8. Belanja ala Violetta
Beberapa kota mode di dunia mempunyai pusatnya sendiri. Jika New York memiliki Fifth Avenue, Tokyo memiliki Shibuya, maka Paris punya Champs-Élysées.
Champs-Élysées adalah sebuah jalan super luas yang sering disebut-sebut para pecinta belanja sebagai surga. Yang membuat Champs-Élysées menjadi jalan luar biasa adalah ratusan toko-toko besar kecil yang berjejer di sepanjang kiri dan kanan jalan, yang menyediakan berbagai macam hal mulai dari permen cokelat sampai tiket wisata. Hal lain yang membuat Champs-Élysées menjadi salah satu kawasan elit di Prancis yaitu harga sepasang sepatu di sini setara dengan harga mobil di tempat lain.
Violetta Adams dengan bangga menyebut dirinya sebagai pengunjung setia Champs-Élysées. Dia ke sana setiap hari. Dia hafal setiap toko yang ada di sana, dan sudah pernah memasukinya. Mengunjungi Champs-Élysées adalah salah satu dari kesibukan mingguan Violetta yang selalu wajib dijadwalkan oleh Sylvie. Kalau ada penghargaan bagi pengunjung Champs-Élysées yang paling rajin, Violetta yakin dia pasti akan menang setiap tahun.
Dan sekarang dia akan mengunjungi tempat itu lagi.
Champs-Élysées berkilauan seperti bintang di malam hari. Dinas Tata Kota Paris telah memasang sejumlah neon gemerlapan di sepanjang jalan, sehingga memperkuat kesan glamour tempat itu. Champs-Élysées sukses menjadi kawasan paling glamor se-Prancis. Orang-orang senang berfoto di depan deretan toko-toko Champs-Élysées. Kemudian mereka memamerkannya dengan bangga di media sosial, karena mereka tahu siapa pun yang pernah berkunjung ke tempat itu pasti akan menerima kenaikan status sosial, tak peduli mereka hanya sekedar melintas atau betulan membeli sesuatu di sana.
Violetta berbeda dengan orang-orang itu. Dia tidak ingin menerima kenaikan status sosial atau bahkan sekedar memasang foto-fotonya di Instagram. Ohohoho... Tidak, terima kasih. Dia tidak akan mengepos foto baru bertanda pagar #ChampsÉlysées atau #girlshopping atau #cute. Violetta akan membuat website khusus tentang dirinya. Di sanalah dia akan memasang foto-fotonya di Champs-Élysées, berpose sambil menenteng tiga lusin kantong belanjaan yang mentereng.
Violetta ingat peribahasa yang mengatakan: Merpati terbang dalam kawanan. Tetapi elang terbang sendirian. Kalau mau diumpamakan dengan peribahasa itu, Violetta adalah sang elang. Bukan elang sih, tetapi mungkin... merak. Merak albino. Atau burung Dodo. Atau binatang eksotis apa pun yang sangat langka.
Selain sarapan yang tidak bergizi, berita politik, tinta koran, orang gendut, jadwal yang padat, dan Joe Hamilton, hal lain yang paling dibenci Violetta adalah menjadi sama dengan orang lain.
Sedangkan untuk malam ini, Violetta sudah punya rencana. Dia perlu membeli sepatu baru. Dua puluh tiga sepatu bermerk yang dibelinya minggu lalu sudah ketinggalan mode. Violetta bangga menganggap dirinya sebagai orang yang melek mode. Mode diperbarui setiap minggu, dan aku harus selalu jadi yang terdepan!
Audi milik Violetta berhenti di depan gerai Dior. Si sopir menurunkan kaca sekat. "Kita sudah sampai, nona."
"Merci, Alec! (Terima kasih, Alec)." Violetta mengisyaratkan Sylvie untuk membukakan pintu untuknya. Dia keluar dari mobilnya dan berkata kepada Alec si sopir.
"Tunggu di sini, Alec!"
"Bien, mademoiselle. (Baik, nona)."
"Hei, kau!" Pengemudi di belakang iring-iringan mereka berteriak. Dia menunjuk deretan mobil di belakang Audi dengan berang. "Semuanya itu milikmu?"
"Ya. Memangnya kenapa?"
"Kau tidak bisa parkir di sini," kata pria itu. "Iring-iringanmu sudah bikin macet dan sekarang kau seenaknya parkir di tempat ini? Ini jalanan umum!"
Bunyi klakson dari mobil-mobil lain yang turut mengantri paksa menandakan pria itu mendapat dukungan penuh dari para pengendara lain.
"Kau harus parkir di bawah tanah!" tuntut pria itu tajam.
Violetta memelototinya. "Kau saja yang masuk ke tanah!"
Pria nyinyir itu terbelalak tak percaya, tampangnya jengah. Dia menekan klakson mobilnya dengan geram, suaranya yang bising membuat orang-orang lainnya menoleh.
"Jangan bergeser sedikit pun, Alec!" kata Violetta pada sopirnya. "Tetap di sini. Aku tak akan lama!"
Alec mengangguk dan mengamati Violetta melenggang memasuki gerai Dior diikuti Sylvie. Alec tahu yang dimaksud Violetta dengan 'Aku tidak akan lama' berarti tiga jam. Violetta Adams terkenal sangat cermat dalam memilih dan pilihannya memang selalu berkelas. Alec sudah maklum tiga jam adalah waktu yang wajar bagi seorang wanita untuk memilih sepasang sepatu.
Alec menyalakan radio mobil.
Lima menit berlalu. Si penyiar radio baru selesai dengan kata-kata pembuka ketika terdengar ketukan di kaca jendela depan mobil.
Sang nona sudah berdiri disitu dan yang bikin terkejut, tanpa satu pun kantong belanjaan. Sylvie keluar semenit kemudian dari toko, menyelipkan sesuatu ke dalam kantong roknya.
Alex terpana. "Anda sudah selesai, nona?"
"Kan sudah kubilang aku tak akan lama," sahut Violetta sambil tersenyum.
"Anda tidak membeli apa-apa?"
"Oh, non!" Violetta mengibaskan tangan. Dia mengisyaratkan Alec untuk membuka pintu belakang. "Aku bingung memilih sepatu yang cocok untukku. Semuanya terlihat begitu menawan. Jadi kuputuskan saja untuk membeli semuanya."
"Anda membeli semuanya?"
"Tidak banyak kok," kata Violetta anggun. "Mereka hanya punya seratus dua puluh pasang sepatu."
Kaca mobil kembali diketuk. Ada seorang pria berpakaian rapi dengan senyum berkilau yang menunggu di situ. Pria itu menunjuk tumpukan kantong belanjaan di atas dua lusin troli. Sejumlah pegawai masih sibuk menarik keluar troli-troli tambahan dengan tumpukan kotak sepatu yang menggunung di atasnya. Ada logo Dior di kantong-kantong itu.
Violetta menurunkan kaca.
"Mademoiselle, Anda yakin punya cukup ruang untuk semua sepatu ini?"
"Tentu saja, Jacques. Aku sudah menyiapkan bagasi!" Dia pikir siapa yang sedang berbelanja? "Alec, tunjukkan padanya!"
Alec menurunkan kaca sopirnya dan menunjuk ke bagian belakang mobil. Si pegawai Dior menunggu bagasi belakang dibuka. Tetapi bagasi belakang tetap tertutup.
Jacques salah tingkah. "Mademoiselle, kami bisa mengirimkan—"
"Non, non! Bukan yang itu. Tapi yang itu!" Violetta mengulurkan tangannya dengan hati-hati dan menunjuk jauh ke belakang. "Kau lihat?"
Si manajer terlihat ragu. "Saya melihat enam Maserati, enam Ferarri, enam Lamborghini, dan enam Bugatti Valcon." Dan dua puluh mobil lainnya yang mengantri karena kemacetan yang Anda timbulkan.
"Exactement! (Persis!) Apa itu semua cukup?"
"Saya rasa..." Jacques melotot sambil menelan ludah. "Cukup. Anda yakin ingin memasukkan sepatu-sepatu ini ke mobil-mobil itu?"
Violetta memelototi si manajer. "Jacques yang baik, menurutmu untuk apa aku membeli mobil-mobil itu jika bukan untuk mengangkut sepatu-sepatu ini? Aku perlu bagasi yang sesuai!"
Jacques mengunci bibir dengan patuh dan memberi isyarat pada pegawai-pegawainya yang lain untuk memuat sepatu-sepatu itu ke dalam Maserati. Dia tak sanggup membayangkan tampang para jutawan di seluruh dunia jika tahu bahwa Violetta Adams hanya menjadikan mobil-mobil sport supermahal ini sebagai troli belanja.
Seorang sopir berseragam necis keluar dari Maserati itu dan pasrah jok di sebelahnya diisi dengan kardus sepatu. Tampangnya menunjukan dia ingin terjun ke Sungai Seine saat itu juga.
Setelah sepuluh menit yang canggung, Violetta melambai ke si manajer Dior yang dan para pegawainya. Mereka membungkuk penuh hormat kepada Violetta seolah gadis itu Kaisar Jepang. Orang-orang yang melintas di trotoar terheran-heran.
Sekarang, setelah membeli sepatu, Violetta butuh padanan tas tangan yang cocok. "Untuk tas tangan, mana yang lebih bagus, Sylvie? Gucci atau Hermes?"
"Bukankah Anda terbiasa dengan Louis Vuitton, nona?"
"Aku sudah punya banyak Louis Vuitton. Kupikir aku perlu mencoba yang lain. Hmm, coba kulihat..." Violetta mengecek iPad-nya. "Setahuku Burberry meluncurkan koleksi baru awal bulan ini. Mereka seharusnya mengirimiku katalog! Motif tartan mereka memang bikin aku muak, tapi... hmm..."
Awalnya Sylvie betul-betul awam dengan merek-merek itu tetapi saking seringnya menemani Violetta belanja, akhirnya dia hafal juga. Dulu jika Violetta menanyai pendapatnya, yang dia tahu hanyalah: "tas tangan biru" dan "yang banyak manik-manik". Belakangan dia menyebutnya Alexander McQueen dan Louboutins.
"Haah, bodohnya aku!" Violetta melempar iPad-nya. "Untuk apa bingung? Lebih baik kubeli saja semuanya. Bagaimana menurutmu, Sylvie?"
"Terserah Anda saja, nona."
Violetta menepuk pundak Alec. "Kita ke Hermes, Alec. Baru setelah itu Bottega Veneta. Sesudah aku ingin melihat koleksi Fürstenberg sebentar. Sebelumnya kita mungkin bisa singgah sebentar di Chopard, aku ingin membeli jam tangan baru. Bantu aku, Sylvie! Telepon semua gerai pakaian yang ada di sini dan katakan aku ingin membeli semua koleksi mereka!"
"Baik, Nona Adams."
Sambil berusaha mengingat urutan gerai yang akan dikunjungi Violetta Adams, Alec memutar kunci dan menyalakan mesin mobil. Iring-iringan itu bergerak menuju Hermes. Dalam hati Alec tahu kalau ini akan jadi malam yang panjang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top