18. Hari Kelima


Leigh-Anne Skjöld meringis sambil membersihkan emperan toko permennya yang dipenuhi sisa-sisa minuman dan lumpur. Rematik ini membunuhnya.

Numpang menonton boleh-boleh saja, tapi bawa sendiri sampahmu saat pulang!

Dia menggosok lantai keras-keras, berharap noda-noda itu menghilang. Leigh-Anne cinta kebersihan. Toko permennya selalu dipenuhi anak-anak, itu sebabnya dia tidak ingin ada lalat atau pun sampah di depan tokonya. Pelanggannya bisa kabur.

Apa boleh buat.

Parade Kebudayaan kemarin menyisakan banyak sukacita di hati para penduduk Berlin. Tapi ada sisi lain dari kesenangan itu: tumpukan sampah dari orang-orang tidak tahu diri. Leigh-Anne sebenarnya ingin menutup tokonya lalu enak-enakan menonton di trotoar, tetapi tokonya kebanjiran anak-anak. Leigh-Anne sangat puas dengan pendapatan hari itu, meski punggungnya serasa mau patah. 

Tempat sampah kan sudah disediakan!

Leigh-Anne menggerutu mengapa begitu sulit orang-orang mencari tempat sampah yang sudah ditempatkan di sudut-sudut trotoar dan membuang sampah mereka di situ. Jaraknya tak sampai sepuluh meter! Sambil mengutuk keras-keras, Leigh-Anne tertatih-tatih pergi ke tempat sampah besar di belakang tokonya.

Dia semakin sebal ketika melihat ternyata tempat sampah besar itu tidak penuh seperti yang diduganya. Lantas mengapa orang-orang masih membuang sampah di jalan? 

Leigh-Anne mengangkat pengki yang penuh debu lalu menjatuhkannya ke dalam tempat sampah.

Pluk!

Pengki sampahnya membentur sesuatu yang keras.

Apa itu?

Sepertinya ada orang idiot yang membuang besi bekas di tempat sampah organik. Pemerintah Jerman harus menerapkan hukuman penjara seperti di Singapura untuk orang-orang brengsek seperti ini! 

Leigh-Anne mendekati tepian tempat sampah dan melongok ke dalam.

Di dasar tempat sampah, seorang pria terbujur kaku. Pria itu mengenakan jaket kulit kusam berwarna tanah dan sweter berleher tinggi. Pasti salah satu dari orang-orang yang kebanyakan minum itu. Selain permen, yang kemarin juga laku keras adalah bir. Leigh-Anne menduga pria ini pastilah mabuk parah semalam sehingga tanpa sadar tertidur di dalam tempat sampah.

Dengan ujung pengkinya, Leigh-Anne membalik tubuh pria itu. "Hei, bangun! Sudah pagi!"

Ada noda bulat kehitaman di bagian dada pria itu. Dia masih diam tak bergerak. Leigh-Anne juga melihat ada sesuatu berwarna merah yang menempel di ujung pengkinya, menetes-netes kental.

"MEIN GOTT!"

Tanpa memedulikan rematiknya, Leigh-Anne lari terbirit-birit meninggalkan tempat sampah itu.  


...


Bruce Stockholm menarik ujung topinya hingga menutupi kepala. Dia mengangkat korannya tinggi-tinggi, berpura-pura membaca.

Padahal Bruce sedang mengintip kaca depan Restoran Auberge du Lion d'Or. Violetta Adams masih di sana, menikmati sarapannya. Meski berada tiga puluh meter dari gadis itu, Bruce tahu dengan tepat apa yang dimakan Violetta. Salmon Panggang Czar Nikolaj. Bruce bahkan bisa memberitahu dengan terperinci posisi menu pada piring gadis itu. Salmonnya terletak tepat di tengah piring. Pada arah jam dua belas ada dua potongan daun peterseli. Saus lemonnya terletak di mangkuk kecil di sebelah piring, dan sekarang bergeser dua senti ke kiri karena Violetta tanpa sengaja menyenggolnya.

Betul-betul membosankan.

Sebetulnya Bruce agak jemu menguntit, tapi dia tak bisa ke mana-mana. Jika Vincent Krust adalah bosmu, satu hal harus dipahami dengan saksama adalah: lakukan pekerjaanmu tanpa banyak tanya. Peraturan itu juga berlaku pada instruksi terbaru Vincent Krust pada Bruce empat hari lalu di kantornya.

Awasi Violetta Adams.

Mr. Krust tidak memberikan status klasifikasi seberapa berbahayanya gadis ini, jadi Bruce Stockholm meneliti Violetta terlebih dahulu. Bruce sudah mendapatkan latar belakang Violetta Adams dan melacak posisinya (tidak terlalu sulit). Sekarang yang tinggal dilakukan Bruce adalah mengekor Violetta ke mana-mana.

Ketika bertemu Violetta Adams secara tidak langsung, Bruce langsung tahu kalau targetnya kali ini termasuk golongan mematikan, tapi dalam artian khusus. Bruce belum pernah bertemu orang yang mampu menghabiskan begitu banyak uang dalam sehari.

Satu hal yang sudah pasti, Violetta Adams tak tertarik menghabiskan satu milyar dolar miliknya untuk membuat berton-ton bom nuklir dan meledakan dunia. Gadis itu lebih memilih syal bulu dan pakaian dalam Gucci.

Bruce tak habis pikir mengapa Mr. Krust memintanya mengawasi Violetta Adams. Dilihat dari segi apa pun, gadis itu tidak berbahaya. Dia menggunakan uangnya untuk hal-hal konyol. Saat berbelanja di Paris, mobil-mobil Violetta Adams hampir dibakar oleh para pengendara yang berang karena dia parkir seenaknya di pinggir jalan. Perbuatannya itu menyebabkan kemacetan parah sepanjang satu kilometer. Di Berlin, dia menyeruak serombongan parade (ya, satu rombongan sekaligus) hanya karena ingin mengunjungi sebuah toko sarung tangan.

Tingkahnya itu membuat Bruce kesulitan mendekati Violetta. Ditambah lagi, Violetta punya seorang pelayan pribadi yang mengikutinya ke mana-mana. 

NGING!

Headset telinga Bruce berdenging. Bruce mengorek telinganya. Suara Violetta Adams terdengar jelas sekali seolah gadis itu sedang bicara di telinga Bruce.

"Sylvie, aku mau ganti ponsel sekarang!" Gadis itu menjerit dalam Bahasa Prancis, tapi headset Bruce otomatis menerjemahkannya. "Aku tidak mau pakai ponsel itu sekarang! Benda itu berminyak!"

Sebuah suara yang sabar menyahut. Itu suara si pelayan pribadi, gadis muda dengan wajah berbintik-bintik bernama Sylvie yang patuh sekali. "Ponsel Anda hanya tersentuh ujung pisau. Saya akan mengelapnya dengan tisu."

"Tidak mau!" tolak Violetta. Dia melempar ponselnya. "Telepon perusahaan itu! Katakan aku pesan iPhone terbaru dari emas. Bukan yang warnanya emas, Sylvie! Dari emas! Aku ingin ada tulisan 'Didesain khusus untuk Violetta Adams' di belakangnya dari berlian merah jambu. Mereka hanya boleh memproduksi satu ponsel seperti itu. Ponsel itu sudah harus ada hadapanku saat makan siang!"

Dari kejauhan Bruce menyaksikan si pelayan mengangguk.

Gadis gila.

Violetta Adams keluar dari restoran, tampangnya kesal. Bruce mengamati si pelayan mengambil selembar tisu, menyapukannya dengan hati-hati ke ponsel yang dibuang oleh Violetta, lalu menyelipkan benda itu ke sakunya.

Sebuah limusin Rolls-Royce warna merah jambu berhenti di depan restoran. Seorang sopir bertubuh besar membukakan pintu untuk Violetta Adams. Gadis itu masuk sambil menenteng tas tangan kecilnya yang Bruce tahu berisi satu set peralatan rias. Sambil tergogoh-gopoh, Sylvie si pelayan menyusul.

Akhirnya limusin itu melaju pergi.

Bruce menyalakan mesin Fiat hitamnya lalu membuntuti Royce merah jambu itu perlahan-lahan dari belakang. Dia tahu kalau penugasan ini akan mudah. Limusin merah jambu yang menyolok itu pasti bisa ditemukan siapa saja.

Bruce memutar musik lalu menahan tawa. Ada-ada saja.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top