27. Pengadilan Terakhir


Violetta Adams tahu apa yang dipikirkan orang-orang tentang dirinya dari cara mereka menatapnya.

Misalnya ketika dia tiba di lobi depan Krust Towers semenit yang lalu. Dia tahu kalau para wartawan itu menganggapnya beruntung.

Seorang wanita muda bertubuh montok menyorongkan mikrofon ke arahnya. "Miss Adams, Joseph Hamilton baru berhasil melelang lukisannya seharga satu milyar dolar pada pukul dua belas lewat lima detik. Ini artinya Anda memenangkan kompetisi ini. Bagaimana perasaan Anda?"

Violetta membaca name-tag wanita itu. Jennifer Huxley.

"Saya senang sekali!" kata Violetta sambil menyambar mikrofon yang diacungkan Huxley. "Saya yakin Monsieur Hamilton sudah berusaha semampunya. Tapi sepertinya hari ini keberuntungan tidak berpihak padanya."

Kamera-kamera kembali sibuk menjepret. Violetta memasang senyumnya yang paling lebar dan menawan. Gaun Donna Karan seharga enam belas ribu dolar akan membuatnya muncul tanpa cacat cela di layar-layar plasma di seluruh dunia.

Memang begitulah seorang pemenang harus tampil.

Violetta masuk ke dalam lift dan naik ke ruang kerja Vincent Krust. Para wartawan yang saat ini sudah mendapatkan bahan berita dengan senang hati bersedia menunggu di lobi sampai keluar pengumuman resmi.

Sekarang semua orang tahu kalau Violetta Adams adalah seorang pemenang.


...


Joe duduk menunggu di ruang kerja Mr. Krust. Kepalanya masih berdenyut-denyut. Kejadian yang tadi itu begitu cepat.

Dua belas lewat lima detik.

Panggilan telepon dari Christie's itu menghancurkan harapan Joe. Kalau saja Debbie Dussendorlf menelepon lebih awal...

Joe sudah berusaha, begitu juga Artie dan Andrea. Mereka sudah mencoba semampunya untuk membantu. Hanya saja sepertinya keberuntungan memang tidak berpihak pada Joe.

Pintu ruang kerja Vincent Krust menjeblak terbuka. Violetta Adams melangkah masuk sambil tersenyum cerah. Dia mengangguk kecil ke arah Joe.

Pintu ruangan itu terbuka lagi. Kali ini Vincent Krust yang masuk, disusul si asisten Martina McJohnson.

"Halo, halo! Mr. Hamilton! Miss Adams!" sapa Krust hangat, wajahnya berseri-seri. "Sudah berjumpa dengan pers?"

Violetta menjawab bersemangat. "Tentu!"

Joe mengangguk lemah.

"Saya sengaja mengundang pers karena ini adalah hari yang sangat luar biasa!" Krust menyeringai. "Kurasa kita semua sepakat soal itu."

Semenit berlalu. Karena tak ada yang bicara, Krust melanjutkan lagi sambil berjingkat-jingkat antusias. "Nah, saya rasa saya berhak tahu bagaimana nasib kartu-kartu itu..."

Pastilah Vincent Krust sudah tahu apa saja yang sudah terjadi selama seminggu ini, pikir Joe. Tapi rupanya dia berpura-pura tidak tahu.

Violetta angkat suara. "Saya sudah berhasil menghabiskan satu milyar dolar itu," katanya bangga. "Saya rasa saya sudah menemukan rahasia kartu itu."

Krust mengernyit. "Rahasia apa tepatnya, Miss Adams?"

"Rahasia cara menggunakan uang yang terdapat dalam kartu itu," kata Violetta riang. "Saya memang tak bisa membeli barang dan jasa untuk diri saya sendiri, makanya saya putuskan untuk memberikannya pada orang lain!"

"Tapi Anda membeli segala barang-barang mahal itu," protes Joe otomatis. Gadis ini pasti berbohong. "Saya melihatnya di televisi."

Mendengar itu, Violetta tertawa. "Monsieur Hamilton, saya tidak memerlukan kartu ajaib untuk membeli semua itu."

"Langkah Anda cerdik sekali Miss Adams, meskipun saya sudah meminta Anda untuk tidak menyumbangkannya," kata Krust. "Itu membuat permainan ini menjadi tidak seru. Bagaimana dengan Anda, Mr. Hamilton?"

Joe berusaha tetap sopan meski dia ingin berteriak lalu kabur. "Saya gagal," akunya pendek. "Saya berupaya melelang lukisan dengan kartu Anda di dalamnya tapi lukisan itu baru terjual pukul dua belas lewat lima belas detik."

Mr. Krust tersenyum mencurigakan. Sorot matanya tampak aneh.

"Banyak hal-hal menarik yang terjadi sepanjang minggu ini. Saya tahu Anda berdua telah berusaha keras memenangkan kompetisi ini tanpa melanggar persyaratan yang kutetapkan. Meski saya kurang setuju, tapi rupanya Miss Adams menggunakan kartu itu lebih baik daripada Mr. Hamilton. Jadi sekarang..." Krust maju. Seringainya melebar. "Kurasa kita semua harus mendengar cerita saya."

"Maaf menginterupsi," kata Violetta tidak sabar. "Semuanya sudah sangat jelas, Monsieur Krust. Kapan Anda akan mengumumkan pemenangnya?"

Krust mengedipkan mata, bukan dengan menggoda, tapi agak misterius. "Kita semua sama-sama tahu hal itu, Miss Adams. Aku yakin pemenangnya sudah sangat jelas!"

Violetta girang sekali.

Vincent Krust menegakkan diri dan menarik napas panjang. "Para tamu yang terhormat, saya sangat membenci kebohongan. Saya tak bisa mentolerir kebohongan, sekecil apa pun." Dia menatap Joe dan Violetta berganti-ganti. "Telah terjadi kecurangan dalam kompetisi ini. Miss Adams, Anda telah berbohong pada saya."

Violetta bangkit. "Apa maksud Anda?"

"Saya berikan Anda waktu untuk menjelaskan semuanya sendiri."

"Anda meminta saya menjelaskan apa tepatnya?"

Krust menjentik pada asistennya. "Martina?"

Si asisten menyerahkan sebuah map tebal kepada Mr. Krust. Dia membuka map itu dan mulai membaca isinya dengan cepat.

"Gaun bertabur berlian seharga sepuluh juta. Perhiasan berlian seberat sepuluh kilogram seharga dua ratus juta. Lima jet pribadi, satu sudah Anda kendarai dan empat lainnya sedang dibuat. Selusin Bugatti dan tiga lusin mobil sport lainnya. Lima ratus tas tangan, seribu delapan ratus pasang sepatu, dan tiga ribu setelan bermerek. Sebuah tempat wisata seluas empat puluh hektar di Maladewa, sebuah puri musim panas di Jerman, sebuah kastil di Inggris, empat vila di St. Tropez, dan dua hotel di Tahiti. Dua malam menginap di President Wilson Hotel, tiga puluh kali kunjungan ke salon dan lima belas kali pembayaran makanan seharga hampir satu juta dolar. Sebuah kapal pesiar seharga enam puluh juta dolar. Satu tiket wisata ke luar angkasa. Dan aha!" Mr. Krust berhenti. "Sebuah pulau di Indonesia seharga seratus lima puluh juta dolar."

Violetta menggenggam tasnya erat-erat. "Saya tidak melanggar peraturan utama lomba. Saya membeli semua itu dengan uang saya sendiri."

"Total nilai seluruh hal-hal ini sekitar satu milyar dolar," kata Martina. "Apakah kebetulan ini tidak mencurigakan bagi Anda?"

"Tidak," kata Violetta yakin. "Anda bukan satu-satunya milyuner di dunia ini."

Krust menutup map itu dan menatap Violetta. "Jika Anda membeli semua ini menggunakan uang Anda sendiri, coba beritahu saya... Mengapa semua pembelian ini tercatat atas nama pelayan Anda, Sylvie?"

Violetta tertawa. "Sylvie adalah pelayan saya. Saya memintanya untuk melakukan macam-macam, Monsieur Krust. Itu hanya masalah nama. Sylvie mengurus pembayaran untuk semua hal itu, tapi saya jamin dananya berasal dari rekening saya sendiri!"

Melihat Violetta yang kedengaran sangat meyakinkan, Joe jadi ragu. Apa mungkin gadis ini jujur?

Alis Krust berkerut. "Anda memberi kartu itu pada siapa?"

"Sebuah rumah sakit korban perang di Gaza," sahut Violetta tenang. "Keadaan rumah sakit itu sungguh memprihatinkan, makanya saya tersentuh. Saya memberikannya tepat pukul dua belas siang ini kepada ketua yayasan pendiri rumah sakit yang kebetulan sedang berada di New York."

"Tidak ada pemberitaannya sama sekali," kata Martina.

"Saya memilih tak mengekspos kedermawanan pribadi," jawab Violetta enteng.

Krust mengangguk-angguk kecil. "Di mana pelayan Anda?"

Seketika wajah Violetta berubah sendu. "Terjadi kecelakaan. Pesawat yang seharusnya membawa kami dari Los Angeles ke New York meledak. Sylvie ada di dalamnya."

Martina McJohnson mendekati Violetta dan berkata pelan tetapi sangat jelas. "Itu bukan kecelakaan. Andalah yang membunuh Sylvie." 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top