66. Kesadaran Arsen dier Fargaven
--🔹--
Elxyera merasa kaku dalam pelukan itu, namun dia bisa merasakan kehangatan tubuh Arsen yang perlahan melingkupinya. Memberikan rasa nyaman yang kembali mendebarkannya. Bohong jikalau dia tidak tersentuh dengan suara dan ucapan sang pria yang kembali terdengar. Bohong jikalau dikatakan dia tidak luluh dengan tindakan sang pria yang sontak memeluknya.
Pria itu telah kembali sadar, dan Elxyera tidak bisa menahan diri untuk merasa lega dan senang.
Kedua tangannya pun terangkat lemah, merasakan Arsen yang masih memeluknya, Elxyera pun membalas lembut pelukan itu. Melingkarkan tangannya di bahu sang pria dan mengusapnya lembut, mencoba menenangkan sang pria yang tengah terisak dalam pelukannya. Selama hidupnya, Elxyera tidak pernah melihat Arsen menangis.
Pria itu selalu terlihat kuat di matanya, dingin dalam kehidupan Elxyera sebelumnya. Bahkan walaupun berada dalam kehidupan keduanya, Elxyera hanya melihat sang pria sebelumnya setelah menangis, tepatnya setelah hari berburu kekaisaran sebelumnya. Arsen jarang menunjukkan kelemahannya seperti ini.
Setidaknya, di mata Elxyera. Bagaimana dengan Avyce?
Pemikiran itu kembali menusuk hati sang wanita, membuat netra merah muda Elxyera meredup walaupun masih membiarkan Arsen menangis dalam pelukan hangatnnya itu. Hanya ada mereka berdua disini, dan tidak akan ada yang merendahkan sang Putra Mahkota hanya karena sang pria terlihat menangis dalam pelukan tunangannya.
"Yang Mulia..." panggil Elxyera dengan lirih, mengangkat tangannya naik mengusap lembut kepala Arsen. Meskipun begitu, ada ketertarikan dalam sentuhan sang wanita. Meyakinkan diri untuk tidak menyentuh Arsen terlalu lama, mengingat dia sudah tidak akan punya hak lagi setelah pertunangan mereka dibatalkan.
Sebagaimana harusnya dia membenci pria ini karena telah mengambil hal berharga baginya, Elxyera tidak punya kuasa untuk membalas, bahkan menuntut. Meskipun di satu sisi dia mengakui hatinya lemah pada sosok Arsen, karena cintanya pada sang pria yang membuatnya terlihat lemah.
Netra Elyxera melirih sejenak sang pria yang masih menunduk itu. Arsen sama sekali tidak terlihat berniat bergerak dari pelukan itu. Bahkan masih menguburkan wajahnya di bahu sang wanita, membuat Elxyera sedikit kesulitan bergerak. Namun kali ini Elxyera tidak medorong menjauh, atau pun menarik diri.
Biarlah ini menjadi saat terakhir dia bisa mendekat dengan Arsen seperti ini. Memikirkan bahwa tidak buruk juga dan betapa beruntungnya bisa bertemu dengan Arsen dengan sisi yang manis seperti ini. Walau dia tidak bisa egois mendapatkan cinta yang seharusnya jatuh pada Avyce, Elxyera merasa ini tidak buruk juga.
"Elxy..." Akhirnya setelah menunggu beberapa saat, suara sang pria terdengar lirih. Dari nadanya, Elxyera yakin Arsen berusaha untuk mengendalikan dirinya terlebih dahulu sebelum mengangkat wajahnya. Memperlihatkan mata merah yang sudah tidak meneteskan air mata lagi, tapi masih terlihat bersedih. "Maaf...aku..."
"Tidak apa-apa, Yang Mulia."
Elxyera menggelengkan kepalanya. Sekali lagi merutuki hatinya yang begitu lemah melihat Arsen seperti ini. Dia segera memotong ucapan Arsen bahkan sebelum sang pria sempat menyelesaikannya, karena tahu pria itu mungkin akan meminta maaf atas perlakuan memalukan yang ditunjukkan Putra Mahkota di hadapannya.
Sebelah tangan Elxyera terangkat. Tidak ada tahanan dalam dirinya, merasa bahwa tindakannya ini pun benar. Dengan lembut dia pun menangkup sebelah pipi Arsen dan mengusap sudut mata sang pria dengan lembut. Menghapuskan air mata yang menumpuk di sudut mata dan jejak air mata yang masih terlihat jelas.
Rasanya hati Elxyera sakit namun juga merasa kacau. Karena entah setelah beberapa hari tidak bertemu, dia merasa lega melihat Arsen bisa sadar seperti ini. Rasa bersalah itu memenuhi hatinya, mengingat betapa tidak sopannya sikap yang dia tunjukkan pada Arsen sebelumnya.
Pria itu tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, namun dengan angkuhnya Elxyera bersikap seolah dirinya masih punya hak sebagai tunangan Arsen dan cemburu karena pria itu dekat dengan Avyce. Dia memang tidak kuat, karena dia pun memiliki kekurangan. Walau mungkin dia sudah tahu hatinya itulah yang menjadi kekurangannya, sang wanita tidak tahu bagaimana menghadapinya.
"Anda tidak perlu minta maaf, Yang Mulia. Daripada itu, saya merasa lega keadaan Anda sudah membaik," sahut Elxyera dengan lembut, tersenyum tipis pada sang pria yang memandangnya balik itu. Arsen bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari wanita yang ada dalam pelukannya ini. Dia tidak menggerakkan tangannya yang masih memeluk sang wanita dengan hangat.
Ah, keadaannya membaik? Entah mengapa itu mengingatkan Arsen pada sesuatu. Netra emasnya menatap lurus Elxyera, namun pikirannya mulai melayang kemana-mana. Dia ingat kalau dirinya terakhir kali bertemu dengan Sang Optivus di kuil suci utama, lalu setelah itu bertemu dengan dua orang yang memiliki latar belakang yang tidak bisa digambarkan oleh manusia biasa.
Lalu...
"Elxy, aku..sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri??" tanya Arsen spontan dengan wajah seriusnya. Sebelah tangannya pun terangkat dan menangkup tangan Elxyera di pipinya. Tindakan itu sedikit mengejutkan sang wanita, namun Elxyera hanya terlihat diam saat memandangnya. Entah wanita itu memikirkan bagaimana cara menjelaskan atau memang karena Elxyera tidak tahu pasti.
"Saya...saya juga tidak tahu banyak, Yang Mulia. Hari ini saya baru saja kembali dari Akademi. Namun menurut Duke Hellion, Ayah mengatakan bahwa Anda sudah berada dalam keadaan koma selama beberapa hari karena ketidak stabilan sihir," jelas sang wanita pada akhirnya memberitahu apa yang dia ketahui. Merasakan jantungnya berdebar karena pertanyaan serius itu sekaligus sentuhan yang hangat itu.
Ah, Elxyera merasa sangat familiar dengan sentuhan hangat Arsen. Namun dia pun memilih diam setelah memberikan jawaban itu. Karena di satu sisi dia tidak tahu banyak tentang keadaan Arsen. Yang lagi-lagi membuat hatinya merasa sakit karena sebagai tunangan, bahkan sampai akhir dia pun sebenarnya tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
'Beberapa hari...itu tidak cukup lama. Ketidak stabilan sihir, ya. Tapi...bagaimana bisa aku...kembali sadar dan...'
Arsen nampak fokus pada pikirannya. Netra emasnya masih memandang mata merah muda Elxyera yang begitu indah di hadapannya. Namun dia tidak mengatakan apa-apa dan menyimpan semua kata-katanya dalam pikirannya. Hingga sekali lagi dia mendekatkan wajahnya membuat Elxyera panik dan sedikit mundur.
"Y-Yang Mulia?!"
" Elxy, katakan bagaimana aku bisa tersadar? Kau...bilang aku berada dalam keadaan koma, bukan? Apa...yang terjadi?"
Pertanyaan itu sontak membungkam Elxyera lagi. Dia tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya, membuat matanya memandang sekeliling ruangan seolah mencari orang lain yang menjadi tanggung jawab utama bagaimana Arsen bisa sadar sampai seperti ini. Namun sepertinya memang Ranchy sudah keluar sedari tadi, sejak dia tersadar dan berada dalam pelukan Arsen.
Netra sang wanita pun memejam lembut saat merasakan tangan Arsen yang ditangannya tadi pun turun untuk menangkup pipinya, membuatnya kembali terpaksa memandang netra emas yang seolah mencari jawaban di dalam diri Elxyera. Dia jadi bingung apakah memberitahukan kebenarannya pada Putra Mahkota adalah benar?
Tapi seketika pikirannya kembali mengingat apa yang didapatkannya dalam kenangan Arsen. Memori-memori bercahaya yang dia lihat satu persatu itu. Sebuah kenyataan yang bagaikan mimpi, namun di satu sisi sang wanita tidak tahu lagi mana yang benar dan mimpi sebenarnya. Mengingat dua memori yang dilihatnya itu...
"Elxy?"
"Tuan Ranchy. Tuan Ranchy dari kuil utama yang membantu untuk menyadarkan Anda. Dengan...bantuan saya juga," jelas Elxyera dengan singkat. Tidak memberitahukan pasti bantuan apa yang dia berikan untuk menolong Arsen. Karena merasa bingung dengan apa yang dilihatnya.
Memori itu terngiang dalam pikirannya, mengingat kembali bagaimana bisa dia bersama dengan Arsen di Akademi Philosthilea. Karena seingatnya baik di kehidupan sebelumnya dan juga kehidupan barunya ini, dia tidak pernah bertemu dengan Arsen sedekat itu. Sedangkan yang paling membingungkan pula adalah sebuah memori akhir dari sang pria.
'Leticia...' batinnya mengingat nama yang diucapkan pria yang begitu mirip Arsen di dalam mimpi itu. Meskipun memori itu seolah mengatakan bahwa pria itu adalah Arsen, hati sang wanita merasakan hal yang berbeda. Warna hitam dan emas yang sama, namun aura yang berbeda.
Itu bukan Arsen, namun kenapa sosok itu bisa menyadari kehadiran Elxyera di dalam memori itu? Seolah memori itu...adalah sebuah kenangan hidup yang memiliki eksistensinya sendiri. Terlebih lagi, nama Leticia itu...mengingatkan Elxyera dengan cerita dari pria yang dia temui di toko buku Beauregard.
Tunangan dari Dewa mereka, Dei Blanche. Wanita yang meninggal karena sebuah firman yang melibatkan sang Dewa sendiri. Itukah Leticia yang sama yang dia lihat di dalam memori Arsen juga?
Di satu sisi, Arsen sedikit terkejut mendengar nama Ranchy disebutkan. Sekali lagi dia memandangi netra Elxyera seolah mencari sebuah kebenaran disana. Namun wanita di hadapannya terlihat melamun, membuat Arsen khawatir dengan sesuatu. Ibu jarinya pun mengusap pipi sang wanita dengan lembut, membuat perhatian Elxyera kembali tertuju padanya.
"Elxyera, bantuan apa yang kau berikan...pada Tuan Ranchy?"
Kali ini pertanyaan sang pria terdengar begitu serius, membuat Elxyera terkesiap di tempatnya. Bibir sang wanita bergerak seolah ingin mengatakan sesuatu, namun tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut sang wanita selama beberapa saat. Sedangkan Arsen menunggu dengan sabar jawaban yang dilontarkan dari tunangannya.
"Bukan...hal besar, Yang Mulia."
"Elxy---"
"Saya serius, Yang Mulia. Saya hanya membantu Tuan Ranchy. Beliau mengatakan menyalurkan tenaga pada Anda mungkin bisa membantu menyadarkan Anda. Sisanya, semuanya dilakukan Tuan Ranchy," jelas Elxyera pada akhirnya berbohong.
Merasa berpikir kalau Elxyera mengatakan yang sebenarnya, mungkin saja Arsen akan merasa berhutang padanya. Dia tidak ingin Arsen berhutang padanya, karena artinya pria itu mungkin akan mencari cara membalas kebaikan sang wanita. Yang pada akhirnya membuat dia mungkin akan terus bertemu dengan Arsen. Elxyera tidak ingin sang pria terikat padanya dalam waktu lama, mengingat pria itu akan terikat dengan wanita lain.
Awalnya Arsen ragu dengan jawaban yang diberikan Elxyera padanya. Namun melihat kilatan gugup Elxyera di depannya, dia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Sekarang, rasanya banyak yang perlu dia urus. Mengingat dia tidak sadarkan diri selama beberapa hari, dia juga tidak tahu pasti apa yang sudah berubah di sekitarnya selama itu.
Helaan nafas pelan pun terdengar dari Arsen. Sesaat, Elxyera seolah bisa melihat kelegaan di wajah pria di hadapannya ini. Senyuman lembut yang tipis pun menghiasi wajah Arsen, membuat sang wanita sekali lagi merasa merinding nyaman. Senyuman yang sangat dirindukannya itu kembali terlihat, namun dia harus mati-matian menahan dirinya karena tidak ingin menunjukkan perasaannya.
Dia hanya bisa seperti ini sejenak dengan Arsen, sebelum akhirnya akan terdorong menjauh ketika pria itu mendapatkan wanita yang memang ditakdirkan untuk Arsen dier Fargaven.
"Begitu ya. Setidaknya...kau tidak memaksakan dirimu, kan? Maaf, aku sampai merepotkanmu seperti itu, Elxyera. Terima kasih banyak sudah...menolongku."
Dengan lembut kembali sang pria mengusap pipi Elxyera, membuat sang wanita berdebar hangat dan kembali merasakan rasa merinding yang nyaman di tubuhnya. Merah muda Rubellite kembali bertemu dengan warna emas yang berkilat indah. Kali ini Elxyera merasa bahwa dirinya memang sangat egois, karena tidak bisa menjauh dari Arsen.
Namun tindakan Arsen pun mengejutkannya lagi, ketika apa yang dia lihat adalah senyuman sang pria sebelumnya, namun kemudian mendapatkan kecupan lembut di keningnya dengan penuh perasaan. Tindakan itu membuat sang wanita berdebar sangat kencang, namun di sisi lain tidak bergerak dari posisinya.
Sentuhan hangat bibir sang pria yang lembut membuat sang wanita memejam hangat, merasakan kerinduan besar untuk mendapatkan sentuhan dari Arsen. Bohong jikalau dikatakan hatinya yang lemah itu tidak luluh, namun dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak memperlihatkan ekspresi yang bisa kembali membuat sang wanita mengambil langkah yang salah.
Pipinya merona tipis ketika sang pria menjauhkan wajahnya, tersenyum manis melihat ekspresi menggemaskan tunangannya yang begitu malu di hadapannya. Ah, pipi yang merona itu bisa membuat Arsen kembali senang. Walaupun mendengar dia sudah koma selama beberapa hari, rasanya kali ini dia seolah kembali mendapatkan tenaganya karena ekspresi manis tunangannay yang penuh kejutan.
Di sisi lain, Elxyera merasa ragu dengan pikirannya sendiri. Jantungnya seolah ditabu dengan sangat kencang, dan pipinya bahkan tidak mau bekerja sama dengan dirinya dan menghilangkan rona yang mendebarkan itu. Terlalu lama di dekat Arsen seperti ini memang tidak baik untuk dirinya dan hatinya sendiri.
Walau tidak bohong juga ketika dia mengakui kalau hatinya terasa sakit dengan tindakan ini. Bagaimana bisa Arsen bersikap seperti ini padanya walaupun akan bertunangan dengan wanita lain. Bahkan jelas-jelas Arsen menunjukkan rasa pedulinya pada Avyce sang Gadis Suci. Dan bahkan menitipkan sebuah surat yang pastinya adalah pembatalan pertunangan pada Avyce untuk diberikan padanya.
Oh, pembatalan pertunangan. Elxyera kembali teringat dengan surat yang dia bakar itu. Matanya kembali memandang Arsen seolah menunggu sang pria menanyakan sesuatu. Pemikirannya kacau, karena berpikir kalau itu adalah surat pembatalan pertunangan, Arsen tidak akan sebodoh ini masih memberikan perhatian manis padanya.
Kalau begitu, apa isi surat itu?
"Yang Mulia..."
"Elxy, sudah kubilang kalau hanya ada kita berdua, panggil saja aku dengan namaku...Kau juga tidak perlu terlalu formal padaku kalau kita hanya berdua. Aku bukan Pangeran kejam yang akan menghukummu kalau kau tidak sopan di hadapanku."
Netra Elxyera mengerjap beberapa kali mendengar ucapan sang pria. Matanya memandang ekspresi Arsen yang terlihat menahan tawa dengan gemas, tidak mengalihkan pandangan dari Elxyera seolah mengagumi tingkah manis sang tunangan. Dan sialnya, Elxyera kembali merona karena hal itu, hingga dia pun menunduk mengalihkan perhatiannya dari sang pria.
Oh, sekarang Elxyera merasa bodoh sekarang. Mengingat surat itu mungkin saja memang adalah surat penting. Walaupun tidak peduli dengan apa isinya, rasanya memang tidak sopan karena dia mungkin sudah salah menduga isinya. Semoga saja itu bukan surat yang terlalu penting.
"Uhh...Arsen. Aku..ingin menanyakan sesuatu tentang sebuah surat yang kau titipkan pada Av--maksudku...Nona Avyce Heiligheid."
Dengan pelan sang wanita pun mengucapkan nama dari wanita berambut pirang tersebut. Namun ketika sang wanita kembali menangkat wajahnya, dia bisa melihat wajah Arsen yang membeku. Sejenak, keheningan pun memenuhi ruangan itu. Melihat Arsen seolah mencerna sesuatu dari pertanyaan sang wanita. Hingga sontak kedua tangan Arsen pun berpindah menyentuh bahu sang wanita dengan erat namun tidak menyakiti.
"Elxy, kau bilang apa barusan?" tanya Arsen seolah memastikan kembali. Kali ini dia menatap Elxyera dengan serius lagi, namun masih dengan penuh kelembutan untuk tidak membuat Elxyera panik. Hanya saja, Elxyera bisa langsung menyadari tatapan khawatir sang pria yang seolah menyembunyikan sesuatu.
'Ah, apa dia terkejut kalau aku mengetahui tentang Avyce,' batin Elxyera bisa langsung menangkap apa yang terjadi. Berpikir mungkin saja Arsen terkejut karena Elxyera bisa tahu nama dari sang gadis suci meskipun mereka berada di Akademi yang sama.
"Nona Avyce...Heiligheid? Dia murid baru yang masuk di kelasku di akademi Philosthilea. Beberapa hari lalu dia datang ke kamar asramaku dan memberikan sebuah surat padaku. Katanya...kau yang menitipkan surat itu padanya untuk diserahkan padaku," lanjut Elxyera dengan sedikit gugup. Entah mengapa ada yang aneh dari pertanyaan Arsen. Namun Elxyera berusaha untuk tidak memikirkannya dan hanya menjawab sang pria.
Sekarang, di hadapannya Arsen kembali terlihat diam. Mencerna jawaban yang diberikan oleh Elxyera, sang pria terlihat sedikit gugup, namun kembali netra emas itu terlihat seolah terbiasa. Entah apa yang dipikirkan oleh Arsen, namun Elxyera merasa tidak ada gunanya menyembunyikan itu. Lagipula yang meminta mengantar surat adalah Avyce sendiri.
"Tapi maafkan aku. Suratnya...tidak sengaja tersiram teh ketika...aku ingin membukanya saat jamuan siangku. Jadi aku tidak bisa membaca isinya. Aku merasa..."
"Hahh~"
Helaan nafas Arsen yang keras spontan memotong ucapan Elxyera. Sesaat, Elxyera bingung memandang sang pria yang terlihat lega karena sesuatu itu. Namun dia pun tidak mengatakan apa-apa saat melihat wajah sang pria yang terlihat kembali ceria dan lepas dari ketegangan serius yang ada tadinya.
Apa yang sebenarnya disembunyikan Arsen darinya? Memangnya apa isi surat itu? Mengapa sang pria mengirimkan padanya namun nampak lega ketika Elxyera mengatakan bahwa dia tidak membaca isinya? Rasanya itu menumbuhkan penasaran dalam diri Elxyera.
"Memangnya...apa isi suratnya, Arsen? Maafkan kebodohanku karena tidak menjaga suratnya dengan baik, tapi--!"
"Tidak apa-apa. Itu bukan surat yang...terlalu penting. Maaf...membuatmu sampai khawatir dengan itu," ujar Arsen kembali, mengusap pucuk kepala Elxyera lagi dengan lembut. Mencoba menenangkan Elxyera agar wanita itu tidak perlu memikirkan surat itu lagi. Namun Arsen sendiri tidak bisa menutupi rasa leganya, yang justru membuat Elxyera langsung menyadari satu hal bahwa itu sepertinya bukan surat biasa.
Hanya saja, setelah Arsen berbicara seperti itu artinya lepas sudah harapan Elxyera untuk tahu isi suratnya. Namun di satu sisi merasa lega karena tidak perlu merasa bersalah lagi dengan isinya. Mungkin dia hanya perlu melupakannya dan tidak memikirkannya lagi, berpikir walaupun sakit kalau mungkin itu benar berhubungan dengan pembatalan pertunangan mereka.
"Tapi Elxy...aku ingin menyampaikan beberapa hal padamu."
Ucapan serius sekali lagi membuat Elxyera mendongak memandang mata indah Arsen yang selalu dikaguminya. Sang pria sekali lagi terlihat begitu serius, dan sebelah tangan sang pria yang masih mencengkram bahu sang wanita pun sedikit mengerat.
"Temanmu itu di akademi, selain Duke Diziel dan Nona Ivory, Namanya...Ivarios...Blanchius, kan?"
Pertanyaan itu terlontar dari mulut Arsen, namun sang wanita terdiam. Bingung mengapa sang pria menanyakan itu lagi, mengingat sang pria sepertinya sudah pernah mendengar nama lengkap Ivarios apalagi saat latihan bertanding itu. Ah, memikirkan itu kembali mengingatkannya pada Arsen yang tidak sadarkan diri tadinya. Keadaan yang mungkin membuat Arsen jatuh dalam kondisi padanya sebelumnya.
"Benar. Namanya Ivarios Blanchius. Temanku yang...kau lawan saat latihan bertarung itu kan, Arsen. Ada apa?" tanya Elxyera sedikit bingung. Tidak biasanya sang pria menanyakan tentang itu. Apalagi wajah Arsen terlihat seserius ini. Dia bisa melihat bibir Arsen yang membuka seolah ingin mengatakan sesuatu, namun tidak ada kata-kata yang keluar. Pada akhirnya hanya sebuah senyuman lembut yang lolos dari mulut sang pria.
"Bukan apa-apa. Hanya saja, jaga dirilah selama berada di akademi. Aku senang mendengar kau punya teman yang berada disisimu."
Pada akhirnya Elxyera merasa bahwa ucapan Arsen yang dia lontarkan itu bukanlah ucapan yang sesungguhnya, namun sang wanita pun tidak mengatakan apa-apa selain menganggukkan kepalanya. Melihat itu, Arsen pun mendekatkan wajahnya lagi, dan menempelkan kening mereka dengan lembut dan memejamkan matanya.
Ah, betapa Arsen sangat merindukan sosok Elxyera di sisinya. Dia merasa lega bisa melihat Elxyera lagi. Merindukan aroma sang wanita yang begitu menenangkan, kehadiran sang wanita di sisinya. Seolah dirinya telah terpisah begitu lama dari Elxyera. Namun wanita itu pun kembali ke hadapannya.
Di sisi lain, Elxyera kembali dibuat berdebar dengan tindakan Arsen yang menyentuh itu. Rasanya selalu membeku bagaimana pun sikap sang pria padanya. Membuat pipi sang wanita kembali merona hangat dan memikirkan perhatian manis itu. Di akan merindukan hal ini.
"Elxyera, aku sangat mencintaimu," lirih sang pria pada akhirnya.
Rasanya, ribuan kupu-kupu seolah terbang di perut sang wanita, membuat Elxyera kembali membuka matanya dan mendongak memandang Arsen. Ucapan itu terdengar lirih, namun entah mengapa hati Elxyera seolah meyakini bahwa betapa tulusnya ungkapan yang diberikan padanya itu. Hatinya terasa tersentuh, namun sakit di waktu bersamaan.
Kali ini Arsen mengatakan cinta padanya, namun di hari lain sang pria akan mengatakan cinta pada wanita lain. Tanpa sadar, mata sang wanita berkaca-kaca ketika sekali lagi dia memandang mata emas Arsen yang begitu indah. Membuat sang pria sejenak terkejut dan panik.
"A-Ada apa? E-Elxy, kau baik-baik saja? Apa ada yang sakit?"
Arsen terlihat panik melihat mata sang wanita berkaca-kaca, namun Elxyera dengan cepat mengeleng kecil seolah menyampaikan bahwa tidak ada yang salah dengan itu. Dia tidak bisa memberitahu Arsen yang sebenarnya. Walaupun mungkin saja Arsen di kehidupan ini lebih baik dari sebelumnya, sang wanita merasa dia harus melepaskan Arsen.
Walau hatinya mengatakan dia mungkin punya harapan untuk membuat Asren tetap cinta padanya, dia harus menguatkan tekadnya yang telah dibantu oleh sang Dewa. Dia tidak bisa membiarkan bantuan Ivarios sia-sia, dan Elxyera tidak ingin kembali terkena karma dengan hal itu.
Tapi...apa tidak masalah menghancurkan hatinya sendiri demi hal itu?
"S-Saya baik-baik saja, Yang Mulia. H-Hanya saja...ucapan Anda...membuat hati saya terasa sangat senang," balas Elxyera dengan lirih. Merasa bahwa dia tidak bisa berbohong dalam hal itu. Hanya sekali ini saja, sebelum dia kembali pergi dari kehidupan sang pria.
Dia memang bodoh karena telah kembali untuk melihat sang pria, namun kalau sudah mencintai Arsen dengan sepenuh hatinya, dia bisa apa?
Senyuman tipis pun menghiasi wajah Elxyera, mencoba menenangkan dirinya agar tidak menangis di hadapan Arsen. Dia tidak boleh terlihat lemah di hadapan pria ini, namun hatinya memang tidak bisa menahan diri. Perlahan dia pun mendekat, merasakan jarak wajahnya yang begitu dekat dengan sang pria.
Betapa sedihnya kalau dia memang tidak bisa mendampingi Arsen di sisinya. Namun Elxyera harus memilih, antara cintanya dan hidupnya serta keluarganya. Elxyera harus memilih jalan yang bisa membuat keluarganya bahagia. Pikiran yang sudah membayanginya sejak dia kembali diberikan kesempatan untuk hidup kedua kalinya.
Elxyera pun memberikan kecupan lembut di pipi sang pria. Tindakan itu cukup mengejutkan bagi Arsen. Karena Elxyera pun bisa melihat sang pria yang membeku dan sedikit membelalak di tempatnya. Mungkin bagi Arsen itu adalah tindakan yang mengejutkan, karena setelah hidup disini kembali, Elxyera tidak menunjukkan kedekatannya pada sang pria seperti itu. Mengingat kebanyakan perhatian dia dapatkan dari Arsen sendiri.
"Saya pun mencintai Anda, Yang Mulia," balasnya lembut dengan penuh perasaan pada Arsen.
Tidak apa-apa, mengatakannya hanya sekali. Selama dia tidak memilih jalan yang sama. Hanya dalam urusan waktu saja hingga Arsen mungkin akan melupakan pertanyaan cintanya itu dan berpaling pada Avyce. Netra sang wanita pun terlihat memandang Arsen dengan lembut dan penuh cintanya pada sang pria. Dan kali pertamanya, dia bisa melihat rasa haru dan kebahagiaan yang terpancar di mata Arsen.
Sebuah hal yang sendirinya mengejutkan sang wanita sampai Elxyera tidak tahu harus mengatakan apa.
"El--!!"
"Yang Mulia Kaisar!!"
Seruan dari arah pintu sontak membuat Elxyera dan Arsen yang masih terduduk di tempat tidur itu pun berbalik. Tidak lama kemudian, pintu itu terbuka diikuti dengan sosok Crovis yang terlihat masuk. Di belakang sang Kaisar terlihat Hellion yang berdiri dengan wajah pucat, bahkan Mervis yang kacau dan tadinya menyerukan panggilan Crovis seolah menahan sang pria.
Hanya saja, pemandangan di dalam ruangan mengejutkan ketiga orang yang datang itu. Hingga keheningan pun merambat disana. Cepat-cepat Elxyera sendiri pun melepaskan pelukannya pada Arsen, dan segera turun dari tempat tidur. Sang wanita menutupi rasa malunya yang memuncak. Dia berdiri di sisi tempat tidur, dan membungkuk dalam dengan sopan. Sedangkan Arsen terlihat bersikap dengan tenang, berpindah untuk duduk di pinggiran tempat tidur dan memandang Ayahnya.
"Yang Mulia Kaisar," sapa Elxyera dengan sopan, melihat Crovis yang mengangguk singkat mendengar sapaan itu lalu berjalan mendekat. Mervis sendiri begitu terkejut saat melihat kenyataan bahwa Tuannya telah sadar. Matanya berkaca-kaca bahagia melihat Arsen terlihat baik-baik saja, walaupun tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Sedangkan Hellion sama terkejutnya dengan Mervis. Dia merasa lega mendapati Putra Mahkota kembali tersadar, bahkan menyadari putrinya pun berada di sisi Putra Mahkota sekarang. Beberapa saat yang lalu mereka mendapatkan berita dari prajurit yang datang melapor di ruang rapat dimana Hellion berbicara dengan Crovis bersama dengan Oberion dan juga Mervis yang telah kembali. Prajurit itu mengatakan bahwa Putra Mahkota telah kembali sadar.
Hellion yang paling pertama bisa menyadari rasa lega Crovis, ketika pria itu langsung meninggalkan semua pekerjaannya untuk pergi ke sini. Dia memerintahkan Oberion untuk memanggil penyihir kerajaan sedangkan Mervis menemani mereka untuk ke ruangan ini. Hanya saja, begitu tiba, mereka tidak melihat Ranchy dan justru bertemu dengan Elxyera dan Arsen yang sudah sadarkan diri sekarang.
"Elxy, apa kau baik-baik saja? Apa terjadi sesuatu?"
Hellion mendekati putrinya, namun Elxyera hanya tersenyum lembut dan memandang Ayahnya. Kelegaan terlihat di wajah putrinya, namun Hellion menyadari mata Elxyera dan berkaca-kaca, memikirkan kalau putrinya pastinya terharu dengan keadaan Arsen yang sadar.
"Tuan Ranchy...berhasil menyadarkan Yang Mulia, Ayah. Beliau sangat membantu banyak dalam membantu Putra Mahkota," jelas Elxyera walaupun tidak memberitahu dengan jelas. Dia tidak ingin membuat Hellion khawatir dengan keadaannya kalau mendengar Elxyera pun ikut membantu. Namun untungnya Arsen tidak mengatakan apa-apa entah karena fokus pada Ayahnya atau tidak.
Di hadapan Arsen sekarang, Crovis terlihat berdiri diam. Sang Kaisar tidak mengatakan apa-apa ketika melihat Putranya kembali sadar. Namun dia menyadari bahwa hatinya menghangat dalam rasa haru dan bahagianya karena bisa melihat putranya berada dalam keadaan sehat seperti ini.
Crovis jelas memiliki ketakutan untuk kehilangan keluarga yang sangat berharga baginya lagi. Hellion sendiri sudah tahu itu, karena dia sudah mendampingi Crovis sebagai tangan kanan sang pria selama ini, bahkan ketika permaisuri Artemis masih hidup. Dia sudah melihat suka duka yang dilalui Sang Kaisar. Dan dia mengerti bahwa Crovis di satu sisi pun, hanyalah seorang Ayah biasa yang begitu menyayangi putranya.
Walaupun hubungan Crovis dan Arsen selama ini selalu dibatasi dalam keformalan yang diharuskan, Hellion bisa menyadari rasa peduli sang pria yang begitu besar. Rasa cinta dan kasih sayang Crovis untuk anak satu-satunya.
"Kau...sudah sadar," ucap Crovis sedikit kaku. Sekarang setelah melihat Arsen sadarkan diri seperti ini, perasaannya berkecamuk. Pemikiran bahwa dirinya akan ditinggalkan sendirian pun melayang pergi entah kemana, namun kebahagiaan itu menghampirinya saat dia melihat putranya membuka matanya.
Di hadapannya, Arsen hanya tersenyum tipis. Merasa sedikit kaku juga ketika berbicara dengan santai pada Ayahnya seperti ini. Dia sudah terbiasa dengan sikap formal yang selalu ditunjukkan sang pria padanya, dan bagaimana dia bersikap pada Crovis. Namun di satu sisi dia tahu pria ini peduli padanya. Sama halnya seperti yang dia lihat pada kepedulian Crovis pada permaisuri Artemis hingga wanita itu meninggal, Arsen mengerti kesedihan Ayahnya dan tanggung jawab pria itu.
"Ya, keadaan saya sudah jauh lebih baik, Kaisar. Semua berkat bantuan Anda yang begitu perhatian dan juga --!"
Belum sempat Arsen menyelesaikan kalimatnya, Crovis sudah lebih dulu mendekat dan memberikan pelukan pada Arsen yang masih terduduk di pinggiran tempat tidur. Pelukan itu kaku, rasanya bahkan seperti seorang Ayah yang tidak bisa memeluk putranya. Namun di satu sisi, Arsen bisa merasakan kehangatan itu dari pelukan Ayahnya. Membuat sang pria kembali mengingat masa kecilnya yang hangat, dimana Crovis tidak sesibuk sekarang.
Dalam diamnya, Arsen tersenyum tipis. Merasa bahw berapa lama pun waktu berlalu, sepertinya cinta seorang Ayah memang tidak akan pernah pudar. Membuat Arsen pun merasakan kehangatan keluarga itu kembali.
"Selamat datang kembali, Putraku."
-- 🗝️ --
[Note : Yap, yap, tidak lama lagi kita akan memasuki penghujung bagian dua cari The Repetita Princess. (つ≧▽≦)つ Semoga kalian menyukai chapter kali ini dan selamat menikmati. Semoga hari kalian menyenangkan. ]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top