Burning Sun (Side Story)
Katakanlah ini adalah efek dari kegeraman saya, akibat terlalu mengikuti kasus yang sedang ramai itu 😂
Udah tahu yah dari judulnya.
Ini di luar dari cerita lapak yah.
Cuma side story 😂😂😂
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Seoul, South Korea. 00.37 AM
Hingar bingar menyeruak di sekeliling, suara musik bertalu-talu memekakkan telinga, dan semua orang berseru ketika sang DJ mulai mengangkat satu tangannya untuk menaikkan dentuman ritme musik yang dimainkan.
Sebuah klub malam tampak ramai dan penuh dengan kehebohan di setiap sudutnya. Ada yang menari, ada yang mengobrol seru sampai berteriak dengan penuh semangat, dan ada yang melakukan pemanasan sebelum bercinta di ujung koridor. Semuanya tampak sah-sah saja dilakukan di dalam klub itu.
Bersenang-senang. Itu tujuan mereka untuk mendatangi klub malam yang selalu ramai di jam tengah malam. Semua terlihat dari apa yang tampak disitu, baik pria ataupun wanita terlihat menikmati apa yang mereka lakukan di sana. Termasuk sekelompok wanita yang menempati sebuah meja bulat di tengah klub, dan sedang menikmati minumannya. Girls night out, itu yang mereka lakukan.
Sekelompok wanita yang terdiri dari enam orang itu, mengambil rehat sejenak dari kesibukan mereka. Status mereka pun sudah bersuami dan beberapa di antaranya sudah memiliki anak, namun tidak berarti mereka tidak bisa bersenang-senang.
Dengan memakai outfit berwarna hitam yang membalut pas di tubuh, mereka tampak seperti wanita muda yang belum bersuami. Usia mereka pun masih pertengahan dua puluhan. Rambut panjang bergelombang yang ditata indah, wajah yang mempesona, bentuk tubuh yang ideal, dan sepasang kaki yang jenjang. Visual dari mereka pun tampak seperti seorang model, dan salah satu di antaranya memang adalah mantan model yang cukup ternama.
"Jadi, kapan di antara kalian akan hamil lebih dulu?" tanya Ashley sambil menatap Patricia dan Nayla secara bergantian.
Patricia dan Nayla saling menunjuk. Keempat wanita lainnya hanya tertawa pelan.
"Jangan ganggu mereka, Ashley. Kita tahu kalau di sini yang memiliki anak paling banyak adalah dirimu," ucap Vanessha sambil terkekeh.
"Apakah niat suamimu yang ingin memiliki anak banyak, benar-benar akan di realisasikan?" tanya Alena sambil mengangkat alisnya setengah.
"Over my dead body. No! Aku lelah mengurus Hyuna dan sih Kembar, Hun dan Han. Aku bisa gila jika harus berhadapan dengan tiga kurcaci itu," jawab Ashley sambil memutar bola matanya, lalu menyesap minumannya.
"Bagaimana dengan dirimu, Joana? Kulihat pernikahanmu dengan Petra cukup tenang tanpa adanya drama," tanya Nayla sambil menoleh pada Joan yang asik meneguk minumannya.
"Dia cukup kooperatif. Aku terkesima. Meski terkadang seperti bayi raksasa yang ingin dimanja, tapi aku maklum. Apalagi dia mampu menjadi seorang ayah yang siaga untuk little Max," jawab Joan senang.
"Aku masih tidak percaya kalau kakakku bisa seperti itu. I mean hey, he's totally an asshole! Dia sangat membenci anak-anak dan mendadak bisa menjadi ayah. Itu kejutan yang besar," tukas Patricia lalu berckckck ria.
"Kurasa Petra tidak seburuk itu," gumam Vanessha pelan. "Dia sama seperti Noel. Mulutnya berkata jahat, tapi tindakannya bertolak belakang dengan apa yang diucapkannya. Noel selalu bilang kesal dengan Nero, tapi dia tidak mengijinkan siapapun menggendongnya, jika dia sudah pulang bekerja."
"Apakah mungkin akan ada baby number 2?" tanya Nayla sumringah. Membayangkan kakaknya yang bisa menyayangi keponakannya seperti itu, membuatnya menjadi geli sendiri.
Vanessha meringis pelan sambil menggeleng. "Kurasa untuk sementara tidak, karena Noel cukup trauma dengan stres yang dialaminya saat menungguku melahirkan."
Semuanya hanya memutar bola matanya dan sama-sama meraih gelas minumannya, lalu menyesapnya pelan. Kini keenamnya melirik ke arah yang sama dari sudut matanya, ketika ada yang bergerak mendekati.
Hmmmm...
"Apakah sudah saatnya kita melakukan sesuatu untuk bersenang-senang?" bisik Nayla sambil tersenyum ke arah Patricia.
Patricia mengangguk. "Aku membawa puluhan jarum beracun yang bisa melumpuhkan otak secara permanen."
"Aku membawa sebelas pisau beracun dengan serum yang sama seperti jarummu," balas Nayla geli.
Patricia melebarkan matanya seakan kagum dengan persiapan Nayla.
Alena hanya memberikan senyuman setengah yang mencurigakan ke arah kelima temannya sambil melanjutkan minumannya. Dia sadar jika dirinya sedang diperhatikan oleh seorang pria yang duduk tidak jauh dari meja mereka.
Pria itu tidak sendirian. Ada beberapa temannya juga. Mereka tampak seperti predator yang sedang mengawasi mangsanya, seolah tidak pernah melihat wanita saja. Hal seperti itu, membuat Alena tidak sabar untuk meluangkan hobinya yang sudah lama tidak dilakukan.
Keenam wanita itu pun sengaja berdandan sedikit mencolok untuk menarik perhatian. Well... sepertinya rencana mereka berhasil, karena setiap pasang mata selalu menyoroti mereka dengan tatapan kagum.
Informasi menyebutkan bahwa ada pertemuan dari para pendiri klub yang berkumpul di malam itu. Pertemuan yang sudah dimulai sejak dari jam sembilan malam tadi, sepertinya berjalan alot, karena para pendiri klub baru keluar dari sebuah ruangan khusus di dalam klub, sekitar setengah jam yang lalu. Mereka menempati sebuah meja VIP, yang tidak jauh dari meja yang ditempati keenam wanita itu.
"Kyaaa... jangan! Lepaskan aku!"
Keenamnya langsung menoleh ke arah sumber teriakan, ketika bisa mendengar ada seorang wanita berusaha melepaskan diri, dari seorang pria yang bersikap kurang ajar padanya. Tangan pria itu melingkar di pinggang wanita itu, dan satu tangannya lagi menangkup payudara wanita itu dengan lancang.
"Tidak usah jual mahal! Kau adalah penggoda licik yang menginginkan uangku! Jadi nikmati saja apa yang ingin kulakukan padamu!" bentak pria itu sambil tertawa terbahak-bahak bersama dengan teman-temannya yang lain.
"Security, tolong! Bantu aku!" seru wanita itu sambil menahan isakan, ketika pria itu semakin kurang ajar dalam menyentuhnya.
Nayla memperhatikan ada penjaga klub yang terlihat mengabaikan permintaan wanita itu, bahkan sorot mata penjaga itu terkesan meremehkan.
Wanita itu kembali memberontak dan berusaha melepaskan dirinya dari pria yang merengkuhnya. Tindakan pelecehan itu sama sekali tidak dipedulikan oleh keadaan sekitarnya, mereka seolah menulikan pendengarannya dan membutakan penglihatannya. Dan... BUKK! Pria itu malah memukul wanita itu dengan kasar.
Keenamnya berusaha menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu, melihat tindakan kasar seperti barusan. Nayla bahkan sudah mengepalkan kedua tangannya dengan kuat dan nafas yang memburu kasar, sorot matanya memicing tajam melihat pria sialan yang terlihat kesenangan, setelah memukul wanita itu.
Karena mereka sibuk memperhatikan bagaimana wanita itu diperlakukan, mereka tidak sadar kalau ada seorang pria yang mulai mendekat dan menghampiri meja yang ditempati mereka. Pria itu tersenyum lebar, ketika sudah berada tepat di samping Alena.
"Hello,ladies." sapa pria itu dengan ramah.
Keenamnya menoleh dan melihat seorang pria dengan wajah yang mewakili para bajingan di luaran sana. Pria itu memberikan senyuman ramah yang tidak biasa kepada mereka, membuat Nayla bergidik karena merasa jijik melihatnya.
"Yeah?" balas Alena seadanya sambil meraih gelasnya dan menyesap minumannya.
Yang lainnya pun terkesan tidak peduli, tetapi memberikan posisi duduk yang cukup menggoda para kaum Adam untuk terkena serangan jantung. Semua memakai pakaian yang cukup seksi dan terkesan menggoda.
"Apakah kau adalah model ternama yang bernama Alena?" tanyanya ramah.
Alena melirik ke arahnya dan mengangguk. "Ya, itu aku."
"Ah, senang sekali bertemu denganmu. Pantas saja aku tidak bisa berpaling saat melihatmu, karena kau bertambah cantik. Mungkin kau sudah mengenalku karena aku cukup terkenal disini," ujarnya dengan nada bangga dalam suaranya. "Perkenalkan, namaku Seung-Min."
Alis Alena terangkat setengah sambil menatap tangan pria yang bernama Seung-Min itu terulur padanya, lalu dia kembali menyesap minumannya dengan acuh tak acuh. Yang lainnya pun demikian. sama sekali tidak menanggapi ajakan perkenalan dari pria itu, dan kembali melihat wanita yang tadi.
Wanita itu menangis, dan tidak ada yang membantunya, selain menatap dirinya dengan tatapan merendahkan. Dia di perlakukan dengan tidak senonoh, tapi hal itu malah menjadi bahan lelucon di kalangan pria-pria yang ada di sana.
"Ngomong-ngomong, apa kau mengenal pria yang ada di sana?" tanya Vanessha ke arah pria yang bernama Seung-Min itu.
Seung-Min mengangkat alisnya setengah ketika melihat Vanessha. "Tidak. Aku tidak mengenalnya."
"Bukankah kau pemilik klub ini?" tanya Vanessha dengan seulas senyuman tipis.
"Daripada memusingkan orang lain, bagaimana kalau kita berkenalan lebih jauh? Kulihat kalian bukan berasal dari sini, dan sepertinya sangat cerdas. Apakah kalian keberatan jika aku mengajak kalian untuk berpindah meja? Ada banyak meja yang lebih mewah dan lebih pantas untuk di tempati kalian, selain meja ini." Ucap Seung-Min dengan sorot mata yang berkilat nakal.
"Ada tindakan pelecehan di sana, dan kau mengajak kami berkenalan?" tanya Ashley sambil tersenyum sinis.
"Apakah kau mengenal wanita itu?" tanya Seung-Min balik, dan Ashley menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Kalau begitu, lupakan saja. Dia memilih untuk diperlakukan seperti itu. Jika dia memang wanita yang baik-baik, dia tidak akan terjebak di sana."
"Dan hal itu membuatmu merasa maklum?" timpal Nayla langsung.
Seung-Min tertawa pelan sambil membalas tatapan Nayla. "Semua terjadi atas pilihan masing-masing. Kau bisa melihat tempat ini, bukan? Ini bukan untuk tempat belajar, tapi untuk bersenang-senang. Aku juga yakin tujuan kalian ke sini, adalah untuk mendapatkan kesenangan duniawi yang memuaskan. Bukan begitu?"
Keenam wanita itu kompak mengambil gelas, lalu kembali menyesap minuman dengan emosi yang sudah meluap di dalamnya. Mereka masih mengawasi bagaimana pria sialan yang ada di sana, mulai menggerayangi tubuh wanita yang masih terisak itu.
"Kenapa kalian terus menatap wanita itu? Ada apa sebenarnya? Apakah kalian memiliki rencana untuk mencari masalah? Kuberitahu lebih dulu kalau itu tidak akan berhasil." Ucap Seung-Min dengan angkuh.
"Benarkah?" tanya Joana sambil menoleh ke arah Seung-Min.
Posisi duduk Joana, tepat berada di samping Alena, sehingga Seung-Min berdiri di antara kedua wanita itu. Seung-Min menoleh ke arah Joana dan melebarkan seringaian senangnya. Dia merasa kesenangan bisa di kelilingi oleh para wanita cantik yang duduk di meja itu.
"Tentu. Semua bebas melakukan apa saja di sini, dan akan mendapatkan tindakan jera yang setimpal, jika ada hal yang mencoreng nama baik klub ini." Tukas Seung-Min bangga.
"Bagus kalau begitu, itu tandanya kau akan kebal terhadap serangan apapun, bukan?" celetuk Patricia sambil tersenyum licik.
"Ya. Jangankan hal itu. Hukum apapun sama sekali tidak berlaku untukku." Balas Seung-Min.
Ashley mengangguk. "Kalau begitu, bagaimana kalau kita memakai hukum rimba di sini?"
Alis Seung-Min mengerut bingung. "Apa maksudmu?"
"Hukum yang menyatakan siapa yang menang adalah yang terkuat, sehingga dia bisa berkuasa di sini. Bagaimana?" tantang Ashley dengan alis terangkat tinggi-tinggi.
Seung-Min malah tertawa keras. "Aku anggap kau bercanda, karena aku tidak suka main kasar kepada perempuan, cantik."
Tiba-tiba, Joana beranjak berdiri dan mencengkeram pergelangan tangan Seung-Min, lalu memelintirnya sampai pria itu meringis kaget. Tidak sampai di situ, Alena menekan punggung Seung-Min, lalu membenturkan tubuh Seung-Min tepat di atas meja dengan keras. Patricia mengulurkan botol whiskey yang ada di atas meja, dan mengulurkannya pada Alena. Tanpa ragu, Alena memecahkan botol whiskey itu tepat di atas kepala Seung-Min.
Kehebohan pun seketika terjadi.
Keenam wanita itu mulai bergerak cepat untuk segera melakukan tindakan. Para penjaga klub yang bertubuh besar mulai berdatangan, dan keenam wanita itu berpencar untuk mengatasi mereka. Nayla pun bergerak cepat untuk segera melakukan keinginannya yang sedaritadi tertahan. Yaitu melakukan eksekusi pada pria sialan yang melakukan pelecehan.
Dia menyingkir dari situ, menghampiri meja dimana pelecehan itu masih berlangsung, lalu berdiri tepat di samping pria itu. Nayla menepuk bahu pria itu, dan menoleh untuk menatap Nayla.
Pria itu mengerjap kaget dan sedetik kemudian, ekspresinya berubah menjadi sumringah. Tanpa berperasaan, dia melepaskan wanita yang tadi dicumbunya dengan kasar, seolah membuang sampah dengan sembarangan. Melihat hal itu, Nayla menggeram dalam hati.
"Apakah kau adalah wanita panggilan yang sudah kupesan pada ketua? Wah, ternyata cantik sekali. Dengan begini, aku tidak menyesal telah membayar lima belas juta won untuk berkencan denganmu, meski hanya dua jam." Tukas pria itu dengan seringaian mesumnya.
Pria itu hendak menyentuh tubuh Nayla, tapi tidak sampai terjadi. Sebab Nayla sudah menangkap tangan pria itu, memanjangkannya, lalu mematahkannya dengan satu lutut Nayla yang terangkat naik. Jeritan kesakitan dari pria itu terdengar, tapi Nayla tidak peduli. Dia sudah terlalu geram dan ingin segera melampiaskan kemarahannya sampai puas.
Nayla bergerak cepat untuk meraih satu tangannya yang lain, lalu meletakkannya di atas meja, sambil menatap pria itu dengan tatapan dinginnya yang sarat akan ancaman.
"Ibuku pernah berkata bahwa kegunaan tangan kanan itu adalah untuk makan," ucap Nayla dengan sengit. "Dan jika tangan itu tidak digunakan dengan baik, maka tangan itu harus di beri hukuman!"
"AAAAARRRRRGGGGGGGHHHHHHH..."
Jeritan pria itu semakin menjadi setelah Nayla selesai berkata-kata. Karena tanpa ragu, Nayla menancapkan sebuah pisau beracun tepat di atas telapak tangan pria itu, yang dia letakkan di atas meja. Tusukan pisau itu ditekan Nayla dengan keras, sampai pisau itu menancap tegak menembus meja.
Belum puas sampai di situ, Nayla juga melakukan hal yang sama kepada pria-pria lainnya yang menempati meja yang sama dengan pria itu. Pria yang berjumlah empat orang itu mendapatkan lemparan pisau beracun dan menusuk tepat di depan dada.
"Kau gila!" seru pria-pria itu dengan geram.
Nayla memberikan seringaian sinisnya. "Inilah yang kau dapatkan, jika mencari masalah dengan seorang wanita, bung! Because you give me any crap, I give you a ton of shit!"
Pria-pria yang ada di situ mulai berteriak kesakitan dan menggeliat gelisah. Racun yang melumpuhkan mulai bereaksi dalam tubuh mereka. Tidak hanya sekedar melumpuhkan, karena Nayla dan Patricia berkolaborasi untuk memasukkan serum penghancur sel, dimana pria-pria itu akan mengalami impoten seumur hidupnya.
Nayla menoleh pada wanita yang kini menatapnya dengan tatapan ngeri di sudut meja. Dia memperhatikan penampilan wanita itu yang sudah berantakan dan mendengus saja.
"Pulanglah dan jangan pernah kembali ke tempat seperti ini. Latih dirimu untuk menjadi wanita yang kuat, karena jika kau semakin tak berdaya, maka bajingan-bajingan di luaran sana akan kembali menyakitimu seperti tadi!" ucap Nayla sambil menatapnya dengan tajam.
Tanpa menunggu respon wanita itu, Nayla kembali ke teman-temannya yang sepertinya sudah selesai melakukan penindakan pada sekumpulan penjaga klub, beserta dengan pendiri klub. Hampir semua pria itu merebah di atas lantai dan mengejang tidak terkendali. Sepertinya jarum beracun milik Patricia sudah tertancap pada tubuh mereka.
Alena dan Ashley berkolaborasi untuk memberi pelajaran kepada para pendiri klub yang duduk di meja sebrang sana, sementara Joana dan Vanessha bertugas untuk memborgol orang-orang yang sudah dipukul mereka, dan terkapar tak berdaya di situ.
Para tamu yang ada di klub itu sudah membubarkan diri sambil menjerit histeris. Mereka begitu ketakutan dan berebut untuk keluar dari area klub. Tapi sepertinya, pintu masuk dan pintu keluar ditutup dari luar, sehingga mereka tidak bisa kemana-mana.
Dan tak lama kemudian, terdengar suara tembakan dari arah luar, seakan peringatan untuk semua yang ada di situ agar diam di tempat. Disitulah muncul beberapa sosok yang berbalut pakaian serba hitam, dan memasuki area klub dengan kesan penuh otoritas di wajah masing-masing. Yeah, para petinggi Eagle Eye yang sudah bebas tugas tanpa perlu bersusah payah.
Tampak Joel yang berdiri paling depan dengan tatapan yang memperhatikan sekitarnya, lalu mendengus kesal ketika bisa melihat Alena sedang bekerja untuk menyeret salah satu pria di sana. Petra dan Noel melebarkan senyuman bangga ke arah istri mereka, sementara Hyun mengangkat alis setengahnya, ketika melihat Ashley yang sudah melangkah ke tengah area klub, sambil menyeret dua orang pria sekaligus.
"Sudah kubilang untuk membiarkan Eagle Eye bekerja, tanpa perlu kalian turun lapangan sehingga mengotori pakaian kalian," ucap Joel dengan nada sinis. Ucapannya barusan sudah jelas tertuju pada Alena yang kini menyusul Ashley untuk menyeret dua orang pria ke tengah area klub.
Alena menatap Joel sambil menyunggingkan senyuman setengahnya yang sengit. "Soal cinta, wanita memang senang mendengarnya lewat kata-kata. Tapi soal harga diri, wanita akan bertindak lebih cepat untuk memperjuangkannya."
"Owwww..." seru Petra dan Noel secara bersamaan.
Hyun pun bergerak untuk membantu para wanita yang sedang berusaha mengumpulkan para pendiri klub, beserta penjaga klub yang terindikasi sebagai pelaku kriminal dengan kasus yang masih disembunyikan. Petra dan Noel ikut menyusul, bersamaan dengan para orang kepercayaan Eagle Eye yang mulai berpencar untuk memeriksa klub itu,
Joel menatap ke semua orang yang sudah dikumpulkan tepat di tengah-tengah area klub. Ada banyak wajah yang dikenalinya dari informasi yang diperolehnya. Ada beberapa pihak yang memberikan laporan dan kecurigaan pada klub malam yang baru berdiri selama setahun ini. Dugaan prostitusi, tindakan kekerasan, penggelapan pajak, dan peredaran narkoba mulai terdengar. Bahkan ada keterlibatan dari pihak kepolisian, sampai pejabat pemerintah setempat.
Dia bisa melihat seorang pria dengan kepala yang sudah bersimbah darah. Joel mengenalnya sebagai salah satu pemilik klub itu. Brant menarik orang itu dengan kasar, ketika Joel memberikan kode padanya. Disitu, Brant memaksa orang itu untuk berlutut tepat di depan Joel, lalu mencengkeram rambutnya, dan mendongakkan kepalanya dengan kasar agar bisa menatap Joel.
Joel menatap pria yang bernama Seung-Min dengan tatapan merendahkan. Juga ada beberapa orang yang diseret untuk berlutut di samping Seung-Min, menghadap pada Joel. Tampak para pendiri klub berlutut di hadapan Joel, dengan keadaan yang sudah babak belur.
"Aku anggap kalian tidak mengenal siapa diriku, dan sekumpulan wanita cantik yang menghajar kalian seperti barusan," Joel membuka suara dengan nada sinis dan ekspresi yang begitu dingin. "Kami adalah perwakilan dari pihak-pihak yang sudah dirugikan oleh kalian. Jika kalian berpikir bisa lolos dari hukum yang kalian anggap lemah, maka tidak bagi kami."
Joel memberikan kode pada Petra untuk melanjutkan ucapannya, dimana pria itu sudah berdiri di samping Joel sedaritadi.
"Hukum yang berlaku di dalam area kami adalah mutlak. Semisal kalian bisa berkelit dan bebas dari hukuman yang ada di negara ini, bersiaplah untuk menerima tindakan tegas yang akan kami berikan untuk kalian." Tukas Petra dengan suara lugas.
Petra membungkuk sambil memperhatikan pendiri klub dengan tatapan penuh ancaman. "Aku akan mengingat kalian dan akan membuat perhitungan kepada kalian, jika ada dari kalian yang lolos dari hukuman yang seharusnya kalian dapatkan."
"Kami..."
Sebelum Seung-Min sempat bersuara, disitu Nayla sudah mengangkat sebelah kakinya dan menginjak kepala Seung-Min dengan keras. Boots yang dikenakannya mendarat tepat di atas kepala Seung-Min yang tertunduk sekarang. Pria itu tampak meringis kesakitan tapi Nayla tidak peduli.
Noel menatap adiknya dengan sorot mata bangga dan penuh kekaguman di sana. Dia bertepuk tangan sambil merangkul bahu Vanessha yang berdiri di sampingnya.
"Tidak usah menjelaskan apapun kepada kami, jerk. Jelaskan saja di depan pihak berwajib yang mungkin sebentar lagi akan datang menangkapmu. Kali ini, kami menyayangkan nyawamu agar kau bisa mempersiapkan diri, menghadapi permasalahan yang kau timbulkan sendiri ke depannya." Tukas Petra sambil beranjak berdiri.
"Kami tidak main-main terhadap ancaman kami." Tambah Joel dengan sinis. "Mata diganti dengan mata, nyawa diganti dengan nyawa. Itu prinsip kami, bagi pihak yang telah melakukan tindakan yang sudah menyakiti orang yang tak bersalah, dan mematikan keadilan."
Setelah mengatakan semua itu, para petinggi Eagle Eye, beserta orang kepercayaannya itu, meninggalkan klub malam dengan kekacauan yang ada di dalamnya. Termasuk keenam wanita itu yang kini sudah berjalan dengan pasangannya masing-masing. Hanya Nayla yang berjalan keluar sendiri, tanpa perlu merasa iri dengan kelima temannya yang lain. Karena dia tahu akan ada satu sosok yang sudah datang menjemputnya, tepat di depan klub, dan bersandar di mobilnya dengan santai.
Senyum Nayla mengembang ketika melihat apa yang ada di dalam pikirannya, kini tampak nyata di depannya. Shin memberikan senyuman termanisnya ketika Nayla sudah tiba di hadapannya.
"Tidak ikut masuk ke dalam?" tanya Nayla sambil melangkah untuk mendekat pada Shin.
"Aku tidak dibutuhkan di dalam sana, tapi aku dibutuhkan di sini." Jawab Shin sambil menegakkan tubuhnya dan menyambut Nayla dalam pelukannya.
'Kenapa begitu?" tanya Nayla senang, dan mendongak untuk menatap Shin dengan sumringah.
"Karena menjadi suami teladan yang bertugas untuk menjemput istrinya pulang kerja, lebih menarik ketimbang menjadi seorang agen rahasia yang sok keren seperti mereka," jawab Shin geli,
Tentu saja, ucapan Shin barusan menuai seruan protes dari para petinggi lainnya. Shin hanya tertawa dan mengangkat bahunya dengan santai. Dia membukakan pintu untuk Nayla dan mempersilahkannya untuk masuk ke kursi belakang.
Nayla dan Ashley menempati kursi belakang, sementara Hyun duduk di depan dengan Shin yang memegang kemudi.
"Aku lapar sekali," keluh Ashley kemudian.
"Aku juga," sahut Nayla.
Hyun dan Shin sama-sama terkekeh mendengar keluhan mereka. Lalu, Hyun melakukan panggilan conference call kepada para petinggi yang menaiki mobil masing-masing.
"What's up, brother?" tanya Noel kemudian, dari sebrang sana.
"Ashley dan Nayla lapar," jawab Hyun.
"Joana juga lapar," balas Petra sambil terkekeh,
"Alena pun demikian." sahut Joel menimpali.
"Nessie tidak lapar, tapi dia ingin menikmati cheeseburger." Ujar Noel kemudian.
"Lalu apa bedanya dengan lapar?" sewot Petra dan Noel tergelak.
"Bagaimana dengan drive-thru, sir?" tanya Darren tiba-tiba.
"Apakah Patricia yang menginginkan makanan siap saji itu?" tanya Shin dengan alis berkerut.
"Yes. Luke dan Brant juga menginginkan makanan itu." Jawab Darren langsung.
"Baiklah. Kita akan menikmati drive-thru malam ini," tukas Noel dengan mantap. "Russell, bersihkan restoran siap saji itu dari pihak luar. Kita akan menempati restoran itu selama dua jam untuk kalangan sendiri."
"Copy that, sir." Balas Russell mantap.
Seperti yang sudah-sudah, semuanya hanya memutar bola matanya dengan jengah, ketika mendengar perintah Noel barusan. Sebab kebiasaan yang suka membooking satu tempat hanya untuk diri sendiri itu, tampaknya tidak pernah hilang dalam diri Noel.
Well... sepertinya itu sudah mendarah daging, tapi itu tidak akan menjadi masalah. Karena itu berarti, semua tagihan pembayaran makanan mereka akan dibayar sepenuhnya oleh Noel.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Yuk, kita rame2 ke McD 😂
Part ini dibuat hanya untuk bersenang-senang.
Dikarenakan aku yang males untuk lanjutin part dalam cerita apapun, tapi malah geram sendiri karena sibuk kepoin kasus itu.
Lalu jadilah part ini 😂😂😂
Maaf untuk para fandom garis keras bagi pihak terkait yang sedang bermasalah.
Sampai jumpa hari Senin, kawan 🤗💜
22.03.19 (14.28 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top