Chapter 1 : The Waste Land Of Ash

Hampir tengah malam. Daerah tandus dekat pantai itu berubah menjadi sunyi dan penuh keheningan. Tidak ada suara burung atau serangga, hanya deru angin laut yang terus-menerus berhembus lembut membawa dingin.

Semuanya terasa sunyi dan kosong, menciptakan suasana sepi yang hampir mistis, seolah-olah daerah ini telah lama ditinggalkan oleh kehidupan. Walau tidak sepenuhnya benar, karena di balik bongkahan batu karang besar yang paling dekat pantai, bersembunyi dua sosok manusia─kakak beradik bernama Greg dan Tom─ yang tatapannya menatap nyalang pada pendar cahaya samar di kejauhan. Cahaya yang letaknya jauh dari daratan, di tengah lautan.

Salah satu dari mereka mengalihkan pandang. Berbalik menatap hamparan gelap di belakang punggungnya. Sebuah dataran luas dengan bangunan-bangunan tua yang berdiri miring, kusam dan lapuk oleh garam dan waktu. Dinding-dinding betonnya mengelupas dengan coretan-coretan usang, hasil tangan-tangan yang mungkin ingin melihat sedikit saja keindahan di sana, tapi gagal.

Di kejauhan, siluet kilang minyak yang sudah lama tidak beroperasi tampak mencuat tinggi dengan rangka-rangka besi yang berkarat. Cerobong-cerobong tinggi yang dulunya mengepulkan asap kini diam membisu, tertutup oleh tebalnya kerak dan debu. Pipa-pipa besar yang dulu membawa minyak dari perut bumi menuju daratan kini kosong, bocor di sana-sini, dengan sisa-sisa cairan hitam pekat yang merembes dan mencemari tanah. Membuatnya menjadi tandus, kering dan pecah-pecah.

Tumbuhan apapun yang mencoba tumbuh akan tampak layu. Limbah industri yang dibiarkan menumpuk selama bertahun-tahun telah meresap jauh ke dalam tanah, menciptakann lapisan polusi yang seolah menolak segala kehidupan.

Mereka berdiri tidak jauh dari dermaga saat ini. Seperti banyaknya bangunan terbengkalai yang lain, dermaga itupun terlihat tidak terurus. Mercusuar tua yang menjulang di sebelahnya berpendar lemah. Hanya tampak seperti bintang redup yang lain.

Walau begitu, ada beberapa waktu dalam satu bulan, akan banyak aktivitas yang terlihat saat kapal-kapal tidak terlalu besar terparkir di sana. Bukan mengantar penumpang,─lagipula siapa yang ingin berkunjung ke pulau mereka─kapal itu mengantar limbah air tidak terolah dan limbah berat lain dari kapal-kapal persiar yang memiliki rute di dekat sana.
Ya, daratan tempat mereka tinggal saat ini juga berfungsi sebagai tempat pembuangan akhir.

Mereka menyebut daratan di depannya ini sebagai Dataran Clanein. Sedangkan orang-orang yang tinggal di sana dipanggil dengan sebutan Clanein─Manusia Tanpa Marga. Karena memang semua penduduk di sini hanya memiliki nama depan tanpa nama keluarga di belakangnya.

Entah siapa yang membuat peraturan itu dulu. Yang jelas ini sudah berjalan puluhan tahun. Orang tua memberikan anaknya nama dengan satu kata tanpa tambahan di belakangnya. Karena hanya itu juga yang mereka dapatkan dulu. Begitu terus menerus. Turun temurun. Seolah-olah tidak memiliki nama keluarga adalah sesuatu yang normal.

Di tempat yang mengharuskan mereka berebut untuk mendapatkan pekerjaan ini, nama belakang tidaklah penting. Kau tidak akan terlihat lebih baik hanya karena jumlah namamu lebih banyak dari yang lain. Di sini, kau akan sedikit─ingat, hanya sedikit─dihargai saat kau bisa lebih kuat dari yang lain, saat dengan kekuatanmu kau bisa mendapat lebih dari satu pekerjaan, atau dengan kekuatanmu dan keberuntungan lain, kau akan dibutuhkan Viridian dan dikirim ke sana.

Laki-laki paruh baya itu kembali menatap lautan. Lebih tepatnya ke arah pendar di kejauhan yang tampak tak tergapai. Ya, itu Viridian. Sebuah kota terapung yang hanya bisa dia lihat cahayanya saja. Dari yang dia dengar ─biasanya anak buah kapal yang banyak omong, sombong, serakah dan selalu meminta bayaran untuk informasi apapun─Viridian adalah kota impian. Apa yang ada di sana berkebalikan dari yang Clanein miliki.

Jika penduduk Clanein harus sabar dengan pasokan air bersih yang keluar dua sampai tiga hari sekali, penduduk Viridian hanya perlu membuka keran di pinggir jalan jika mereka kehausan. Jika penduduk Clanein harus menghadapi suhu panas ekstrem di siang hari dan dingin menusuk di malam hari, penduduk Viridian hanya tinggal mengatur suhu ruangan mereka dengan alat-alat penemuan mereka yang canggih. Clanein menerima apapun yang bisa mereka terima, sedangkan Viridian mengatur apapun yang ingin mereka dapatkan.

Seperti langit dan bumi. Tidak berlebihan. Viridian dan Clanein memang bertolak belakang sejauh itu. Penduduk Clanein nyaris menganggap Viridian hanya mitos andai saja mereka tidak melupakan fakta bahwa sejak 20 tahun yang lalu, setiap 4 tahun sekali, kota impian itu membuka peluang untuk pemuda-pemuda pilihan dari Dataran Clanein merasakan kehidupan di sana.

Setiap anak berusia minimal 17 tahun dengan syarat dan ketentuan yang mereka tetapkan dengan ketat memiliki kesempatan untuk direkrut. Walau dengan satu syarat mutlak bahwa mereka tidak lagi dapat kembali ke tempat asalnya, setidaknya mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan hasilnya dapat dinikmati juga oleh keluarganya di sini.

“Mereka datang,” ucap Tom, sang adik. Membuat Greg yang sedang melamun kembali mendapatkan kesadarannya.
Pandangan keduanya mengarah pada bayangan hitam cukup besar yang mendekat perlahan. Kegelapan bisa saja mengaburkan bentuk aslinya, tetapi kedua laki-laki itu tahu dengan pasti benda apa yang bayangannya mulai mencapai tempat mereka bersembunyi itu. Kapal pengangkut tidak terlalu besar dengan pencahayaan minim dan dikemudikan oleh seseorang yang menjadi penghubung keduanya dengan kabar dari Viridian. Mereka bahkan rela menukar daging hasil buruan yang berharga untuk mendapatkan informasi apapun malam ini.

Kedua laki-laki yang berlindung di balik batuan itu bergerak cepat menuju dermaga saat melihat kapal semakin dekat. Walau dengan penerangan seadanya, mereka dapat melihat beberapa anak buah kapal yang mulai terlihat sibuk. Satu di antaranya melempar tali penambat yang ditangkap dengan tangkas oleh mereka berdua.

Tanpa mengulur waktu, keduanya menarik tali itu sekuat tenaga lalu mengikatnya kuat pada tiang tambatan dermaga.

“Bagaimana? Sudah ada kabar lebih lanjut?” tanya Greg tidak sabar. Dia memandang laki-laki berkulit gelap, bermata kecil dengan jenggot lebat yang baru saja melompat turun dengan mata penuh harap.

Si laki-laki kapal justru menghela napas berat. Dia menggeleng pelan dan bergerak menuju daratan, membuat dua orang itu tergesa mengikutinya. Bahkan saat laki-laki itu duduk dan menyulut rokok dengan gerakan pelan, mereka menunggu dengan sabar.

“Kabar terakhir yang kudengar, anakmu direkrut oleh keluarga Watson.” Melihat tidak ada reaksi apapun dari dua orang di depannya, laki-laki itu menambahkan,”Keluarga Watson. Kalian tidak pernah dengar? Mereka keluarga paling kaya dengan mansion paling besar di Viridian. Ukuran laboratoriumnya bahkan lebih besar dari kilang minyak kumuh di belakang kalian itu. Mereka salah satu tetua di sana. Segala hal tentang dunia kesehatan berasal dari keluarga mereka.”

“Jika direkrut keluarga kaya, bukankah lebih banyak uang yang dia dapatkan? Lalu kenapa beberapa bulan belakangan aku bahkan tidak menerima sepeserpun?”

“Orang gila ini! Bagaimana bisa yang ada di kepalamu hanya uang saat kau bahkan tidak tahu bagaimana nasib anakmu sekarang! Kurasa otakmu memang tidak beres,” ucap Tom kesal setelah sebelumnya memukul lengan Greg dengan keras.

“Kau tahu itu tapi tetap mengikutinya kemana pun,” ucap laki-laki kapal itu tak habis pikir. Tahu bahwa dua bersaudara di depannya ini memang tidak pernah terpisahkan.

Greg hanya mengangkat bahunya acuh. Dia tidak terlalu ambil pusing dengan apa yang dikatakan Tom. Cara kepalanya berpikir cukup sederhana, jika ada uang yang dikirim, berarti anak sulungnya baik-baik saja. Dan berlaku sebaliknya.

“Apa kau tahu siapa lagi yang bisa kami tanyai?” kali ini Tom yang bertanya.

“Belum musim liburan di Viridian. Jadi kemungkinannya sangat kecil untuk tahu apa yang terjadi di dalam sana tanpa ada aktivitas yang melibatkan orang-orang luar macam kami.” Laki-laki kapal itu tiba-tiba beranjak, menjatuhkan rokoknya yang tinggal sedikit dan menginjaknya hingga bara yang tersisa mati sempurna. “Tapi mungkin ini bisa memberi sedikit petunjuk untuk kalian.”

Tom menerima dengan tidak sabar selembar kertas yang sudah terlihat kusut. Minimnya pencahayaan di sekitar mereka membuat kedua kakak beradik itu kembali ke arah dermaga yang sedikit mendapat cahaya dari dek kapal.

Diratakannya selebaran itu hati-hati agar tidak menyobeknya.
Kertas itu penuh warna dan sangat tebal. Jenis kertas yang tidak mungkin mereka temukan di Clanein. Jadi walau permukaannya sudah tidak rata, mereka masih bisa membaca tulisan yang tertera di sana dengan jelas.

“Mereka memajukan penyelenggaraan turnamen Power Clash? Apa aku salah baca? Ini baru 2 tahun,” ucap Tom. Matanya bertemu pandang dengan mata Greg yang terlihat sama terkejutnya.

“Dan lihat tentang syarat usianya. Mereka mengubahnya.”
Tom dan Greg terdiam cukup lama, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Ini pertama kalinya terjadi sejak turmanen itu digelar puluhan tahun lalu. Ada banyak kemungkinan yang mereka pikirkan. Entah Viridian memang sedang membutuhkan banyak pekerja segera atau ada sesuatu lain yang orang-orang kaya itu rencanakan.

“Aku akan mengirim anak itu,” ucap Greg tiba-tiba.

Tom yang masih fokus pada kertas di tangannya menoleh cepat ke arah sang kakak. Matanya melebar tak percaya dengan apa yang didengarnya. Anak sulung laki-laki itu bahkan masih tidak ada kabar, dan dia kini akan mengirim anak bungsunya?

“Kau yakin dengan ucapanmu? Dia bahkan belum genap 15 tahun!”

“Kalau tidak salah ingat, 2 bulan lagi dia 15 tahun,” ucap Greg sambil melipat jari-jarinya. Mencoba mengingat dan menghitung. “Tepat sehari sebelum pendaftaran turnamen resmi ditutup. Aku akan mendaftarkannya saat itu.”

“Setelah apa yang kau lakukan padanya selama ini? Kau benar-benar tidak tahu diri.”

Greg mengangkat bahunya acuh, tidak peduli. Dia merasa punya hak untuk menentukan apa yang harus dilakukan oleh anak-anaknya. Dengan mengirim si bungsu ke sana, dia yakin akan mendapat kabar tentang anaknya yang lain dengan lebih cepat.

“Sudah saatnya dia berbakti setelah menjadi tidak berguna selama ini.”

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top