72. Buku Yang Menyimpan Sejarah

-- 🔸⚜️🔸--

Harusnya taman dalam ruang kaca itu menjadi tempat beristirahat bagi Ivarios dengan aman bersama adik laki-lakinya. Ran sendiri terlihat sibuk menuliskan sesuatu pada buku tebal yang ada di hadapannya,seolah mencatat sesuatu yang penting dengan begitu penuh semangat disana. 

Sedangkan kakaknya sendiri nampak membaca salah satu buku tebal juga di tangannya, terlihat serius dengan kegiatannya itu sampai-sampai mengabaikan teh untuknya yang sudah mulai dingin di atas meja. Hari ini, tidak banyak kegiatan yang perlu mereka lakukan. Tepatnya, Ivarios dan sang adik hanya menunggu pertemuan ayahnya selesai.

Di temani dengan salah seorang pelayan pria berambut biru gelap sepinggang dengan netra yang senada yang sedari tadi dengan penuh ketegasan berdiri di belakang kursinya siap menunggu perintah kapan saja, Ivarios kembali melanjutkan akitivasnya tanpa bertanya-tanya apa yang tengah dilakukan ayahnya bersama kepala klan lain dalam pertemuan itu.

Ya, beberapa kepala keluarga dari klan lain datang ke sini untuk melakukan pertemuan dengan Ayahnya selaku pemimpin klan tertinggi di sini. Dan Ivarios terlalu malas untuk berlalu lalang di dalam kediaman sampai pertemuan itu selesai, sehingga dia bersama adiknya menghabiskan waktu disini.

Ya, setidaknya itu adalah cara yang bagus untuk menghindari pertemuan dengan orang-orang yang suatu saat akan sering dia temui di masa depan juga, kan. Namun tidak selamanya ketenangan itu dapat dimilikinya secara abadi, kan. Mengingat walaupun dia masih muda, dia memiliki tanggung jawab yang begitu besar.

Hanya saja, di tengah kesibukan mereka masing-masing, sebuah langkah kaki menarik perhatian Ivarios, secara terpaksa membuatnya harus mendongakkan kepalanya dari lembaran buku yang tengah dibacanya dengan serius. Sebelum akhirnya dia menemukan sosok seorang pria tinggi berambut biru gelap sebahu dengan warna mata yang senada.

Itu Nevelhelion, pelayan setia yang selalu berada di sisi Ayahnya. Dan nampaknya dia datang ke sini tidak sendiri. Karena ada seorang gadis muda seumuran Ran yang berjalan di sisi Nevelhelion dengan begitu anggun dan penuh tata krama. Rambut gadis itu panjang lurus berwarna pirang pucat sepunggung, dan netra merah muda rubellitenya seolah siap memaku lantai itu dalam tiap langkahnya mendekati mejanya dan Ran.

"Salam bagi Cahaya klan, Yang Mulia, Pangeran. Maafkan saya mengganggu waktu anda bersama Pangeran, Yang Mulia." Nevelhelion dengan sopan membungkuk setelah menghentikan langkahnya beberapa meter di hadapan meja Ivarios dan Ran. Dia segera memberikan salam pada Ivarios dan juga Ran membuat adik Ivarios sendiri mengangkat kepalanya dari buku yang tengah ditulisinya untuk menatap baik Nevelhelion dan gadis muda asing itu disana.

Oh, dia belum pernah bertemu dengan gadis itu, membuatnya bertanya-tanya, bukankah hari ini adalah hari dimana Ayah mereka melakukan pertemuan dengan para kepala klan lainnya? Apa gadis ini...bagian dari itu juga?

 "Anda kedatangan tamu, Yang Mulia." Nevelhelion pun segera memberitahu, dan melihat bahwa gadis muda di sisinya itu sendiri pun tengah membungkuk sopan di balik gaun lebarnya yang terlihat penuh renda berwarna kuning pastel bercampur merah muda itu.

"Salam bagi cahaya klan, Yang Mulia Ivarios, Pangeran Ranchy. Suatu kehormatan bagi saya bertemu dengan anda hari ini. Perkenalkan, nama saya Amity. Amity Yeremia dari klan Yeremia." ujar gadis itu tanpa rasa kaku sekalipun. Ucapannya tegas, namun lancar hingga akhir penghujung ucapannya.Dia memperkenalkan dirinya dengan sopan. 

Memperlihatkan keanggunan dalam kesopanan yang sudah ditunjukkan oleh gadis yang terlihat muda ini, Ivarios langsung tahu kalau gadis ini bukanlah bangsawan biasa. Terutama mendengar nama klan wanita itu.

Mungkin dia anak dari salah satu kepala klan yang datang dalam pertemuan ayahnya hari ini? Tidak ada yang tahu, kan. Tapi setidaknya sosok gadis ini terlihat sangat sopan padanya dan adiknya, yang dimana dipanggil dengan nama lengkapnya sekarang oleh sang gadis. Ah, itu mungkin karena Ivarios selalu memanggil adiknya dengan nama panggilannya, kan.

Tapi masalahnya, semalas-malasnya Ivarios bertemu dengan para tamu ayahnya, dia tidak menyangka akan mendapatkan tamu di saat seperti ini juga. Jikalau gadis ini datang menemuinya dan Ranchy, dia harus menyambutnya dengan baik, kan.

"Ah..." Sejenak Ivarios terdiam di tempat, namun dia segera menutup bukunya dan meletakkannya di atas meja. Barulah setelah itu dia turun dari kursinya dan berjalan ke depan gadis itu ,diikuti dengan adiknya, Ranchy yang ternyata terlihat penasaran juga dan segera meninggalkan buku yang ditulisinya itu dengan serius dari tadi.

"Selamat datang di kediaman Blanchius, Lady Yeremia. Kami--!!"

"Salam kenal, Lady Amity! Senang berkenalan dengan anda juga! Kalau boleh tahu, ada urusan apa anda datang bertemu dengan kami?"

Seruan dari Ranchy yang terdengar begitu ceria itu sontak memotong ucapan sang kakak, membuat Ivarios terdiam di tempat dengan ucapan yang terhenti. Namun tindakan tidak sopan itu sama sekali tidak membuat Ivarios terganggu. Walaupun Nevelhelion terlihat terdiam di sisi Amity dan pelayan setia Ivarios pun masih berada di posisinya, tidak ada yang menegur tingkah tidak sopan Ranchy, mengingat pria itu adalah pangeran dari klan ini juga.

Hanya saja, Amity yang melihat itu sejenak mengerjap di tempatnya. Oh, mungkin dia memang tidak menyangka dengan tindakan spontan dari pangeran Ranchy yang terlihat ceria itu. Namun dengan segala sikap sopannya, dia kembali menundukkan kepalanya memikirkan jawaban yang dia berikan pada sang pria.

"Dengan segala hormat, Yang Mulia, Pangeran, saya datang bertemu anda mengingat ayah saya mengatakan bahwa saya perlu menunjukkan kesopanan saya pada Yang Mulia mengingat saya adalah penerus dari klan Yeremia selanjutnya. Saya dan segenap keluarga saya berharap dapat terus mempertahankan kesetiaan kami pada Klan Blanchius dan membangun hubungan dengan klan anda dengan lebih baik lagi, Yang Mulia, Pangeran."

Kata-kata Amity memang terkesan tegas namun juga tenang. Di balik wajah yang terlihat tenang tanpa senyuman itu, Ivarios bisa langsung mengerti kalau wanita ini adalah anak tertua dalam keluarga Yeremia. Bertemu untuk berkenalan dengannya selaku pemimpin klan Blanchius selanjutnya. Itu seharusnya menjadi hal yang biasa terjadi pada Ivarios, mengingat setelah dia diperkenalkan dengan sebagai penerus yang baru beberapa minggu yang lalu, banyak yang langsung ingin berkenalan dengannya.

Ah, mengingat hari itu membuat Ivarios menggertakkan giginya diam-diam. Dia jadi mengingat hari itu,dimana dia bertemu dengan Leticia juga, kan. Gadis itu sendiri pun...nampaknya akan menjadi penerus utama dari klan keluarganya juga.

"Hmm, begitu ya! Kalau begitu senang bisa membentuk hubungan yang baik denganmu juga, Lady! Perkenalkan, namaku Ranchy Blanchius! Tapi anda bisa memanggilku Ran! Dan ini kakakku, Ivarios Blanchius!"

Dalam keceriaannya, Ranchy memperkenalkan dirinya dan sang kakak disana. Walaupun itu mungkin adalah hal yang bodoh mengingat semua orang pasti sudah tahu nama mereka, Ranchy menunjukkan itu karena memberikan perkenalan yang sopan untuk gadis ini juga, kan. 

Ah, Ranchy bahkan terlihat santai disana, meskipun sudah menjadi pangeran, pria itu sama sekali tidak bisa menghilangkan kebiasaan santainya saat mereka masih hidup di desa pinggiran bersama ibunya. Tapi Ivarios sendiri tidak mempermasalahkan sikap Ranchy. Justru...dia bersyukur adiknya masih seperti itu, tanda dimana artinya Ranchy masih tidak terpengaruh dengan semua hal memuakkan yang berhubungan dengan klan asli mereka ini, kan.

Dan Ivarios sebagai anak tertua terpaksa dituntut harus menguasai semua hal itu mengingat dia akan menjadi seorang penerus klan selanjutnya.

"E-Ehm, kalau begitu, sekali lagi salam kenal, Lady Amity. Saya harap anda merasa nyaman disini. Dan jikalau anda mau, mari bergabung dengan kami untuk menikmati teh selagi menunggu orang tua kita menyelesaikan kegiatan mereka," ujar Ivarios pada akhirnya, sejenak berdehem dan menatap Amity, yang segera dibalas dengan anggukan dari gadis itu saat Amity melihat baik Ranchy dan Ivarios.

Keduanya memiliki sikap yang berbeda disana, namun kesamaan mereka memang menjadi pertanda kalau mereka adalah kakak beradik, kan.

"Terima kasih banyak, Yang Mulia, Pangeran--"

"Ran! Panggil saja Ran. Dan kakak pasti tidak keberatan dipanggil Ivarios!"

Ah, pemaksa. Salah satu sikap Ranchy yang membuat Amity terdiam di tempat, terutama karena perkataannya juga dipotong oleh Ranchy. Ah, pemuda itu mungkin suka sekali memotong kata-kata orang lain dengan begitu spontannya disana. Hanya saja, pada akhirnya melihat sikap Ranchy itu pastinya membuat Ivarios langsung mengulum senyuman lucu.

Sikap adiknya memang selalu saja banyak mengejutkan orang lain.

"A-Ah...baiklah, Ran...dan..." Mata Amity menatap tenang Ivarios, namun di balik sana dia tahu kalau wanita itu seolah meminta izin untuk memanggil langsung namanya, mengingat Ranchy yang mewakilinya berbicara tadi. Pada akhirnya Ivarios pun mengangguk pelan. 

"...Tuan Ivarios..."

Ah, sepertinya Amity masih menunjukkan kesopanannya disana. Walaupun Ran sendiri tidak mendapatkan panggilan sopan itu disana, Amity rasa dia tidak bisa langsung memanggil nama Ivarios begitu saja mengingat sang pria adalah kepala keluarga selanjutnya. "Anda juga...bisa memanggil saya Amity saja..."

Ranchy dan Ivarios menganggukkan kepalanya bersamaan, namun Ranchy yang lebih dulu maju meraih tangan Amity dan menarik gadis itu mendekat ke arah meja mereka, membuat Amity sedikit terkejut disana. Sedangkan di sisi lain, Ivarios memandang Nevelhelion yang sedari tadi diam, mengisyaratkan pria itu pergi dan segera dibalas dengan bungkukan sopan dari Nevelhelion sebelum pria itu melangkah pergi.

"Amity, aku yakin kau pasti akan lama menunggu ayahmu selesai. Karena itu bagaimana kalau kau membantuku?" pertanyaan Ranchy terdengar saat pemuda itu berbincang dengan sang gadis, yang memang sedikit bingung dengan sikap Ranchy yang langsung menariknya ke kursi dan membantunya duduk.

"Membantu anda, Ran? Oh, saya...tidak keberatan dengan itu. Jikalau anda ingin dibantu," balas Amity lagi, nampaknya sang wanita sedang berusaha untuk menyesuaikan dnegan sikap Ranchy yang terlihat hiperaktif itu, walaupun ya, itu adalah hal yang normal, kan. Bangsawan hanya diajarkan untuk menunjukkan kesopanannya dengan baik.

Tapi nampaknya itu tidak berlaku bagi Ranchy disana, membuat Ivarios yang melihat itu pun tersenyum tipis disana. Nampaknya adiknya senang karena mereka mendapatkan teman baru. Tentunya selain dirinya sendiri dan juga pelayan mereka yang tidak jauh berbeda umur juga. Membuat Ivarios pun segera memandang pemuda berambut biru gelap yang sedari tadi diam di posisinya itu.

"Vortivius, tolong bawakan teh untuk Lady Amity ya." Permintaan Ivarios terdengar disana, melihat pelayan setianya itu, Vortivius, mengangguk pelan disana sembari membungkuk sopan.

"Akan segera saya siapkan, Yang Mulia," ujar Vortivius, yang segera pergi dari sana untuk menyiapkan minuman untuk sang gadis yang nampaknya sekarang tengah membantu Ranchy yang kembali sibuk dengan bukunya. Perlahan, Ivarios pun berjalan mendekat ke meja mereka lagi, tapi pemuda itu tidak berniat mengganggu.

Nampaknya apa yang dilakukan keduanya terlihat begitu menyenangkan disana, dan Ivarios tidak ingin menghancurkan kesenangan mereka disana. Karena itu sang pemuda pun kembali ke kursinya dan meraih bukunya sembari mendengarkan pembicaraan mereka saja.

"Aku ingin membuatkan buku yang pastinya akan berguna untuk masa depan nantinya, Amity! Lihat, aku bahkan sudah mengisinya sebagai 20 halaman lebih, dan semuanya tentang bahasa Blanchius disana," jelas Ranchy saat memberikan buku itu, mempersilahkan gadis itu melihat-lihat isinya. Amity sendiri yang membukanya, terlihat terkagum karena banyaknya halaman yang sudah ditulisi oleh Ranchy, bahkan digambari oleh beberapa hal yang menakjubkan disana.

Pangeran kedua keluarga Blanchius memang adalah sosok yang berbakat. "Ini sangat hebat, Ran."

Pujian itu mungkin saja keluar dari mulut Amity yang terlihat tenang, namun di balik itu semua, itu menunjukkan kekagumannya yang begitu tulus disana. Mungkin karena Amity juga tidak menyangka akan melihat kemampuan Ranchy yang hebat itu. Membuatnya sendiri dapat melihat Ranchy menunjukkan cengirannya yang lucu disana.

"Haha, aku berharap buku ini dapat berisi beberapa perihal klan lain juga! Tapi karena kau tamu kehormatan kami, tentu saja aku mempersilahkanmu juga meninggalkan jejak di buku ini! Bagaimana kalau kau membantuku mengisi buku ini? Kita akan sama-sama memberitahukan banyak hal tentang klan kita di dalam buku ini terutama bahasa Blanchius, Amity!"

Ah, Ranchy mungkin adalah pria yang paling penuh semangat saat memberitahukan itu. Ivarios sendiri memang mengingat kalau adiknya itu ingin membuat sebuah buku tentang klan mereka. Walaupun Ivarios sendiri tidak menunjukkan ketertarikan berlebihan dalam hal itu, dia ikut senang kalau adiknya ikut senang.

Karena itu melihat Amity yang entah bingung, namun bercampur kagum juga, Ivarios pun hanya tersenyum tipis pada mereka berdua. Nampaknya mereka dapat menjadi teman yang baik walaupun Amity masih terlihat sedikit kaku karena ini pertemuan pertama mereka, kan. Entah akan ada pertemuan-pertemuan lainnya lagi atau tidak nantinya, tapi bukankah ini adalah hal yang biasa bagi anak-anak untuk bermain, kan?

"Apa anda...tidak keberatan, Ran?" tanya Amity disana dengan agak ragu. Walaupun dia kagum dengan kehebatan Ranchy yang ingin membuat sebuah buku tentang bahasa Blanchius itu, dia merasa tidak pantas jikalau dia mengganggu karya hebat dari sang pangeran kedua disana. Ah, pria seperti Ran yang begitu baik hati dapat mudah dimanfaatkan orang jahat kalau seperti ini, kan.

Tapi...

"Tidak masalah. Amity adalah teman kami, kan! Kakak juga akan menulis nanti, hahaha!"

"Ah, sekarang kau membawa-bawa namaku ya, Ran?"

"Tidak apa-apa, kan! Lagipula ini juga demi klan kita!"

Sejenak, pembicaraan lucu terjadi antara kakak dan adik disana. Membuat Amity yang melihatnya menyadari betapa akrabnya kakak adik tersebut. Sosok yang suatu saat akan menjadi pemimpin klan mereka, membuat Amity sendiri sadar kalau keduanya adalah anak-anak yang sama dengan dirinya sendiri. Punya harapan besar untuk masa depan. Sejenak, dia menundukkan kepalanya memandang isi lembaran buku itu lagi, dan matanya pun menangkap sebuah tanda tulisan di tiap ujung bawah tiap halaman.

 Ada sebuah paraf berbentuk inisial disana. Membuat Amity mengerjapkan matanya disana dan memfokuskannya untuk mencoba membacanya.

B.R.

Apa itu inisial sang penulis? Artinya, Ranchy, kan? Tapi mengapa ditulis secara terbalik?

"B.R? Blanchius Ranchy?"

Gumaman Amity pun membuat percakapan antara Ivarios dan Ranchy berhenti. Namun Ranchy yang duduk paling dekat dengan Amity pun mencondongkan badannya ke samping, dan melihat apa yang tengah dibaca oleh Amity juga. Ah, sontak itu membuat sang pemuda tersenyum lebar disana.

"Oh, ya! Itu adalah Inisial namaku, hehehe. Aku menulisnya secara terbalik dan menyingkatnya disana. Hmm, mungkin untuk memberikan kesan misterius agar orang-orang tidak langsung menyadarinya?"

Ranchy terlihat mengelus dagunya memikirkan sejenak, namun setelahnya tersenyum dengan bangga karena pilihan itu. Ah, pangeran yang memang aneh dan penuh keceriaan. Tapi Amity tidak merasa itu menyebalkan disana. Itu mungkin adalah penggambaran dari Ranchy sendiri. Ciri khas sang pria. Walaupun berbeda dengan kakaknya, Ranchy punya harapan yang baik untuk klan mereka juga.

"Ah, begitu ya, Ran. Itu...sangat cocok, kurasa." Amity pun pada akhirnya berkomentar, nampaknya cukup setuju dengan hal itu. Hanya saja, saat melihat sang pria langsung menatapnya penuh binaran indah di mata uniknya itu, Amity tahu sang pria memiliki harapan besar.

"Benar kan?? Kalau begitu, Amity mau membantuku, kan? Ya ya? Kau kan teman kami!" 

Kedua tangan Ranchy sontak terulur dan menangkup kedua tangan Amity juga. Wajah yang penuh harapan ,dengan tatapan yang terlihat penuh kekaguman disana. Ah, Ranchy memang adalah pangeran yang unik, berbeda dengan kakaknya yang terlihat tenang dan penuh kesopanan dalam segara caranya sendiri.

"Jangan memaksanya, Ranchy. Lady Amity bisa menentukan sendiri pilihannya, kan," peringat Ivarios dengan tenang namun juga sedikit khawatir kalau gadis itu mungkin merasa tidak nyaman. Hanya saja, Amity terdiam di tempatnya.

Tapi...walaupun baru pertama kali bertemu kedua sosok ini, Amity tidak merasa kesal. Tidak, mereka berdua bahkan adalah sosok yang sama-sama anak muda sepertinya. Punya harapan tersembunyi masing-masing demi masa depan mereka juga, kan. Saat itu, Amity memang tahu kalau dia akan memberikan dukungan untuk keduanya mengingat mereka adalah bagian utama dari klan pemimpin.

 Tapi Amity rasa...mendukung mereka sebagai seorang teman bukan hal yang salah. Tanpa sadar, kali pertama sejak dia menginjakkan kakinya di kediaman Blanchius ini, senyuman tipis pun menghiasi wajah Amity seraya mengangguk pelan menatap Ranchy di hadapannya, lalu membalas melihta Ivarios juga.

Mungkin tidak ada salahnya, kan?

"Tentu saja, aku akan membantu kalian berdua."

🔸-⚜️-🔸

"Amity?"

Amity sontak tersentak saat mendengar panggilan itu, membuatnya berbalik dan mendapati sosok Sang Optivus berada di sisinya, memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. 

"Kau baik-baik saja?"

Pertanyaan itu pun keluar dari mulut Haven, saat sejak beberapa saat tidak melihat Amity bergerak begitu mereka tiba di kota akademi ini. Hari ini, pusat kota itu pun terlihat ramai disana. Walaupun waktu sudah memasuki sore hari, tanda-tanda keramaian itu masih belum juga berkurang. Mungkin karena kota ini juga dipenuhi siswa-siswa dari akademi, kan? Mengingat bukan hanya Akademi Philosthilea yang ada disini.

"Oh...maafkan saya. Saya baik-baik saja, Optivus."

Ah, sudah berapa lama Amity melamun? Wanita itu sontak merapikan tudung jubahnya, menatap Haven sendiri masih memakai jubahnya. Ya, Sang Optivus akan menarik perhatian jikalau berjalan-jalan di kota. Walaupun memakai pakaian biasa sekalipun, mereka harus mengurangi kecurigaan yang bisa saja ditunjukkan pada Haven kalau terlihat berjalan-jalan di kota, kan.

Terutama mengingat tujuan mereka datang ke sini untuk mencari sosok bernama Ivarios Blanchius itu. Murid yang dikenal sedang menimba ilmu di akademi Philosthilea. Begitulah informasi yang mereka dapatkan dari Arsen, kan. Setidaknya itulah yang dikatakan sang Optivus. Ivarios, pria mencurigakan yang membuat keadaan sang putra mahkota tidak stabil?

Setidaknya itu pemikiran Haven, kan. Tapi mendengar nama itu...sejenak Amity terdiam, larut dalam pikirannya sendiri karena mengingat sesuatu. Ah...dia perlu memastikannya, kan.

Apa benar seperti itu?

"Kita harus cepat..."

Haven pun angkat bicara, membuat Amity mengangguk dan melangkahkan kakinya mengikuti Haven lagi saat pria itu melangkah menyusuri kota. Menara lonceng Akademi Philosthiea dapat terlihat dari ini. Menara itu tinggi, terlihat indah seolah mencakar langit yang sudah mulai menguning itu. Tempat ini penuh dengan sihir yang dapat dirasakan oleh Amity, mungkin karena merupakan kota akademi juga, kan.

Hanya saja, semakin Amity berjalan ke akademi Philosthilea, dia memang menyadari ada yang aneh disini. Tempat ini memang dipenuhi dengan sihir, namun entah mengapa rasa sihir yang tengah dirasakannya ini...tidak asing.

"Ada apa, Amity?"

"Saya merasakan keberadaan sihir yang tidak asing, Optivus."

Dengan tenang Amity membalas saat mendengar Haven bertanya di sampingnya. Walaupun mereka tidak memperlambat langkah ataupun mempercepatnya, Amity semakin menyadarinya. Mungkin juga bercampur dengan sihir di akademi. Bukan sesuatu yang salah kalau dia merasakan sesuatu yang familiar, kan. Mengingat kekuatan pun adalah berkat dari pada Dea Dei.

"Apa...terasa aneh? Familiar bagimu? Apa kau bisa mendeteksinya dengan lebih baik?" Haven sendiri bertanya-tanya. Karena saat dia tiba di tempat ini juga, di memang merasakan sesuatu yang aneh. Perasaan familiat yang mungkin sama dirasakan oleh Amity disana. Membuatnya pun melontarkan kata-kata itu disana pada sang wanita.

"Saya rasa mengingat ini adalah akademi, akan sulit melacaknya dengan baik, Optivus. Jikalau anda mau memberikan saya waktu sebentar saja untuk--!!"

Amity menghentikan langkahnya saat mereka tiba di jalan yang cukup sepi, dekat perempatan yang tidak jauh lagi dari gerbang masuk Akademi Philosthilea juga. Tujuan mereka sudah di depan mata, tapi mengapa Amity merasakan ada yang salah? Tidak mungkin kan...ada yang salah disini?

Tapi mengapa...perasaan dan aura ini...terasa begitu besar baginya??

Amity yang merasakan sesuatu sontak berbalik memandang ke arah kota lagi. Di belakang mereka, beberapa stand yang menjual barang-barang masih terbuka. Jalan yang lebar itu dipenuhi beberapa orang yang lewat, bahkan kereta kuda yang berlalu lalang. Tapi entah mengapa Amity merasakan perasaan familiar itu bukan dari Akademi, melainkan langsung dari arah kota!

"Optivus, mari ikut saya!"

Amity segera meraih tangan Haven, dan berlari kembali ke arah kota, sembari matanya melihat ke segala arah untuk mencari-cari sesuatu. Bagi seorang dewi, dia bisa merasakannya dnegan sangat jelas. Mungkin berbeda dengan Haven yang walaupun adalah seorang Optivus, dia adalah manusia. 

"Ada apa, Amity? Apa kau merasakan sesuatu??"

Pertanyaan itu sontak keluar dari mulut Haven saat dia berlari di belakang sang wanita tanpa melepaskan genggaman itu. Sontak kepalanya melihat ke kanan kiri untuk mencari sesuatu juga, walaupun tidak pasti karena...sialnya Haven tidak menyadari sesuatu yang ganjil disana. Terutama dari aura orang-orang yang ada di sekeliling mereka.

Hanya satu yang dapat memastikan, mengingat Amity adalah seorang dewi. Wanita itu mungkin menyadari sesuatu disana. 

"Aku merasakan keberadaan dewa lainnya. Walaupun dia berusaha menyembunyikan auranya, ini terasa cukup jelas sesaat tadi."

Amity tahu tiap dewa dewi memiliki kemampuan mereka sendiri, namun bukan berarti itu bisa begitu sempurna disana. Amity sesaat merasakan sebuah kekuatan yang aktif, dan barulah dia menyadari kalau itu berasal dari salah satu dewa yang dikenalinya. Larinya semakin dipercepat, menarik Haven bersamanya sebelum Amity pun menyadari satu sisi yang diyakininya menjadi tempat salah seorang dewa aktif.

"Disini..!"

Haven juga memusatkan perhatiannya disana, terutama saat melihat Amity menariknya ke dalam lorong yang sepi. Sang Optivus berusaha untuk memusatkan kekuatannya. Mengingat dia seorang Optivus, jikalau dia memusatkan kemampuannya, mungkin saja dia bisa membantu Amity, walaupun sosok yang mereka cari adalah dewa.

Tapi dewa apa yang dimaksudkan Amity? Mereka...sedang mencari Ivarios Blanchius disini, kan. Tapi Amity justru merasakan keberadaan seorang dewa. Membuat langkah kakinya pun dipercepatnya ketika dia mengikuti tarikan Amity mengajaknya memasuki lorong itu hingga akhirnya...mereka justru tiba di bagian terujungnya yang adalah...jalan buntu.

"Ini...jalan buntu, Amity. Kita--!"

Oh, mungkin memang itu adalah jalan buntu. Tapi karena tadinya Haven berada di belakang Amity, dia tidak bisa meliaht dengan jelas apa yang ada di dekat jalan buntu itu. Sebelum akhirnya dia menyadari sebuah aura lain yang tidak asing baginya. Bersamaan dengan Amity yang menghentikan langkahnya menatap sosok seorang berjubah yang ternyata berdiri di dekat dinding jalan buntu itu.

Pria itu menggunakan jubah pada tubuh tingginya, namun hoodie jubahnya terlihat turun terlepas, memperlihatkan rambut panjang biru gelapnya yang juga tersembunyi di balik jubahnya. Netra biru senada rambutnya itu bahkan menatap tenang ke arah Amity dan Haven, walaupun tatapan itu tidak dapat diartikan dengan mudah disana. 

Ada seseorang disini, dan melihat wajah itu saja Haven langsung mengenalinya. Ya, dia memang tahu, kalau pria itu adalah salah satu dewa yang mengabdi di bawah nama langsung dari Dei Blanche.

"Vortivius..."

Amity di satu sisi terkejut juga melihat keberadaan pria itu disini. Walaupun para Dewa Dewi memiliki tugas mereka masing-masing, dan tentu saja bebas berkeliaran tergantung tugas mereka, Amity tidak menyangka akan melihat Vortivius berada disini. 

Mengingat...dewa satu ini merupakan dewa yang paling setia di bawah nama dei Blanche sendiri.

Di sisi lain, Vortivius menatap Amity dan Haven dengan pandangan yang terlihat tenang, sembari sebelah tangannya terlihat memegang sebuah buku bersampul kulit. Dia tidak terburu-buru saat menghadap dua sosok itu dengan sempurna, sebelum akhirnya membungkuk sopan pada Amity dan juga Haven disana. Walaupun kemungkinan kesopanan itu ditunjukkan pada rekan dewinya dan juga sang Optivus, kan.

"Salam bagi sang Optivus dan anda juga, Dea Silve. Saya tidak menyangka dapat bertemu dengan anda berdua disini," ucap Vortivius segera dengan sopan, menyentuhkan sebelah tangannya yang kosong di dada kirinya sendiri, tepat di jantungnya sembari memberi hormat disana. Tidak ada yang terlihat mencurigakan disana, selain keberadaan Vortivius yang berada d jalan yang buntu ini.

"Anda...Dei Aevitas, suatu kehormatan bagi saya bertemu dengan anda juga."

Cepat-cepat Haven pun melepaskan genggamannya pada Amity, lalu membungkuk sopan disana setelah berdiri di samping Amity yang tidak terlihat bergerak sama sekali. Wanita itu hanya menatap lurus rekan dewanya itu. Mungkin memang, Haven selalu melihat Amity adalah dewi yang paling tenang, tidak seperti Ranchy yang terlihat banyak bicara.

Tapi mengapa ekspresi Amity terlihat aneh disana, seolah tengah memikirkan sesuatu yang begitu dalam disana. Apa ada yang membuat wanita itu curiga...karena sesuatu? Atau mungkin karena tidak menyangka akan bertemu dengan rekan dewanya disini?

Hanya saja, kembali Haven memusatkan perhatiannya pada Vortivius. Dia memang tidak pernah mengurusi urusan pada dewa dewi selain jikalau itu berhubungan degnan kuil utama dan pekerjaannya sebagai Optivus. Di sisi lain, dia sendiri jarang bertemu dengan para dewa dewi lain selain Ranchy dan Amity yang memang memiliki tugas di kuil utama.

Tapi...apa Vortivius memang memiliki tugas di kota akademi ini? Apalagi Amity tidak terlihat membalas ucapan Vortivius sedari tadi.

"Terima kasih, Optivus. Ah, apa anda berdua memiliki keperluan di kota ini, Optivus? Saya jarang melihat anda keluar dari kuil utama, bahkan bersama Amity. Oh, dan saya tidak melihat Ranchy bersama anda...? Apa beliau berada di kuil?"

Vortivius yang sendirinya tidak mempermasalahkan Amity yang terlihat diam, memandang penuh kesopanan pada Haven dan bertanya. Pria berambut biru gelap itu pun kembali berdiri tegap dan memeluk buku yang dia pegang itu dengan sebelah tangannya, bersikap tenang namun sopan pada kedua sosok ini. hanya saja, Haven yang mendengar pertanyaan itu jelas memikirkan jawaban yang tepat.

Ya, sebagai Sang Optivus, bukan berarti dia tidak boleh keluar kuil. Hanya saja, dia punya tugas disana, kan. Dan biasanya dia hanya keluar dari kuil utama untuk kegiatan yang begitu penting. Karena itu mengingat kedatangannya ke sini ketahuan dewa ini, sekarang Haven bertanya-tanya apa yang perlu dia berikan sebagai jawaban.

"Ah, saya..."

"Sang Optivus ingin bertemu dengan Sang Gadis Suci, namun nampaknya beliau masih belum kembali ke akademi."

Tanpa aba-aba, Amity langsung memberikan jawaban. Wanita itu bahkan tidak membalas sapaan Vortivius tadinya dan sekarang terlihat menatap sang pria berambut biru dengan tatapan penuh selidik di balik wajah tenang itu. Ya, Amity terlihat mencurigai sesuatu pada Vortivius, namun itu bukan sesuatu yang dapat dia langsung ucapkan pada Haven disana.

Walaupun sang Optivus sendiri mungkin bingung disana, kan.

"Ah...Sang Gadis Suci ya. Rumor tentang sang Gadis suci memang sudah beredar di kota ini. Walaupun saya sendiri tidak tahu bahwa apakah beliau sudah kembali atau tidak, saya harap anda dapat bertemu dengan beliau secepatnya, Optivus. Saya dengar kalau beliau sempat didampingi oleh Ranchy."

Lagi-lagi sikap Vortivius terlihat tenang, walaupun sepertinya tidak mengetahui keberadaan sang gadis suci sudah kembali ke kota ini atau belum. Para Dewa dan Dewi lainnya sendiri sudah tahu tentang firman baru Dei Blanche yang mengikat putra mahkota dan sang gadis suci, kan. Terutama baginya dan juga Ranchy yang langsung menjalankan tugas di kuil utama, kan.

"Ah, kami belum mendapatkan kabar dari Ranchy. Nampaknya tugasnya untuk mendampingi Sang Gadis suci sudah selesai mengingat dia memiliki tugas lainnya juga, Dei Aevitas."

Haven tidak langsung memberitahu tugas lain yang dimiliki oleh Ranchy sendiri. Pria itu memang sempat mendampingi Sang Gadis Suci di akademi, tapi...Ranchy saat itu tidak merasakan sesuatu yang aneh. Ya, setidaknya Haven tidak mendengar kabar apapun itu, mengingat sang pria mendampingi Avyce jauh sebelum kejadian sial itu menimpa Arsen sendiri.

Seharusnya itu adalah hal yang normal, kan. Tapi entah menapa dia bisa melihat Amity lagi-lagi terlihat diam di sisi Haven. Terutama saat mata merah muda rubellite wanita itu justru tertuju pada buku yang berada dalam pelukan tangan Vortivius di depan sana.

"Saya hanya tidak menyangka akan bertemu anda disini juga, Vortivius. Apa anda memiliki keperluan di kota akademi?" 

Pertanyaan balik itu seketika menimbulkan keheningan di lorong buntu itu. Baik Haven dan Vortivius sendiri tidak menjawab setelah mendengar pertanyaan dari Amity. Amity bukan bermaksud tidak sopan disana. Dia hanya bertanya, dan nampaknya berusaha untuk mencoba meyakinkan sesuatu di dalam dirinya sendiri. 

Namun Vortivius tidak buru-buru menjawab, atau pria itu mungkin tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya?

"Saya memiliki beberapa tugas yang membuat saya perlu datang ke sini, Amity. Bukan hal khusus, namun saya hanya menjalankan tugas dari sang Dei Blanche untuk pemberitaan firman barunya tidak lama lagi." Vortivius pun angkat bicara, memandang Sang Optivus seolah memberikan keyakinan bahwa dia memang ada disini untuk sesuatu yang berhubungan dengan sang gadis suci. 

Mungkin orang biasa seperti Optivus bisa langsung mengerti, mengingat pria itu tidak mungkin mencampuri urusan yang dilakukan oleh para dewa sendiri. Dan Haven yang mendengar itu bahkan tidak menunjukkan kecurigaannya sama sekali pada sang dewa karena berpikir mungkin saja Vortivius ingin bertemu dengan Sang Gadis Suci.

Tapi bagi Amity...itu terlihat berbeda...

"Benarkah? Namun...nampaknya anda membawa sesuatu yang menarik. Apa itu juga adalah bagian dari tugasmu, Vortivius?"

Lagi-lagi...pertanyaan sang wanita yang tanpa tertahan itu membuat keheningan memenuhi tempat itu. Terutama saat Amity membahas apa yang tengah dibawa oleh sang Dewa. Barulah kembali Haven memusatkan perhatiannya pada buku yang ada di dalam pelukan Vortivius disana. Buku itu bersampul kulit, besar dan nampaknya terlihat tebal. Namun Haven bisa menyadari bahwa buku itu terlihat tua.

Mungkinkah buku lama? Mengapa seorang dewa membawa-bawa buku itu?

"Apa benda itu adalah benda yang anda ingin berikan pada Sang Gadis Suci atas perintah Dei Blanche? Jikalau itu urusan anda datang ke sini untuk bertemu sang gadis suci, anda tidak keberatan kan jikalau kami tahu buku apa itu?Sebagai bagian dari kuil utama, kami rasa kami juga perlu tahu jikalau Dei Blanche memberikan perintah atas nama Sang Gadis Suci."

Di balik ketenangan Amity, kata-katanya berusaha ditatanya dengan rapi dalam ketajaman yang tidak terduga itu. Amity menyadari sesuatu disana, dan sang wanita bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari buku yang dia yakini kenal itu. Ya, sampul yang sangat dikenalinya, dan bagaimana pun juga...dulu sekali dia pernah melihat salah satu dari beberapa buku yang memiliki sampul yang sama walaupun berbeda ukuran.

Namun Vortivius tidak menjawab. Pria itu masih terlihat berdiri di tempatnya, tentu dengan wajah tenangnya yang nyaris sama datarnya dengan wajah Amity sendiri. Namun tangannya itu tetap memeluk buku yang dipegangnya. Entah itu memang untuk sang Gadis Suci sendiri, Haven tidak mendengarkan apa-apa tentang itu baik dari Amity dan Ranchy sendiri, mengingat keduanya adalah pembawa pesan dari Dei Blanche langsung padanya juga, kan.

Entah mengapa...Haven menyadari sesuatu disana. Begitu tiba di tempat ini, dia baru bisa menyadari aura dari Vortivius. Dan di sisinya, dia bisa merasakan aura dari Amity yang sudah mendampingi nya dari awal. Para Dewa dan Dewi dapat dengan mudahnya menyembunyikan aura mereka. Walaupun Haven tidak ingin berpikiran buruk mengenai pada Dei dan Dea lainnya.

Tapi...dia baru menyadarinya saat Amity membahas sesuatu tentang keberadaan Vortivius disini. Kenapa dia tidak dari tadi menyadari keberadaan Vortivius. Apa pria itu punya alasan tertentu untuk menyembunyikan auranya? Manusia biasa yang memiliki kekuatan pun mungkin bisa merasakan kekuatan itu tapi tidak langsung tahu kalau dia adalah dewa, tapi...Optivus berbeda.

Optivus bisa langsung merasakan kekuatan dewa ataupun dewi itu jikalau mereka ...tidak bermaksud menyembunyikannya secara sengaja.

"Apa ada sesuatu yang perlu saya ketahui tentang pesan baru dari Sang Dei Blanche, Dei Aevias? Jikalau ada, saya akan segera menjalankan perintah dewa." Pada akhirnya, Haven ikut turun tangan dalam pembicaraan itu dengan sopan disana. Melihat Vortivius tidak merespon ucapan Amity sendiri. Haven rasa dia perlu menengahi pembicaraan dari dua dewa dewi yang tidak biasa dia lihat seperti ini.

Mungkin karena Ranchy dan Amity selalu saja akur meskipun sikap keduanya berbeda? Tapi Haven tidak bisa berbohong saat dia merasakan ketegangan yang ada disini. Membuatnya mencoba untuk berbicara. Tapi mungkin ini kali pertamanya Haven melihat Amity nyaris lepas kendali.

"Apa kau menyembunyikan sesuatu dari kami, Vortivius? Apa sebenarnya--!"

"Aku rasa pembicaraan ini sampai disini saja, Amity, Vortivius."

Hanya saja, baru saja Amity ingin mencoba menggali lebih dalam, sebuah suara lain yang tidak asing baginya membuatnya tersentak. Nada suara baru yang terdengar begitu tenang disana, merupakan suara perempuan dewasa yang penuh dengan wibawa. Namun nyatanya sosok seorang berjubah lainnya nampak muncul dari belakang Vortivius. Entah muncul dari mana sosok itu, namun mata Amity sejenak melebar sebelum akhirnya dia membungkam disana.

Wajah sosok itu tidak terlihat jelas karena tertutupi bayang-bayang hoodie jubahnya yang besar. Tubuhnya lebih pendek dari Vortivius namun lebih tinggi dari Amity. Dan dari jubah yang terlihat menutupi sosok wanita itu, hanya sedikit bagian rambut panjang perak wanita itu yang dia lihat tersampir di depan dadanya keluar dari sela hoodienya.

Dari cara berbicara sang wanita, Haven menyadari bahwa sosok yang baru muncul itu mengenali baik Amity dan Vortivius. Dan aura wanita itu....langsung saja disadari oleh Haven yang segera memberikan hormatnya disana.

"Suatu kehormatan bagi saya dapat bertemu anda, Dea Oculus."

Ucapan itu langsung saja keluar dari mulut Haven, membuat Amity yang ada di samping sang pria sendiri nampak bungkam disana, tidak mengatakan apa-apa walaupun akhirnya dia membungkuk sopan juga bersama dengan Vortivius dan menghadap sosok dewi di balik jubah itu. Hanya saja, tidak lama kemudian, kekehan lembut keluar dari mulut wanita itu seraya menggeleng kecil, membuat hoodienya ikut bergerak namun tidak ada tanda-tanda wanita itu akan menurunkannya.

"Tidak perlu seformal itu pada saya, Optivus. Saya sendiri senang bertemu dengan anda dan tentunya juga denganmu, Amity."

Walaupun tidak terlihat, dari gerakan tubuh dan kepala sang dea Oculus, wanita itu tengah memandang Haven dan Amity bergantian. Namun kali ini, tidak terjadi lagi perdebatan antara Vortivius dan Amity disana. Entah apa yang terjadi, namun Haven jadi menyadari bahwa hubungan antara pada dewa dan dewi itu terlihat rumit.

Apalagi...karena Amity dan Vortivius sendiri terlihat sopan pada wanita ini. Mungkin Dea Oculus tergolong memiliki urutan yang lebih tinggi dari antara dewa dewi yang berada di bawah nama Dei Blanche langsung. Atau mungkin seharusnya seperti itu cara pada dewa dewi menunjukkan kesopanan mereka satu sama lain, kan?

"Ah...terima kasih banyak, Dea Oculus. Saya harap...saya tidak mengganggu pekerjaan anda disini," balas Haven kemudian, berpikir kalau wanita itu ada disini, bisa saja ada tugas yang dijalankannya dibawah nama Dei Blanche sendiri. Namun kali ini, Haven sendiri hanya dapat melihat Amity terdiam di sampingnya, tidak lagi melanjutkan ucapannya disana.

Sekali lagi, Dea Oculus menggeleng lembut, seolah tidak mempermasalahkan itu sebelum badannya menghadap Vortivius di sampingnya dan ke arah Amity lagi. "Tidak menjadi masalah, Optivus. Saya sendiri memang sedang menjalankan tugas bersama Vortivius. Walaupun kami tidak menyangka akan bertemu dengan Amity disini."

Nada itu selalu saja terdengar begitu sopan dan ramah, membuat Amity pun hanya terdiam disana. Dia tahu Dea Oculus adalah wanita yang begitu ramah, dan merasa tidak sopan begitu dia memperlihatkan perdebatannya dengan Vortivius tadi di hadapan wanita yang dia hormati ini. Pada akhirnya dia menghentikan perdebatannya dan membalas sopan. "Saya juga...senang bisa bertemu dengan anda."

Di balik bayang Hoodie yang menutupi wajah sang wanita, Amity yakin wanita itu pasti tersenyum mendengar ucapannya, mungkin memaklumi sikapnya dengan Vortivius tadi. Karena walaupun Amity masih memiliki rasa penasaran besar disana, dia tahu bahwa dia tidak bisa mengungkapkannya dengan banyak lagi disana.

Pada akhirnya, tidak banyak yang berbicara setelah itu, sebelum akhirnya Dea Oculus memandang Vortivius lagi di sisinya, lalu memandang ke arah Optivus lagi. "Kalau begitu, saya rasa kami harus segera pergi, Optivus. Masih ada banyak urusan yang perlu kami selesaikan. Semoga dei blanche selalu memberkati anda."

Wanita itu pun akhirnya berniat pamit, membuatnya kembali membungkuk sopan pada Optivus diikuti dengan Vortivius di sampingnya. Namun Amity pun tidak lagi menahan mereka. Tidak seperti pada Vortivius tadi, wanita bermata merah muda rubellite itu tidak banyak berbicara.

"Ah, baiklah, Dea Oculus, Dei Aevitas...Semoga perjalanan anda berjalan lancar," balas Optivus lagi sembari membungkuk sopan, dan akhirnya Haven pun melihat bahwa kedua sosok itu menghilang bagaikan bahaya yang melebur menjadi serpihan kecil disana.

Mereka telah pergi, namun baik Haven dan Amity tidak bergerak dari posisinya. Namun setelah beberapa detik, barulah Haven menatap Amity lagi di sampingnya, kali ini menatap sang wanita lagi disana. Seolah melihat apa yang ada di ekspresi Amity lagi kali ini. Tapi tatapan wanita itu hanya tertuju pada aspal di bawahnya. Kali ini tidak mengatakan apa-apa lagi.

"Ada apa...Amity?" tanya Haven dengan pelan, mencoba untuk menggali apa yang tengah ditanyakan Amity tadi dan apa tujuan di balik itu semua. Tapi Amity pada akhirnya hanya menggeleng kecil, dan mengangkat kepalanya memandang wajah Haven lagi.

"Tidak ada apa-apa, Optivus. Sekarang...ayo ke akademi. Kita tidak bisa lama-lama disini."

Amity tidak langsung menjawab, namun entah mengapa rasanya dia sedikit kesal. Ya, dia merasa kesal karena pada akhirnya melepaskan sesuatu yang dapat dia ketahui andaikan tadi dia sedikit lebih percaya diri lagi. Karena saat melihat buku di tangan Vortivius itu, dia yakin. Tentu, dia sangat yakin. 

Buku itu adalah salah satu dari buku yang ditulis oleh sosok yang sangat dikenali oleh Amity. Sosok yang seharusnya paling dekat dengan Sang Dei Blanche itu sendiri.  Sang Dei Izas, Ranchy Blanchius.

-- 🔸⚜️🔸--

[Note : Selamat menikmati chapter baru. Semoga kalian menikmati chapter kali ini dan selamat membaca. Sampai bertemu lagi di chapter selanjutnya. (⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top