Part 15 - From baby boo to the wrecked asshole

WARNING : MATURE CONTENT (21+)

Written by Sheliu
Mature part by CH

Tadinya aku mau upload malem tapi kata babang sekarang aja 😂

Maaf kalau bikin meriang pagi2 😛



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Percy mengawasi kepergian Shin yang membawa Nayla keluar dari area gedung kantor itu sambil menghembuskan nafasnya yang berat. Ada rasa lega dan nyeri bercampur satu. Dia tahu jelas dari sorot mata Nayla yang begitu terpukul saat memintanya menjadi kekasihnya dan dia juga bisa melihat dengan jelas bahwa ketika Shin muncul untuk mengejar Nayla, ada sorot kelegaan di mata wanita itu yang menandakan dia sudah memantapkan pilihannya.

Seulas senyuman pahit terukir di wajahnya karena menerima kekalahan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Jika pria yang dipilih bukan Shin, mungkin Percy akan menolak untuk kalah dan kembali bersikukuh untuk mendapatkan Nayla.

Tapi satu hal yang menjadi pertanyaan penting dalam diri Percy saat ini. Jika dia sudah mendapatkan Nayla, memangnya apa yang akan dilakukannya selain membuat wanita itu merasakan sakitnya dikhianati sementara Percy masih ragu akan arti kesetiaan?

Shin benar, pikir Percy kemudian. Dia harus menyelesaikan urusannya dengan Laura karena gara-gara wanita itu, hidupnya menjadi berantakan dan tidak lagi memandang wanita dengan cara yang sama selain ajang pembalasan dendamnya atas rasa sakit hati yang menggerogoti hatinya.

Kemudian, Percy berbalik untuk memasuki gedung kantor itu kembali dan menuju ke lantai atas. Dia akan memberikan waktu untuk Laura menjelaskan apa yang ingin disampaikannya. Ketika dia tiba di ruangan Laura dengan pintu yang masih belum tertutup, disitu dia bisa melihat Laura sedang membereskan barang-barangnya untuk dimasukkan ke dalam sebuah box sambil terisak pelan disitu.

Percy melangkah masuk sambil menatap sekitar ruangan itu dengan alis berkerut. "Kenapa kau membereskan barang-barangmu? Apa kau berniat mengosongkan ruangan ini?"

Isakan Laura terhenti dan dia menoleh kearah Percy dengan wajah sembapnya. Jika dulu Percy mungkin akan segera menghampirinya dan memeluknya untuk sekedar memberi kenyamanan. Tapi sekarang? Dia bahkan tidak percaya kalau airmata yang keluar adalah bentuk penyesalannya atau sekedar drama untuk mengelabui orang.

"Aku akan pergi dari sini." jawab Laura dengan suara serak lalu kembali memasukkan barang-barangnya yang ada diatas meja ke dalam box yang hampir penuh.

Percy tersenyum sinis. "Ternyata sikap pecundangmu masih belum berubah. Kau pergi ketika urusanmu belum selesai dan muncul ketika semua orang sudah melupakan hal itu."

Gerakan Laura terhenti dan dia kembali menoleh kearah Percy dengan sorot mata terluka. "Aku pergi bukan karena aku pecundang. Aku hanya merasa kehadiranku sudah tidak dibutuhkan lagi dan hanya menyusahkan banyak orang."

"Yeah i know. Itulah yang dilakukan seorang jalang ketika dia sudah mendapatkan apa yang diinginkan dan pergi saat pria yang ditidurinya masih belum sadar." balas Percy dengan nada kejam.

"Apakah kau tahu kalau ucapanmu begitu menyakiti hatiku?" tanya Laura dengan airmata yang kembali mengalir.

"Justru itulah tujuanku dalam mengucapkannya. Agar kau sadar diri dimana kau berada dan tidak sepantasnya kau muncul kesini dengan alasan menjadi intern di perusahaan keluarga Nayla." jawab Percy yang semakin terdengar kejam.

"Kalau begitu selamat, Percy. Kau berhasil menyakiti hatiku dengan luka yang paling dalam." balas Laura dengan sedih lalu kembali membereskan barangnya.

"Kau tidak diperkenankan pergi sebelum kau menyelesaikan masalah yang sudah kau lakukan, Laura!" desis Percy tajam dan Laura tersentak.

Wanita itu menoleh padanya dengan tatapan lirih. "Aku akan menyelesaikannya tapi tidak disini. Aku..."

"Lepaskan box itu! Ambil map yang tadi kutaruh dimejamu dan segera datang ke ruanganku! Kau hanya memiliki satu menit untuk tiba di hadapanku atau kau akan menyesal karena tidak mendengarkanku!" perintah Percy dengan tegas lalu bergerak untuk keluar dari ruangan itu dan berjalan menuju ke ruangannya yang berada di koridor sebrang.

Percy mendengus ketika dia sudah tiba di ruangannya sambil melepas jasnya dan melemparnya ke sembarang arah. Dia mengarahkan tatapannya kearah jendela sambil melepaskan dasinya dengan sorot mata tajam.

Berbagai ingatan yang mengisi pikirannya tentang masa lalu membuat dirinya harus menggertakkan giginya untuk menahan emosinya saat ini. Beri dia waktu untuk menjelaskan, batin Percy mengingatkan. Jika Laura memang memiliki penjelasan, sudah pasti dia tidak akan sengotot itu ada disini meski sudah diperlakukan dingin oleh Percy. Lagipula tidak mungkin ayah dan kakaknya yang tahu jelas soal kisahnya dengan Laura bisa membiarkan wanita itu datang sampai menjadi perwakilan dari pihak keluarga Nayla.

Percy mendengar pintu ruangannya diketuk lalu dibuka dengan pelan. Suara ketukan heels Laura terdengar melangkah masuk dan pintu ruangan pun ditutup. Tanpa menoleh pun, Percy bisa melihat sosok Laura yang sedang berjalan sambil mengapit map itu dengan gugup dari kaca jendela.

Sambil menghela nafas, Percy berbalik untuk menatap Laura yang sedang melihat kearah lain seakan menghindari tatapannya. Percy pun menggunakan kesempatan itu untuk menggulung kemejanya sampai ke siku sambil memperhatikan penampilan Laura hari ini.

Wanita itu terlihat memukau lewat pakaian kerja berupa blouse berwarna kuning muda dengan rok skinny selutut berwarna coklat. Penampilan sederhana itu bahkan bisa terlihat begitu indah ketika dikenakan Laura yang selalu tampil cantik di setiap kesempatan.

"Silahkan duduk." ujar Percy sambil mengarahkan dagunya kearah kursi kosong yang ada di depan meja kerjanya.

Laura mengerjap cemas sambil menggigit bibir bawahnya dan mengambil duduk di salah satu kursi yang ada di depan meja kerjanya. Percy pun tidak berniat untuk duduk di kursi kebesarannya, dia hanya menarik kursi kosong lainnya menjauh supaya dia bisa bergeser dan duduk diatas mejanya sambil mengarahkan pandangannya kearah Laura.

Alhasil Laura terlihat semakin tidak nyaman dan mendekap mapnya erat-erat diatas pangkuannya. "Mmm...apa kau tidak bisa duduk di kursi saja?"

Percy mengabaikan pertanyaan Laura dengan mengulurkan tangannya kearah wanita itu. "Kemarikan map itu."

Laura menatapnya ragu lalu menyerahkan map itu dengan gugup. Map itu langsung diambil oleh Percy tapi tidak dibuka sama sekali, dia hanya menaruh map itu diatas meja tanpa perlu melihatnya kembali.

"Itu..." Laura mengerjap bingung ketika melihat Percy yang seakan tidak ambil pusing soal map yang diabaikannya barusan.

Percy bahkan menatapnya tajam sambil membuka dua kancing teratas kemejanya dan membiarkan Laura semakin terlihat gugup dengan kegelisahan yang semakin menjadi.

"Kau ingin menjelaskan padaku soal masa lalu kan? Masa yang sudah begitu lama tapi kau masih begitu ngotot ingin menyampaikannya padaku. Jadi katakan saja apa yang ingin kau katakan." ucap Percy dingin sambil melirik singkat kearah sepasang kaki jenjang Laura yang menekuk rapat dengan gelisah.

"Aku..." suara Laura terdengar gemetar dan dia terlihat seperti bingung harus memulai darimana.

Percy pun mengambil segelas air miliknya yang ada diatas meja dan mengulurkannya pada Laura. "Minum."

Laura melihatnya dan menerima segelas air putih itu lalu meneguknya cepat. Setelah itu Laura menaruh gelas itu di pinggir meja dan kembali menatap Percy.

"Kau bisa mulai kapanpun kau mau." ujar Percy sambil menyilangkan tangannya dan menatap Laura yang masih duduk di kursi yang ada di hadapannya.

Percy yang sedang duduk di atas mejanya hanya memperhatikan Laura dengan tatapan menilai sekarang. Wanita itu bertambah cantik. Heck! Memangnya kapan dia tidak cantik? batin Percy sinis. Dengan sepasang mata hijau yang indah, bibir yang penuh dan rambut coklat yang berkilau. Bentuk tubuh rampingnya pun terlihat lebih berisi sekarang dibanding mereka masih bersama. Yeah. Saat mereka masih remaja saja, Percy mengagumi kemolekan tubuhnya dan cukup kagum dengan pertumbuhan Laura saat itu.

Saat ini Percy sedang berpikir bagaimana rasanya tubuh Laura dalam versi dewasa? Dia sudah lama tidak melihatnya dan kembali bertemu dalam bentuk menyerupai dewi Yunani yang mempesona. Baiklah. Mungkin saja Percy perlu berbaik hati untuk memberikannya waktu penjelasan dan memanfaatkannya setelahnya.

"Aku dan Riley memang saling mengenal sebelum aku berhubungan denganmu. Tapi itu hanya sebuah hubungan pemaksaan karena orangtuaku dan orangtuanya bersahabat sehingga mereka menjodohkanku dengannya." Laura mulai bercerita dengan tatapan menerawang.

Percy tersenyum sinis mendengar alasan klasik itu. Dia tidak mengeluarkan suara apapun seolah menunggu lanjutan dari Laura.

"Aku yang terus berusaha menghindar darinya dan dia yang terus mendekatiku. Aku tidak suka padanya karena dia adalah pembuat onar dan kelakuannya meresahkan banyak orang. Aku sudah memberitahukan orangtuaku tapi mereka seakan tidak mau dengar. Sampai akhirnya, aku lelah untuk berbicara dengan mereka dan menghindari Riley semampuku." lanjut Laura dengan mimik sedih.

"Tapi kau bekerja sama dengannya untuk mengelabuiku, bukan?" balas Percy sengit.

Laura menggelengkan kepalanya. "Waktu kau mendekatiku, aku cukup kaget. Yang aku tahu kau adalah musuh Riley dan berpikir kalau kau tahu soal aku yang dijodohkan padanya. Tapi setelah aku mencari tahu bahwa perjodohan itu dirahasiakan karena aku yang belum cukup umur maka rasanya tidak mungkin kalau kau tahu mengenai hal itu. Jadi... aku ingin melihat apa yang kau inginkan." sahut Laura dengan wajah merona.

"Dan kau merasa senang karena tahu apa yang kuinginkan?" celetuk Percy dengan senyuman hambar.

Laura mengangguk. "Aku tidak menyangka kau menyukaiku dan berpikir kalau kau adalah pria baik. Sangat berbeda dengan Riley dan kupikir dengan menerimamu maka aku akan terlepas dari Riley. Dan ternyata memang benar karena semenjak kau bersamaku, Riley sudah tidak menggangguku lagi."

Percy mengangkat alisnya setelah mendengar penjelasan Laura barusan. Dia menatap ekspresi Laura untuk mencari kebenaran disana dan sepertinya memang begitu.

"Aku merasa bahagia bersamamu. Aku memang mencintaimu, Percy. Apa yang kita lewati bersama sangat berarti untukku. Semua begitu indah sampai ketika kau sudah lulus dan aku tidak bisa melihatmu di sekolah karena kau sibuk kuliah." ucap Laura dengan nada sedih.

"Kenapa kau tidak memberitahuku soal kau yang dijodohkan Riley? Kau bahkan tidak pernah mengungkitnya dan terkesan tidak kenal." tanya Percy dengan nada sinis.

"Karena aku takut jika kau tahu aku mengenal Riley dan sudah dijodohkan oleh orangtua kami maka kau akan meninggalkanku dan berpikir aku bersekongkol dengannya untuk mengerjaimu." jawab Laura dengan mata yang berkaca-kaca.

"Pada akhirnya kau yang membuat aku berpikir demikian!" timpal Percy sambil mengangkat alisnya tinggi-tinggi.

Laura mulai terisak sambil menatap Percy dengan sedih. "Saat kau kuliah dan sering tidak bisa menjemputku, disitu Riley kembali menggangguku dan aku cukup kewalahan menghadapinya. Karena aku yang selalu menghindarinya dan menolaknya, Riley mengadukanku pada orangtuaku dan memberitahukan soal hubungan kita pada mereka. Disitu aku mulai diawasi oleh orangtuaku dan Riley semakin senang melihatku tertekan."

"Dan kau kembali tidak bilang padaku. Kau sama sekali tidak jujur dan itu yang tidak kusukai dalam sebuah hubungan." sesis Percy tajam.

"Aku takut kau akan meninggalkanku dan... Riley mengancam akan menyakitimu jika aku buka mulut. Dia memintaku untuk melakukan pembalasan dan... terjadilah semua itu." ucap Laura dengan derai airmata yang mulai membasahi pipinya. "Dia tahu kau akan menjemputku dan sengaja mendesakku di sudut tembok agar terkesan kami sedang melakukan sesuatu. Dia berkali-kali mengancamku dan aku tidak mau kau disakiti."

Percy terdiam saja melihat Laura menangis terisak seperti anak kecil disitu. Mungkin karena rasa sakit yang dibuat oleh wanita itu padanya, membuatnya tidak harus merasa perlu mengasihaninya. Tapi hati kecilnya mengatakan kalau Laura sedang jujur.

"Lalu aku mengeluarkan perkataan yang menyakitkan itu agar kau segera pergi dari situ karena Riley sudah memanggil teman-temannya untuk menghajarmu. Aku sempat melihat mereka membawa senjata seperti pisau." lanjut Laura sambil mengusap pipinya yang basah. "Aku merasa ketakutan dan setelah kau pergi, aku berusaha lari dari situ dan meminta pertolongan kepada siapapun yang lewat."

Percy mengerjap. Dia tertegun dan membayangkan hal itu terjadi, bagaimana jika wanita itu tidak berhasil lari dan terjebak dengan pria itu? Shit! Bisa jadi Laura akan...

"Aku kabur dari rumah setelah itu karena berpikir orangtuaku pasti akan mendengarkan kebohongan Riley. Aku sedih ketika mereka lebih mempercayai oranglain daripada diriku sendiri. Lalu, aku mencoba mencarimu tapi kau sudah tidak ada dan pergi dari Chicago." ujar Laura sambil menatapnya sayu. "Aku hancur saat itu dan patah hati. Aku merindukanmu dan tidak ada yang bisa melindungiku lagi. Sampai akhirnya, kak Petra yang melihatku menangis di ujung jalan mansion keluargamu dan menanyakan apa yang terjadi."

Damn! Pantas saja kakaknya selalu tahu tentang urusannya dan terus mengejeknya dalam berbagai kesempatan seakan sengaja untuk membuatnya ingat pada Laura. Jadi itu? Tanpa mendengar penjelasan pun, sudah pasti Petra akan menanyakan keseluruhan cerita itu tanpa jeda dan memanfaatkan kelabilan emosi dari wanita muda yang patah hati seperti Laura. Apalagi saat itu, Petra masih menjadi ladykiller seperti dirinya dan belum bertemu dengan istrinya.

"Lalu kakakmu membantuku menemui orangtuaku dan menjelaskan permasalahannya. Awalnya orangtuaku tidak percaya tapi ketika ayahmu juga ikut datang setelah dipanggil kakakmu, disitu keluargaku mulai percaya dan meminta maaf padaku. Dan soal Riley..." lanjut Laura dengan suara gemetar. "Kak Petra sempat bilang kalau tidak usah mencemaskan Riley karena dia yang akan membereskannya. Seminggu setelahnya, aku sudah mendengar bahwa Riley meninggal karena kecelakaan saat mengikuti balapan liar. Aku tidak tahu kenapa bisa sampai begitu padahal yang kutahu dia termasuk pembalap yang cukup ahli."

Percy menyeringai dingin mendengar itu. Dia yakin kalau kecelakaan itu adalah ulah kakaknya yang terlalu banyak ikut campur urusannya meski tidak bisa dipungkiri kalau Percy sengaja mengasingkan diri atas tindakan Laura yang sangat mempengaruhi hidupnya.

"Maafkan aku, Percy. Untuk semuanya. Aku..."

"Kenapa kau bisa ada disini dan apa tujuanmu sebenarnya? Aku tidak mau kau berbohong lagi dan jujurlah padaku karena ini adalah kesempatan terakhirmu untuk berbicara denganku!" sela Percy dingin.

Sorot mata kesedihan terpancar dari Laura dan itu membuatnya kembali menangis dalam isakan pelan seakan ucapan Percy barusan adalah berita duka untuknya.

"Aku sudah menjadi intern sebagai PA dari uncle Wayne selama enam bulan terakhir atau setelah aku lulus kuliah. Lalu sekitar sebulan yang lalu, kakakmu mendatangiku dan bilang kalau ini adalah saat yang tepat untuk memberikan penjelasan untukmu. Kak Noel juga mengatakan bahwa Nayla sedang dalam incaranmu dan memanasiku apakah aku rela jika kau diambil oleh Nayla begitu saja tanpa mendengar penjelasanku lebih dulu?"

Damn! Sudah Percy duga kalau kehadiran Laura ada hubungannya dengan para kakak sialannya itu. Dan dia juga yakin kalau para ayah juga ikut terlibat untuk memperkeruh suasana dalam hubungan konyol ini.

"Dan kau tidak terima jika Nayla bersamaku?" tanya Percy kemudian.

Laura terdiam seakan memikirkan jawabannya. Kemudian dia menggeleng pelan. "Aku mengenal Nayla dan dia adalah wanita yang baik. Kurasa kau pantas mendapatkannya karena kau layak mendapat sesuatu yang lebih baik. Selama itu membuatmu bahagia, aku akan merelakannya. Aku kesini adalah murni untuk memberikan penjelasan dan ingin melihat kau bahagia. Setelah memastikan kau sudah bahagia, maka aku akan pergi."

Percy menatap Laura dengan ekspresi tertegun selama sepersekian detik lalu mengembalikan kesan datar pada wajahnya.

"Soal sabotase yang ada, itu memang ulahku karena uncle Wayne dan uncle Adrian yang memintaku. Mereka berpikir dengan banyaknya masalah maka kalian akan merasakan sesuatu dan hubungan kalian akan berkembang sekaligus menjadi sebuah penentuan." ujar Laura lagi.

"Dan soal kau yang mencium Shin tadi adalah untuk melihat reaksi Nayla?" tanya Percy dengan alis berkerut.

Laura mengangguk. "Dia sering mengeluh tentang degup jantungnya ketika Shin tidak ada. Aku sudah bisa merasakan kalau Nayla menyukai Shin meski dia masih belum mengerti arti degupan itu. Lalu Shin juga yang masih merasa terlalu santai dalam menyikapi segala sesuatu. Jadi, aku diminta untuk melakukan hal itu berdasar instruksi dari uncle Wayne."

"Uncle Wayne memintamu untuk mencium Shin tepat ketika kami masuk ke dalam ruanganmu?" tanya Percy tidak percaya.

"Aku menerima sebuah pesan ketika Shin akan pergi dari ruanganku dalam kode peringatan agar aku bisa bertindak cepat lewat ponselku yang kutaruh diatas meja. Meski aku bingung tapi aku tetap mencoba untuk melakukannya. Baru ketika aku mencium Shin lalu dia yang kaget melihat kalian berdua, disitu aku merasa bahwa itulah alasan uncle Wayne memintaku melakukannya." jawab Laura kemudian.

Percy terdiam sambil mencoba mengingat tata letak ruangan Nayla yang... hmmm! Pantas saja! Jadi selama ini, gedung kantor ini yang dibangun oleh mereka sebelumnya sudah dipasang kamera pengawas dan perekam suara di tempat yang tidak disadari mereka sehingga apa yang mereka lakukan bisa dilihat dan diawasi oleh para tetua keparat itu. Sial!

"Aku berhutang maaf pada Nayla dan Shin. Aku sudah mengatakan pada uncle Wayne bahwa aku tidak bisa lagi melakukan itu semua karena kau sudah sangat membenciku." ucap Laura sambil beranjak berdiri dari kursinya dan menatap Percy dengan ekspresinya yang sedih. "Aku sudah selesai menjelaskannya padamu, Percy. Tidak apa-apa jika kau tidak percaya tapi aku sudah menyelesaikan urusanku dengan memberikanmu penjelasan agar kau bisa lega dan tidak lagi menyakiti hati wanita yang mencintaimu hanya karena aku yang dulu menyakitimu."

"Mau kemana kau?" tanya Percy sambil mencengkeram lengan Laura ketika wanita itu hendak berjalan menjauhinya.

Tubuh Laura mendarat pada tubuhnya dan wanita itu memekik kaget karena langkahnya sedikit oleng. Dia mencengkeram kedua lengan Percy agar dia tidak jatuh dan Percy mendekap pinggulnya dengan cepat.

Keduanya saling bertatapan dalam posisi saling berangkulan. Percy yang masih duduk diatas mejanya dengan Laura yang berdiri tepat didepannya dalam dekapan Percy.

Ada perasaan familiar yang menjalar dalam hati Percy dan aroma feminin yang menguar dari tubuh Laura seakan memusingkan kepalanya. Deru nafas yang memburu dari keduanya memenuhi ruangan yang sunyi itu seakan menyesakkan mereka berdua.

"Aku.. akan membereskan barang-barangku dan pergi dari sini." ucap Laura dengan suara tercekat.

Percy menatap turun kearah bibir penuh Laura sambil menariknya semakin mendekat dalam pelukannya dan tangan yang merangkul pinggulnya mulai turun untuk mengusap bokongnya.

"Tidak semudah itu kau pergi, Laura." bisik Percy sambil mengarahkan bibirnya kearah lekuk leher Laura dan dia mengecupnya perlahan. "Kau yang harus bertanggung jawab atas apa yang kualami selama beberapa tahun ini setelah kejadian itu."

"Enggghhh.. Percy..." desah Laura sambil mencengkeram erat lengannya karena tidak bisa berkutik dari dekapan Percy yang begitu erat. "Bagaimana caranya untuk membuatmu bisa menerima penjelasanku? Aku bersedia untuk bertanggung jawab atas apa yang sudah kulakukan."

Senyum Percy mengembang dan dia kembali menatap Laura dengan sorot matanya yang menggelap. "Puaskan aku sekarang dan aku akan memberitahukannya nanti."

Laura mengerjap dalam diam dan melepas cengkeraman pada lengan Percy lalu merangkul bahu pria itu. "My pleasure, boo."

Shit! Mendengar Laura yang memanggil panggilan kesayangannya dulu membuat Percy tidak bisa lagi mengulur waktu. Dia memiringkan wajahnya dan mencium bibir Laura dengan penuh hasrat dan bernafsu. Begitupun juga dengan Laura yang membalas ciumannya dan bisa mengikuti ritmenya.

Bahkan Percy mengubah posisi mereka dengan mengangkat Laura duduk diatas meja kerjanya dan melebarkan kedua kaki jenjangnya agar dia bisa mendekatkan dirinya dengan kedua kakinya mengapit tubuhnya.

Tangan Percy sudah bekerja untuk membuka kancing blousenya dan melebarkannya sehingga memberikan akses sepasang payudara bulat milik Laura yang masih terbalut bra berenda berwarna putih. Dia pun bekerja dengan cepat untuk membuka kaitan bra dari balik punggung Laura dan menangkup satu payudara Laura yang terasa penuh di telapak tangannya. Holy crap!

"Semakin besar, huh? Apakah sudah banyak pria yang terjebak dalam pesona cantikmu, bee?" bisik Percy yang memanggil Laura dalam panggilan sayangnya dulu.

Laura menggelengkan kepalanya dan menatap Percy dengan sorot mata penuh gairahnya. "Aku tidak pernah lagi berhubungan dengan pria manapun, apalagi bercinta selain dirimu."

"Ahhh... kau pintar sekali mengambil hati." komentar Percy sambil menunduk untuk menghisap puting Laura yang sudah menegang.

"Itu kenyataan." balas Laura dengan terengah.

Percy memejamkan matanya untuk menikmati tubuh Laura. Dia membelai, mengusap, meremas dan memainkan reaksi tubuh Laura yang menggelinjang di bawah sentuhannya. Pikirannya kembali pada saat pertama kalinya mereka melakukan seks dan mendapatkan pengalaman pertamanya.

Laura mengerang pelan sambil mencengkeram rambutnya dan mencondongkan tubuhnya untuk menuntut sentuhan lebih darinya. Keduanya sama-sama meluapkan hasrat yang teredam dan tertahan selama ini.

Percy tidak tahu apa yang membuatnya bisa melakukan hal ini tapi dia yakin kalau Laura pun demikian. Meski perasaannya kali ini masih belum bisa dipastikan apakah dia masih memiliki rasa untuk Laura atau dia yang barusan tadi menerima kekalahannya atas Nayla dari Shin sehingga dia membutuhkan pelampiasannya.

Tangan Percy membelai turun ke samping tubuh Laura dan mencengkeram tepi roknya lalu mengangkatnya ke atas sampai batas pinggang. Percy menghentikan cumbuan itu sebentar untuk menarik turun celana dalam Laura sementara wanita itu juga bekerja untuk membuka celananya dan menarik turun berikut boxernya.

Percy kembali melanjutkan untuk mencium bibir Laura dengan liar dan ibu jarinya mulai mengusap titik basah Laura yang sudah melebarkan kakinya bersiap untuk dimasuki. Percy mengerang ketika Laura menggigit telinganya sambil meraba tubuhnya dari balik kemeja Percy yang sudah berantakan.

Pinggul Laura mulai berputar seakan menuntut dan Percy mengulur waktu sejenak untuk membenamkan wajahnya di dada Laura lalu menjulurkan lidahnya memberikan sentuhan panas di sekujur tubuh molek itu. Percy menghisap kembali puting payudara Laura ke dalam mulutnya sambil mengerang pelan ketika dia merasakan genggaman tangan Laura berada di kejantanannya yang kian mengeras.

"Baby boo... please..." rintih Laura seakan memohon padanya.

Percy pun segera mengarahkan kepala kejantanannya pada tubuh Laura dan mulai memasukkannya sambil menggeram pelan seiring desahan kasar dari Laura. Dadanya naik turun dimana nafasnya memburu dan wajahnya memerah karena gairah. Sangat cantik, pikir Percy.

Sensasi memasuki tubuh Laura begitu intens dan... sangat sempit! Seakan tubuh itu tidak pernah dimasuki begitu lama dan hanya menunggu dirinya. Tentu saja membayangkan hal itu membuat Percy kesenangan dan menggila dengan serangan gairah yang membuatnya mulai menggoyangkan pinggulnya untuk melakukan gerakan maju mundur sekarang.

Punggung Laura melengkung ketika dia meredam sebuah erangan dan kepalanya terkulai ke belakang. Laura yang menggigit bibirnya sendiri seakan menjadi kepuasan tersendiri untuk Percy memandangi semua itu.

"Apakah terasa nikmat, sayang?" geram Percy tepat pada telinga Laura tanpa mengurangi kecepatannya. "Apakah kau masih ingat bagaimana aku mengambil keperawananmu lalu setelah itu aku memegang penuh kendali atas tubuhmu?"

Laura mengangguk sebagai jawaban dan nafasnya semakin memberat. Dia melingkari kedua tangannya diatas bahu Percy sebagai penyangga tubuhnya dan meredam suaranya di bahu Percy.

"Look at me, bee." ucap Percy kemudian.

Percy tahu kalau keduanya sudah sangat dekat dan saling mempercepat tempo gerakannya. Sorot mata keduanya kini bertemu dalam gairah yang sama dan membuat gerakan mereka semakin liar.

Tidak berapa lama kemudian, ketika gerakan itu semakin tidak beraturan dan semakin gelisah, disitu Percy membekap mulut Laura untuk membungkam jeritan klimaksnya ketika wanita itu meledak. Denyutan klimaks Laura terasa di sepanjang ketegangannya dan itu membuat kepala Percy pening.

Percy pun menyusul dalam erangan yang teredam di bahu Laura sambil memberi beberapa dorongan lagi. Percy pun ambruk diatas tubuh Laura sambil mendesak tubuh itu agar merebah diatas meja dan melindungi kepala Laura agak tidak terantuk meja.

Keduanya terdiam untuk meredakan buruan nafasnya yang memberat dan selama beberapa saat tidak ada perbincangan selain Percy yang masih memejamkan matanya di bahu Laura dan Laura yang mengusap kepalanya dengan lembut.

Setelah yakin kalau Percy sudah cukup tenang, dia menegakkan tubuhnya dan melepas penyatuan itu sambil menahan nafasnya. Tanpa berbicara, keduanya kembali memakai pakaiannya dalam diam.

"Kau tidak boleh pergi sebelum menyelesaikan urusanmu, Laura. Itulah yang dinamakan tanggung jawab. Hentikan sabotasemu yang disuruh oleh mereka dan kerjakan apa yang menjadi tugasmu disini." ujar Percy dengan nada perintah.

Laura terdiam sambil menatapnya dengan semburat merah yang masih terlihat di kedua pipinya.

"Kupikir kau akan mengusirku dan tidak mau melihatku setelah..."

"Silahkan lakukan itu jika kau merasa dirimu adalah jalang. Bukankah seorang jalang memang akan pergi begitu saja setelah mendapatkan kepuasan seperti barusan?" sela Percy dengan senyum setengahnya yang sinis.

Laura tertegun dengan mata yang mengerjap kaget. "Kupikir kita melakukan hal itu barusan karena kita saling merindukan."

Percy tertawa sinis. "Kau kebanyakan berpikir, Laura. Sekalipun kau sudah menjelaskan padaku dan yang lainnya terkesan percaya pada penjelasanmu, keadaan sudah berubah dan aku bukan Percy yang dulu. Kini aku adalah Percy yang senang merusak wanita dengan caranya sendiri."

"Begitu ya?" balas Laura dengan nada pahit.

"Harusnya kau tahu siapa aku sebelum berniat mendekatiku dengan dalih untuk memberikan penjelasan. Aku sama sekali tidak tertarik dengan masa lalu yang sudah begitu lama berlalu. Apalagi bajingan itu sudah tidak ada dan aku belum sempat membalaskan dendamku. Dan apa yang kulakukan barusan anggaplah sebagai bukti pembalasan dari ketidakjujuranmu. Terserah kalau kau mau menganggapku bajingan. Aku sudah biasa." sahut Percy dengan nada kejam.

Percy bisa melihat sorot kesedihan dan ekspresi tidak percaya dari Laura saat ini. Wanita itu masih mematung dengan matanya yang kembali berkaca-kaca. Ckckck. Dia tidak menyukai wanita lemah dan cengeng.

Sambil menarik nafas panjang, Laura bergerak untuk mengambil map yang tergelatak diatas meja dan mendekapnya. Dia mengangkat wajahnya untuk menatap Percy lalu memberikan sebuah senyuman tipis.

"Terima kasih untuk waktu dan kesempatan yang kau berikan padaku. Secepatnya akan kuselesaikan masalah ini dan mengembalikan keadaan seperti semula. Jika tidak ada yang perlu dibahas lagi, aku undur diri. Selamat sore, Mr. Tristan." ucap Laura dalam kalimat formal namun terdengar gemetar.

Dan Laura pun pergi meninggalkan ruangan Percy tanpa menoleh lagi kearahnya. Percy mengumpat kasar sambil menghempaskan tubuhnya diatas kursi dengan tatapan menerawang. Shit! Ini adalah pertama kalinya dia berlaku kasar dan menyakiti hati Laura sampai sedemikian dalam.

Dia mencoba untuk meyakinkan dirinya agar membenci wanita itu tapi denyutan nyeri dalam hatinya seakan berkata lain bahwa dia tidak menyukai ekspresi terluka dari Laura.

Kemudian Percy pun segera membersihkan dirinya di toilet pribadi yang ada dalam ruangannya dan melihat jam yang sudah menunjukkan waktu pulang kerja. Dia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Shin untuk menanyakan dimana dia berada sekarang. Telepon itu diangkat setelah dering pertama.

"Ada apa?" tanya Shin tanpa basa basi disebrang sana.

"Dimana kau? Apa kau akan pulang untuk makan malam?" tanya Percy yang meringis sendiri mendengar pertanyaannya yang memuakkan. Demi Tuhan, pertanyaannya barusan terdengar seperti istri yang menanyakan keberadaan suami. Geezzz!

"Pertanyaanmu sungguh terdengar seperti jomblo sekali. Maaf jika mengecewakan tapi saat ini aku sedang dalam perjalanan untuk mengajak wanita gila yang ada disampingku menikmati kimchi jjigae." balas Shin dan terdengar teriakan kesal dari Nayla karena panggilan wanita gila yang dilancarkan Shin barusan.

Senyum Percy mengembang karena sepertinya kedua orang itu mengalami kemajuan dalam hubungan mereka.

"Baiklah." ucap Percy akhirnya.

"Apa kau baik-baik saja dan sudah menyelesaikan urusanmu dengan Laura?" tanya Shin kemudian.

"Semua sudah terselesaikan dan tidak akan terjadi apa-apa lagi." jawab Percy langsung.

"Baguslah kalau begitu jadi berhenti menggangguku." ucap Shin tegas lalu mematikan teleponnya.

Ckckck. Percy menatap ponselnya dengan jengkel dan memasukkannya ke dalam saku celana. Dia berjalan keluar ruangan dan mendapati Laura yang juga baru saja keluar dari ruangannya di koridor sebrang.

Wanita itu hanya menatapnya dan memalingkan wajahnya untuk segera berjalan menuju lift dengan cepat. Percy pun berjalan santai ketika Laura yang masih menunggu lift itu dalam diam. Tidak berapa lama kemudian, pintu lift terbuka dan keduanya masuk ke dalamnya.

"Kau pulang dengan siapa?" tanya Percy memulai pembicaraan sambil bersandar untuk menatap Laura secara terang-terangan.

Laura masih menatap tombol lantai lift itu tanpa menoleh kearahnya. "Aku akan naik taksi."

"Bagaimana kalau kau pulang denganku saja dan kita makan malam bersama sebelumnya?" tawar Percy dengan santai.

"Tidak, terima kasih." tolak Laura langsung tanpa menoleh kearahnya.

"Aku bersikeras." balas Percy tidak mau tahu.

Laura menoleh kearahnya dan menatapnya datar. "Maaf. Aku tidak bisa. Seperti yang kau ketahui bahwa aku sudah banyak terluka dan aku menolak untuk terus disakiti. Berhenti menganggapku jalang karena aku bukan wanita yang bisa kau pakai lalu kau buang setelahnya. Tugasku sudah selesai untuk menjelaskan padamu tentang kebenaran yang tertunda. Jika hal itu tidak bisa membuat dirimu berubah pikiran terhadapku, maka satu-satunya cara adalah aku harus merelakanmu dan menjauh darimu."

Percy terdiam menatap Laura yang menyampaikan semua ucapannya dengan begitu lugas dan tenang seakan dia sudah mempersiapkan diri untuk mengatakannya.

"Ini hanya sebuah ajakan makan malam dan antar pulang yang biasa." balas Percy dengan alis terangkat setengah. Masih mempertahankan sikap brengseknya.

"Buatmu memang biasa. Tapi buatku, tidak sesederhana itu. Aku sudah banyak mengorbankan semua perasaanku untukmu, Percy. Aku berusaha untuk mendapatkanmu kembali tapi kau yang membuatku menyerah. Maafkan aku karena aku sudah tidak sanggup untuk menerima semua perlakuanmu dan carilah jalang lain yang bisa kau perlakukan seperti ini." ucap Laura dengan suara gemetar bertepatan dengan pintu lift yang berbunyi.

Laura pun segera keluar dari lift itu dengan cepat bahkan hampir berlari menuju ke pintu lobby. Percy berjalan pelan menatap sosok Laura yang sudah semakin menjauh dari pandangannya dengan ketidakpastiannya. Namun satu hal yang disadarinya bahwa keegoisannya telah membuatnya kehilangan sebuah harapan baru untuk membenahi kekacauan dalam hidupnya.




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Babang bilang kalau aku kurang menunjukkan kebrengsekan seorang Percy yang katanya ladykiller.

Dia tuangkan ide soal part ini selama weekend dan kita membahas soal part ini dalam pembahasan yang cukup detail.
Akhirnya kita pilih short time sex at the office yang udah biasa banget 🤔

Panggilan sayangnya agak2 fancy yah.
Tapi lebih mending daripada ayah bunda, pipi mimi atau papi mami (wueks)

Jaman masa SMU ceritanya tuh panggilan
Bee / Boo artinya sama2 sayang.
(Idenya babang, pffftttt)
Katanya itu panggilan sayangnya sama pacarnya yang galak itu.

Satu kata buat lu bang : JIJIX 🤓






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top