Part 13 - I won't let you hurt
Kacau. Balau.
Itulah yang dirasakan Nayla saat ini dan dia tidak tahu harus berbuat apa selain merasa terganggu dengan keadaan yang membuatnya tidak nyaman. Begini salah, begitu pun juga salah. Sungguh sangat tidak menyenangkan sekali dan dia merasa harus melakukan sesuatu.
Haishhh!!! Dia mengerang kesal sambil mengacak rambutnya dan menaruh kepalanya diatas meja kerjanya dengan frustrasi. Ada apa dengan dirinya? Dia masih bingung. Dan dia mendadak menjadi histeris.
Kemarin dia sudah berkonsultasi dengan dokter di rumah sakit terdekat karena Shin sialan tidak memenuhi ucapannya yang katanya memiliki dokter keluarga yang bisa datang kapanpun dibutuhkan. Hasil dokter mengatakan dia tidak memiliki gejala penyakit jantung namun hanya stres dan terlalu banyak pikiran. Okay. Nayla mungkin saja percaya karena memang tidak ada riwayat penyakit jantung dalam keluarganya.
Tapi tetap saja degup jantungnya tidak kunjung menghilang selama dua hari ini dan itu membuatnya lelah. Dia sampai mengetik pencarian dengan keyword 'jantung berdebar tanpa sebab' di laptopnya barusan. Hasilnya? Nayla seakan ingin berteriak histeris namun tidak bisa mengeluarkan teriakannya. Dia semakin shocked dan degup jantungnya malah berdetak semakin cepat tidak karuan padahal dia hanya sendiri dalam ruangannya.
Hasil pencariannya mengatakan bahwa dia sedang mengalami gejala jatuh cinta! What. The. Heck! Nayla tidak percaya dan meragukan hasil Google yang biasanya akurat itu. Ini tidak benar, batinnya bersikeras.
Bagaimana bisa dia jatuh cinta? Dan kepada siapa dia menjatuhkan cintanya? Tidak mungkin ke salah satu pria koplak dengan otak tergesrek di dunia! No! No! Nayla kembali menggelengkan kepalanya keras-keras seolah hal itu tidak muncul di dalam otaknya.
Dia membaca kembali rubrik yang dilihatnya saat ini antara lain :
1. Kelebihan hormon tiroid : Itu sudah jelas tidak mungkin karena dokter sudah menjelaskan bahwa dirinya bebas dari penyakit yang berhubungan dengan kelainan jantung. Dia bahkan sudah melakukan tes darah dan CT Scan untuk mendukung diagnosa dokter yang tadinya diragukannya juga. Hasilnya dia TIDAK sakit.
2. Anemia : Heck! Dia saja sudah mengukur tekanan darahnya yang hasilnya malah tinggi. Itu sudah bisa dipastikan pengaruh dari kehidupannya yang menggila selama beberapa minggu terakhir.
3. Perubahan hormon : Itu sangat tidak mungkin! Dia sedang tidak menstruasi dan tanpa menstruasi pun dirinya sudah mengalami emosi yang terombang ambing tidak karuan semenjak berhadapan dengan kedua pria sialan yang tidak berguna itu. Kehamilan? Crap! Dicium paksa seperti kemarin saja dia sudah pingsan. Apalagi hamil? Bisa dipastikan jika dia hamil, mungkin dia sudah dalam keadaan mati suri alias koma.
4. Efek samping dari obat : Nayla mengerutkan alisnya sambil berpikir apakah dia ada mengonsumsi obat apapun belakangan ini? Sepertinya tidak karena dia yakin kalau dia sedang tidak dalam pengawasan dokter yang mengharuskannya minum obat secara teratur.
5. Gangguan irama jantung : Nah! Nayla mendadak lega melihat sebab dari debaran jantung tiba-tiba yang dinilainya paling masuk akal ini. Gangguan itu disebut dengan Aritmia dan bisa dicegah selama dirinya tidak mengonsumsi minuman beralkohol, terlalu stres dan memakan makanan sehat.
Baiklah! Nayla yakin kalau degup jantungnya itu hanya karena gangguan irama yang mungkin saja dia terlalu stres dan banyak pikiran sampai meminum soju dalam jumlah banyak selama dia tinggal disini.
Dia menghibur diri dan menarik nafas tatkala degup jantungnya masih saja berdetak tidak normal selama dua hari ini. Dia yakin dia bisa mengatasi hal ini dan dia tidak akan memikirkan apapun selain menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu lalu dia bisa kembali ke tanah air dengan damai.
Tok...tok...tok
Terdengar pintu ruangannya diketuk dan Nayla langsung mendongak lalu mendapati kepala Percy muncul dari balik pintu sambil memberikan cengiran lebarnya. Ck!
"Apakah kita bisa berbicara sebentar?" tanya Percy sambil menunjukkan sebuah map di tangannya seakan memberitahunya bahwa ada urusan pekerjaan.
Nayla langsung menganggukkan kepalanya dan menegakkan tubuhnya sambil menangkup degup jantungnya yang kian memburu cepat. Ugh! Nayla harus menghembuskan nafasnya dengan berat karena dadanya terasa begitu sesak.
Percy masuk ke dalam ruangannya lalu duduk di kursi yang ada di depan meja kerjanya sambil memperhatikannya dengan alis berkerut heran.
"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan tatapan menilai.
Nayla melirik tajam kearahnya. "Tidak usah tanya-tanya. Langsung saja kepada intinya, ada apa kau masuk kesini?"
Percy mengerjap bingung lalu mengangkat bahunya dengan santai. Dia membuka mapnya dan mulai menanyakan perihal yang ingin ditanyakan tentang progres perkembangan kontruksi mengenai alat-alat berat dan tetek bengek lainnya yang hanya bisa didengar sekilas oleh Nayla karena degup jantungnya yang tidak juga mereda.
Nafasnya memberat dengan tarikan pendek yang sanggup dicapainya. Apakah hal ini mempengaruhi dirinya ketika dia berhadapan dengan Percy? Jika ya, berarti pria itu harus segera menyingkir dari sini.
"Begini saja, kau tulis apa yang menjadi masalahmu dan akan kupelajari setelahnya." potong Nayla ketika Percy masih menyampaikan pembahasannya.
Percy terdiam sambil menatapnya dengan mata menyipit curiga seakan sedang mempelajarinya dan itu semakin tidak membuat Nayla nyaman.
"Tidak usah menatapku seperti itu. Aku tidak akan tergoda pada pesonamu yang pas-pasan itu." sembur Nayla dengan wajah judesnya lalu membuang muka untuk mengabaikan degupannya yang semakin tidak terasa wajar.
Percy mengangkat alisnya. "Okay! Kau benar-benar wanita aneh yang sok merasa cantik."
"Aku memang cantik. Dan kalau aku tidak cantik mana mungkin kau akan melemparkan dirimu pada proyek yang tidak ada urusannya sama sekali dengan dirimu?" balas Nayla ketus.
"Tidakkah kau sadar dengan dirimu yang menolak kehadiranku seperti ini justru akan memancing phobiamu semakin menjadi? Harusnya kau bersikap biasa saja kecuali kalau kau memang kegeeran." sahut Percy dengan kalem.
"Untuk apa aku harus merasa kegeeran denganmu? Melihatmu saja aku sudah merasa sesak." tukas Nayla sambil menghembuskan nafasnya dengan berat.
"Eh? Kau merasa... berdebar saat melihatku? Really?" tanya Percy kaget.
Nayla mengangguk tanpa ragu.
"Kau juga seperti itu ketika berhadapan dengan Shin, bukan?" tanya Percy lagi dan Nayla kembali mengangguk.
Percy terdiam selama beberapa saat dan terlihat berpikir sambil mengusap dagunya. Dia bahkan senyum-senyum sendiri seolah memberikan arti yang tidak enak dilihat oleh Nayla. Raut wajahnya seakan terlihat mendapatkan sesuatu yang bisa dibanggakan dan penuh percaya diri.
"Kenapa kau memberikan senyuman yang menjijikkan seperti itu?" celetuk Nayla dengan alis berkerut tidak senang.
Percy terkekeh semakin lebar dan menaruh kedua sikunya diatas meja lalu menopang dagunya dengan wajah yang dipasang dalam kesan sok cool itu. Astaga! Jangan sampai dia berpikir kalau...
"Bisa jadi kau mulai kebingungan mana yang kau taksir sekarang. Antara aku atau Shin, bukan begitu?"
Nayla langsung melempar sebuah pulpen yang ada didepannya dan sukses menjangkau kepala Percy dimana pria itu langsung mengadu kesakitan karena murka melihat ekspresi wajahnya yang penuh dengan unsur kegeeran akut dan rasa percaya diri yang sudah tidak ada obatnya itu.
"Kenapa sih kau selalu berlaku kasar padaku? Nanti kau malah bisa sangat menyayangiku lho!" sewot Percy sambil mengusap kepalanya yang sakit.
"Jika kau masih terus mengeluarkan ucapanmu yang tidak tahu diri itu, aku akan menendangmu keluar dari sini!" desis Nayla sambil beranjak berdiri diikuti Percy yang juga beranjak dari kursinya.
"Easy, woman!" pekik Percy kaget sambil menunjuk kearah Nayla untuk wanita itu berhenti melangkah mendekat.
"Aku sedang kesal dan semakin tidak nyaman dengan kondisi seperti ini! Jangan membuatku bertambah stres atau aku akan mati muda." tukas Nayla sambil mengangkat alisnya tinggi-tinggi.
"Kurasa tidak ada malaikat pencabut nyawa yang berani mendekatimu." gumam Percy pelan namun masih bisa didengar oleh Nayla dan itu semakin membuatnya naik pitam.
"Kalau begitu kau mencari mati dengan mendekatiku saat ini dan melancarkan rayuan murahan yang sama sekali tidak kreatif!" balas Nayla sinis.
Percy hanya berckckck ria sambil bertolak pinggang melihatnya dengan tatapan penuh simpati. "Kau benar-benar meremehkanku yah? Baiklah. Sini kau belajar dengan Percy Oppa dulu."
Apa katanya barusan? Oppa? Bah! Muka import seperti dia yang sama sekali tidak ada keren-kerennya seperti abang Jin dari BTS atau mas Chanyeol dari EXO malah ingin dipanggil Oppa? Sudah jelas Percy berniat untuk menodai panggilan terhormat para Idol kesayangannya itu.
"Kau benar-benar terlihat seperti kotoran yang ada pada popok bayi baru lahir." celetuk Nayla sadis.
"Salah. Yang benar adalah aku seperti ruam gatal yang ada di tubuhmu setiap kali kau merasa jijik padaku. Apa kau puas?" balas Percy dengan sengit.
Nayla tertegun lalu dia tertawa geli mendengar ucapan Percy barusan. Dan untuk pertama kalinya setelah beberapa hari mengalami hal yang aneh, degup jantungnya mulai kembali dengan normal.
"Jadi, apa yang kau ingin berikan padaku? Pengajaran seperti apa yang kau maksud?" tanya Nayla dengan dagu terangkat.
Percy menyuruhnya untuk berpindah tempat dan duduk di sofa ruangan kerjanya lalu duduk berhadapan disitu. Anehnya, Nayla mau saja dan mengikuti perintah Percy untuk duduk bersama.
"Kau kan bilang kalau jantungmu berdebar saat berhadapan dengan Shin dan aku, benar begitu?" tanya Percy kemudian.
"Tadi memang iya, tapi sekarang sudah tidak." jawab Nayla seadanya.
Alis Percy berkerut bingung. "Kenapa bisa begitu? Apa yang terjadi?"
Nayla menggelengkan kepalanya. "Tidak tahu. Aku sudah mengecek kesehatan jantungku dan berkonsultasi pada dokter, hasil diagnosanya aku sehat. Tidak ada masalah."
"Apa kau sudah melakukan tes kesehatan seperti..."
"Sudah semuanya. Aku sudah melakukan tes ini itu. CT Scan, Medical Check Up sampai USG pun sudah kulakukan! Semuanya normal dan tidak ada masalah." sela Nayla cepat.
Percy terdiam mendengarkan dengan tatapan menerawang dan masih berpikir dalam ekspresi serius sekarang. Diam-diam Nayla mencoba menilai sosok pria yang duduk di hadapannya dengan seksama. Tinggi, berkelas, tampan dan ada kesan wibawa tapi... zonk! Mengingat ekspresi tololnya setiap kali kebingungan, belum lagi dia adalah pria pelit yang terlalu bokek dan tidak segan meminta wanita untuk membayar. Nilai plus-plus malah menjadi minus kuadrat. Cih!
"Bagaimana kalau kau melakukan pelatihan untuk berdekatan dengan lawan jenis? Selain dengan kami berdua misalnya. Kau berkenalan dengan pria lain lalu mencoba untuk pendekatan." usul Percy kemudian.
Alis Nayla berkerut lalu menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Aku akan sangat repot jika mereka juga naksir padaku. Seperti kalian berdua yang begitu ngotot ingin denganku."
Percy mendesah malas dan menatap Nayla jenuh. "Aku cukup prihatin untuk sikap pedemu itu, Nayla. Kami tidak ngotot karena mau tidak mau kami harus berhadapan denganmu, bukan? Lagian kami juga sudah mendapatkan pengalihan perhatian yang lebih menarik dibanding dirimu. Sorry."
Nayla melebarkan senyumannya mendengar hal itu. Kelegaan malah semakin merasuk ke dalam jiwanya dan degup jantungnya sepenuhnya normal.
"Aku senang mendengarnya. Semoga seterusnya akan seperti itu." ujar Nayla dengan penuh rasa syukur dalam hatinya.
"Tapi soal kau yang harus melakukan pelatihan, itu serius. Kau harus memikirkan bagaimana caranya kau harus menghilangkan phobiamu itu, Nayla. Kalau tidak nanti kau akan menjadi perawan tua yang kesepian." tukas Percy tanpa beban.
"Aku juga tidak berharap kalau akan seperti itu tapi lihat nanti. Aku masih malas untuk memikirkan hal itu dan sama sekali tidak tertarik." balas Nayla santai.
"Well... semoga berhasil dengan watak keras kepalamu itu." ucap Percy lugas. "Padahal kau terlalu cantik dengan pemahaman kuno seperti itu. Lagipula apa sih yang membuatmu sampai sebegitunya terhadap pria? Kau belum pernah berpacaran atau dekat dengan satu pria pun. Kalau itu hanya karena kau yang sering melihat kakakmu dan para adik laki-laki yang sering gonta ganti pasangan, rasanya itu terlalu sadis untuk menyamakan semua pria seperti itu."
"Kau tidak tahu saja ekspresi wajah terluka dari para wanita itu." sahut Nayla dengan penuh penekanan.
"Boys will be boys. Mereka melakukan hubungan atas dasar suka sama suka. Bisa putus karena sedari awal mereka tidak bisa menjanjikan apa-apa selain kepuasan duniawi. Kebanyakan wanita menyalahkan kami para pria karena berpikir logis bahwa hidup tidak melulu soal cinta dan perasaan. Harusnya mereka bisa belajar bahwa hubungan yang tidak berhasil memberikan pengalaman tersendiri untuk mengenal karakter manusia lebih banyak lagi khususnya bajingan." balas Percy panjang lebar.
"Kau bisa berkata seperti itu karena kau adalah pria dan tidak menyadari sakitnya perasaan wanita ketika menyerahkan keperawanannya kepada pria yang salah." cetus Nayla sinis.
"Itu dia letak kesalahan terbesar. Kami sebagai pria memberikan perhatian yang seharusnya kami lakukan pada wanita yang kami sebut dengan kata kekasih. Wajar saja jika terjadi beberapa sentuhan seperti ciuman, bergandengan tangan dan make out. Lantas karena terbawa suasana sampai kelewat batas, apakah pria yang pantas dipersalahkan hanya karena dia memiliki penis untuk menerobos masuk ke dalam lubang perawan? Heck! Kembali lagi ke persoalan awal bahwa hubungan dilakukan atas dasar suka sama suka dan bisa terjadi hal itu, sudah ada kemauan dari kedua pihak. Dengan kata lain, harusnya kami yang tersinggung karena selalu dituduh sembarangan."
"Maksudmu wajar saja kalau wanita kehilangan perawannya kepada pria yang meninggalkannya setelah mendapatkan itu?" pekik Nayla dengan nada tidak terima.
"At least mereka sama-sama mendapatkan kepuasan." tukas Percy dengan datar. "Sekarang begini, perawan itu adalah hak dari wanita itu sendiri. Ada yang memberikannya dengan mudah, ada juga karena terpaksa dan ada yang mempertahankannya demi sebuah tujuan mulia dimana itu diserahkan untuk suaminya kelak. Pada intinya wanitalah yang memutuskan kepada siapa akan diberikannya perawan itu. Seperti kau misalnya yang masih perawan hingga saat ini."
Nayla terkesiap sambil menatap Percy dengan tatapan memusuhi. "Darimana kau tahu itu?"
"Orang buta pun tahu kalau kau masih perawan jika dilihat bagaimana reaksi tubuhmu saat bersentuhan secara tidak sengaja. Seperti Shin yang menciummu misalnya." balas Percy sambil memutar bola matanya.
Nayla mengerjap dan terdiam ketika baru menyadari kemana pria lancang yang satu itu? Sudah dua hari ini atau sejak dirinya bangun dalam keadaan tidak sadar tentang apa yang terjadi pada malam saat mereka pergi ke festival waktu itu. Katanya Nayla dan Laura mengotori mobil barunya lewat muntahan mereka. Hahaha... baguslah! Bukannya menyesal tapi Nayla malah kelewat senang.
"Dimana Shin? Kenapa dia tidak terlihat selama dua hari ini?" tanya Nayla sambil mengerutkan alisnya ketika pertanyaan itu muncul begitu saja dalam benaknya dan dilontarkannya tanpa permisi.
"Dia sedang ada urusan di Seoul dan sepertinya sore ini akan pulang karena adiknya sudah kembali tadi siang. Kenapa? Apakah ada urusan pekerjaan yang membutuhkan tanda tangannya?" jawab Percy sambil menatapnya dengan cengiran lebarnya yang menjengkelkan.
"Tidak. Aku hanya..."
Deg! Kenapa degup jantungnya sekarang kembali memburu? Shit! Hal itu terjadi bersamaan dengan cengiran Percy yang semakin lebar sekarang dengan tatapan geli menatapnya. Oh please...
"Baiklah. Kurasa aku harus kembali ke ruanganku sebelum kau menyambitku lagi karena wajahmu kembali mengerikan." ucap Percy sambil beranjak dan menunjuk kearah map yang ditaruhnya diatas meja kerja. "Lihat laporanku dan tolong konfirmasi jika aku sudah mendapatkan jawaban untuk keluhanku."
Nayla mengangguk sambil beranjak untuk mengambil map yang diberikan Percy tadi. "Aku akan menyerahkannya pada Laura agar dia menindaklanjuti permintaanmu."
Percy mendesah malas seakan mendengar nama Laura saja sudah mengusik kesenangannya. "Kenapa harus dia sih? Aku memintamu dan itu berarti kau yang harus mengerjakannya."
"Aku sudah terlalu banyak pekerjaan dan kau tidak usah protes padaku. Bersikaplah profesional disini!" desis Nayla sambil berjalan melewatinya dimana Percy mengikutinya dari belakang untuk keluar dari ruangan itu.
Mereka berdua berjalan berdampingan dimana Nayla yang hendak ke ruangan Laura dan Percy yang hendak kembali ke ruangannya sendiri.
"Jadi, apa kau tahu kelanjutan urusan soal satu pemilik tanah yang masih bersikeras untuk tidak mau menjual lahannya kepada kita?" tanya Percy memulai pembicaraan mengenai pekerjaannya kembali.
Nayla belum sempat menjawab ketika dia sudah membuka pintu ruangan Laura tanpa diketuk dan dia tersentak kaget melihat apa yang terjadi di dalam ruangan itu. Deg!
Degup jantungnya berpacu sedemikian kencang seakan jantungnya hendak melompat keluar diiringi rasa sesak yang mengiringi. Cengkeraman tangannya pada kenop pintu mengetat dengan mata yang terbelalak kaget melihat dua sosok yang sedang... berciuman?
Dia bisa mendengar dengusan nafas kasar Percy dari arah belakangnya tapi itu tidak mengalihkan perhatiannya untuk tetap memperhatikan apa yang terpampang didepannya saat ini.
Laura yang berdiri membelakangi mereka terlihat mendongakkan dagunya kearah Shin yang sedang membungkuk kearah wanita itu. Keduanya terlihat berciuman dengan saling melumat dan menikmati apa yang mereka lakukan. Sampai ketika mata Shin yang terpejam terbuka sedikit lalu melebar kaget melihat Nayla yang sedang terpaku di posisinya dengan Percy yang ada di belakangnya, disitu ciuman itu terhenti.
Keduanya terlihat kaget dan panik. Wajah mereka memerah entah karena sudah terbakar gairah atau karena malu terpergok oleh mereka.
Nayla tidak sanggup berkata apa-apa selain berbalik dan menatap Percy dengan tatapan memohon. Percy menunduk melihatnya dengan sorot mata yang penuh amarah dan mengerjap untuk menahan emosi yang seakan ingin diluapkannya sekarang.
"Nayla..." panggil Shin yang terdengar dari balik bahunya.
Nayla tidak sanggup menoleh dan sekujur tubuhnya terasa lemas tak bertenaga seiring debaran jantungnya yang semakin melesak naik. Dia bahkan tidak sadar ketika bahunya dirangkul oleh Percy dan pria itu menatap dingin kearah mereka berdua sambil mengambil alih map yang dipegang Nayla.
"Maaf mengganggu keasikan kalian berdua. Jika kalian sudah selesai, tolong tindak lanjuti permasalahan ini dan berikan konfirmasi secepatnya." ucap Percy dengan dingin sambil berjalan masuk untuk menaruh map itu.
Nayla masih belum bergeming untuk menoleh ke belakang karena kedua tangannya mulai menangkup dadanya yang semakin bergemuruh. Rasa sesak sudah menjalar di dadanya dan dia tidak tahu apa yang terjadi sekarang. Kenapa melihat mereka berciuman terasa begitu sakit? batin Nayla.
"Percy, barusan tidak seperti apa yang terlihat." ujar Shin dengan nada tegas.
Nayla bisa mendengar ucapan Shin dan Percy hanya menyeringai sinis. Tidak ada suara yang keluar dari Laura karena wanita itu pasti hanya terdiam dan tidak memberi penjelasan yang berarti. Sudah biasa.
"Aku bahkan tidak peduli jika kau ingin mendekati jalang itu." sahut Percy santai lalu melangkah kembali kearah Nayla yang masih terpaku disitu tanpa ingin menoleh kearah Shin dan Laura.
"Nayla!" seru Shin kembali untuk memanggil namanya.
"Jangan panggil-panggil Nayla, Shin. Kau tahu jelas kalau phobianya kepada bajingan semakin menjadi dengan melihatmu mencium wanita yang katanya adalah teman baiknya. Disamping itu, kau adalah pria bajingan yang sudah mengambil ciuman pertamanya. Dengan begitu posisimu sudah tamat di hadapan Nayla." ujar Percy santai sambil merangkul bahu Nayla.
"Tapi..."
Nayla tidak mau mendengar ucapan Shin lagi karena Percy sudah keburu menariknya keluar dari ruangan itu dan merangkulnya untuk masuk ke dalam lift.
Dia masih bisa mendengar teriakan Shin memanggilnya tapi dia tidak sanggup untuk membalasnya. Ketika pintu lift sudah tertutup, disitu Percy melampiaskan kemarahannya.
"Fuck!" umpat Percy sambil meninju dinding besi lift hingga menimbulkan gema suara yang bergetar. "Wanita itu benar-benar jalang! Dia sangat murahan dan menerima semua laki-laki. Bodohnya lagi Shin malah terlena dengan godaannya. Sial!"
Nayla masih terdiam dan sibuk menenangkan diri karena degup jantungnya masih memburu kencang. Dia melirik cemas kearah Percy yang masih terlihat berang saat ini. Dia tidak mengerti kenapa Percy bisa semarah itu? Apakah dia menyesali sikap Shin yang seakan menggoda mantan kekasihnya? Atau dia masih memiliki perasaan pada Laura sehingga merasa cemburu melihat Laura berciuman dengan Shin? Apakah sebegitu menyakitkannya mencintai oranglain?
Kemudian, Nayla yakin kalau dia bisa melihat kesedihan Percy lewat amarah yang meluap disitu dengan sorot mata penuh kekecewaan dan ada rasa simpati di dalamnya. Perlahan namun pasti, degup jantungnya mulai kembali normal seiring dengan ide yang tiba-tiba muncul dalam benaknya.
Dia tidak ingin melihat Percy terluka seperti itu dan dia juga tidak ingin merasakan kesakitan yang membingungkan seperti yang dialaminya saat ini. Mungkin inilah saatnya dia melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri. Demi kebaikannya. Demi kesembuhannya.
"Percy..."
Panggilannya yang terdengar seperti sebuah bisikan membuat Percy menoleh kearahnya dengan sorot mata birunya yang berkilat tajam.
"Jangan menambah kepenatanku dengan kekonyolanmu lagi, Nayla." ucap Percy memperingatkan.
Nayla berjalan mendekati Percy dan menatapnya dengan penuh tekad. Dia memberanikan diri untuk mengangkat tangannya kearah wajah Percy lalu menyentuhnya pelan dengan tangan yang gemetar.
Aku harus bisa, batinnya. Dia meyakinkan dirinya kalau dia pasti bisa melakukannya dan phobianya akan sembuh dengan Percy karena pria itu tidak pernah sekalipun menyakitinya, menyentuhnya atau lancang padanya. Tidak seperti Shin.
"Aku memutuskan untuk menerimamu sebagai kekasihku dalam tujuan pelatihan yang kau katakan tadi, Percy. Karena itu bantulah aku dan aku akan memberikan kesetiaan padamu agar kau tidak lagi harus mengalami rasanya terluka."
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
BRB KABUR 🏃♀️🏃♀️🏃♀️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top