Part 18 - The past that has never been forgotten but forgiven

Jadi tuh mau kasih warning dulu kalau akan ada orang baru disini.

Overload baperness content.
Seriously 🤣


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Percy memperhatikan raut wajah Laura yang sedang tersembunyi dari balik laptopnya. Wanita itu duduk tepat di hadapannya dan dia tampak begitu gelisah.

Percy sampai menopang dagunya untuk menatap Laura secara terang-terangan karena wanita itu sudah terlihat begitu gelisah sejak tiba di kantor pagi ini. Rapat saja belum dimulai tapi sepertinya dia sudah tidak nyaman disana.

Setelah kemarin Shin memberitahukan perihal Laura yang mendapatkan masalah, spontan Percy langsung menyusulnya untuk melihat keadaannya dan memaksa wanita itu untuk diantar pulang olehnya. Meskipun tidak ada perbincangan dan hanya saling terdiam selama perjalanan, setidaknya Percy merasa lega karena Laura bisa pulang dengan selamat.

Tatapan Percy melirik kearah Shin yang entah kenapa wajahnya semakin berantakan saja dengan kantung mata yang menandakan bahwa dia tidak cukup tidur. Jika kemarin pelipisnya membiru dan segaris cakaran ada di pipinya, kini kehancuran wajah Shin bertambah dengan adanya lebam di rahangnya. Ekspresinya tidak usah dijelaskan lagi. Pria itu sudah jelas-jelas terlihat tidak bersahabat dengan mood pagi yang sudah menegang sejak dari mansion.

Hanya Nayla yang tidak ada dan Percy berpikir kalau sepertinya kebersamaan wanita itu dengan Shin tidak berjalan dengan lancar. Sepertinya mereka kembali bermain kucing-kucingan. Apalagi mendapati keadaan kantor yang begitu kacau dengan banyaknya meja-meja terguling dan kursi-kursi yang sudah rusak, serta dokumen-dokumen berhamburan di setiap lantainya. Gosh! Entah apa yang mereka lakukan semalam sampai sedemikian liar sehingga membuat satu gedung itu berantakan.

"Emmm... apa aku boleh bertanya?" suara Laura yang gugup memecah keheningan pada ruang rapat itu.

Percy dan Shin pun sama-sama menoleh kearahnya lalu menganggukkan kepalanya tanda mempersilahkan wanita itu untuk memberikan pertanyaannya.

"Apakah ada yang melihat Nayla sedaritadi?" tanya Laura dengan suara mencicit.

Baik Percy dan Shin pun langsung menegakkan tubuhnya sambil menatap Laura dengan tercengang. Belum-belum, Percy sudah memikirkan hal terburuk dari yang terburuk.

"Apa maksudmu, Laura? Seharusnya kau yang lebih tahu karena kau tinggal serumah dengannya." tanya Shin kemudian.

Laura menoleh kearah Shin dengan wajahnya yang ingin menangis. "Nayla tidak pulang sejak semalam."

"APA?" seru Shin kaget sambil beranjak dari duduknya.

"Itu tidak mungkin! Sudah jelas Nayla kemarin pulang diantar Shin. Bagaimana bisa Nayla tidak pulang?" kini giliran Percy yang bertanya.

Laura mengerjap cemas kearahnya. "Dia memang sudah pulang tapi... dia keluar lagi setelah dia menanyakan progres penyelesaian yang kulakukan di lapangan semalam."

Deg! Percy dan Shin saling melempar tatapan lalu kembali pada Laura dengan ekspresi yang mulai menegang.

"Apa yang kau ceritakan padanya, Laura?" tanya Shin dengan penuh selidik sambil membungkuk kearahnya dan memberikan tatapan yang mengintimidasi.

"Kau tidak mungkin bilang soal pihak lokal yang berargumen lalu mulai bertindak kasar bukan?" timpal Percy dengan mata menyipit tajam.

Laura semakin terlihat gelisah karena mendapatkan tuntutan penjelasan dari kedua pria itu yang tidak sabaran mendengar jawabannya.

"Nayla tidak percaya ketika aku bilang padanya kalau semuanya baik-baik saja. Aku juga tidak bisa bohong padanya karena dia menatapku dengan curiga dan terus menekanku agar aku jujur padanya." jawab Laura dengan gugup.

"Dan kau sudah tahu dia belum pulang tapi kenapa tidak memberitahukan kami?" bentak Percy keras.

Laura terkesiap dan mengerjap takut kearah Percy sementara Shin menoleh kearah Percy dengan tatapan menegur.

"Stop itu, Percy. Laura pasti punya alasan tidak memberitahukan kita." tegur Shin dengan tegas lalu menoleh kembali pada Laura. "Kenapa kau tidak bilang pada kami?"

"Nayla bilang dia akan segera kembali dan tidak usah mencarinya. Dia juga bilang agar jangan menghubungi kalian atau dia akan marah padaku." jawab Laura kemudian.

"Kalau belum pulang sampai sekarang apakah itu masih bisa ditolerir? Apa kau tidak bisa berpikir sedikit saja dalam menggunakan otakmu dengan benar, Laura?" sahut Percy dengan mata melotot galak.

Meski Laura terlihat akan menangis tapi Percy mengabaikannya. Entah apa yang dipikirkan wanita itu sehingga tidak bisa sedikit saja berinisiatif. Kenapa dia bisa menjadi sebodoh itu? Kenapa juga Percy merasa berang dengan Nayla yang belum kembali tanpa diketahui olehnya dan Shin? Malahan dia lebih mencemaskan keberadaan Nayla sekarang dibanding wajah Laura yang memucat karena panik.

"Bisakah kau beritahukan secara spesifik kemana Nayla pergi dan apa yang dikenakannya saat keluar rumah?" tanya Shin sambil melepas jasnya dan mengeluarkan ponselnya untuk mengetik sesuatu.

"Dia bilang ada urusan sebentar dan dia memakai..."

"Siapa sih yang berteriak tadi? Aku sampai bisa mendengar suaranya dari luar." sebuah suara menyela dari ambang pintu dan spontan ketiganya menoleh.

Shit! Itu Nayla.

Membutuhkan waktu beberapa saat untuk Percy dan Shin mencerna apa yang dikenakan wanita itu sekarang. Nayla memakai pakaian serba hitam dalam balutan jaket kulit, boots hitam dan sarung tangan yang melekat di kedua tangannya. Ekspresinya yang dingin dan angkuh itu jelas menunjukkan kalau wanita itu baru saja menjadi sosoknya yang berbahaya dan sudah melakukan sesuatu.

"Darimana kau dan apa yang kau lakukan, Nayla?" tanya Shin dengan alis berkerut sambil berjalan kearahnya.

Nayla melotot kearah Shin sambil mengarahkan telunjuknya. "Tetap disitu dan jangan mendekat! Aku membawa pisau beracunku dan aku tidak akan segan-segan untuk menusukmu jika kau kemari."

Nyatanya Shin seperti memiliki sepuluh nyawa saja karena mengabaikan peringatan Nayla dengan tetap berjalan kearahnya tanpa ragu. Sebaliknya, Nayla malah mendadak panik dan mundur beberapa langkah menghindari Shin sampai punggungnya tertahan oleh tembok yang ada di belakangnya.

"Aku tanya apa yang kau lakukan dan kenapa kau baru pulang sekarang?" tanya Shin dengan penuh penekanan sambil menunduk menatap Nayla dalam tatapan mengintimidasi.

"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan. Mereka harus menerima akibatnya karena sudah melakukan tindak kejahatan yang membuat proyek ini terhambat. Aku juga sudah..."

"Hambatan ini berawal dari ulah wanita itu dan tidak seharusnya kau memperkeruh suasana dengan melakukan sesuatu yang tidak diinginkan!" sela Percy geram sambil menunjuk kasar kearah Laura.

Seperti biasa, Laura hanya terdiam dengan mata yang berkaca-kaca dan terlihat menyesal disitu.

"Apa yang Laura lakukan tidak sebanding dengan niat mereka!" balas Nayla tegas sambil mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya dan menunjukkan satu plastik klip berisi perkakas kecil yang sepertinya merupakan bagian kecil dari alat berat konstruksi.

Shin mengambil plastik itu dan melihat apa yang diberikan Nayla dengan tatapan menilai. Percy pun ikut bergerak untuk melihat barang itu. Ada sebuah baut penyangga beserta tutup botol kecil seperti kemasan air keras didalam plastik itu.

"Hambatan yang diinginkan Laura hanya sebatas kerusakan minor pada mesin yang membutuhkan sedikit perbaikan untuk menanggulanginya sehingga dibutuhkan dua sampai tiga hari perbaikan. Tapi para bajingan itu malah melepas semua baut penyangga dan menuangkan cairan pembersih kaca ke dalam lubang mesin pada semua alat berat untuk proses konstruksi yang berjalan. Tentu saja hal ini tidak akan kubiarkan terjadi tanpa melakukan sesuatu." ujar Nayla menjelaskan.

"Kau melakukan semua ini sendirian?" tanya Percy takjub.

Nayla mengangguk.

"Tapi kenapa kau nekat melakukannya sendirian? Orang lokal disini memiliki sekutu yaitu sekelompok preman kuat untuk melindungi mereka." tanya Shin sambil menggeram.

"Maksudmu semua preman bertato yang kurus kering itu? Astaga! Mereka bahkan tidak berkutik saat aku melayangkan tendangan telak diatas kepala mereka. Pada intinya mereka hanya berani menggertak dan aku sudah menusukkan jarum beracunku dengan dosis paling sedikit agar mereka sedikit menderita selama sebulan ini. Termasuk operator mesin yang sengaja melakukan semua ini saat bekerja di lapangan." jawab Nayla lugas dan seakan apa yang dilakukannya adalah hal biasa saja.

"Lalu apa yang kau lakukan pada operator itu?" tanya Percy sambil terkekeh.

"Hanya mengikatnya di kursi dan memaksanya untuk mengakui perbuatannya dengan menyetrum kepalanya dengan alat setrumku. Dia bekerja sama dengan sangat baik sampai kurekam pengakuannya dan sudah mengirimkan rekaman itu pada kak Ashley untuk memperkarakan masalah ini tadi subuh. Aku juga sudah menegur keras ayahku dan kakakku lalu menyuruh mereka mempertanggungjawabkan apa yang sudah mereka lakukan. Aku juga ingin Laura dibebaskan dari segala tuduhan karena diperintah oleh mereka untuk melakukan aksi sampah seperti ini." jawab Nayla dengan berapi-api.

Percy pun spontan menoleh kearah Laura yang menatap Nayla dengan serius meski masih ada kesan gugup dari bahasa tubuhnya.

"Darimana semua keberanianmu ini?" tanya Percy lagi.

"Dari pengendalian diriku yang tertahan untuk memukul orang semalam." sindir Nayla sinis sambil melirik kearah Shin.

Sudah Percy duga kalau semalam ada kejadian yang menyenangkan diantara mereka berdua. Ah, ruang arsip lantai atas sepertinya sudah menjadi menjadi saksi bisu, tebak Percy dalam hati.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Shin pada Nayla dengan pelan.

Nayla mengangguk. "Sudah pasti aku baik-baik saja karena aku hebat. Hanya saja aku merasa jenuh dan ingin mencari hiburan dengan jalan-jalan. Jadi hari ini aku ingin cuti dan bermaksud untuk beristirahat saja."

"Tunggu, maksudmu kau mau pulang?" tanya Shin judes.

Nayla mengerutkan alisnya, Percy juga. Kenapa pria brengsek itu malah terlihat tidak rela saat mendengar Nayla ingin pulang?

"Kau bukan mau menghindar dariku lagi, kan? Kita sudah sepakat kemarin." cetus Shin dengan mata menyipit curiga.

Percy melebarkan senyuman seolah mengerti bahwa pembicaraan itu adalah untuk mereka berdua. Dia menyingkir dan kembali pada kursinya dimana Laura sudah membereskan barang-barangnya seperti ingin pergi.

"Kau mau kemana?" tanya Percy spontan dan Laura langsung mengangkat wajahnya untuk sekedar melihatnya lalu kembali melanjutkan membereskan barangnya.

"Aku akan pergi." jawab Laura dengan suara bergumam.

"Pergi?" tanya Percy bingung.

Nayla kembali setelah berbicara dengan Shin dalam nada suara yang hanya bisa didengar mereka. Shin tampak diam dan memberikan ekspresi datar sambil berjalan kembali ke kursinya sementara Nayla menghampiri Laura sambil merangkul bahunya.

"Kau tidak usah kuatir. Ayahku akan mengurus semuanya dan kau tidak bersalah disini. Jika kau mau kembali ke Jakarta, tidak apa-apa. Aku bisa menjaga diriku dengan baik dan masalah ini akan kuselesaikan." tukas Nayla pada Laura dengan lugas.

"Kenapa Laura kembali ke Jakarta saat proyek ini belum selesai?" tanya Percy dengan nada tinggi.

Baik Shin ataupun Nayla langsung menoleh dan menatapnya dengan tatapan heran, sementara Laura hanya menunduk saja dan seakan tidak ingin berbicara lagi.

"Permasalahan ini sudah diselesaikan langsung olehku sedari malam hingga pagi dan akan ditangani oleh ayahku dan Hyun Oppa. Hal ini sudah termasuk kriminal dan aku tidak mau orang-orang itu akan bertindak curang selagi kasus ini masih diproses." jawab Nayla lantang.

"Bukankah Laura harusnya masih ada disini sampai masalah ini tuntas?" tanya Percy lagi.

Shin mengangkat alisnya setengah sambil bersandar di kursi untuk memperhatikan Percy dengan seksama. "Kau ingin Laura menjadi objek penyerangan orang-orang itu?"

Percy mengerjap. "Apa maksudmu?"

"Laura yang menghampiri mereka pada mulanya dan sekarang Laura juga yang menegur mereka karena tidak sesuai kesepakatan. Meski ini sudah diketahui ayahku tapi tetap saja itu tidak diperkenankan terjadi. Sabotase yang dilakukan sudah menyalahi aturan dan itu sudah tindak kejahatan. Aku sudah menindaktegas mereka dan sepertinya ada beberapa yang masih belum paham lalu kabur dari tanganku." jawab Nayla dengan wajah merengut kesal.

"Tetap itu tidak boleh kau lakukan sendirian, Nayla! Bagaimana kalau kau terjebak dan tidak bisa keluar sementara kau tidak memberitahukan kami?" tegur Shin dingin.

Nayla mengangkat bahunya. "Aku diawasi oleh teman-temanku yang lainnya. Tenang saja. Kami bukan wanita lemah yang terus menantikan pertolongan dari para pria. Seriously."

"Jadi, mereka tidak ingin ada saksi dan ingin menyeret Laura dalam kesalahan yang mereka lakukan?" tanya Percy dengan alis berkerut.

Shin dan Nayla mengangguk dengan cepat. Laura tidak berkomentar dan segera beranjak dari kursi sambil membawa barang-barangnya dan berbicara dengan Nayla dalam suara berbisik.

"Bukankah dengan membiarkan Laura kembali ke Jakarta malah akan memperkuat tuduhan bahwa Laura yang melakukannya meski bukan dia pelakunya?" tanya Percy lagi kearah Shin untuk menuntut penjelasan.

"Laura akan memberikan penjelasan ke pusat dan menjadi saksi kunci untuk kasus ini. Tentu saja kita harus melindunginya dari serangan mengingat Laura tidak memiliki kemampuan seperti para wanita gila yang ada dalam ruang lingkup keluarga kita." jawab Shin dengan suara rendah.

Percy terdiam sambil menggertakkan giginya mendengar jawaban Shin. Rasa marah mulai menggerogoti hatinya dan dia sama sekali tidak bisa menerima alasan itu. Yang lebih menjelaskan perasaannya adalah dia tidak rela jika Laura harus kembali ke Jakarta saat ini.

"Kenapa, Percy? Belum-belum kau sudah merasa tidak terima kalau wanita yang kau tolak mati-matian itu akan pergi lagi disaat kau masih menyakitinya?" tanya Shin dengan seulas senyum setengahnya yang menyebalkan.

Sebelum Percy sempat menjawab, disitu Nayla menepuk tangannya dengan keras seolah meminta perhatian. Kedua pria itu menoleh kearah Nayla yang baru saja menerima telepon dari ponselnya dan menaruh ponsel itu diatas meja dan menekan kedua bahu Laura untuk wanita itu duduk kembali.

"Kurasa itu bukan cara yang bagus." gumam Laura pelan tapi masih bisa didengar oleh Percy.

Nayla mengangkat bahunya dan membalas ucapan Laura. "Bersabar untuk dua minggu lagi."

"Ada apa lagi ini? Apa yang ingin kau sampaikan, Nayla?" tanya Shin sambil bersandar di kursinya.

"Setelah kupikir-pikir apa yang dikatakan Percy ada benarnya juga. Jika Laura kembali ke Jakarta sementara kasus ini sedang diusut dan diangkat ke meja pengadilan, maka status Laura bisa saja dianggap sebagai pelaku dan berniat untuk kabur. Jadi, barusan aku menelepon kak Ashley untuk menanyakan hal ini." jawab Nayla sambil menyibakkan rambut panjangnya dan mengambil jeda sejenak. "Laura akan tetap disini selama dua minggu kedepan dengan mendapat perlindungan dari tangan kanan kak Ashley yang akan datang kesini untuk melakukan proses penyelidikan."

Percy dan Shin mengerjap bingung lalu saling menoleh kearah masing-masing untuk memperkirakan apa yang akan terjadi ke depannya. Mereka berdua tahu jika kakak ipar Shin itu adalah wanita yang jauh lebih gila daripada Nayla. Predikat kegilaan paling absolute terdapat pada Ashley dan Alena, duo kakak perempuan tertua di kalangan mereka.

Tapi bukan itu yang menarik perhatian Percy sekarang, melainkan Laura yang masih bisa berada disini selama dua minggu dan entah kenapa dia merasa senang akan hal itu. Meskipun seringkali antara jalan pikirannya dan mulutnya sering tidak sinkron dengan apa yang terlintas, tapi bisa melihat Laura dari jarak sedekat ini sudah cukup memuaskannya.

"Sepertinya aku tahu siapa yang akan datang kesini." tukas Shin dengan nada jengah.

"Siapa? Apakah wanita cantik yang akan menambah daftar kegilaan kita disini?" tanya Percy sambil mengangkat alisnya setengah.

"Kakekku memiliki orang kepercayaan sejak dulu yang bernama Park Yoo-Jin, dialah orang yang bekerja dibalik semua teknologi yang dimiliki keluarga besar Kim hingga sekarang. Dia memiliki putra bungsu yang seumuran denganmu dan sedang menjalani pekerjaan yang sama dengan kakakku yaitu seorang pengacara. Sepertinya dia melanjutkan internnya dengan menjadi asisten kakak iparku." jawab Shin sambil tersenyum kecut.

"Lalu kenapa kau terkesan tidak suka?" tanya Percy heran.

Shin melayangkan tatapannya kearah Nayla yang sedang mengobrol serius dengan Laura dan seperti berargumen disitu dalam suara bisikan.

"Karena wajah brengsek orang itu terlihat seperti Idol yang menjadi kesukaan kedua wanita itu dan aku merasa tidak suka jika harus bersaing dengan bawahan seperti dia." jawab Shin sinis sambil berdecak pelan.

"Memangnya setampan apa orang Korea? Kau dan aku saja masih jauh lebih menang diriku tapi tetap saja kau yang terpilih. Kurasa aku harus mampir ke klinik kecantikan untuk mempermak wajahku, mungkin dimulai dari menyipitkan mataku dulu." balas Percy sambil terkekeh geli.

Tok! Tok! Tok!

Sebuah ketukan terdengar dan semuanya langsung menoleh. Ada dua orang yang masuk ke dalam ruangan dengan setelan kerja dalam ekspresi dingin yang sama. Sorot matanya sama-sama tajam dan kesan angkuh yang ditonjolkan mereka membuat Percy ingin sekali memukul wajah-wajah brengsek itu.

Shin langsung mendesah malas dan Nayla bergeming untuk melebarkan senyumannya.

"Alex! Kau datang!" seru Nayla sambil berlari dan menubrukkan dirinya begitu saja untuk memeluk pria yang bernama Alex itu. Well... sepertinya kalau Percy tidak salah ingat, pria itu adalah adik dari Ashley Mananta, sih anak bungsu dari uncle Juno.

Percy menoleh melihat Shin yang malah membuang muka kearah lain dengan ekspresi datar.

"Kau selalu saja mencari masalah! Kapan sih kau itu tidak merepotkan sampai aku harus disusahkan untuk menemani Jin-Wook melakukan investigasi kesini." pria bernama Alex itu bersuara ketus dalam ekspresinya yang dingin.

"Jangan marah. Memangnya kau tidak rindu padaku karena sudah lama tidak melihatku?" balas Nayla sambil memamerkan cengiran lebarnya yang terlihat manja sambil bergelayut di pinggang Alex dengan santainya.

Percy sampai tidak percaya terhadap apa yang dilihatnya bahwa Nayla bisa berpelukan dengan pria tanpa ritual alerginya yang macam-macam itu. Bukankah Nayla sempat menjalin hubungan dengan pria itu saat kakaknya masih dalam tahap pendekatan dengan Joana? Mereka berdua malah menyangkal dan sekarang bisa bermesraan seperti itu. Ish! Ada-ada saja, gerutu Percy dalam hati.

Perhatian Percy terusik ketika melihat satu sosok pria yang terlihat asing di matanya bergerak melangkah untuk berdiri di tepi meja rapat sambil menatap Laura dengan tatapan tajam dan penuh kendali. Heck! Siapa dia?


"Dengan Ms. Laura Katherina?" tanya orang itu dengan nada sopan.

Laura mengangguk dengan sorot mata kagum dan bingung secara bersamaan. Pria itu hanya menganggukkan kepalanya sambil memasukkan satu tangannya ke dalam saku celananya.

"Perkenalkan, namaku Park Jin-Wook. Aku yang akan melakukan penyelidikan terhadap kasus sabotase yang akan diajukan sebagai tuntutan dalam waktu dekat dan aku juga yang akan mendampingimu untuk menjalankan aktifitas terjun lapanganmu. Kumohon kerjasamanya." ucap orang yang bernama Park Jin-Wook itu dengan lugas dan tegas.

Laura hanya mengangguk dengan patuh lalu melirik kearah Percy dengan singkat. Percy mencoba untuk menetralkan ekspresi wajahnya meski dalam hatinya dia mulai mengumpat dengan respon kagum yang sempat dilayangkan wanita itu. Sial!

Nayla terkekeh sambil berjalan melewati kedua orang itu dan kembali pada Laura. "Kumohon kau bisa menjaga Laura dengan baik karena kedua pria yang ada disana tidak bisa menjalani peran sebagai seorang pria terhormat dan terus saja bersikap kekanakan."

Alex dan Jin-Wook menoleh kearah Percy dan Shin yang terlihat santai dengan masih memberikan seringaian dinginnya.

"Kim Shin-ssi." panggil Jin-Wook sambil membungkuk hormat untuk memberikan salam kepadanya.

Alex mengangkat alisnya melihat kedua pria itu lalu menoleh kearah Nayla dan berbicara dalam bahasa yang tidak dimengerti Percy dan Shin pada wanita itu.

"Kamu nggak salah kalau kamu disini bareng mereka berdua? Udah nggak takut lagi sama cowok dan bisa kerja bareng kayak gini?" tanya Alex dengan seringaian gelinya.

Nayla mengerutkan wajahnya menatap Alex tidak suka. "Nggak usah kepo. Nggak usah berisik. Aku tuh bisa kayak gini juga karena dikerjain sama para bokap."

"Pantesan aja sih Ale nyuruh aku coba nganterin Jin-Wook untuk ngeliatin kamu. Dia bahkan nyuruh aku..." cekrek! Tahu-tahu Alex sudah mengeluarkan ponsel dan memotret Nayla dengan geli. "Motoin muka kamu pas udah kenal cowok kayak gimana."

"Kok kamu itu rese banget sih?" sewot Nayla sambil berlari kearahnya dan hendak merebut ponsel Alex. "Hapusin nggak?"

"Nggak!" balas Alex sambil mengangkat ponselnya tinggi-tinggi agar Nayla tidak bisa menjangkau ponselnya meski sudah melompat-lompat kecil.

"Hapusin!"

"Nggak!"

Percy terkesiap ketika Shin tahu-tahu bergerak cepat menuju kearah Alex dan mengambil ponsel Alex dari pemiliknya lalu menatap sinis kearah Alex. "Caramu sangat kekanakan. Dia masih beradaptasi dengan keadaan dan bukan berarti kau bisa menganggap hal itu adalah lelucon."

Shin mengetik cepat di ponsel Alex seakan menghapus apa yang difoto Alex tadi lalu menaruh ponsel itu pada dada Alex dengan kasar seolah mengembalikannya dan Alex langsung menangkap ponselnya agar tidak jatuh. Mereka berdua, yaitu Shin dan Alex saling melempar tatapan tajam seolah beradu tatap selama beberapa saat dalam tatapan yang sama sekali tidak bersahabat.

Jin-Wook mendekati keduanya dan berdiri diantara mereka untuk memutus tatapan itu sambil menatap Shin dengan ekspresi datar.

"Maafkan kami jika kedatangan kami mengganggu kesibukan Anda. Hari ini kami hanya ingin memberitahukan kedatangan kami dan sir Alex hanya mengantarku kesini. Aku akan menuju lokasi dengan kepala proyek sehabis ini untuk melihat-lihat dan besok investigasi akan kumulai." ucap Ji-Wook dengan sopan.

Percy hanya menyeringai sambil menopang kepalanya untuk melihat kejadian itu dan Laura yang diam-diam tersenyum lalu beranjak berdiri dari kursinya. Nayla mencoba menarik Alex menjauh dan menatap Shin dalam tatapan tidak terbaca.

"Kalau begitu kerjakan apa yang sudah seharusnya kalian lakukan. Jangan membuat keributan di tempat orang." ucap Shin dingin sambil melirik Nayla yang mencengkeram lengan Alex agar menjauh darinya.

Setelah mengucapkan hal itu, Shin pun pergi meninggalkan ruangan rapat itu tanpa menoleh kearah Percy. Sepertinya pria itu kembali ke ruangan kerjanya dan terlihat begitu marah. Apakah pria itu mulai cemburu? Jika ya, mungkin itu adalah hal pertama kali yang dilihat Percy tentang Shin.

Laura pun berbicara kepada Nayla dalam suara rendah dan terdengar seperti akan mengundurkan diri. Hal itu membuat Percy segera bergerak dengan cepat untuk menyusul Laura yang sudah berjalan keluar dari ruangan dan meninggalkan Nayla bersama kedua pria itu. Dia segera mencengkeram lengan Laura untuk menghentikan langkahnya sampai wanita itu tersentak.

"Percy, ada apa?" tanya Laura cemas.

"Kau mau pergi kemana?" tanya Percy sambil menyamakan langkahnya dan Laura malah mempercepat langkahnya untuk menghindari darinya.

"Bekerja." jawabnya singkat.

"Jangan menghindar." tegur Percy yang langsung menerobos masuk ruangan Laura karena wanita itu seperti hendak menutup pintu ruangannya.

"Tolong jangan mendekatiku jika hanya untuk menyakitiku. Aku bukan jalang dan jangan menyentuhku dengan sembarangan seperti waktu lalu." ucap Laura dengan suara gemetar dan ekspresi wajah yang mengeras.

Percy mengerjap diam sambil menatap Laura. Apakah memang seperti ini dirinya bersikap di hadapan wanita itu? Bersikap seperti bajingan murahan yang mendekati wanita yang dibencinya hanya untuk menyetubuhinya kemarin padahal dia tidak berniat untuk menyakiti selain memberikan pelajaran.

Percy pun menutup pintu ruangan itu seiring dengan sentakan nafas Laura yang sepertinya semakin cemas dan gelisah di belakangnya. Percy berbalik dan mendapati wanita itu sudah bergerak menjauh dan berdiri di sudut ruangan untuk menghindarinya seolah dia adalah sumber penyakit yang harus dijauhinya.

"Aku tidak akan menyakitimu. Aku ingin berbicara denganmu." ucap Percy dengan pelan.

Laura menggelengkan kepalanya. "Aku tidak merasa ada yang harus dibicarakan karena kita sudah tahu bahwa apa yang terjadi diantara kita sudah selesai."

"Benar sekali. Kita sudah selesai dan masa lalu itu sudah terselesaikan oleh penjelasanmu diakhiri dengan kegiatan bercinta kita." sahut Percy dengan senyuman hambar. "Tapi yang aku ingin bicarakan bukanlah hal basi itu."

"Aku akan bekerja di rumah atau dimana saja asal tidak di kantor jika kau muak melihatku." balas Laura langsung seolah tahu apa yang ingin disampaikan Percy.

Percy melangkah maju untuk mendekati Laura sementara wanita itu terlihat semakin gelisah sambil melirik ke kanan dan ke kiri untuk segera lari dari situ. Ketika Laura hendak melewati Percy dengan menyelinap kearah samping kirinya, disitu Percy menangkap Laura dengan mendekapnya dari belakang. Kedua tangannya melingkar erat di sekitaran perut Laura dan itu membuat wanita itu menggeliat agar dekapan itu dilepaskan.

"Jika kau masih tidak bisa diam, maka kau akan membangunkan juniorku yang begitu sensitif terkena sentuhan bokong bulatmu ini." bisik Percy hangat dan gerakan Laura langsung terhenti.

Percy menikmati kedekatan ini ketika Laura berada dalam dekapannya. Dia bisa mencium aroma floral dari rambut panjang Laura dan parfumnya yang tercium lembut ketika dia mendaratkan dagunya diatas bahu Laura.

"Percy..."

"Maafkan aku, bee. Aku bersikap seperti bajingan yang tidak tahu diri dan mengabaikan keselamatanmu sendiri." ucap Percy dengan lembut dan mengarahkan wajahnya kearah lekuk leher Laura.

Laura menoleh kearahnya dan menatapnya dengan ekspresi bingung. Keduanya saling bertatapan dan begitu dekat, bahkan kedua hidung mereka bersentuhan. Nafas hangat mereka pun bertubrukan dengan kedekatan yang begitu dalam.

"Apa yang kau lakukan sekarang? Kau ingin..."

"Aku serius dan tidak bercanda. Kupikir aku tidak suka mendengar kau yang akan pergi dan terus bilang ingin kembali ke Jakarta. Aku langsung merasakan kehilangan dan ingin kau berada disini lebih lama lagi. Setidaknya kita bisa menikmati kebersamaan ini tanpa adanya tuntutan status disini. Bagaimana kalau kita berteman dulu untuk saling mengenal lagi?" sela Percy hangat.

"Berteman?" tanya Laura dengan alis berkerut.

"Kalau kau tidak mau berteman tapi mau berpacaran lagi juga tidak apa-apa. Mana saja oke asal kau tetap disini." jawab Percy enteng dan terkekeh melihat decakan Laura yang menggemaskan.

"Kau selalu saja bersikap santai dan tidak pernah mau serius dalam mengucapkan sesuatu yang penting." keluh Laura dalam desisan pelan.

"Aku tidak mendengar adanya protes disini. Jadi, maafkan aku yah. Kau boleh bersikap seperti wanita pada umumnya yang harus bersikap jual mahal agar tidak terkesan gampangan dalam memaafkan prianya. Pokoknya aku serius dan..."

"Apakah karena kau melihat ada pria baru yang masuk dalam lingkupan kita sehingga belum-belum kau sudah merasa tersaingi?" sela Laura dengan alis berkerut sambil melepas kedua tangan Percy dari perutnya.

"Tidak. Aku hanya merasa kesal begitu mendengar kau yang mau kembali ke Jakarta. Aku kan masih ingin bersikap seperti bajingan kurang ajar yang sok menolak dirimu. Tapi kau terlalu cepat untuk menyerah. Tidak seru." balas Percy sambil terkekeh.

Laura menatapnya dengan tatapan tercengang. Dia menatap Percy selama beberapa saat lalu memukul-mukul dada Percy bertubi-tubi sambil mengumpat. "Kau sangat kurang ajar dan aku kesal padamu!"

"Ya, kalau kau tidak kesal padaku itu namanya kau sakit." balas Percy sambil terkekeh geli menerima pukulan Laura yang tidak terasa apa-apa baginya. "Aku tidak suka sikapmu yang terlalu menganggap enteng perasaanmu sendiri seperti itu."

Laura tersentak dan menatap Percy sekarang. "Kau sengaja ingin menyakitiku kan?"

Percy mengangguk. "Supaya aku bisa melihat bagaimana dirimu menjaga hatimu dan membela perasaanmu sendiri. Sikapmu yang terlalu berbesar hati dan selalu mengalah untuk kebaikan orang itu sangatlah tidak manusiawi. Jika kau terus-terusan seperti itu, maka kau akan terus mengalami kesakitan dan tidak akan pernah bisa menyambut kebahagiaanmu sendiri."

"Bukankah kau memang tidak pernah mau memaafkanku sehingga menjadi seperti dirimu yang sekarang karena diriku?" tanya Laura dengan nada pahit.

"Tadinya memang begitu. Tapi rasanya sangat egois jika aku masih mempermasalahkan urusan masa lalu,  padahal dulu kita masih sama-sama menjadi orang yang masih dalam masa beranjak dewasa dan bertahan dalam menghadapi kelabilan emosi. Aku sudah terlalu tua untuk tetap bersikap kekanakan dan tidak mau main percaya terhadap apa yang dikatakan oleh dirimu begitu saja sebelum aku mencari tahu kebenarannya." jawab Percy sambil meringis dan mendudukkan dirinya di sudut meja kerja Laura.

Laura menunduk sambil menggigit bibir bawahnya tanpa berani membalas ucapan Percy.

"Kalau begitu kita berteman, okay?" ucap Laura kemudian.

Senyum Percy mengembang senang. "Teman pun tidak masalah bagiku. Kita lihat nanti perkembangannya bagaimana."

Laura mengangkat wajahnya dan tersenyum cantik setelahnya. "Kalau begitu kau bisa pergi dari sini karena aku harus segera bekerja. Aku harus membuat laporan yang begitu banyak hari ini."

"Aku tidak akan membiarkan seorang pun menyelakaimu seperti kemarin, Laura. Kau tenang saja. Untuk itulah gunanya seorang teman bukan?" balas Percy dengan harapan agar wanita itu bisa terbuka padanya mengenai masalah apapun agar tidak dipendamnya sendirian.

Laura mengangguk. "Baiklah."

"Kalau begitu, kemarilah." ujar Percy sambil melebarkan kedua tangannya dan memberikan tatapan agar Laura mendekatinya.

Laura mengerutkan alisnya bingung dan menatapnya curiga. "Untuk apa?"

"Pelukan pertemanan." jawab Percy langsung.

Percy menyeringai ketika melihat Laura mendekat padanya dengan sedikit keraguan dan menyelinap masuk ke dalam dekapan tubuh besar Percy saat pria itu mulai memeluk Laura dengan erat.

Berpelukan dengan wanita itu selalu terasa pas dan kehangatan yang menguar seakan membuatnya terasa nyaman. Berbeda dengan pelukan yang sering dilakukannya terhadap wanita lain, Percy mendapati satu hal yang menjadi sumber dari kekosongannya selama ini. Yaitu kenangan terindahnya yang kini menjadi momen terbaiknya.

Percy pernah mendengar bahwa kembali dengan mantan kekasih sama halnya dengan membaca buku yang pernah dibaca dan hasilnya akan selalu sama. Well... Percy tidak mempercayai akan hal itu karena itu sangat tidak kreatif.

Dia lebih memilih menjalankan logikanya bahwa kembali ke awal yang sama bukan berarti akan berakhir sama seperti sebelumnya. Memulai dari awal membuktikan adanya permulaan yang baru dengan akhir yang sudah pasti berbeda untuk kearah yang jauh lebih baik.

Seperti seorang penulis yang jika tidak yakin dengan cerita yang dibuatnya di tengah-tengah bagian cerita itu, maka dia akan menghapus plot yang tidak disukainya untuk diubah menjadi berbeda dengan dasar cerita yang sama tanpa mengurangi makna. Seperti itulah kira-kira, batin Percy sambil mengeratkan pelukan itu.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Annyeong 💜

Jangan histeris gitu karena ada dua cowok baru yang mendadak muncul.

Semua karena kebaperan akut yang mencoba untuk mengalihkan pesona Shin dari otak tapi malah jadinya makin gesrek dengan gak tahan liat satu namdongsaeng kurang ajar yang bikin noona gemeteran 😨

Semoga harimu menyenangkan.
Jangan lupa untuk bahagia selalu.

I purple you 💜💜💜








Perkenalkan Alex Mananta, sih anak bungsu dari cowok songong Juno.
(Mungkin visualnya terlihat agak tua tapi dia mewakili kesan songong dari seorang Juno yg kurleb mirip sama visual Juno)




Kalau kalian udah baca Unspoken Secret, lapaknya uncle Ian / Unspoken series...
Kalian pasti tahu orang kepercayaan keluarga Kim yang selalu dimintain tolong sama Adrian buat cari data.

Yep! Itu Park Yoo-Jin yang aku pake nama tokoh itu untuk ngehasilin anak bungsu dari visual kampret yang bikin dada noona makin nyesek 😤😤😤

Perkenalkan, Park Jin-Wook 💜




Pusing nggak?
Gausa pusing-pusing.

Aku seneng kalo dapet booster keroyokan kayak gini 😂
Biar makin dapet semangatnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top