangkan dalam gerakan yang seirama.

“Baiklah. Kita sama-sama salah dan saling meminta maaf. Jangan mengungkit hal yang sudah lewat, nilai sejarahku sangat buruk. Apalagi jika membahas masa lalu.” ucap Shin kemudian.

“Aku juga benci sejarah. Masa laluku juga kurang bagus. Jadi, bagaimana kalau kita sama-sama melangkah ke masa depan sambil bergandengan tangan?” ucapan receh Nayla keluar begitu saja tanpa permisi.

“Selama kau masih mau belajar, maka kau akan semakin mendekati masa depan. Apalagi jika bersamaku.” sahut Shin yang tidak kalah recehnya.

Mereka berdua terlihat sama-sama meringis lalu tertawa geli setelahnya. Mereka pun memutuskan untuk keluar dari pintu darurat itu dan tersentak ketika melihat sudah ada empat orang terlihat sedang membungkuk di posisinya masing-masing yang sepertinya sedang menguping.

Nayla dan Shin menatap keempat orang yang terdiri dari Alex, Percy, Laura, dan Jin-Wook yang terlihat salah tingkah sambil menatap kearah lain. Mereka mencoba menjaga image yang sudah jelas ketahuan sedang menguping disitu.

“Apa yang kalian lakukan disini?” tanya Shin dengan dingin dan ekspresi yang begitu datar.

Nayla segera melepas genggaman tangan yang masih bertautan dengan Shin tapi pria itu menahannya seakan ingin memberikan pengumuman kepada keempat orang yang sudah membuatnya meradang.

“Kami sedang berpikiran untuk menapaki masa depan sambil bergandengan tangan?” ucap Percy dengan nada tidak yakin lalu meraih tangan Laura begitu saja seakan meniru apa yang dilakukan Shin dan Nayla.

Alex menoleh kearah Jin-Wook ketika pria itu malah menatapnya dengan alis terangkat setengah.

“Aku tidak mau menapaki masa depan bersamamu!” tegas Alex sambil melotot kearah Jin-Wook yang memberikan senyuman yang menjijikkan.

“Hanya kita yang tersisa.” ucap Jin-Wook dengan mimik wajah polos yang dilebih-lebihkan.

Alex mundur beberapa langkah sambil berseru kencang sebelum akhirnya memutuskan untuk angkat kaki dari situ. “Aku harus segera mengejar pesawatku menuju ke Seoul untuk bertemu dengan kakakku. Selamat tinggal.”

Jin-Wook mengangkat bahunya sambil menoleh kearah empat orang yang sudah berpasangan. “Tidak bisakah kalian menghargai diriku yang ada disini? Aku merasa seperti wasit yang mengawasi pertandingan ganda campuran.”

Percy tertawa. “Kalau begitu ayo kita segera pergi camping. Aku lelah bekerja dengan serius seharian ini.”

Jin-Wook mengangguk setuju. “Baiklah! Kalau begitu ayo kita pergi camping, barangkali aku bisa menemukan masa depanku di tengah-tengah hutan.”

Jin-Wook pun berjalan lebih dulu menuju ke ruang rapat itu kembali sambil bernyanyi riang dalam bahasa Korea yang fasih dan vokal yang cukup bagus untuk ukuran seorang pengacara.

Nunkkochi tteoreojyeoyo
Tto jogeumsshik meoreojyeoyo
Bogo shipda (bogo shipda)
Bogo shipda (bogo shipda)
Eolmana gidaryeoya
Tto myeot bameul deo saewoya
Neol boge doelkka (neol boge doelkka)
Mannage doelkka (mannage doelkka)



💜💜💜💜💜💜💜💜


Aku tulis part ini sambil denger lagu
Mic Drop and Spring Day dong 😙

Maaf kalo makin konyol dan melantur.
Karena worldwide handsome Jin itu bikin hati Noona keki karena gaya narsisnya yang nggak ada obatnya itu 😂

Saranghaeyo, yeorobun 💜









P.S. Uncle Brant maleman yah.
Aku ikutin polling terbanyak dulu.
Duo pewaris tahta lagi rempong 😣












Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top