60. Sejarah yang Tersembunyi
--⚜️--
Elxyera tidak tahu apakah dia harus berbahagia dalam menyambut liburan dua hari ini atau tidak, karena pasalnya orang tuanya memintanya pulang untuk berkunjung sebentaran dalam dua hari liburnya di akhir pekan. Namun di satu sisi, dia pun berharap bisa menghindari Arsen disana. Karena tentunya kembali ke ibukota, artinya bertemu dengan tunangan yang pada akhirnya akan menjadi kenangan saja, kan.
Oh, sang gadis tidak takut dengan masalah surat yang dia bakar itu. Ada banyak alasan yang Elxyera gunakan untuk menjelaskan dirinya yang tidak membaca surat itu. Seperti hilangnya surat itu, dan juga mungkin karena tersiram air teh saat dia sedang minum. Walaupun ya, Elxyera pun berharap agar tidak bertemu Arsen yang menanyakan perihal surat itu.
Asalkan Arsen tidak menyalahkan Avyce karena surat itu tidak dibaca oleh Elxyera.
Namun menggunakan hari Sabtu dan Minggunya hanya untuk melihat wajah tunangan yang pada akhirnya akan kembali mengucapkan kalimat yang sama seperti sebelumnya, tentu menjadi sebuah masalah lain lagi.
'Tenanglah, Elxy. Kemungkinan besar pun Arsen akan sibuk. Mengingat kurang lebih dua minggu lagi Firman baru itu akan diberitakan. Kau tidak akan bertemu dengannya.'
Sang gadis membatin mengingat Firman Ivarios yang pastinya membuat Arsen akan memiliki banyak kesibukan nantinya. Itu akan memakan banyak waktu untuk diurus. Apalagi mengingat kalau Arsen sejak datang ke akademi beberapa hari yang lalu, memang hanya fokus pada Avyce saja.
Sang gadis yang tengah menyisir rambutnya di depan meja riasnya itu pun menghela nafas panjang. Memandang penampilannya yang sudah rapi dengan pakaian sederhana yang tidak terlalu megah. Sebuah kemeja santai berenda berwarna putih dengan rok panjang semata kaki berwarna cokelat. Dia hanya akan pulang selama hampir dua hari, dan mungkin hanya akan bermalam di ibu kota selama satu hari. Itu bukan menjadi masalah besar kalau dia pun tidak membawa banyak barangnya.
Lagipula kalau Arsen memang sibuk, seharusnya Elxyera merasa senang karena tidak perlu berurusan terlalu lama dengan pria itu. Mengingat pada akhirnya mereka memang tidak ditakdirkan bersama.
Gadis itu pun menoleh ke samping, melihat kembali buku tebal yang ada di atas meja riasnya. Oh, dia hanya akan membawa buku itu saja nanti, walaupun tentu berharap Ayahnya tidak terlalu memperhatikan yang dia bawa.
Entah mengapa sang gadis seolah merasa bahwa lebih baik dia berada di akademi hari ini daripada pulang. Namun dia pun tidak bisa menolak permintaan dari Ayah dan Ibunya yang pastinya merindukan keadaan Elxyera, kan. Dia tentu sayang orang tuanya, dan merindukan mereka.
"Hah, kenapa rasanya sulit sekali bersemangat saat ini. Andai bisa, lebih baik aku tinggal saja dan menghabiskan waktu dengan Ivory. Dia juga bilang kalau dia dan Diziel tidak akan kembali ke Frontina," gumam Elxyera seketika menjatuhkan kepalanya di atas meja riasnya, kembali menghela nafas panjang. Padahal teman-temannya tetap ada disini, namun dia harus pulang ke ibu kota.
"Ivarios juga belum selesai mengurus rubah salju itu. Kapan aku bisa memi--!!"
Tok tok!
Suara ketukan di kaca membuat ucapan Elxyera seketika berhenti, dan sang gadis pun menoleh ke samping untuk melihat ke arah jendela kaca di kamarnya itu. Matanya seketika membelalak kaget ketika melihat siapa yang ada di luar sana, melambaikan tangan ke arah sang gadis dengan senyuman yang menghiasi wajahnya.
Tunggu, ini kan bukan lantai satu!!
"Apa yang kau lakukan, Ivarios??" tanya Elyxera seketika saat sang gadis pun bergegas mendekati jendela tersebut dan membukanya, membuat Ivarios yang ternyata melayang di luar sana pun terkekeh lucu dan segera duduk di kusen jendela.
Hanya saja, Elxyera seketika menyadari kalau sang pemuda tidak sendirian. Karena pada bahu sebelah Ivarios, terlihat sosok sang rubah putih yang seolah memeluk Ivarios dari belakang tubuh sang pemuda.
"Selamat pagi, Elxy-ku tersayang. Kudengar kalau kau akan pulang ke ibu kota hari ini," terka Ivarios dengan ceria.
Sang pemuda pun menyapa Elyxera dengan senyuman khas yang kembali menghiasi wajah sang pemuda. Namun sebelah tangannya pun sudah bergerak meraih sang rubah putih di bahunya itu lagi saat dia mendapati tatapan Elxyera justru berbinar senang dan tidak mendengarkan sapaan Ivarios tadi.
Oh, dari tatapan itu saja Ivarios langsung tahu ke arah mana mata Elxyera memandang. Tanpa pikir panjang, dia pun segera memberikan rubah salju itu itu pada Elxyera yang dengan segera membuat sang gadis tersadar dari lamunannya dengan wajah tidak percaya.
"Lalu ini, untukmu. Aku sudah memastikan bahwa dia tidak akan membahayakanmu."
"E-Ehh? Ah, i-iya! Terima kasih banyak, Ivarios! Hmm, hari ini aku akan pulang, mungkin seharian penuh di sana dan besok akan pulang kembali ke sini." Elxyera tersentak ketika dia melihat sang rubah putih itu diangkat tinggi di depan wajahnya oleh Ivarios, yang kembali mengundang suara kecil dari sang rubah. Segera saja Elxyera mengulurkan tangan untuk meraih sang rubah kecil dan menariknya ke dalam pelukan hangat.
Ahh, rasanya hangat sekali ketika memeluk makhluk berbulu itu, sehingga Elxyera tidak bisa berhenti tersenyum senang. Di satu sisi dia pun mendengar suara manis dari sang rubah salju yang sepertinya jinak dalam pelukannya itu, bahkan merasakan sang makhluk menguselkan moncongnya pada sisi leher Elxyera seolah merindukan gadis itu juga.
Ivarios benar-benar menepati janjinya.
Melihat itu, senyuman tipis menghiasi wajah Ivarios, dan sang pemuda pun mengangkat tangannya untuk mengusap lembut rambut Elxyera. Rasanya lembut ketika dia menyentuh rambut sang gadis, sehingga Ivarios rasanya tidak mau menarik tangannya dari sana. Walaupun di satu sisi Elxyera pun sepertinya tidak terlalu sadar karena sang gadis terlihat begitu senang bisa bertemu dengan sang rubah putih lagi.
"Oh, ya! Aku harus memberikan nama untuk rubah putih ini! Menurutmu--!"
"Namanya Snow," potong Ivarios dengan cepat namun lembut, sehingga membuat Elxyera pun mengerjap beberapa kali dan memiringkan kepalanya sedikit. Sedangkan sang rubah putih yang dipanggil Snow itu justru menolehkan kepalanya, menganggukkan moncongnya seolah merespon ucapan Ivarios.
"Eh?"
Ah, Ivarios seketika tersadar dengan ucapannya saat mendengar suara bingung Elxyera, dan pipinya merona tipis. Sang pemuda lalu menggeleng kecil, segera mengalihkan perhatiannya ke arah lain dan menarik tangannya dari kepala Elxyera. Rasanya seketika jadi gugup dan Ivarios hanya bisa mengusap tengkuknya.
"Maksudku...itu nama yang aku berikan padanya. Karena warnanya putih dan ketika dipanggil, dia langsung merespon. Jadi kurasa...lebih baik memanggilnya itu?"
Kembali, Ivarios menjelaskan alasannya. Berharap Elxyera tidak menganggap aneh ucapannya tadi. Sang pemuda pun sesaat melirik Elxyera lagi, melihat sang gadis yang pada akhirnya tersenyum dan tertawa kecil, justru kembali memeluk sang rubah putih dengar erat di dadanya, dan memberikan kecupan lembut di pucuk kepala sang makhluk manis itu.
"Kalau begitu, namanya Snow! Terima kasih ya, Ivarios!"
Dengan wajah ceria yang berbunga-bunga, kembali Elxyera berseru senang pada Ivarios. Tentunya itu sekali lagi membuat wajah sang dewa merona merah melihat betapa manisnya sang gadis di hadapannya ini. Ah, Ivarios tahu dia tidak kuat kalau melihat Elxyera bertingkah semanis ini di depannya, walaupun Elxyera sendiri tidak bertujuan seperti itu.
Namun sepertinya Elxyera terlihat terlalu senang berinteraksi dengan Snow sehingga tidak memperhatikan ekspresi Ivarios yang sudah semalu itu. Ah, di saat seperti ini, Ivarios merasa beruntung dengan sikap Elxyera yang bisa menjadi tidak peka sewaktu-waktu, membuat sang pemuda menghela nafas panjang.
"Nah, kurasa daripada berlama-lama disini, bukankah lebih baik jikalau kau segera bersiap-siap? Aku melihat kalau kusirmu sudah menunggu di bawah tadi. Sepertinya Ivory pun ada dibawah juga, mungkin ingin mengantar kepergianmu."
Peringatan Ivarios pun membuat Elxyera segera tersadar, dan seketika mengangguk cepat.
"Oh, ya! Aku hampir lupa itu! Kalau begitu aku harus segera turun ke bawah! Dan..uhh, Snow boleh kubawa kan?"
Sang gadis yang berbalik dan mendekat ke arah meja riasnya lagi untuk mengambil bukunya, seketika berhenti dan berbalik. Matanya memandangi Ivarios dengan pandangan tenang namun terlihat memohon. Masih dengan Snow yang berada dalam pelukan sang gadis, Elxyera kembali bertanya pada sang dewa yang kali ini bersandar pada kusen jendela sang gadis, telah berdiri di dalam kamar Elxyera.
Mata Ivarios sesaat mengerjap beberapa kali, memandangi Snow yang terlihat diam di dalam pelukan Elxyera, namun memandang lurus ke arah Ivarios yang berpikir. Tidak butuh waktu lama hingga sang pemuda pun mengangguk mengiyakan pertanyaan itu, dan senyuman sekali lagi menghiasi wajah tenang Ivarios.
"Tidak apa-apa, bawalah dia bersamamu. Snow pasti bisa menjadi teman seperjalanan yang baik untukmu. Hati-hati dalam perjalananmu, Elxy," jawab Ivarios kemudian, mengiyakan permintaan Elxyera. Apalagi sadar dengan tatapan sang gadis yang selucu itu, tidak mungkin dia melarangnya kan.
Sang gadis pun kembali terlihat mengangguk ceria, merasa senang mendapatkan izin itu dari Ivarios. Sesaat, Elxyera menunduk memandang Snow dalam dekapannya lagi, terkekeh lembut ketika dia melihat sang makhluk manis itu terlihat manja padanya. Ini pasti akan menjadi perjalanan yang menyenangkan bagi Elyxera. Setidaknya bisa mengalihkan pemikirannya dari Arsen untuk sementara.
Elxyera pun sekarang telah siap. Di satu sisi memeluk Snow dalam dekapannya dengan satu tangan, sedangkan tangan satunya memeluk buku tebal miliknya tersebut. Matanya pun kembali tertuju pada Ivarios dan dia tersenyum lembut pada sang pemuda.
"Kalau begitu, aku pergi dulu. Kau mau keluar lewat jendela lagi atau kali ini lewat pintu depan?" tanya sang gadis kemudian ketika dia memastikan pilihan Ivarios. Karena sang pemuda datang lewat jendela, mungkinkah sang pemuda memilih langkah itu lagi? Lagipula Ivarios bisa menyembunyikan dirinya dengan sihir sang pemuda, kan? Atau bahkan langsung berteleportasi saja ke kamarnya.
Lagipula sosok di depannya ini adalah dewa yang dipuja di daratan Blanche ini.
"Haha, aku akan lewat jendela saja. Segeralah pergi, Elxyera tersayang. Hati-hati dalam perjalanan pulangmu," sahut Ivarios, melambaikan tangannya seraya terkekeh kecil mendengar pertanyaan Elxyera. Lagipula ini bukan pertama kalinya dia datang ke kamar ini, kan. Berpindah dari satu ruangan ke tempat lain bukan perkara sulit baginya.
Di seberangnya, dia bisa melihat Elxyera kembali tersenyum tipis dan mengangguk kecil. Merasa sudah biasa dengan sikap Ivarios.
"Kalau begitu aku pergi dulu. Sampai bertemu besok, Ivarios!" Sang gadis berucap, dan segera membalikkan badannya setelah tersenyum pada Ivarios. Namun mata sang pemuda seketika melebar begitu melihat Elxyera berbalik, dan tangannya terulur bersamaan dengan panggilan yang seketika keluar dari mulutnya.
"Elxy...!"
"Iya?"
Elxyera sedikit tersentak mendengar panggilan Ivarios, yang membuatnya kembali menoleh dari balik pintu yang sudah dia buka itu. Sesaat, sang gadis memandang Ivarios dengan bingung. Dirinya mendapati sang pemuda hanya diam berdiri di dekat jendela saat menatapnya, tapi beberapa saat tidak ada suara yang keluar dari mulut Ivarios.
"Ah, tidak, maaf..." lirih Ivarios kemudian, menggeleng kecil dan menurunkan tangannya ke sisi tubuhnya. Matanya sesaat melirik ke lantai, lalu pada Snow dalam pelukan Elxyera, lalu pada wajah sang gadis. "Hanya saja...cepatlah kembali, jikalau urusanmu di ibu kota sudah selesai."
Ucapan Ivarios terdengar lirih, namun masih dapat terdengar ke telinga Elxyera karena kamarnya yang hening. Namun menyadari tatapan Ivarios yang terlihat serius, awalnya Elxyera bingung sebelum dia pun terpikirkan mungkinkah Ivarios kesepian disini? Padahal dia yakin Diziel akan menemani Ivarios juga karena sang pemuda itu tidak pulang ke Frontina.
'Dia lucu sekali,' batin Elxyera, tanpa sadar memerhatikan ekspresi Ivarios yang terlihat lucu di matanya. Sebelum akhirnya kepalanya pun mengangguk kecil mengiyakan, sekali lagi memberikan senyuman lembut di wajahnya.
"Tentu. Aku akan kembali secepatnya. Jangan merasa kesepian tanpaku nanti, haha!"
Setelah mengucapkan kalimat akhir itu, Elxyera pun segera berjalan keluar dari kamarnya dan menutup pintunya. Mengingat Ivarios mengatakan kalau pemuda itu akan keluar lewat jendela tadinya, dia tidak memikirkan masalah akan timbul di kamarnya.
Sedangkan Ivarios yang berada di dalam kamar, seketika menghela nafas panjang dan bersandar kembali pada dinding di sebelah jendela yang terbuka itu. Ah, entah kenapa dia menjadi seperti itu tadinya. Matanya sesaat memejam, dan sebelah tangannya bergerak naik mengusap rambutnya gusar.
'Ah, kenapa aku membayangkan itu tadinya.'
Sang pemuda berucap dalam batinnya, merasa dirinya bodoh ketika matanya sesaat mengelabuinya tadi. Sorot gadis berambut pirang yang berbalik, sosok Elxyera yang sudah sangat familiar baginya. Entah mengapa rasanya dadanya seketika sakit saat melihat sang gadis melangkah pergi tadinya.
"Kesepian tanpanya ya..."
--▪️▫️--
Elxyera merasa kalau waktunya di ibu kota pun tidak akan lama. Sang gadis yang sekarang telah duduk di dalam kereta kudanya itu pun memandang ke luar jendela, seraya tangannya mengusap bulu-bulu lembut dari Snow yang tertidur di pangkuannya dengan manis. Setelah beberapa jam perjalanan, mereka pun tiba di ibu kota Fargaven, Ariomora City.
Dari pemandangan di luar kereta kuda, sang gadis sadar bahwa mereka telah tiba di pusat perbelanjaan ibu kota, tempat yang pernah didatanginya bersama Arsen dan juga dengan Ivory dan Diziel. Oh, tentunya dia tidak lupa dengan Astrella juga. Dia jadi penasaran bagaimana keadaan sang gadis. Apakah Astrella telah berada di akademi kesatria sekarang?
'Tenanglah, Elxyera. Hanya sampai besok saja. Kau juga merindukan orang tuamu, kan. Ah, bagaimana kabar Irvette sekarang.'
Batin Elxyera begitu kacau, karena di satu sisi dia jelas merindukan orang-orang di kediaman Cresentra, bertanya-tanya bagaimana keadaan ibu dan Ayahnya. Walaupun di satu sisi, ada kemungkinan dia akan bertemu dengan Arsen dalam dua hari dirinya di ibu kota. Dan dia hanya bisa berharap tidak perlu bertemu pemuda itu hari ini.
"Daripada itu, aku sama sekali tidak mendapatkan petunjuk apa-apa mengenai buku ini," gumamnya kembali seraya menghela nafas panjang, menolehkan kepalanya ke samping dan melihat buku tebal yang dia bawa bersamanya. Sejarah bahasa Blanchius, buku yang membuatnya bisa memanggil Snow ke dunia ini.
"Dan juga...Inisial itu. Apakah itu nama penulisnya?"
Elxyera kembali bertanya-tanya, mengingat bahwa dia kembali menemukan sebuah keganjilan aneh dari buku tersebut. Matanya sekali lagi memandang keluar jendela, hingga seketika begitu melihat sebuah lorong yang tidak asing baginya, Elxyera teringat sesuatu dan mengetuk dinding kereta kudanya seketika.
"Tolong berhenti sebentar disini!"
Suara itu terdengar cukup lantang yang membuat Snow tersentak dari tidurnya, membuka matanya sayu dan mengerjap-ngerjap lucu saat melihat Elxyera kembali. Sedangkan kereta itu pun seketika berhenti saat mendengar perintah dari Elxyera, dan dengan segera saja sang gadis pun langsung berdiri dari duduknya seraya menggendong Snow lagi dan memeluk buku miliknya juga.
"Tuan Putri? Ada ap--!"
"Aku tidak akan lama. Tolong tunggu sebentar disini."
"Tuan Putri, Anda mau kema--Tuan Putri!"
Elxyera bahkan tidak menunggu sang kusir kereta kuda keluarganya itu membukakan pintu, karena sang gadis sudah lebih dulu membukanya dan melangkah keluar. Bertepatan dengan sang kusir yang baru saja ingin membukakan pintu, namun terkejut dengan tingkah Elxyera yang sepertinya terburu-buru itu. Gadis itu bahkan setengah berlari di kerumunan pusat perbelanjaan itu untuk menuju satu tempat yang sangat diyakininya bisa membantunya.
"Kyung?"
Snow terlihat bingung dalam pelukan Elxyera ketika menyadari sang gadis begitu tergesa-gesa, mengabaikan beberapa pedagang yang berusaha menawarkan sesuatu padanya. Sang gadis bahkan seolah sudah hafal dengan tempat ini, ketika kaki Elxyera bergerak otomatis berbelok di beberapa lorong dan akhirnya tiba di tempat yang sangat tidak asing baginya.
Matanya pun tertuju pada sebuah papan nama toko yang berada di bagian kiri ujung lorong bagian pusat perbelanjaan itu. Tempat ini cukup sepi, bahkan nyaris tidak terisi orang selain para penjual yang ada disana. Namun langkah Elxyera pun tidak menunggu lama ketika dia kembali melangkah ke sebuah toko buku yang sangat familiar baginya.
Perlahan, sang gadis membuka pintu toko itu, sadar bahwa walaupun sepi, toko itu jelas buka di jam seperti ini. Begitu masuk, aroma khas buku tua tercium oleh Elxyera. Namun bagi Elxyera yang sudah sangat familiar dengan bau itu, rasanya rindu dengan perpustakaan rumahnya. Walaupun ya, tujuan sang gadis berada di toko buku ini adalah karena sebuah tujuan yang berbeda.
Seperti perkiraannya, sepi seperti biasa. Bahkan kali ini suara sang penjaga toko tidak terdengar.
Beauregard, pikirnya. Sosok yang merupakan pemilik toko ini sekaligus teman dari Arsen. Mungkin sama seperti sebelumnya, sang pria mungkin sibuk di bagian belakang toko, mengingat mungkin ini adalah salah satu tempat toko buku yang menjual beberapa buku tua yang jarang dilihat oleh Elxyera.
"Permisi."
Tanpa berpikir panjang, Elxyera segera berjalan mendekat ke arah meja penjaga toko, melihat pintu yang mengarah ke belakang toko itu terbuka. Dia yakin kalau Beauregard pasti ada di dalam, mungkin sibuk mengatur buku yang ada. Sehingga ketika dia kembali berucap lagi, sapaan dari dalam ruangan itu pun terdengar.
"Ah, maafkan saya! Saya tidak menyangka kalau ada pengunj--! Oh, Yang Mulia Tuan Putri. Salam bagi kekaisaran Fargaven. Saya tidak menyangka bisa melihat Anda hari ini."
Beauregard terlihat berjalan keluar dari dalam ruangan tersebut dengan beberapa buku yang bertumpuk pada pelukannya. Seperti biasa, menyambut tamunya walaupun dia terkejut seketika begitu melihat siapa tamu di tokonya kali ini. Tentu dia tidak menyangka dengan kehadiran Elxyera yang sudah dihafalnya sejak pertemuan mereka sebelumnya bersama Arsen.
Sehingga sang pemuda pun segera membungkukkan badannya sopan setelah meletakkan buku-buku yang dia bawa tadi di atas meja kayu penjaga toko. Senyuman ramah terlihat di wajah sang pemuda berambut biru gelap panjang sepunggung itu yang kali ini terlihat di kepang, dan tangan Beauregard otomatis terangkat bergerak untuk merapikan kacamata yang bertengger di hidungnya.
"Oh, kali ini Anda datang dengan teman kecil yang manis. Apa yang membuat Anda datang ke sini hari ini, Yang Mulia? Anda ingin membeli buku?" lanjut Beauregard lagi ketika melihat sosok Snow dalam pelukan Elxyera. Namun tatapan ramah dari mata biru sapphire itu kembali tertuju pada netra merah muda rubellite Elxyera. Bertanya ada keperluan apa sang gadis disini hari ini?
"Ahh, selamat siang, Tuan Beauregard. Hmm, iya, saya datang bersama teman saya hari ini, hehe. Namanya Snow. Dan sebenarnya saya datang karena ingin menanyakan beberapa hal pada Anda."
Elxyera menyapa balik dengan sopan, tersenyum dan memperkenalkan Snow yang sepertinya disadari oleh Beauregard. Sang makhluk sihir itu pun seketika melolong kecil pada Beauregard sebagai balasan lucu dan ekornya bergerak-gerak manis, membuat Beauregard pun kembali tertawa merespon tingkah sang makhluk manis itu. Hanya saja, dia kembali memusatkan perhatiannya pada Elxyera begitu mendengar kalau ada yang ingin ditanyakan sang gadis padanya.
Pastinya itu tentang buku, kan? Mungkin ada buku tertentu yang diinginkan sang Tuan Putri ini?
"Terima kasih, Tuan Puteri. Panggil saja saya Regard, agar Anda tidak perlu terlalu kesusahan dengan nama saya. Haha, dikarenakan adat lama, beberapa turunan kaum Avortivus memiliki pengucapan nama yang terdengar rumit. Bahkan orang tua saya masih percaya dengan hal itu, walaupun sekarang seharusnya itu tidak wajib dilakukan."
Tawa lembut kembali lolos dari mulut Beauregard, yang berpikir kalau mungkin namanya terdengar cukup sulit diucapkan Elxyera. Walaupun rasanya sekarang Elxyera lebih terdengar jelas menyebutkannya, dibandingkan dengan sebelumnya saat pertama kali bertemu.
"E-Ehh, tidak apa-apa, Tuan Bea--Regard! Ah, begitu kah? Kaum Avortivus terdengar sangat menarik. Mungkin jikalau Anda memiliki koleksinya yang memberikan penjelasan dengan lengkap, saya ingin membelinya. Tapi ada hal yang lebih penting bagi saya saat ini."
Elxyera pun segera membalas lagi, namun masih tertawa kecil. Ah, rasanya dia jadi penasaran lagi dengan kaum Avortivus, yang memang sejak dulu membuatnya ingin tahu banyak hal tentang kaum-kaum terdahulu. Namun karena ada hal yang lebih penting sekarang, Elxyera mungkin bisa mengabaikan itu dulu untuk saat ini dan fokus.
"Ah, kalau begitu pertanyaan apa yang ingin Anda tanyakan?"
Kali ini, perhatian Beauregard kembali tertuju pada buku yang ada dalam pelukan Elxyera, namun sang gadis pun segera meletakkan buku itu di atas meja. Walaupun awalnya terlihat gugup, dia yakin dia bisa mendapatkan bantuan dari Beauregard yang pastinya tahu banyak tentang buku.
Mata Beauregard pun kembali melihat sampul buku itu, menelitinya seolah mencari-cari sebuah jawaban hanya dari sampul buku itu saja. Walaupun akhirnya matanya membelalak saat menyadari sesuatu tentang buku itu, melihat tulisan di sampul kulitnya, dan ketika dia membuka halaman pertama di dalam.
"Saya ingin tahu apakah disini ada buku lain yang ditulis oleh seseorang dengan inisial B.R?"
Pertanyaan spontan itu membuat netra Beauregard mengerjap terkejut. Tidak menyangka kalau sang gadis akan bertanya langsung padanya seperti itu. Tangan Beauregard bahkan terhenti sesaat ketika dia membalik ke halaman kedua buku itu, melihat tulisan yang tertera disana, jelas berbeda dengan bahasa umum yang sekarang mereka gunakan di daratan Blanche ini.
Sang pria tidak langsung menjawab, seolah dirinya sedang menimang-nimang sesuatu atau mungkin mencari jawaban untuk menjawab pertanyaan itu. Mengingat ada begitu banyak buku yang sang pria jual disini, kan. Beauregard pun melepaskan buku itu dari pegangannya, dan sesaat berbalik mendekati rak buku yang ada di belakang meja penjaga toko. Rak itu memang nyaris kosong, namun beberapa buku yang terlihat disana rasanya nyaris setua buku yang dibawa oleh Elxyera.
"Saya tidak menyangka Anda akan bertanya tentang penulis legendaris itu, Yang Mulia. Mendengar pertanyaan Anda, mungkinkah buku yang Anda bawa itu juga adalah miliknya?"
Beauregard bertanya tanpa berbalik memandangi Elxyera. Sang pria bahkan tengah sibuk mencari-cari sebuah buku yang ada di dalam rak itu bahkan walaupun harus sedikit berjongkok untuk mengambil satu buku yang berada paling bawah, terlihat cukup kusam namun cukup terawat juga.
"Penulis legendaris? Saya...tidak tahu. Tapi ya, saya menemukan inisial B.R di dalam buku itu. Seperti sebuah tanda tangan yang indah, namun menyangkup inisial nama."
Beauregard pun mengangguk kecil, kembali berbalik untuk memandangi Elxyera seraya membawa satu buku yang dia ambil tadinya. Namun kali ini sang pria menatap dengan serius, karena mereka tengah membahas tentang sosok yang sebenarnya pun menarik perhatian Beauregard.
"Anda benar. Saya bahkan baru kali ini melihat buku buatannya yang ini. Sejauh ini, saya hanya punya dua buku yang rasanya ditulis oleh beliau. Salah satunya adalah ini, walaupun isinya sendiri aku tidak terlalu tahu. Rasanya ini seperti sebuah catatan kehidupan yang kacau sehingga sesungguhnya saya simpan untuk mempelajarinya lebih lanjut," jelas Beauregard menunjuk buku yang dia letakkan di atas meja itu.
"Sedangkan buku yang satunya...telah terjual pada seorang pria dua minggu lalu. Itu adalah buku sejarah dari masa kelam daratan Blanche dulunya."
Suara Beauregard memelan ketika mengucapkan hal tersebut, namun raut wajahnya tidak berubah seperti Elxyera yang jelas sekali terkejut. Dia tidak menyangka kalau bisa melihat buku lain yang ditulis oleh B.R. Walaupun kali ini ternyata ditulis dengan bahasa yang berbeda, bahasa yang jauh lebih tua.
"Ini dalam bahasa Blanchius."
Penerkaan Beauregard membuat Elxyera menelan salivanya gugup, tidak menyangka kalau sosok sang pria langsung bisa menebak bahasa yang ada di dalam buku. Namun ini bukan saatnya mundur. Lagipula Beauregard pun tidak akan tahu kalau sebenarnya buku ini pun Elxyera ambil dari ruang penyimpanan rahasia di perpustakaan keluarganya, kan. Dia justru menemukan kenyataan kalau buku ini adalah sesuatu yang langka.
Sekarang, melihat melihat buku lain yang memiliki penulis yang kemungkinan sama pun seperti memberikan harapan bagi Elxyera. Dia mungkin bisa menemukan alasan bagaimana dia bisa memanggil Snow menggunakan buku itu, dan juga...beberapa hal ganjil yang dia temukan dari buku ini.
"Iya, Tuan Regard. Jikalau Anda tidak keberatan, bolehkah saya membeli buku yang ini? Dan...untuk buku satunya, menurut Anda apakah toko lain menjualnya?" Elxyera pun bertanya, berpikir bahwa dia mungkin perlu kembali ke kereta kudanya lagi untuk mengambil koin emasnya untuk membayar. Namun begitu melihat Beauregard tersenyum tipis dan menggeleng, sang gadis pun mendengar ucapan Beauregard.
"Sesungguhnya, saya sendiri tidak bisa menjual buku ini karena saya rasa isinya tidak terlalu jelas. Namun melihat Anda memiliki buku yang ini, saya tidak masalah memberikan buku ini secara gratis pada Anda," pilih Beauregard seketika yang membuat Elxyera kembali tidak menyangka.
"Eh, benarkah? Apa tidak apa-apa saya memilikinya?" tanya Elxyera kembali, mencoba meyakinkan kalau dia tidak salah dengar. Padahal tentu saja dia ingin membelinya bagaimana pun harganya. Tapi Beauregard adalah sosok yang pengertian dan begitu baik, langsung memberikan buku itu padanya.
"Tidak apa-apa, Tuan Putri. Tapi maafkan saya untuk buku yang satunya. Karena telah terjual pada seseorang, saya pun tidak tahu apakah di toko lain masih ada buku yang serupa atau tidak. Lagipula sesungguhnya isi buku yang satu itu terbilang cukup berat dan--!"
Suara lonceng dari pintu toko itu seketika terdengar, dan baik Elxyera dan Beauregard mendapati sosok seorang pria berjalan masuk ke dalam toko dengan tenang, berpakaian serba hitam. Namun yang paling menarik perhatian Elxyera adalah mata dan rambut sang pemuda, yang terlihat identik dengan warna Beauregard, walaupun penampilan sang pria kali ini terlihat cukup berbeda.
Rambut itu panjang, bahkan Elxyera merasa kalau itu sepanjang pinggang pria tinggi yang ramping itu, dan mata sapphirenya pada bagian kanannya, tertutupi oleh poni panjangnya. Raut wajah itu terlihat begitu tenang, ditambah dengan nuansa menegangkan dari pakaian serba hitam yang digunakan oleh sang pria.
"Oh, selamat datang, Tuan. Apa ada yang bisa saya bantu?"
Beauregard cukup terkejut melihat kedatangan pria tersebut, sehingga matanya sejenak melirik Elxyera dengan pandangan yang seolah mengartikan sesuatu, namun sayangnya sang gadis terlalu sibuk melihat penampilan pria yang rasanya bisa dia duga dari kaum Avortivus itu. Hingga matanya pun seketika tertuju pada buku yang ada dalam pegangan sang pria, terlihat tebal dan sampulnya cukup tua.
"Saya datang ingin memperbaiki buku ini. Karena beberapa hal, kertas di beberapa bagian halamannya terlepas. Apakah Anda bisa memperbaikinya? Saya akan membayar berapa pun itu agar bisa memperbaiki buku ini."
Awalnya pria itu hanya membungkuk sopan saat melihat Elxyera, namun dengan segera saja sang pria langsung berbicara pada Beauregard dan meletakkan buku tebal yang dia bawa itu ke atas meja kayu di depan Beauregard. Membuat Beauregard pun mengulurkan tangan untuk meraih buku tersebut. Begitu membukanya, dia bisa melihat beberapa lembaran yang berserakan keluar, sehingga bahkan Elxyera langsung bergerak untuk meraih beberapa lembar yang terjatuh di dekat sang gadis.
"Oh, maafkan saya. Seharusnya saya mengingatkan Anda tentang itu," pinta sang pria asing itu dengan sopan, merasa tidak enak bahkan ketika melihat gadis di sisinya ini segera membungkuk juga. Sehingga sang pria asing pun ikut membungkuk mengumpulkan beberapa lembar.
"Ah, tidak apa-apa, Tuan. Saya bisa memperbaikinya. Tapi saya harap Anda bisa menunggu beberapa saat terlebih dahulu," jelas Beauregard kembali seraya tertawa kecil dan menggeleng, mengumpulkan kembali beberapa lembaran yang berseraka itu. Sedangkan Elxyera yang telah mengumpulkan beberapa lembat yang terjatuh itu pun menggerakkan matanya untuk melihat isi lembaran itu sebelum dia memberikannya pada Beauregard.
Ah, sekarang dia mengerti mengapa tatapan aneh Beauregard tadi ditujukan padanya. Karena inisial B.R bisa dilihat sang gadis di tiap lembaran yang dia serahkan pada Beauregard. Buku itu jelas adalah salah satu buku yang dia cari, namun sayangnya datang dengan pembeli yang telah memiliki buku itu. Betapa itu menjadi sebuah kebetulan yang cukup menguntungkan baginya, walaupun di satu sisi dia tidak punya cara memiliki buku itu, kan.
"Saya tidak keberatan menunggu. Dan...terima kasih banyak, Nona. Maafkan saya yang merepotkan Anda untuk membantu mengumpulkan lembarannya juga," ungkap sang pria pada akhirnya, dan kembali berdiri tegak seraya memberikan lembaran lain pada Beauregard. Mata biru sisi kiri sang pemuda pun memandang ke arah Elxyera, namun sang gadis pun hanya tersenyum tipis dan menggeleng kecil.
"Tidak apa-apa, Tuan. Lagipula saya senang bisa membantu."
Oh, tunggu. Pria ini sepertinya tidak tahu siapa Elxyera. Apalagi mengingat panggilan itu. Mungkinkah kalau pria ini berasal dari kerajaan lain? Walaupun Elxyera memang tidak terkenal, setidaknya dia cukup lega karena tidak perlu mendapatkan sapaan sopan yang sesungguhnya berlebihan baginya.
"Kalau begitu, saya akan segera ke belakang. Dan Tuan Pu--Maksud saya Nona, mohon tunggu saya sebentar. Setelah ini saya akan menyiapkan pesanan Anda."
Beauregard pun berucap pada pria asing itu, namun dia pun berbicara pada Elxyera yang seketika meralat panggilannya ketika melihat sang gadis menggeleng kecil begitu pria asing itu tidak melihat ke arahnya. Ohh, untungnya Beauregard langsung menangkap sinyal yang dimaksudkan Elxyera dan segera tersenyum ramah dan berbalik untuk masuk kembali ke bagian belakang toko.
Helaan nafas lembut pun lolos dari mulut Elxyera, ketika dirinya pun sekarang ditinggalkan berdua dengan pria tinggi asing ini. Suasana yang timbul memang terasa canggung, karena pria ini sepertinya bukan tipe yang suka berbicara, dan Elxyera sendiri pun payah dalam membuka pembicaraan dengan orang lain.
Mau bagaimana pun juga, dia tidak melupakan kenyataan bahwa selama ini dia jarang memiliki teman di akademi sampai dia bertemu dengan Diziel dan Ivory.
"Kyung kyung!!"
Suara Snow seketika membuat Elxyera tersentak dari lamunannya. Namun ketika dia berbalik, sang gadis terkejut melihat Snow justru menjulurkan lehernya ke samping, tepat ke arah lengan kemeja dari sang pria di sisinya, dan segera menggigit dan menarik-narik pelan bagian lengan pakaian sang pemuda. Melihat itu, tentu saja Elxyera menjadi panik, apalagi melihat tatapan tenang dari sang pria justru tertuju pada Snow sekarang.
"Ahh, maafkan saja!! D-Dia masih kecil, jadi tidak tahu apa yang dilakukannya. H-Hei, Snow, jangan seperti itu. Ayo lepas."
Dengan malu, Elxyera berucap cepat dan mengulurkan satu tangannya yang kosong untuk menyentuh moncong Snow lembut, berharap sang rubah salju itu melepaskan tarikannya pada pakaian sang pria. Oh, untunglah di saat seperti ini pria ini tidak tahu siapa Elxyera.
"Ah, tidak apa-apa...Nona. Peliharaan Anda manis sekali. Saya sama sekali tidak keberatan, kok."
Oh, di satu sisi mengejutkan, suara sang pria terdengar begitu ramah dan bersahabat, bahkan memuji Snow yang sekarang melepaskan gigitan itu, namun justru bersuara lucu lagi seolah apa yang dilakukannya bukanlah sebuah kesalahan. Sekarang binatang manis itu tengah kembali meringkukkan tubuhnya dalam pelukan Elxyera, menggerakkan moncongnya menyundul lengan sang gadis agar mengusap kepalanya.
"Ah, terima kasih, Tuan..."
"Carol, itu nama saya. Dan jikalau Anda tidak keberatan, bolehkah saya tahu nama Anda?"
Netra Elxyera pun seketika mengerjap mendengar ucapan sang pria. Menyadari sang pria tengah memperkenalkan diri dan menanyakan namanya. Sesungguhnya, itu jelas mengejutkan sang gadis. Namun ucapan pria itu terdengar ramah padanya, sehingga tidak mungkin Elxyera mengabaikannya kan.
"Nama saya Elxyera, Tuan. Salam kenal," balas Elxyera pada akhirnya, membungkukkan badannya sopan pada sang pria dihadapannya yang segera di balas dengan bungkukan sopan juga.
"Anda ada disini untuk membeli sebuah buku?" tanya Carol kemudian, ketika matanya kembali memandang ke atas meja kayu untuk melihat beberapa tumpukan buku disana. Namun apa yang menarik perhatiannya adalah dua buah buku yang saling berdampingan. Hingga kembali gumaman lembut dia dengar dari mulut Elxyera.
"Ah, iya, Tuan. Anda juga...tadi datang untuk memperbaiki buku Anda?" Elxyera menjawab mengiyakan, namun dia pun balas bertanya karena penasaran dengan buku tadi. Yang kembali membuatnya teringat dengan inisial yang ada disana. Buku yang jelas-jelas dicari oleh sang gadis.
"Benar, Nona. Dan ya, sebenarnya buku itu sudah saya beli dari beberapa minggu sebelumnya. Buku itu memang tua, dan saya pikir akan baik-baik saja. Tapi beberapa lembarannya mungkin sudah tidak kuat sehingga harus diperbaiki." Carol menjelaskan kondisi buku yang dia beli itu. Bukan juga menyalahkan Beauregard yang menjual padanya. Namun dia memaklumi kondisi buku yang tua itu.
"Lagipula...saya yakin buku itu adalah buku tua," jelas Carol seraya melirik Elxyera lagi, yang sepertinya tertarik dengan pembicaraan itu. Karena sekarang dia bisa melihat sang gadis yang tengah mengusap kepala rubah saljunya itu, sekarang memandangnya dan mendengar ucapannya.
"Karena buku itu adalah buku sejarah masa lalu yang ditulis oleh penulis legendaris B.R."
Oh, itulah kata kuncinya. Ingin sekali Elxyera melihat isi buku itu, tapi Beauregard sedang memperbaikinya, dan tidak mungkin kan dia mengambil buku milik orang lain. Di satu sisi, sang gadis pun sebenarnya tidak tahu bagaimana caranya membicarakan itu, karena dirinya bingung. Walaupun dia jelas membutuhkan informasi.
"Buku sejarah masa lalu, Tuan?"
"Sejarah tentang perang langit di masa lalu. Anda tahu? Masa-masa dimana Dei Blanche menangani perang kaum di masa lampau, dan kekacauan yang terjadi terus menerus dulunya," jelas Carol pada akhirnya. Merasa tidak keberatan menceritakan itu. Sedangkan di satu sisi, Elxyera terlihat terkejut. Ahh, ternyata pemikirannya benar. Buku itu pastinya dia butuhkan juga.
Tentang Dei Blanche dan peperangan masa lalu.
Tapi bagaimana cara dia memilikinya? Mungkin, untuk saat ini mencari-cari data tenang isi buku itu adalah hal yang bagus?"
"Wah, itu terdengar sangat menarik, Tuan. Bagian apa yang menurut Anda paling menarik dari dalam buku sejarah itu, Tuan?" tanya Elxyera kemudian, mencoba mencairkan suasana sekaligus mencari informasi yang sebenarnya telah menjadi tujuannya itu. Matanya pun memandang Carol dalam keheningan setelahnya, sedangkan sang pria di sampingnya itu tidak buru-buru berbicara.
Awalnya dia berpiki Carol mungkin tidak akan langsung berbicara, namun sang pria ternyata tengah memikirkan sesuatu, yang mungkin menjadi isi dari buku itu.
"Tentang beberapa bahasa yang dijelaskan di dalam buku tersebut, walaupun tidak semuanya. Lalu tentang penjelasan para kaum masa lalu," jelas Carol dengan pelan. Menjabarkan apa yang menurutnya menarik bagi sang pria. Namun ternyata dia tidak berhenti sampai disitu ketika mulutnya pun membuka mengucapkan sebuah kalimat yang langsung menarik perhatian Elxyera lagi.
"....dan Leticia. Sejarah tentang Leticia."
Netra Elxyera seketika mengerjap mendengar nama asing itu. Oh, tunggu. Pengucapan Carol rasanya berbeda dengan tadi.
Apakah itu sebuah nama, sebuah peristiwa, atau sebuah nama kaum dari bagian sejarah masa lalu itu? Elxyera bahkan tidak tahu mana yang benar, apalagi karena dia memang tidak pernah melihat isi buku itu.
"Leticia?"
Kali ini perhatian Carol yang tertuju pada Elxyera lagi, memandang balik sesaat dan melihat Snow yang sedari tadi memandanginya juga.
"Oh, saya yakin memang tidak banyak yang membicarakan hal itu, mengingat banyak sejarah masa lalu yang bertumpuk-tumpuk hingga sulit menemukan kebenaran absolut dari sejarah itu. Terutama dari buku yang sepertinya langka itu...sama seperti buku Anda ini," ujar Carol dengan lembut kemudian.
Namun matanya menatap buku Elxyera di atas meja kayu itu seolah menerawangnya, mencari kebenaran yang ada di buku yang tiba-tiba diungkitnya itu. Tangannya pun terulur untuk memegang buku itu, membuka halamannya dan melihat isinya. Netra itu seolah menyembunyikan sesuatu yang diketahui oleh sang pria, sebelum akhirnya mulutnya kembali berucap dengan lirih.
"Hanya saja saya meyakini bahwa Leticia adalah sosok yang berharga. Dalam sejarah mengatakan, bahwa wanita itu dulunya...adalah tunangan dari Dewa kita, Dei Blanche."
Oh, itu informasi baru bagi Elxyera.
Netra Elxyera mengerjap mendengar itu. Entah mengapa itu menjadi sebuah berita yag mengejutkan baginya, karena Ivarios tidak pernah menceritakan hal itu padanya. Nama itu sama sekali tidak tertulis di buku milik Elxyera juga. Mungkinkah karena buku itu hanya menyangkut tentang kaum Blanchius dan bahasanya?
Ah, lagipula kehidupan sang dewa pasti memiliki banyak rahasia, kan. Elxyera pun sendiri tidak terlalu ingin mencampuri urusan Ivarios, walaupun dia mengikat perjanjian dengan sang dewa.
Apa Leticia itu manusia? Bagaimana bisa bertunangan dengan Ivarios yang adalah seorang Dewa?
"Tunangan Dewa? Saya baru tahu tentang itu, Tuan Carol," sahut Elxyera yang sepenuhnya memusatkan perhatiannya pada sosok Carol di sisinya.
Dia mengeratkan pelukannya pada Snow yang terlihat masih duduk diam di dalam tangkupan tangan sang gadis. Mata indah sang rubah bahkan tidak teralihkan dari sosok pria berambut biru gelap di hadapannya ketika melihat Carol menceritakan sejarah itu pada majikannya.
"Tapi.. apa...mereka tidak menikah?"
Sekali lagi Elxyera pun bertanya, ingin memastikan sesuatu. Rasanya dia jadi penasaran dengan buku yang dipegang oleh Carol. Ingin dirinya meminjam, namun buku itu sudah dibeli sang pria, kan. Rasanya akan sangat tidak sopan kalau Elxyera menyerobot agar bisa memiliki buku itu. Karenanya, setidaknya dia bisa bertanya beberapa informasi yang membuatnya penasaran tentang tunangan Ivarios itu.
Di satu sisi, Carol terlihat diam sejenak, membalik beberapa halaman buku itu dan kembali memusatkan perhatian pada Elxyera. Wajah tenang sang pria yang terlihat lembut itu pun menampilkan ekspresi berpikir. Entah seolah menimbang-nimbang apakah dirinya perlu menjawab pertanyaan itu atau tidak, atau mungkin karena sang pria memang tidak tahu.
"Tidak."
Suara buku yang berdebam menutup itu disertai jawaban dari Carol seketika menyentakkan Elxyera, dan jawaban atas pertanyaannya pun didengar ketika mata sapphire itu balik menatapnya dengan pandangan yang tidak diartikan.
"Karena Leticia meninggal dalam perang langit jutaan tahun yang lalu, disebabkan oleh Firman Dei Blanche sendiri."
--⚜️--
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top