4
Archer
Rasanya pagi ini begitu luar biasa, aku membuka mata dan hal pertama yang kulihat adalah mata hijau Lea yang mengamatiku dan hanya dengan itu aku kembali menginginkannya, milikku sudah mengeras hanya karena melihat dia berbaring di sampingku.
"Aku harus berangkat kerja," ucapnya. Jarinya mengusap dadaku turun hingga ke perutku dan berhenti di pinggangku lalu dia tersenyum.
"Haruskah? Kau bisa libur sehari," ucapku. Berguling ke atasnya dan menekan tubuhnya sehingga dia dapat merasakan tekanan milikku yang mengeras di atas perutnya.
Dia tertawa dengan suara yang mirip dengan genta angin, begitu merdu dan indah. Sempurna. "Tidak bisa. Aku butuh pekerjaan ini. Lagi pula, aku suka pekerjaannya."
Aku berguling kembali ke samping dan mendesah kecewa, merentangkan kedua tanganku sehingga berada di atas perutnya. "Kau akan meninggalkanku dalam keadaan sekarat? Sangat kejam."
Dia duduk bersila dan menatapku, matanya penuh dengan binar nakal dan terlihat bersinar lalu dia beralih berada di atasku tangannya bertumpu di samping kepalaku dan mata hijaunya mengunci mataku. "Aku yang memimpin kali ini," ucapnya tegas. Dan aku terkejut karena aku menyukai ini, aku suka bagaimana caranya menguasaiku yang mana itu seharusnya mustahil. Aku seorang dominant dan aku tak pernah membayangkan diriku menyerahkan diri. Yah, kecuali mungkin pada Sarah itu suatu pengecualian. Tapi dengan Lea semuanya begitu luar biasa, begitu intens, begitu sempurna.
"Berpegangan ke kepala ranjang!" ucapnya dan aku melakukannya. Dia menyihirku dan demi Tuhan dia sangat panas dengan tatapan mata tajamnya saat ini.
"Aku tidak mau kau melepasnya, mengerti?" dia menyeringai penuh arti, "atau aku akan berhenti." Aku balas tersenyum dan mengangguk.
Dia duduk di antara kakiku dan mulai membelai bolaku dengan jarinya yang panjang, milikku membengkak di bawah sentuhannya. Tangannya berada di pangkal kemaluanku dan ia mengencangkan jari-jarinya menekan milikku cukup keras lalu bergerak mengurut dari pangkal sampai ke ujung, tangannya yang lain membuai bolaku dan matanya terpaku ke wajahku. Dia melakukan gerakan itu berulang kali membuatku kehabisan napas.
"Sial Lea!" desahku saat dia meremas dengan lebih keras hampir menyakitkan tapi juga terlalu nikmat lalu ia bergerak turun dengan perlahan, menekan sekaligus memutarnya hingga mencapai kepala kemaluanku. Dia mengulang gerakan itu dan selama itu pula mataku terkunci pada dirinya. Kemudian setetes cairan pre-cum menetes dari kepala kemaluanku dan Lea menjilatnya sebelum cairan itu jatuh. "Sial!" umpatku. Dia tersenyum dan matanya menatap tepat ke mataku saat dia memasukkan kepala kemaluanku ke dalam mulutnya. Bibirnya yang merah membungkus milikku dan ini terlalu banyak. Dia memasukan seinci lebih dalam, lidahnya berputar di lubangku dan aku mengerang. Dia mengisap dengan keras dan memasukkan lebih dalam lagi hingga seluruh batangku tenggelam ke dalam mulut cantiknya lalu mengeluarkannya dengan perlahan dan lidahnya membuai dengan lembut berputar sekali lagi di lubangku dan aku mengerang dan tanpa sandar tanganku sudah berada di rambut pirangnya, menariknya. Dia berhenti dalam sekejap, meninggalkan milikku yang sudah mengencang dan berdiri tegak. Dan aku tak dapat menahan desahan kecewa dari mulutku.
"Kubilang jangan dilepas! Berpegangan pada kepala ranjang!" ucapnya tegas dan matanya berkilat-kilat. "Sekali lagi, jika kau melepasnya. Aku benar-benar akan berhenti!" Aku tahu dari nada suaranya dia menyukai ini, dia senang aku membutuhkannya dan aku tidak keberatan. Aku mengembalikan tanganku ke kepala ranjang dan ia mulai memasukkan kembali kemaluanku ke mulutnya. Mulutnya menghisap kepala kemaluanku dan tangannya memijat pangkal kemaluanku dan memutar bolaku. Napasku semakin cepat, cengkramanku ke kepala ranjang makin erat. Dan saat ia memasukkan seluruh batang kemaluanku ke mulutnya hingga mencapai tenggorokannya aku semakin tak dapat mengendalikan diri. Milikku membengkak dengan cepat saat ia memompa milikku di dalam mulutnya, lidahnya tak berhenti bekerja menjilat setiap jengkal milikku dan saat aku merasakan diriku hampir datang aku memekik tidak jelas. "Lea, aku hampir ...," ucapanku terpotong saat ia menghisap lebih keras dan memasukkan milikku hingga ke tenggorokannya. Aku datang di dalam mulutnya dengan sangat keras dan yang kurasakan saat itu adalah kenikmatan tak terkira. Jika seorang bajingan bisa masuk surga maka aku akan mengira ini surga. Dan saat mataku kembali terbuka yang kulihat adalah wajah Lea yang terlihat puas, dia menjilat bibirnya dan aku bersumpah kalau Dewi Cinta kalah cantik dengan Lea. Dia terlihat seperti Dewi Seks sungguhan dengan mata hijau sayu, bibir merah yang basah, rambut pirang kusut dan telanjang ini pemandangan terbaik. Dan aku akan bilang ini adalah pagi hari terbaik dalam hidupku.
Aku melepaskan cengkramanku dari kepala ranjang dan menarik Lea ke arahku. Dia jatuh ke atas tubuhku dan aku mencium bibirnya lalu membaliknya sehingga sekarang dia berada di bawahku. "Giliranku," ucapku.
Dia tertawa, tawa yang menghangatkanku. "Aku akan terlambat, aku akan mandi dan bersiap sekarang." Dia mendorong dadaku dan meluncur turun dari tempat tidur.
"Mandi bersama," usulku tapi ia menggeleng.
"Aku yakin itu akan menjadi mandi yang panjang jika bersamamu. Aku benar-benar harus berangkat."
Aku mengerang. "Itu tidak adil." Tapi dia sudah melesat ke dalam kamar mandi dan aku tersenyum di atas ranjangku. Lalu turun mengambil celana boxer dan kaos dari lemariku lalu memakainya. Aku mengetuk pintu kamar mandi dan bertanya, "Kau tidak keberatan sarapan sereal dan susu, kan? Aku tidak bisa memasak."
Aku mendengar gemericik air. "Sereal terdengar bagus," jawabnya.
"Oke. Aku akan menyiapkannya kalau begitu."
Aku mengeluarkan susu dari lemari es mengambil kotak sereal dan dua mangkuk untuk kami di meja makan. Dia muncul dengan blouse putih tanpa lengan dan rok pensil hitam yang jatuh dua inci di atas lututnya. Sepatu stiletto menghiasi kakinya dan itu membuatku ingin menariknya kembali ke ranjang lalu menelanjanginya dan mengikatnya ke tiap sudut hanya dengan sepatu itu.
Jauhkan pikiran itu, Black!
Tepat saat aku selesai menuangkan susu dia duduk di kursi dan langsung melahap serealnya. Aku ikut duduk di seberangnya, mengamati dia makan. "Apa kau pernah menyiapkan sereal untuk orang lain sebelumnya?" dia bertanya.
Benar. Aku tak pernah melakukan ini. Ini yang pertama dan ini karena Lea. Hanya karena Lea.
"Tidak. Kau tahu bagaimana aku," jawabku dan suapannya berhenti di tengah udara.
Sial! Apa yang dia pikirkan?
"Ada apa Lea?" tanyaku dengan nada rendah.
"Aku ...," dia menyelipkan rambut yang tidak berhasil tersanggul ke balik telinganya, "kurasa ini tak akan berjalan baik."
Sialan!
Apa ini?
Beberapa menit yang lalu milikku berada di dalam mulut manis itu dan sekarang mulut itu mengatakan penolakan?
"Lea? Apa maksudmu? Aku baru saja mengalami malam dan pagi hari terbaik dalam hidupku, apa kau merasa ini buruk?" tanyaku. Sialan! Nadaku terdengar terlalu panik.
Dia memasukan suapan terakhir serealnya dan beralih melihatku. "Aku juga merasa luar biasa. Tapi aku tahu ini bukan kau. Semua ini bukanlah dirimu," ucapnya. Aku diam menunggu dia melanjutkan. "Aku hanya takut jika aku tak bisa memberikan apa yang kau inginkan, dan kau pergi. Kurasa aku tak bisa bertahan jika itu terjadi lagi."
"Lea, berapa kali aku harus mengatakan? Yang kuinginkan adalah kau. Hanya kau." Dia menunduk melihat mangkuknya yang sudah kosong. Dan aku menunggu reaksinya.
"Aku tidak mengerti," gumamnya. Dia masih belum melihatku.
Apa yang tak kau mengerti sayang?
Aku menyentuh dagunya dan membawa pandangannya ke mataku dan dia menatapku dengan enggan. "Kau adalah segala yang kuinginkan, mengerti?"
Pupil matanya melebar dan raut wajah pasif dan patuh melintasi wajahnya lalu dia mengangguk dan saat aku melepasnya ia kembali menatap ke bawah. Tak berani menatapku, mengingatkanku pada Lea si submisive di ruang bermainku dan anehnya aku tidak menyukai itu.
"Aku tak mau kau melakukan apa yang tidak kau suka karena aku," ucapnya pelan. "Aku bertindak terlalu jauh tadi, maafkan aku."
Apa ini tentang oral seks tadi? Oh sayang, percayalah tadi itu menakjubkan.
"Kau tidak melakukan kesalahan apapun. Tak ada yang perlu dimaafkan." Dia mengangkat kepalanya, mata hijaunya terlihat kebingungan mencari kebenaran di mataku.
"Aku meminta penyerahan diri darimu, kau tidak suka itu, harusnya aku tidak meminta hal semacam itu," gumamnya. Jari-jarinya berpilin gugup. Aku berdiri memutari meja dan menariknya berdiri. Mataku terkunci dengan matanya, tanganku menyingkirkan mangkuk di meja dan aku mendorongnya terlentang di atasnya. Bibirku menyapu bibirnya dan aku merasakan dia merespons dengan desahan dan membuka mulutnya, membiarkan lidahku masuk. Merasakan rasa susu dan sereal coklat dan dirinya bercampur menjadi hal paling memabukkan. Dahiku berada di dahinya, tanganku berada di pinggangnya. Aku mendorong tubuhku ke tubuhnya dan cuimanku turun ke rahangnya membiarkan erangan meluncur dari mulutnya. Jariku menelusup ke balik roknya dan celana dalamnya, merasakan dirinya yang basah karenaku, untukku, hanya aku. Ciumanku semakin turun ke bawah ke lehernya dan aku memasukkan satu jari ke dalam dirinya, jempolku menekan klitnya dan ia mendesah dengan suara yang akan membunuhku.
"Ya sayang, aku ingin mendengar suaramu," bisikku di dekat telinganya. Aku memasukan satu jari lagi ke dalam dirinya dan ia sudah tak menahan erangan dari mulutnya aku mempercepat gerakanku, menyetubuhinya dengan jariku.
"Oh, Archer kumohon," desahnya.
"Katakan Lea!" Suaraku terdengar parau saat mengatakannya.
"Buat aku datang," ucapnya. Matanya setengah tertutup tapi ia masih menatapku, mendambakanku. Aku memasukan satu jari lagi dan mempercepat gerakanku, jempolku menggosok klitnya dan bibirku kembali melumat bibirnya. Aku merasakan tubuhnya menegang di bawahku, jarinya menggengam tepian meja dengan erat, dan napasnya memburu, kulitnya yang putih kini berwarna merah muda dan saat jeritan kenikmatan meluncur dari mulutnya aku meredamnya dengan mulutku, cairan panas mengalir di jariku dan aku menarik jariku keluar membawanya ke mulutku dan menjilatnya, dia mengamatiku dengan napas yang masih terengah.
"Sarapan yang lezat dan menyenangkan," ucapku. Dan aku menariknya ke dalam pelukanku. Membenamkan wajahku ke dalam lekukan lehernya, menghirup wangi lavender yang lembut dari kulitnya. "Aku tak akan melakukan apa yang tidak kuinginkan, Lea. Jika aku menyerahkan diriku itu memang karena aku ingin melakukannya. Karena aku memang ingin menyerahkan diriku padamu."
Dia balas memelukku dan bergumam dalam dekapanku, "Aku senang mendengarnya dan terima kasih."
Aku tersenyum dan menariknya mundur hanya untuk melihat wajahnya. Dia hampir menangis tapi bukan karena sedih. "Nah, biarkan aku mengantarmu sekarang. Aku yakin kau tak ingin terlambat."
***
Catatan : Baca komentarnya jadi gak bisa nahan diri buat up lagi, wkwkwk. Doble update hari ini
Pembaca yang budiman vote dan comment kalian sangat berarti bagi saya, jadi jika kalian menyukai cerita ini silahkan klik tanda bintang kecil yang ada di tiap akhir bab. Saya akan sangat menghargainya ....
Arum Sulistyani
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top