73. Segel yang terlepas
-- 🔹💠🔹--
Ah, jikalau dewa mengizinkan Astrella, rasanya wanita itu ingin melayangkan tangannya pada sosok yang ada di hadapannya saat ini tanpa alasan yang jelas. Karena setelah mendengar kabar bahwa Arsen mengalami krisis sihir yang sangat jarang terjadi pada sang pria, Astrella dengan segera kembali dari akademi untuk menemui pria itu.
Ya, mengesampingkan bagaimana hubungannya dengan sepupunya yang satu itu, mereka tetap satu darah dan satu keluarga. Entah juga tujuannya untuk merendahkan kelemahan Arsen kalau saja dia tidak mendengar apa yang terjadi pada sang pria yang sampai membuat Arsen berada dalam kondisi terberat itu.
Arsen dier Fargaven, pangeran yang begitu kuat, jatuh koma karena ketidakstabilan kekuatan sihirnya? Astrella mungkin akan tertawa kalau bukan prajurit kerajaan langsung yang menyampaikannya, terlebih itu adalah Oberion, tangan kanan kepercayaan Arsen yang datang mengunjunginya untuk menyampaikan pesan itu.
Berkat Oberon juga membuat Astrella tidak buru-buru kembali ke istana, yang mungkin saja akan melewatkan salah satu ujian terpentingnya. Tapi ditengah tipisnya waktu liburan yang dia gunakan untuk kabur sebentar dari akademi, membuatnya justru berhadapan dengan sosok yang sama sekali tidak terduga.
"Selamat pagi, Yang Mulia."
Wanita itu, berambut putih perak dengan keindahan yang segalanya mengelilingi nya dengan lembut, Avyce Heiligheid membungkukkan badannya sopan pada Astrella yang sekarang berdiri di hadapannya. Memberikan tanda kesopanan yang begitu manis untuk sang wanita berambut biru itu.
Hanya saja, keindahan apapun itu, sama sekali tidak berpengaruh pada Astrella. Alih-alih kagum dan terpana dengan keindahan manis yang ditunjukkan oleh sang gadis suci di hadapannya, dia justru terlihat kesal saat menemukan seorang wanita asing di kediaman kerajaan, terlebih lagi pada area kediaman dari Arsen, sang Putra Mahkota sendiri sekalipun.
"Kau..."
Astrella bukan tidak kenal wanita itu. Saat melihatnya disini, otaknya mulai mencerna dan menumbuhkan nama-nama yang sudah diyakininya adalah sosok yang benar-benar bisa jadi jawaban penuh kebenaran untuknya. Karena dia sudah mendengar rumor kalau ada seorang gadis yang diberkati dewa, disayang dan merupakan bagian dari kesucian.
Serta bagaimana kerajaan bertanggung jawab atas wanita itu.
"Sang gadis suci, Avyce Heiligheid."
Nama itu keluar, membuat senyuman manis semakin terlihat mekar indah menghiasi wajah Avyce tanpa adanya kesulitan sama sekali. Masih dengan tingkah sopannya, walaupun dia sudah tidak membungkuk lagi, dia merendahkan pandangannya dari Astrella menghormati wanita itu.
Ah, sesungguhnya harusnya tidak ada yang salah. Wanita berambut putih di depan Astrella ini terlihat memberikan hormat dengan begitu sopan padanya, tapi mengapa Astrella rasanya tidak menyukai satu hal dari wanita di depannya ini? Ya, senyuman itu, rasanya Astrella ingin sekali melihatnya menghilang dari hadapannya.
Senyuman yang terlihat memuakkan sampai-sampai Astrella tidak tahu harus bagaimana selain menumbuhkan perasaan tidak nyaman yang memenuhi hatinya.
'Kenapa ini? Rasanya tidak nyaman sekali,' batin Astrella merasa ada yang salah dengan dirinya sendiri. Walaupun kenyataannya entah mana yang benar. Padahal ini kali pertamanya dia bertemu dengan wanita di hadapannya ini secara langsung karena dia tidak mengambil bagian untuk mengurus gadis suci itu, namun dia nyaris tidak bisa menahan diri untuk tidak mengambil langkah dan ingin sekali membungkam wanita di hadapannya ini.
"Suatu kehormatan yang mulia tuan putri Astrella mengetahui nama saya." Dengan manis Avyce kembali berucap, menunjukkan senyuman manisnya untuk sang putri di hadapannya. Walaupun sejak tadi Avyce jelas sekali tahu bahwa sang wanita di hadapannya ini tidak menatapnya dengan baik.
Ya, dia sadar. Namun Avyce tidak mengatakan banyak, karena di satu sisi Astrella terlihat menahan sesuatu.
Bagaimana bisa?
Ya, bagaimana bisa dengan gilanya Arsen mempersilahkan seorang wanita tidak dikenal berkeliaran di kediaman pria itu? Apa Arsen sudah semakin gila? Ataukah mungkin ini berhubungan dengan keadaan sang pria sebelumnya?
Mungkinkah sang gadis suci ada disini untuk memberikan bantuan mengenai keadaan Arsen yang sempat jatuh sebelumnya ?
Gadis suci, diakui karena kekuatannya dan kesayangannya pada Dewa. Dei Blanche yang mulia dan tersayang, andaikan bukan karena kutukan dan menjaga martabatnya sebagai anggota kerajaan, Astrella mungkin tidak akan takut memaki wanita yang sudah berani berada dalam kediaman seorang pangeran yang sudah bertunangan tanpa alasan jelas dan pengawasan dari para prajurit kerajaan.
Terlebih...Oberion di belakang Astrella sendiri masih menunjukkan senyuman sopan nya yang sesungguhnya terlihat menahan sesuatu. Ya....itu terlihat jelas. Bukannya takut karena gadis di depannya ini adalah gadis suci--mungkin Oberion pun menghargainya.
Tapi pria itu lebih takut dengan tindakan apa yang akan dilakukan Astrella yang dikenal sebagai putri yang penuh keberanian, yang walaupun penuh dengan keanggunan dan keberaniannya sendiri, Astrella bahkan muncul di istana dengan pakaian akademinya, --wanita itu bahkan lebih memilih menggunakan celana panjang daripada rok di akademi.
Putri yang dapat berbuat onar sewaktu-waktu, sama saja keras kepalanya dengan putra mahkota mereka itu. Ah, entah apa itu sudah turunan yang mendarah daging dalam keluarga kerajaan?
Oberion tidak ingin menambahkan pekerjaan kalau kata-kata kasar keluar wanita yang tidak takut pada apapun ini di hadapan sang gadis suci, sosok yang diakui sebagai kesayangan dewa. Mungkin Oberion bisa sekali-sekali mengambil langkah untuk menarik wanita di hadapannya ini untuk segera pergi ke ruangan Arsen berada sekarang.
Tapi...
"Dengan segala hormat, yang mulia tuan putri, apakah anda datang untuk mengunjungi Putra Mahkota Arsen?"
Pertanyaan itu sudah terlanjur keluar dari mulut wanita berambut putih yang sepertinya tidak pernah berhenti tersenyum itu, untuk menunjukkan kesopanan nya pada wanita yang ada di hadapannya saat ini, terlepas itu adalah sosok anggota kerajaan sekalipun.
Tapi pertanyaan itu....bisa saja menjadi akar masalah, karena setelah mendengar itu, Oberion yakin tubuh Astrella berhenti bergerak disana. Wanita itu mungkin saja sesaat sebelumnya ingin mengambil langkah melewati wanita suci ini kalau saja tidak mendengar ucapan itu.
Apa hal itu perlu dipertanyakan pada sosok anggota kerajaan yang datang ke sini?
Sekarang siapa yang bertanya pada siapa?
Tatapan tajam Astrella sudah lebih dulu tertuju pada wanita di hadapannya, sembari berkacak pinggang, netra biru wanita itu menatap lurus pada Avyce Heiligheid. Kalau-kalau orang lain tidak takut, Avyce mungkin salah satu orang yang tidak terpengaruh dengan tatapan tajam sepupu Arsen ini, tapi...
"Hah?"
"Y-Yang mulia tuan putri, saya rasa sudah saatnya bagi kita untuk bertemu Putra Mahkota!"
Oberion mengambil selangkah mendekat ke belakang Astrella, tanpa segan-segan menyentuh sebelah bahu Astrella, berdoa saja kepalanya tidak dipenggal setelah ini karena berani melakukan itu, tapi akan lebih baik daripada terjadi hal yang tidak diinginkan disini daripada memanggil prajurit lain untuk mengatasinya, kan.
"Apa-apaan, Oberion? Aku belum selesai--"
"Waktu anda sangat sedikit, yang mulia. Akan lebih baik anda menghabiskan waktu memastikan keadaan Putra Mahkota sebelum kembali ke akademi segera," ujar Oberion menambahkan seolah menulikan telinga sebelahnya kalau-kalau Astrella masih ingin memprotes disana.
Sebelum apapun sempat terjadi, Oberion menyentuh kedua bahu Astrella dari belakang seolah siap mendorong wanita itu kemana saja sebelum matanya menatap Avyce yang masih senantiasa menampilkan senyuman ramah nya itu dan membungkuk sopan.
"Saya izin mengundurkan diri, Nona Avyce."
Astrella mungkin tidak perlu repot-repot mengucapkan perpisahan pada wanita yang mungkin tidak lama lagi akan mendapatkan teriakan wanita berambut biru itu, tapi Oberion tahu posisinya sebelum dia berpamitan dan mendorong Astrella menuju ruangan mana saja yang menjadi tujuan utama mereka datang ke sini. Bahkan tanpa mempedulikan protesan wanita berambut biru yang bisa membantingnya kapan saja itu.
-- 🔹💠🔹--
Ruangan itu terlihat sepi, walaupun kenyataannya, kamar Arsen memang selalu saja seperti ini disaat pria itu tidak sibuk. Biasa ada Mervis yang mendampinginya jikalau dia ingin mengerjakan pekerjaannya di kamar pribadinya, tapi kali ini Arsen dibebas tugaskan dari pekerjaannya dengan harapan sang pria dapat memulihkan keadaannya setelah krisis sihir yang terajdi padanya.
Itu harusnya tidak menjadi masalah, dan sang pria dapat beristirahat dengan tenang selama beberapa hari setelah dia pun sekarang kembali ke kamarnya sendiri setelah kemarin sadar dari keadaan komanya. Sejenak, Arsen memandangi dirinya di depan cermin besar kamarnya.
Tanpa memberitahukan siapapun, pria itu menyiapkan diri untuk sesuatu. Sejenak dia memperbaiki kancing lengan panjang kemejanya, sejenak melirik ke arah pintu balkon nya yang terbuka. Walaupun hari ini dia tidak mendapatkan izin mengerjakan sesuatu dan juga mungkin harus mengurung diri di kamar ini, Arsen tidak luput dengan kabar yang dia dengar hari ini.
Prajurit dan beberapa pelayan yang sempat masuk dan berjaya di depan kamar sesaat lalu terdengar bergosip. Mungkin saja Arsen tidak terlalu mendengarkan gosip-gosip para pelayan, tapi kali ini dia mendapatkan informasi yang cukup penting. Mungkin sampai cukup bersyukur dengan gosip tersebut karena...itu membahas tentang keadaan Elxyera.
Setelah kemarin berhasil menolongnya, wanita itu...kembali ke kediaman duke dan tidak sadarkan diri. Arsen bahkan baru mendengar kabar itu pagi ini, yang membuatnya merasa kesal pada dirinya sendiri yang bodoh tidak menduga-duga hal buruk dapat saja terjadi pada Elxyera setelah apa yang terjadi kemarin.
Dan dengan bodohnya dia melepaskan wanita itu begitu saja tanpa pengawasan apapun. Terlepas entah apakah seseorang sudah memeriksa keadaan Elxyera atau tidak, Arsen harus melihat sendiri bagaimana kabarnya baik-baik saja ataupun bagaimana. Tidak mungkin dia duduk diam disini saat mengetahui keadaan tunangannya yang seperti itu.
Selagi ini mungkin dapat terhitung sebagai waktu cutinya dari pekerjaan, dia bisa pergi selama beberapa jam selagi orang-orang percaya dirinya masih beristirahat di dalam kamar ini, kan. Dia sudah memerintahkan agar para pelayan tidak perlu masuk mengurusnya hari ini dan beruntungnya Mervis sedang sibuk menggantikannya mengurus pekerjaan dan Oberion sendiri mungkin tengah sibuk dengan hal lain mengawal ayahnya sang kaisar ataupun hal lain.
'Aku harus memastikan dia baik-baik saja...'batin Arsen, sejenak memejamkan matanya. Perasaan itu masih ada, aura kekuatan Elxyera yang berada di tubuhnya. Kekuatan itu kuat, dan kali ini Arsen jelas merasakannya dengan sangat jelas. Tapi kenyataan harusnya dirinya senang karena tunangannya berhasil menyelamatkannya, pemikiran itu hanya membuat Arsen semakin khawatir saja.
Dia tidak bisa membiarkan itu begitu saja, selagi dia masih ada disini.
"Kalau tidak memastikannya sendiri, aku rasa tidak akan bisa tenang..." gumamnya, jadi teringat dengan percakapannya dengan Avyce. Wanita itu....jelas mengetahuinya juga dengan pasti. Sebagaimana percakapan mereka kemarin membuat Arsen tidak bisa tenang. Dia tidak bisa diam begitu saja.
Dan lagi...mimpi itu. Tangannya terkepal seketika di sisi tubuhnya. Elxyera yang dia kenal, Elxyera yang dia sayangi..selama ini. Bagaimana bisa dia membiarkan wanita itu merasa sakit mengingat bagaimana kenangan indah mereka selama ini. Kenangan yang membuat Arsen terus bertahan sampai sekarang dan mengambil langkah.
Tangannya naik bergerak menyentuh sebelah dadanya dimana jantungnya berdebar, di balik kain pakaiannya, lambang itu seharusnya masih ada. Tapi kenyataannya...kenyataan kalau apa yang dia lihat setelah sadar disana adalah kebalikan dari itu, dia sadar...segelnya mulai terlepas.
Karena itu dia harus memastikannya sendiri dengan mata Elxyera, kenyataan bahwa dia sudah berjuang selama ini...untuk membalikkan waktu untuk wanita itu....dengan tujuan yang selalu dikatakan Avyce, adalah bagian dari kegagalan Arsen sendiri.
Dia tidak ingin gagal...dalam kehidupan kali ini...
Demi Elxyera...demi kehidupan wanita itu...dan....
Brak!!
Suara pintu yang terbuka seketika membuat Arsen berbalik. Pintu ganda itu masing-masing menghantam dinding di sisinya, namun orang gila mana yang berani membuka pintu kamar putra Mahkota sampai seperti itu?
Ah, tidak. Arsen ingat dan kenal jelas satu orang yang berani melakukan itu, karena sosok itu sendiri sudah berada di hadapannya. Menatapnya dengan tajam melalui mata biru indah yang berkilau penuh amarah. Arsen rasa semakin hari semakin bisa mengartikan kata-kata yang akan keluar dari mulut sepupunya saat ini mengesampingkan apa yang membuat wanita itu sampai bertingkah seperti ini.
Tapi...
Astrella, masih dengan pakaian akademinya, sekarang tengah bersedekap dada di depan pintu kamarnya yang malang dan sudah terbuka lebar, diikuti Oberion di belakang wanita itu, cukup gugup untuk mengatakan apapun walaupun dia seketika sedikit terkejut melihat Arsen yang sepertinya tidak berada di tempat tidur untuk istirahat, melainkan tengah berpakaian sederhana rapi di depan cermin.
"Oh, kupikir kau sudah hampir mati karena sekarat. Lihat sekarang, apa kau sedang bersiap-siap untuk pergi kencan?"
Seperti biasa, interaksi keduanya tidak terdengar biasa dan sudah pasti akan diawali dengan lontaran merendahkan dari Astrella yang seperti itu, membuat Arsen hanya berbalik sekilas menatap sepupunya yang lebih muda itu dan menghela nafas panjang. Seperti biasa.
"Aku rasa kau mungkin kecewa karena aku tidak mati, sepupuku tersayang. Tapi aku tidak mengerti apa maksudmu? Aku hanya sebatas ingin menyegarkan diri daripada harus berdiam diri terus di tempat tidur bagaikan mayat hidup."
Arsen membalas dengan nada yang terdengar cukup datar, saat menyadari sosok yang masuk itu adalah Astrella dan Oberion. Dari cermin saat dia kembali memandang lurus setelah menatap Astrella beberapa saat, matanya bisa menangkap Oberion yang menutup kembali pintu ganda kamarnya tersebut.
Cukup kasihan pria itu sepertinya harus menjaga Astrella hari ini, mungkin bahkan mendampingi wanita itu untuk kembali ke akademi nantinya.
"Begitu caramu menyambut sepupumu yang jauh-jauh datang dari akademi karena mendengar kabar sekaratmu? Harusnya kau berbahagia aku hampir saja melewatkan salah satu ujianku untuk buru-buru datang ke sini kalau Oberion tidak merengek seperti anak kecil-"
"Y-Yang mulia, S-Saya tidak merengek--"
"--Khawatir aku tidak akan lulus. Kalau tidak, sejak kemarin aku sudah kembali ke sini."
Tanpa mempedulikan ucapan protesan Oberion yang mungkin tidak sopan-- walaupun kenyataannya ucapannya sendiri lebih tidak sopan-- dan kembali berkomentar pada Arsen. Ya, mungkin itu cara sang putri mengungkapkan kekhawatirannya pada sepupunya.
Kakaknya bahkan sudah melihat keadaan Arsen kemarin, kalau saja pria yang lebih tua itu tidak sibuk, mungkin sekarang akan menemaninya bertemu Arsen lagi dan meredam percakapan dingin diantara mereka dengan wajah hangatnya yang bagaikan matahari mengingat betapa Arsen menghormati sepupunya itu juga.
"Kalau begitu aku tersanjung dengan pengorbananmu, Astrella. Terima kasih karena sudah mengkhawatirkan ku yang bodoh ini. Sekarang..."
"Tapi aku tidak menyangka kalau ternyata pangeran bodoh ini justru bersenang-senang dengan wanita lain walaupun kenyataannya sudah memiliki tunangan."
Tanpa membiarkan Arsen menyelesaikan kata-katanya, Astrella kembali menambahkan disana. Jelas mengingat wanita suci yang ada di kediaman Arsen dengan santainya, bahkan mempertanyakan kedatangannya untuk bertemu Arsen. Kalau tahu begitu, mungkin sejak tadi dia biarkan saja tangannya maju menghajar wanita suci itu walaupun kutukan menjadi balasannya.
Tapi...wanita lain, katanya? Ahh, sejenak tatapan datar Arsen tertuju pada Astrella. Netra emas itu menatap dalam keheningan beberapa saat yang membuat Oberion menelan salivanya gugup kalau-kalau memperkirakan perang dingin akan terjadi disini.
"Ohh...kau sudah bertemu dengan Avyce Heiligheid."
Tapi apa yang terjadi adalah hanya itu yang dikomentari oleh Arsen dengan nada datarnya, bahkan seolah sama sekali tidak tertarik membahas wanita suci yang sesungguhnya berada dalam pengawasannya. Entah Astrella sudah dengar atau memang kenyataannya wanita itu tidak tahu karena dirinya tidak berhubungan apa-apa dalam pengurusan sang gadis suci, Arsen bisa melihat tatapan tajam mengerikan yang muncul saat aura tidak menyenangkan terlihat mengelilingi Astrella.
Oh, apa wanita itu tidak puas dengan jawabannya?
Tapi kenyataan wanita itu, sang gadis suci berada dalam kediamannya pun tidak dapat disangkal. Walaupun sepertinya Astrella memang tidak tahu, Arsen terlalu lelah untuk menjelaskan dan hanya menghela nafas panjang saat wanita itu justru mengepalkan tangannya erat dan menatap Arsen tajam.
"Hanya itu jawabanmu? Aku tidak menyangka pangeran gila sepertimu akan kehilangan akal membiarkan wanita seperti itu berkeliaran di kediamanmu tanpa pengawasan."
Sejenak Arsen mengernyit mendengar komentar itu, namun masih dengan nada tenangnya yang kali ini sedikit memberikan peringatan, dia berkomentar.
"Jaga bicaramu, Astrella. Dia adalah gadis suci kesayangan dewa. Aku rasa kau tahu betul kutukan bisa jatuh padamu jikalau kau berkata seperti itu."
Mendengar itu, Astrella tidak tahu bagaimana lagi harus menahan emosinya. Dibandingkan buku-buku jarinya yang memutih lantaran menahan emosi dengan cengkraman erat pada genggaman tangannya sendiri, Astrella mendecakkan lidahnya kesal tidak dapat menahan pemikirannya sendiri yang bisa saja meledak kapan saja.
"Kalau begitu apa itu benar?? Kenyataan bahwa ada rumor yang mengatakan bahwa kau ditakdirkan bersama dengan gadis suci itu benar??"
Suara Astrella terdengar tajam, dan pada posisinya, wanita itu berdiri penuh percaya diri, menatap Arsen dengan tatapan angkuhnya seolah siap saja menghajar pria di hadapannya tanpa memandang kalau sosok itu adalah putra mahkota sekalipun. Terlebih karena aura tidak mengenakkan terpancar dari Astrella sendiri saat wanita itu menatap dingin Arsen di depannya.
Kalimat itu keluar dari mulut Astrella tanpa tahanan dan kesopanan. Wanita itu bahkan tidak takut kalau mengucapkan kalimat kurang ajar di depan putra Mahkota. Tapi dari bagaimana tatapan mata itu menatap Arsen dengan serius, nampaknya Astrella sudah mendengar rumor yang beredar tentang firman dewa yang baru.
Itu membuat Arsen sejenak terdiam dalam posisinya, membalik tubuhnya untuk memandang sepupunya dalam diam tanpa tahu harus mengatakan apapun. Oberion di belakang Astrella juga nampak membelalak dengan tatapan cukup terkejut. Entah apa karena mendengar rumor itu atau mendengar sendiri Astrella mengangkat topik itu disana.
Tapi Arsen bahkan tidak mengatakan sesuatu, membenarkan sesuatu ataupun menyangkal sesuatu. Dan itu membuat Astrella muak.
"Brengsek....firman suci berengsek." Gumaman Astrella terdengar kasar saat wanita itu mengumpat dengan tidak sopan, sama sekali tidak mencerminkan sisi keputriannya sendiri yang dimilikinya. Tapi apa yang membuatnya jauh lebih kesal adalah bagaimana Arsen mendengarkan ucapannya itu dengan wajah datarnya yang tenang.
Seolah tidak ingin mengatakan apapun untuk hal itu, atau bahkan mewakilkan sebuah jawaban walaupun sesungguhnya isi firman suci dari Dei Blanche sendiri yang terbaru sama sekali tidak seharusnya tersebar.
Apa Astrella mendengarnya dari Mervis?
"Itu bukan urusanmu."
Pada akhirnya Arsen angkat bicara, yang sontak membuat Astrella menggertakkan giginya kesal dan seketika berlari ke arah pria itu saat cahaya putih kebiruan muncul di tangan kanannya yang terkepal dan...
"Yang mulia Tuan putri!"
Seruan Oberion membuat langkah Astrella berhenti tepat di depan Arsen, dengan pedang yang sudah muncul di tangan kanannya dan terhunus tempat di samping leher Arsen, mata Astrella menatap Arsen penuh amarah. Wanita itu mati-matian menahan amarah yang mungkin saja membuatnya dapat melakukan hal gila.
Tapi nyatanya pria di depannya ini, sepupu sekaligus putra mahkota sendiri tidak melakukan apa-apa saat pedang Astrella bahkan nyaris menyentuh lehernya disana. Netra emas sang pria menatap dingin Astrella yang menatap balik. Padahal kenyataan bahwa pedang itu bisa menebak lehernya kapan saja dapat terlihat jelas.
Jikalau tatapan bisa membunuh, mungkin Arsen dan Astrella sama sama sudah terluka parah sekarang, tapi kenyataan putra mahkota bahkan tidak mengatakan apa-apa yang membuat Astrella semakin jengkel dan mengambil langkah itu.
"Kau terlalu cepat sepuluh tahun untuk membunuhku, Astrella. Jikalau ingin merebut posisi putra mahkota dariku untuk kakakmu, kau harus belajar dengan baik."
"Sialan kau Arsen. Beraninya kau mempermainkan perasaan orang begitu saja! Bagaimana bisa kau berhadapan dengan Elxyera setenang itu dalam keadaan seperti ini!"
Tanpa mempedulikan peringatan Arsen, Astrella berseru penuh amarah pada sang pria, tatapannya yang tajam seolah siap menusuk kapan saja dan walaupun Arsem nengatakan wanita itu mungkin tidak akan dapat merebut posisinya, posisi dan kuda-kuda Astrella bisa mematikan bagi sang putra mahkota yang sama sekali tidak berniat melawan sepupunya untuk membebaskan diri dari ancaman pedang yang kapan saja dapat menyayat lehernya itu.
Wanita itu menyebut nama itu. Ahh...apa Astrella marah dan mewakilkan Elxyera dalam keadaan ini. Mengesampingkan bagaimana Astrella bisa tahu tentang isi firman suci dewa itu, kemarahan Astrella seolah mewakili ketidaktahuan Elxyera pada keadaan yang mereka hadapi saat ini.
Ah...Elxyera, ya. Mengesampingkan rumor yang tersebar, Arsen jadi berpikir apa wanita itu mengetahui tentang firman suci yang ada dan juga kenyataan yang ada di baliknya. Tatapan Arsen terlihat kosong seketika saat memandangi gagang pedang Astrella yang dipegang wanita itu.
Kalau bisa, dia mungkin akan dengan senang hati mempersilahkan Astrella memotong kepalanya karena kebodohannya itu. Tapi tidak sekarang.
Elxyera, wanita itu tidak tahu apa-apa. Dan sesungguhnya Arsen merasa sakit kalau kenyataannya Elxyera akan mengetahui kenyataannya tidak dari dirinya, membuatnya merasa bodoh dan mungkin saja akan setuju dengan ucapan Astrella dalam satu hal itu.
Hanya saja, Arsen tidak dapat tinggal diam.
Kalau takdir dewa menyatakan kalau dirinya ditakdirkan bersama dengan Sang gadis suci bahkan berkali-kali dalam waktu apapun sekalipun, Arsen hanya perlu membuat jalan lain, kan.
"Mengapa aku harus takut dengan itu?"
Pada akhirnya menatap sambil menunduk pada Astrella, kalimat dingin itu keluar dari mulut Arsen disana. Kalimat ambigu yang sejenak membuat Astrella tersentak mundur, dia tidak dapat menyambungkan alasan sang pria berbicara seperti itu.
Senyuman menghiasi wajah pria itu dengan tenang, walaupun netra emasnya terlihat kosong saat kedua tangannya pun jatuh ke sisi tubuhnya memandangi Astrella yang mundur dan menarik pedangnya turun dari leher sang pria. Walaupun tidak tahu apakah maksud Arsen adalah kenyataan kalau dia mungkin kenyakiti hati Elxyera dengan kenyataan itu ataupun hal lainnya, netra Astrella menatap tajam.
"Kau..."
"Nah, sekarang karena kau sudah memastikan keadaanku dalam keadaan baik, sepupuku tersayang, bisakah kau memberikanku waktu sendirian? Aku rasa sudah lebih dari cukup melihat orang-orang masuk ke kamarku hari ini dan memerintahkanku harus melakukan apa di waktu cutiku ini. Aku perlu menikmati waktu istirahat juga."
Tanpa mendengar kelanjutan ucapan Arsen, kalimat pria itu seolah bersiap mengusir Astrella dengan lembut dari sana, bahkan tatapan emas sang pria seolah tertuju pada Oberion untuk melakukan sesuatu.
Dia bukannya tidak ingin menghabiskan waktu dengan sepupunya ini. Memang keseharian mereka adalah adu mulut dan berpedang jikalau ada waktu, tapi saat ini Arsen berniat ingin pergi dan tidak ingin ada orang istana yang melihat apa yang akan dia lakukan. Dia tidak ingin dicari-cari layaknya anak hilang yang tidak pernah terjun dalam lautan manusia.
Kata-kata itu membuat Astrella mendengus pelan. Wanita itu memutar bola matanya sebelum mengibaskan tangannya yang memegang pedangnya kesamping membuat benda perak itu menghilang.
Sepertinya sepupunya ini punya pemikiran sendiri, jadi ya daripada Astrella sendiri gila dalam menghadapinya, dia mungkin akan lebih baik memanfaatkan waktu sisanya bertemu ibu ayahnya dan juga pamannya sang kaisar. Setidaknya dia sudah memastikan orang gila di depannya ini dalam keadaan baik-baik saja.
"Ya, ya, baiklah. Kau sepertinya tidak ingin diganggu dalam berbagai hal."
Terlepas Arsen tidak memberikan jawaban yang dibutuhkan tentang kenyataan dari firman dewa itu, Astrella tidak mendesak lebih keras. Amarah yang memenuhi nya perlu diredakan. Dan entah akan bagaimana ke depannya dia tidak akan tinggal diam tanpa memantau apa-apa.
Wanita itu membalik tubuhnya, mungkin sudah muak berhadapan dengan Arsen yang memberikan jawaban ambigu disana sini, tapi wajah pucat Oberion yang dia lihat saat memandang ke arah pintu sekali lagi membuat Astrella berbalik.
"Yang Mulia Putra Mahkota!!"
Oberion berlari ke sisi Arsen saat pria itu mencengkram dada sebelah kirinya, merasakan sakit luar biasa yang membuat tubuh pria itu membungkuk dan tidak lama kemudian dengan bantuan gagang besi cermin besarnya, dia perlahan berlutut di lantai menahan sakit luar biasa di dadanya.
"Ughh...."
Arsen berusaha mengatur nafas saat serangan menyakitkan seketika seolah menusuk dadanya disana, memberikan sensasi tidak nyaman yang membuatnya pusing. Jikalau ini karena lambang kutukan nya sendiri, jelas rasa ini jauh lebih sakit dari sebelumnya. Arsen bahkan terlalu fokus pada rasa sakitnya sampai tidak sadar Oberion sudah berlutut di sisinya dan Astrella sendiri memandangnya sendiri dari depan memastikan kondisinya.
"Yang mulia? Anda merasa sakit? K-Kondisi anda belum pulih sepenuhnya!"
"Apa ini? Ada aura lain di dalam dirimu, Arsen?"
Astrella yang setengah berlutut di hadapan Arsen mengulurkan tangannya, seolah memeriksa sesuatu dari pria itu, ada perasaan aneh yang membuat Astrella mengerjap terkejut. Terlepas apa yang ditemukannya, aura itu terasa sangat familiar bagi Astrella walaupun wanita itu tidak tahu bagaimana dengan keadaan dari sang pria sendiri. Tapi..
"Tidak...perlu khawatir. Ini hal biasa...tanda-tanda pemulihan..."
Entah memang benar begitu, Arsen tidak ingin membuat keduanya panik dan bisa saja membuat pelayan dan prajurit lain datang kembali ke ruangan nya ini dan dia akhirnya tidak bisa pergi menemui Elxyera.
Tapi rasanya begitu sulit bernafas saat rasa sakit itu memenuhi dadanya, dan kenyataan kalau dai mendengarkan Astrella merasakan aura lain, sesaat kemudian aura hijau seketika memenuhi tubuhnya dan membara kuat.
"!!"
"Yang mulia!"
Keterkejutan Astrella dan Oberion membuat keduanya sedikit mundur saat aura hijau bercampur hitam mengelilingi Arsen, namun satu hal yang pasti, pria bersurai hitam itu sendirilah yang paling terkejut dengan kenyataan yang terjadi saat merasakan itu.
Dengan tergantikan nya rasa sakit yang terlepas di dadanya, dia menyadari bagaimana percampuran aura hijau dan hitam di dalam tubuhnya itu, membuatnya membelalak dan hanya ada satu alasan yang dapat menjelaskan ini.
Dia merasakan nya dengan jelas, aura kekuatan Elxyera, di suatu tempat di kota ini....aktif.
Seharusnya wanita itu ada di kediamannya, dalam keadaan sakit karena kejadian kemarin, kan?
Tapi mengapa....
"Tidak mungkin...."
Arsen memandang tangan kanannya yang tadinya mencengkram dada kanannya yang sakit, dan aura hijau hangat yang sangat dikenalinya itu terlihat keluar dari tubuhnya dengan jumlah yang besar.
Tidak mungkin ini terjadi. Kekuatan wanita itu...segelnya lepas.
Setelah selama ini Arsen menahannya di dalam tubuhnya, kekuatan wanita itu...sepenuhnya lepas dari segelnya. Seharusnya tidak ada yang kuat menahan kekuatannya sampai membuat ini rusak.
Tapi mengingat kejadian kemarin, Elxyera...memberikan kekuatannya untuk menyadarkannya. Mungkinkah pertemuan kekuatan Elxyera yang tersisa dalam tubuh itu dan juga kekuatan wanita itu yang tersegel dalam tubuhnya membuatnya bertabrakan dan akhirnya memecahkan segelnya?
Apa saja kemungkinan yang membuat itu dapat terjadi?
Apa yang terjadi pada Elxyera saat ini??
"Sial..."
Mengumpat kesal, Arsen berdiri dari posisinya. Tatapannya tajam, membiarkan pikirannya berkelana ke mana pun untuk menemukan jawabannya. Tapi jawaban pasti adalah dengan melihat keadaan wanita itu sendiri.
Ya, tidak sekarang atau semuanya akan terlambat.
"Yang mulia, anda ingin kemana?? "
"Arsen, berhenti! Kau sudah gila, hah??"
Tanpa mendengarkan protesan kedua sosok itu, Arsen mengepalkan tangannya membiarkan aura hitam di tubuhnya menekan aura hijau itu dan tanpa pikir panjang berlari ke arah pintu balkon yang terbuka. Dan tanpa berpikir dua kali, pria itu melompat dari sana.
"Arsen!"
Suara itu terdengar di belakangnya, namun tanpa mempedulikannya, Arsen dapat mendengar suara lain yang seketika terngiang-ngiang di dalam benaknya. Suara yang sangat familiar, sampai rasanya Arsen tidak dapat membedakan lagi mana yang adalah mimpi dan kenyataan.
'Arsene...'
-- 🔹💠🔹--
Halo halo, bertemu lagi dengan saya, hehehe! (✿^‿^)
Nah, nah, mana nih para pendukung anak-anak manis ku disini, hehehe! (≧▽≦)
Sebelumnya sekali lagi maafkan saya karena keterlambatan update yang bahkan memakan waktu nyaris atau mungkin hampir satu tahun ya. T_T Saya tidak bermaksud untuk membuat kalian menunggu selama ini. Namun mungkin juga karena keadaan writer Block dan kesibukan saya yang membuat saya jadi begini. ( ⚈̥̥̥̥̥́⌢⚈̥̥̥̥̥̀)
Saya sendiri tidak menyangka cerita ini dapat berkembang dengan sejauh ini dan masih memiliki banyak peminat dan membuat saya bersyukur sampai sejauh ini. ╰(⸝⸝⸝´꒳'⸝⸝⸝)╯ Terima kasih banyak juga atas vote, dan komentar-komentar serta saran kalian untuk langkah yang lebih baik kedepannya untuk cerita saya. Maafkan juga kalau saya tidak sempat membalas untuk semuanya. 。:゚(;´∩';)゚:。
Walaupun belum sempat merevisi di sana sini, setelah segala kesibukan saya selesai, saya akan berusaha merevisinya dan menghargai segala masukan dari kalian dan dukungan kalian. (づ。◕‿‿◕。)づ
Nah, karena itu saya harap cerita ini dapat berkembang semakin baik dan dapat dinikmati banyak orang terutama pembaca-pembaca yang sudah sampai sejauh ini juga! o((*^▽^*))o
Saya rasa itu yang dapat saya sampaikan disini, terima kasih sekali lagi atas dukungannya. Semoga kalian dapat menikmati chapter ini dan selama membaca! ^_^
Semoga hari kalian menyenangkan dan sampai bertemu di chapter selanjutnya~! o((*^▽^*))o
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top