26. Di Depan Krust Towers


Teriakan salah seorang juru kamera segera mengguncang lobi Krust Towers.

"Hamilton sudah tiba," kata pria itu. "Dia naik taksi!"

Semua orang yang ada di lobi bergegas bangkit dan berhamburan keluar. Jennifer Huxley memimpin rombongan yang bersemangat itu turun ke lapangan menuju gerbang depan.

Ini dia saatnya!


...


Jangan wartawan lagi!

Kepala Joe langsung berdenyut-denyut ketika melihat rombongan wartawan yang menghambur keluar seperti sekumpulan lebah dari pintu gerbang Krust Towers.

Tidak ada yang bisa kukakatan.

Rombongan wartawan itu tumpah ruah ke halaman depan Krust Towers dan mengepung taksi mereka. Mikrofon-mikrofon teracung pada Joe seperti pedang. Kamera-kamera diangkat tinggi-tinggi, blitz menari-nari di sekelilingnya. Pertanyaan-pertanyaan tumpang tindih menyerbunya, membuat Joe merasa pengap. Kali ini tidak ada Martina McJohnson bersama para pengawal yang akan melindunginya seperti waktu itu. 

Joe terperangkap di tengah lautan wartawan bersama Andrea dan Artie.

Aku kalah.

Sampai detik ini, tak ada yang menelepon dan memberi kabar soal lukisan itu. Joe tahu apa artinya. Lukisannya tidak laku. Hatinya semakin tertusuk-tusuk ketika dia teringat telepon dari ibunya. Dad akan lumpuh. Mom akan menjual pertanian kami...

Aku minta maaf, Mom... Dad...

Artie berusaha melindungi Joe tapi dia tak cukup kuat melawan lautan manusia itu. Andrea terdesak jatuh dan memekik, nyaris terinjak-injak para wartawan.

"Apa maksudmu Martina tidak ada di tempat?" teriak Artie marah. Rupanya dia sedang menelepon seseorang. Dengan susah payah dia mencoba menarik Joe ke arah pintu depan, tetapi usahanya sia-sia. Mereka terkepung tepat di tengah.

"Semenit lagi," salah seorang wartawan berseru.

Joe menoleh mencari-cari Andrea yang sudah tak kelihatan tapi mikrofon-mikrofon membentur wajahnya. Kepalanya mulai terasa sakit karena tertabrak-tabrak kamera. Matanya separuh buta akibat serangan cahaya blitz. Para wartawan itu terus mencecarnya tanpa ampun.

"Mr. Hamilton, apa Anda yakin akan menang?"

"Apa Anda sudah membeli sesuatu dengan kartu itu?"

"Apa uang Anda sudah habis?"

Dunia seolah berubah menjadi lautan sinar putih yang menyilaukan. Joe mengangkat tangan untuk melindungi dirinya. Dia mulai kesulitan bernapas. Para wartawan itu mulai menghitung mundur, menuju waktu dua belas siang.

"Dua puluh detik lagi..."

Salah satu kamera yang paling besar menabrak bagian belakang kepala Joe dengan keras sehingga dia terhuyung. Bahkan dengan keadaan hampir pingsan sekalipun, Joe tak bisa jatuh ke tanah saking ketatnya dia dikerumuni orang-orang. Dia tergoda untuk membiarkan dirinya pingsan. Mungkin memang sebaiknya begitu...

"Sepuluh detik lagi..."

Suara para wartawan itu membahana keras seperti paduan suara yang tak terlatih. Sekonyong-konyong, muncul getaran dari dalam saku jinsnya, mengagetkan Joe dan menyadarkannya kembali. 

Rasanya seperti tersambar kilat. Itu getaran ponselnya! 

"Lima detik..."

Joe merogoh sakunya, mengeluarkan ponsel itu, dan berteriak sekuat yang dia bisa. "HALO?"

"Mr. Hamilton, saya Debbie Dussendorlf dari Balai Lelang Christie's." Suara si penelepon terdengar putus-putus dan bergemeresak. "Ada yang tertarik membayar lukisan Anda seharga satu milyar dolar!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top