59. Ivarios
--🔸--
Pagi ini kelas tingkat akhir pun terlihat begitu ramai, namun barisan tempat duduk Elxyera rasanya baru diisi oleh seorang pria berambut putih perak yang sudah sejak pagi terlihat disana. Ivarios terlihat duduk dengan manis di tempatnya pada bagian paling ujung kursi, memandang keluar jendela memperhatikan langit biru.
Tentunya seperti biasa, dia menunggu kedatangan teman-temannya yang lain. Walaupun tadinya dia berencana pergi bersama Diziel, pria itu ternyata punya urusan lain yang membuatnya akan sedikit terlambat. Dan dengan terpaksa dia pun hanya datang sendiri.
"Oh, kau sendirian."
Sebuah suara yang begitu familiar bagi Ivarios pun membuat sang pria spontan berbalik. Dan benar dugaannya, dia melihat kehadiran Elxyera bersama dengan Ivory di sisi sang wanita berambut pirang. Melihat senyuman manis yang menghiasi wajah Elxyera, sesaat membuat Ivarios terdiam, sebelum akhirnya dia mengangguk kecil dan berdehem.
"Oh, ya. Diziel bilang ada hal yang perlu dia urus, jadi agak terlambat," ujar Ivarios tanpa ditanya. Walaupun dia sadar ketika Elxyera melihat sekeliling, wanita itu pasti mencari keberadaan Diziel di dalam kelas. Namun mendengar jawaban itu dari Ivarios, terlihat sang wanita pun mengangguk mengerti.
"Oh, apa beliau membutuhkan bantuan, Tuan Ivarios?" tanya Ivory kemudian, bertanya-tanya apakah tuannya itu membutuhkan bantuan atau tidak. Karena jikalau diperlukan, dia mungkin perlu menyusul Diziel ke asrama sang pria. Mengingat dirinya adalah asisten yang bertanggung jawab terhadap sosok Diziel, namun tawa Ivarios pun terdengar disusul dengan gelengan sang pria.
"Tidak perlu, hahaha. Dia bahkan bilang untuk mengajarimu agar tidak perlu menyusulnya disana. Dia baik-baik saja," ungkap Ivarios lagi, melanjutkan pesan dari Diziel yang kali ini ditunjukkan pada Ivory, yang sudah diduganya akan langsung sigap seperti itu.
Yang jelas pada akhirnya kali ini membuat kedua gadis itu pun mengangguk dan segera memilih untuk duduk di tempat mereka masing-masing juga. Sekarang, Elxyera pun memilih untuk diam seraya duduk menunggu waktu pembelajaran di mulai. Ketika matanya tertuju pada kursi Avyce, dia bisa melihat wanita itu tengah berbicara dengan teman-temannya yang lain.
Keputusan untuk berteman dengan Avyce bukan hal yang buruk, kan? Walaupun mungkin saja memang dia harus menjauhinya untuk menghindari kematiannya sendiri. Elxyera tidak mau menanggung karmanya kembali, kan. Dan hal itu bisa saja membuatnya jatuh dalam lingkaran yang sama lagi.
"Apa Tuan Putri dan Tuan Ivarios sudah dengar, bulan depan kuil kembali merayakan persembahan pada Dewa besar-besaran. Kudengar ada firman baru yang telah turun. Hingga kuil utama pun bermaksud mengumumkannya di muka umum tiga minggu lagi, sebelum ritual persembahan suci dilaksanakan."
Suara Ivory seketika membuat Elxyera menoleh ke arah sebaliknya, memandang Ivory yang duduk di sisinya. Secara mengejutkan juga, dia melihat Ivarios tertarik dalam pembicaraan itu. Walaupun apa yang mengejutkan Elxyera adalah jadwal pengumumannya.
'Tiga minggu lagi. Bukankah itu terlalu lama?' batin Elxyera merasa bingung. Mengingat kabar lain yang dia dengar tentang firman baru adalah bahwa firman itu sudah keluar dari berminggu-minggu sebelumnya. Hal itu bahkan sudah diberitahukan pada kekaisaran Fargaven walaupun memang masih tergolong rahasia, dimana Arsen sendiri yang turun tangan mengambil tindakan, kan. Kenapa butuh waktu selama itu untuk mengumumkannya di muka umum?
Bicara tentang itu, apakah Ayahnya sendiri, sosok yang paling terdekat dengan kaisar, tahu kalau putra mahkota sendiri ditakdirkan menjadi pasangan sang gadis suci?
"Benarkah? Aku tidak menyangka akan hal itu. Firman apa yang kau maksudkan, Ivory?"
Suara Ivarios yang bertanya membuat Elxyera mengerjap beberapa kali, tersadar dari lamunannya itu dan memfokuskan pendengarannya. Tidak mungkin kan Ivarios tidak tahu akan hal itu. Sang pria sendiri yang menurunkan firman itu beberapa minggu lalu, dan sekarang justru bertanya.
Apakah ini terjadi karena waktu sesungguhnya kemunculan Firman itu telah berubah? Oh, dia jadi ingat dengan surat dari Arsen tadi pagi. Dia bahkan tidak perlu repot-repot membukanya, karena entah merasa bahwa isinya pasti sama dengan sebelumnya.
Meskipun di kehidupan sebelumnya, Arsen masih memanggilnya ke istana untuk menyampaikan permintaan pembatalan pertunangan yang bahkan sama sekali tidak bisa ditentang Elxyera. Sekarang kemungkinan besar surat yang dikirimkan tadi pagi itu adalah surat dengan isi pengucapan yang sama.
Dan terburuknya, surat itu bahkan tidak diantar langsung oleh Arsen ataupun pengawal istana, justru diberikan pada calon tunangan Arsen sendiri, sang gadis suci. Kalau dirinya dikatakan jahat karena tidak membaca isi surat itu dan justru membakarnya, dia merasa Arsen lebih tidak menghargainya karena mengirimkan surat itu padanya menggunakan bantuan dari Avyce. Meskipun dia tidak mempermasalahkan itu sekarang.
Lagipula sesuai ketetapan hatinya yang berusaha dia kuatkan, Elxyera berharap bisa menghindarkan dirinya dari segala tingkah Arsen lagi, dan juga berharap tidak kembali larut dalam godaan manis sang pria. Karena sebagaimana Arsen bertingkah manis padanya, kenyataan akan tetap sama. Pria itu akan terikat janji suci dengan Avyce, dan mungkin saja kalau Elxyera tetap berada di sekitaran mereka dan berniat ikut campur, dia akan kembali menghadapi karma dan kematiannya.
"Aku pun juga kurang mengetahuinya, Tuan Ivarios. Tapi kudengar firman itu berhubungan dengan kerajaan Fargaven. Apa Tuan Putri tahu sesuatu?"
Kali ini Ivarios benar-benar memainkan perannya sebagai sosok manusia yang polos, seolah tidak tahu firman apa yang dimaksudkan padahal biang keladinya tidak lain dan tidak bukan adalah pria itu sendiri. Namun Elxyera pada akhirnya pun hanya menggelengkan kepalanya seraya tersenyum tipis.
"Aku juga tidak mendengar kabar apapun dari istana ataupun orang tuaku. Lagipula mungkin itu adalah hal yang sangat rahasia? Meskipun aku Putri mahkota, kurasa ada hal yang seharusnya tidak langsung kuketahui juga," ujar Elxyera terkekeh kecil, berharap ucapannya tidak mengundang kecurigaan Ivory. Namun seperti dugaannya, sang wanita berambut biru ini memang percaya padanya. Sehingga rasanya Elxyera jadi sedikit bersalah.
Pada akhirnya, rumor itu berhenti disana setelah Ivory mengangguk. Dan Ivarios sendiri tidak bertanya lebih banyak lagi karena seolah sudah tahu maksudnya. Sebuah firman yang tidak bisa dicampuri tangan manusia biasa, karena ikatan yang begitu kuat. Sekali lagi firman itu terngiang-ngiang dalam benak Elxyera, berpikir bahwa isinya pun pasti akan sama.
"Selamat pagi!"
Suara sapaan ceria dari arah pintu pun membuat Elxyera dan ketiga temannya itu pun menoleh. Dan sosok dari Diziel terlihat di pintu, berjalan masuk seraya melambaikan tangannya singkat. Seperti biasa, pria itu terlihat tersenyum ceria, dan segera berjalan menyusuri meja mereka, dan berhenti di sisi Ivarios yang memilih bergeser masuk, sehingga Diziel pun duduk di sisi paling luar meja panjang itu.
"Selamat pagi, Diziel. Kupikir kau benar-benar akan datang terlambat tadi karena informasi dari Ivarios, namun sepertinya tidak ya."
Ucapan Elxyera pun terdengar, dan balasan kekehan dari Diziel diberikan. Pria itu sesaat menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sebelum mengangguk kecil. Mengingat urusan apa yang nyaris membuat dirinya datang terlambat, namun di satu sisi dia tidak sampai selama itu.
"Hmm, tadi Madam Halafena memanggilku. Beliau menanyakan beberapa hal tentang Frontina," jawab Diziel pada akhirnya, merasa bahwa ketika melihat tatapan ketiga temannya ini tertuju padanya, dia seolah tahu apa yang akan diungkapkan mereka setelahnya.
Namun sosok yang cukup terkejut awalnya adalah Ivory, karena sama sekali tidak menyangkakan hal itu. Ada apa sampai wali kelas mereka menanyakannya? Apakah ini berhubungan dengan Tuannya itu?
"Untuk apa?" tanya Ivarios kemudian, kali ini memposisikan duduknya menghadap Diziel, sedangkan Elxyera yang tadinya mau berbicara pun memilih menutup mulut karena pertanyaannya sudah dilontarkan. Matanya menatap Diziel penasaran, ingin tahu alasan apa yang membuat wali kelas mereka itu memanggil Diziel.
"Anda tidak membuat masalah di balik pengawasa--!"
"Tentu saja tidak, Ivory. Kau pikir apa aku ini, anak kecil usia 4 tahun?" protes Diziel seketika, menatap asistennya itu dengan pandangan tajam yang lucu, namun justru mengundang tawa dari Ivarios dan Exlyera. Tentu saja karena Diziel mungkin salah satu murid yang sering ditegur oleh Halafena, kan. Namun ekspresi Ivory pun merasa lega, karena masalah utamanya bukan itu.
"Beliau memanggilku karena ingin menanyakan wilayah reruntuhan atau dungeon yang bisa digunakan di Frontina untuk ujian kita nanti," ungkap Diziel kembali melanjutkan ceritanya. Mengingat jelas alasan apa yang membuat Halafena memanggilnya. Dimana dia sempat berpikir mungkinkah dia akan mendapatkan hukuman dari gurunya itu, namun ternyata bukan itu tujuannya.
Jelas penjelasan itu membuat ketiga temannya pun tertarik. Ah, mengingat mereka sudah memasuki tingkat akhir, apa yang akan sering mereka hadapi tentu adalah tugas dan ujian, kan. Bahkan di awal semester seperti ini pun, ujian tidak akan berhenti. Rasanya mungkin akan merepotkan namun juga mengagumkan. Terutama bagi Elxyera yang terlihat begitu bersemangat dengan mata berbinar manis.
"Ujian di Frontina? Aku belum pernah ke sana," ujar Elxyera, merasa ingin sekali melihat kerajaan itu satu kali saja. Dan mungkin ini adalah kesempatan beruntungnya untuk melihat tempat itu dengan matanya sendiri, kan. Di sisinya, Ivory bahkan terkekeh manis mendengarkan ucapan sang Tuan Putri, tahu betul kalau Elxyera memang belum pernah pergi ke sana, seperti yang pernah diucapkan Elxyera padanya dulu.
"Ah, kalau begitu akan menjadi tujuan bagus juga untuk mengenalkan Tuan Putri pada kerajaan kita kan, Tuan Diziel. Bahkan Tuan Ivarios juga pasti akan menyukainya," ujar Ivarios yang juga terlihat tertarik dengan pilihan itu. Merasa kalau mereka akan pergi ke sana, tentu Ivory dan Diziel tidak akan keberatan menjadi tour guide bagi mereka.
"Oh, itu ide yang bagus! Kudengar banyak sekali hal menarik selain salju yang jarang sekali berhenti disana. Aku juga penasaran dengan makanan yang ada disana," ungkap Ivarios, mengangguk setuju dengan rencana yang telah disusun oleh Ivory. Itu pasti akan menyenangkan. Walaupun dia sudah sering melihat kerajaan itu karena statusnya sebagai dewa, berkeliling disana pun rasanya jarang. Apalagi karena perubahan zaman, dia jadi ingin melihat lagi bagaimana Frontina di zaman ini dari dekat, bukan dari kejauhan seperti biasanya.
Elxyera yang mendengarnya pun tersenyum tipis, menganggukkan kepalanya setuju. Setidaknya kesibukan mereka dengan ujian nanti mungkin bisa mengalihkan pikiran Elxyera dari takdir yang akan dihadapinya ke depannya. Berpisah dengan Arsen mungkin tidak akan seberat dulu, dan dia tidak akan menjadi jahat atau gila cinta seperti dulu karena tahu Avyce adalah wanita yang baik dan mungkin memang pantas untuk sosok Arsen yang juga hebat.
Dia tidak akan lagi ikut campur dengan urusan pertunangan Arsen dan Avyce. Dan walaupun tidak bisa sepenuhnya memutuskan hubungan dengan sang putra mahkota, Elxyera hanya berharap jikalau nantinya dia naik status menggantikan Ayahnya untuk bekerja mendampingi kaisar yang mungkin akan jatuh ke tangan Arsen, dia akan membangun hubungan yang baik dengan Arsen dan Avyce.
Menghindari bukan artinya lari dari kenyataan, kan. Dia hanya mencoba menghindari kematiannya, dan membangun hubungan yang lebih baik, serta menjaga orang-orang yang dulunya telah dia buang karena keegoisan cintanya pada Arsen.
"Kalau begitu serahkan saja pada kami. Aku yakin kalian akan suka disana. Kalian tentu akan diterima di mansionku juga," ujar Diziel penuh percaya diri, tertawa kecil dan merasa suka dengan pembicaraan ini. Meskipun seketika, dia teringat satu hal lagi, yang membuatnya pun hening beberapa saat dan kembali fokus memandang ketiga temannya itu.
"Ngomong-ngomong aku baru ingat, kalau ujian yang mirip tidak hanya akan dilakukan di satu tempat. Kudengar ada dua tempat lain juga yang dipilih, meskipun tentu kita semua akan ujian di tiga tempat itu. Kalau tidak salah ada di kerajaan Sakuragami, sisi Benua Utara dan satunya lagi di pulau Zhierzet yang berada dalam perlindungan kuil utama Dei Blanche di pulau Vinea."
Ucapan itu seketika membuat Elxyera dan Ivarios membeku. Dia tentu tahu lima pulau yang berada dekat dari pulau utama kuil dei Blanche, pulau Vinea. Lima pulau lainnya mengelilingi pulau utama itu, dan salah satunya adalah Pulau Zhierzet. Konon ada kabar bahwa di tiap pulau itu, harta Dei Blanche sendiri tersembunyi disana. Namun karena pulau itu berada dalam perlindungan kuil utama, dan letaknya berada di tengah-tengah persilangan empat benua di dunia Blanche ini.
"Apa kuil utama langsung mengizinkan?" tanya Ivory kemudian, cukup terkejut juga dengan kenyataan itu. Mengingat kalau pulau itu tentu menyimpan kekayaan yang berharga milik dewa, kan. Apa tidak masalah mereka menginjakkan kaki di tempat yang tergolong suci itu?
"Ya, kudengar kuil utama telah mengizinkan. Meskipun aku juga tidak terlalu tahu maksudnya. Madam Halafena tidak mengatakan lebih jauh," ujar Diziel kembali. Mengingat bahwa Halafena hanya menyebutkan tempat itu, dan mengatakan bahwa semuanya telah mendapatkan izin kecuali area dari Frontina saja.
Sekarang Elxyera yang jadi bingung mendengarnya. Karena tidak menyangka kalau itu akan menjadi tempat ujian mereka. Dia jelas sekali yakin kalau ujian itu bukanlah ujian biasa, kan. Dan pastinya dia harus berjuang keras juga disana.
"Wah, itu terdengar sangat mengagumkan. Aku rasanya jadi tidak sabar di tiga tempat itu dan ingin melihatnya sendiri dengan mataku sendiri, haha!" tawa Ivarios kemudian, kembali bersikap biasa seolah ucapan Diziel tidak mempengaruhinya. Lagipula, tiap manusia bebas melakukan apa saja, kan. Dia tidak punya hak untuk melarang, walaupun dirinya dewa.
Apalagi karena kuil utama pun memberikan izin. Rasanya Ivarios menganggap bahwa semua ini terdengar begitu menarik, sehingga rasanya tidak sabar untuk menginjakkan kakinya kembali di pulau itu. Meskipun rasanya dia harus berhati-hati, karena tempat itu dekat dengan kuil utama.
Kemunculan Halafena di dalam kelas pun membuat perhatian semua murid pun tertuju ke depan kelas. Dan dengan itu juga, pembicaraan antara Elxyera dan tiga temannya itu pun berhenti agar mereka fokus pada pembelajaran mereka sekarang.
--▫️--
Ivarios terlihat berjalan dalam diam di koridor lantai satu bangunan Akademi Philosthilea itu. Waktu telah memasuki siang hari, dan sekarang jam makan siang pun telah berlangsung. Tadinya dia berpikir untuk pergi makan bersama Elxyera, Diziel dan Ivory. Namun seperti biasa, dia perlu ke toilet terlebih dahulu. Walaupun sekarang rasanya itu hanya sebuah alasan baginya.
Karena pria itu pun terlihat tengah berpikir, berjalan memasuki area koridor yang semakin lama semakin terlihat sepi, hingga akhirnya dia tiba di jalan buntu koridor tersebut, mengedarkan pandangan dan hanya menemukan kursi batu panjang untuk duduk yang mungkin bisa digunakan murid duduk di akhiran koridor itu.
Helaan nafas panjang pun lolos dari mulut sang pria berambut perak itu, dan sebelah tangannya bergerak menyisir rambutnya. Dia jadi teringat dengan penjelasan Diziel tadinya. Tentang tempat ujian mereka di kelas tingkat akhir ini, dan hal-hal lainnya dalam pembelajaran. Namun ada satu yang mengganggu pikirannya dari semua pilihan tempat itu.
"Kau bisa keluar sekarang, Vortivius," ujar Ivarios tiba-tiba, masih memandang dinding di depannya bahkan tanpa berbalik. Tidak lama kemudian, beberapa langkah di belakang Ivarios, sebuah kabut berwana biru gelap berkumpul menjadi satu, dan sosok seorang pria tinggi berambut biru gelap dengan mata yang senada pun berdiri seraya memberi hormat bagi Ivarios.
Rambut pria itu panjang, kira-kira sepinggang. Netranya yang biru gelap sedikit tertutup ada bagian kanannya, karena poninya yang panjang pun ikut tergerai. Pakaiannya serba hitam, dan sebuah jubah panjang menghias bahunya. Namun wajah datar yang keras itu menunjukkan eskpresi penuh hormatnya ketika dia membungkuk bagi sang dewa di hadapannya.
"Anda memanggil saya, Tuan?" tanya sang pria dengan sopan, masih membungkukkan badannya memberi hormat bagi Ivarios. Hingga begitu sang dewa pun berbalik, dia tersenyum pada Vortivius. Mengibaskan tangannya ke samping sebagai isyarat bagi sang pria itu untuk kembali berdiri tegap.
"Ya, aku memerlukan bantuanmu," pinta Ivarios tanpa basa-basi, namun ekspresi wajahnya terlihat lembut, tidak senada dengan suaranya yang terkesan sedikit tidak sabaran. Dia memang tidak bisa menahannya karena tidak bisa bertindak lebih leluasa, atau...
"Apapun keinginan Anda akan saya kabulkan, Dei Blanche." Sang pria berambut biru itu pun kembali berucap dengan sopan, tanpa celah dan siap mengabulkan apapun keinginan dari pria dihadapannya ini. Dia pun memandang Ivarios dalam diam setelahnya, menunggu dengan sopan perintah dari sang Dewa. Tapi Ivarios pun tidak langsung berbicara setelahnya.
Dia terlihat terdiam di tempat, memikirkan satu hal. Kembali menghubungkannya dengan alasan salah satu pulau suci terpilih sebagai tempat ujian, dan juga mengapa kuil utama mengizinkannya.
"Aku ingin kau menyelidiki sesuatu. Mencari tahu alasan mengapa kuil utama memberikan izin bagi Akademi ini untuk menggunakan salah satu pulau suci sebagai tempat ujian," ujar Ivarios pada akhirnya. Memberitahukan apa yang ingin dia minta dari Vortivius. Namun ternyata mendengar itu juga membuat Ivarios tersadar dengan ekspesi terkejut Vortivius. Sepertinya sang pria pun tidak tahu akan hal ini.
"Optivus memberi izin? Tapi bukankah tempat itu sudah selama ini dilindungi kuil utama? Kenapa baru sekarang melakukannya? Lagipula Anda sama sekali tidak bisa kesana. Semakin dekat Anda dengan kuil utama, penyamaran Anda disini akan semakin kelihatan."
Kali ini Vortivius angkat bicara, tidak habis pikir dengan perizinan yang diberikan itu. Apa benar Optivus, sang pemimpin utama di kuil utama pulau Vinea memberikan izin bagi salah satu sekolah sihir, walaupun seterkenal Philosthilea ini, menggunakan sebuah pulau suci untuk ujian?
"Bukan hanya itu. Aku juga mendengar kabar kalau Firman suci pertama yang kuturunkan dalam tahun ini akan dipublikasikan dalam tiga minggu lagi," ujar Ivarios lagi yang kembali menimbulkan keterkejutan yang terpancar di wajah Vortivius. Pria berambut biru gelap itu bahkan tidak tahu lagi bagaimana caranya mengekspresikan perasaannya, karena dia memang merasa bahwa itu telah berubah.
"Saya memang sudah mendengar tentang rumor itu, Tuan. Tapi Anda sudah mengeluarkannya cukup lama. Kenapa baru sekarang, walaupun memang waktu telah berubah dari yang sebelumnya, tetap saja ini tidak masuk akal." Vortivius pun mengungkapkan pemikirannya. Merasa bahwa dia tidak bisa mengerti dengan hal itu meskipun sudah mendengar rumornya yang beredar di masyarakat umum. Rasanya sudah cukup lama sejak firman pertama itu keluar, namun kenapa penyampaiannya pada masyarakat umum pun berbeda?
Apakah ini karena perubahan waktu dan Firman yang muncul terlalu cepat? Vortivius pun memikirkan tentang isinya, karena dia memang telah mengetahuinya. Hanya saja, berpikir waktu itu terlalu lama hingga dia tidak tahu apa alasan kuil utama memikirkan seperti itu.
"Mendengar pendapatmu, sepertinya kau pun tidak terlalu tahu tentang hal itu," ujar Ivarios, memandang Vortivius yang juga sepertinya bingung dengan alasan utama semua itu dilaksanakan dengan lama.
Apakah ini adalah pilihan dan keputusan dari Optivus sendiri? Namun bagaimana bisa Ivory yang adalah rakyat biasa sampai mengetahuinya sebagai rumor? Bukankah itu artinya sudah tersebar luas juga di masyarakat?
Itu pun membuat Vortivius mengangguk setuju, masih berdiri sambil memandang Ivarios yang kembali larut dalam pikirannya sendiri. Karena di hadapannya sekarang, Ivarios kembali terlihat diam. Pria itu tengah berpikir, mengusap dagunya dengan jarinya dan berpikir apa yang bisa menjadi alasan itu. Walaupun di satu sisi dia tidak bisa menemukan kemungkinannya, dan juga tidak bisa mendekat.
'Dan juga tidak ada tanda-tanda tentang Firman kedua yang baru itu. Apa Hevander sudah menyampaikan pada Haven? Hal ini mungkin bisa berhubungan dengan hal itu. Apa yang sebenarnya Haven pikirkan?'
Batin Ivarios rasanya berkecamuk dengan permasalahkan yang timbul ini. Mengingat dengan jelas bahwa Firman kedua yang baru itu dia berikan pada seorang Dewa yang tidak terikat dengan dunia ini, agar dewa bawahannya yang lain pun tidak sadar dengan firman itu dan bisa menyampaikannya secara langsung pada sang Optivus.
Ivarios masih larut dalam pikirannya sebelum pada akhirnya dia pun teringat satu hal, dan memikirkan satu hal yang bisa menjadi pemicu semua itu.
"Ah, seperti itu rupanya," gumamnya lirih, membuat perhatian Vortivius yang tengah berpikir pun teralihkan pada Ivarios lagi. Sepertinya ada sesuatu yang dipikirkan oleh Sang Dewa tersebut, karena dia melihat Ivarios tersenyum tipis dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. Sepertinya memang Ivarios telah menemukan sesuatu yang bisa menjadi jawabannya.
"Ada apa, Tuan?" tanya Vortivius, yang kembali mengundang perhatian Ivarios padanya. Namun pria itu hanya tersenyum dan menggeleng kecil, mengangkat tangannya seolah tidak ada masalah dengan sesuatu yang dipikirkannya. Itu masih tebakan, tentu saja. Namun tidak ada salahnya berpikir ke sana, kan.
"Seperti permintaanku tadi, aku meminta bantuanmu untuk menyelidiki alasannya, Vortivius. Baik untuk perizinan penggunaan pulau itu dan juga pemberitaan Firmannya yang akan dilaksanakan tiga Minggu lagi. Aku tidak bisa mendekat ke kuil utama karena itu bisa membuat identitasku ketahuan oleh Optivus, bahkan dewa lainnya....selain dirimu," ujarnya memberikan kesimpulan, kembali pada akhirnya meminta tolong pada Vortivius yang sedikit membungkuk memberi hormat lagi, mengerti dengan permintaan dari sang dewa di depannya.
Ivarios tidak bisa mengambil risiko mendekat ke sana, karena dia pasti akan langsung ketahuan. Tapi kalau Vortivius yang melakukannya, tidak ada yang curiga, kan. Bahkan sampai saat ini pun tidak ada yang mencurigainya, walaupun dia sadar bahwa dia memang telah melakukan tindakan ceroboh sebelumnya. Membuatnya menghela nafas panjang memikirkan satu hal itu. "Dan pastikan dewa lain selain dirimu tidak curiga dengan apa yang kau lakukan. Terutama Ranchy dan Amity."
"Baik, Tuan." Tanpa banyak bertanya lagi, Vortivius merespon lagi dengan serius. Kali ini akan menjalankan tugasnya dengan baik untuk Sang Dewa di hadapannya ini. Namun seketika, dia merasakan sentuhan di bahu kanannya, membuatnya kembali mendongak dan mendapati Ivarios berjalan mendekatinya, menepuk bahunya sambil tersenyum tipis dengan makna yang sama sekali tidak bisa dijelaskan.
"Oh, dan satu lagi. Aku ingin kau mengecek kondisi Arsen dier Fargaven dan mengawasinya secara diam-diam hingga waktu Firman Suci itu dipublikasikan di depan umum."
-- ⚜️ --
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top