57. Kebenaran Pertama

--🔸--

Netra Arsen membelalak mendengarkan ucapan sang pria di hadapannya. Meskipun di satu sisi Sang Optivus dan sosok pria yang berbicara itu sendiri tidak terlihat terkejut. Nama itu jelas tidak asing. Memangnya siapa yang tidak tahu siapa sosok dari pemilik nama dewa itu?

"A-Anda....Dei Izas? S-Sang Dewa Es?"

Kali ini seolah mewakili pertanyaan Arsen, Mervis yang berdiri di samping tempat tidur dimana Arsen berada pun seketika bertanya. Sama halnya dengan sang putra mahkota, pria berambut cokelat itu terlihat terkejut. Tidak menyangka dengan informasi yang didapatkannya begitu saja.

Apa pria ini berbohong? Tapi siapapun juga tahu bahwa karma besar akan melimpahi jikalau ada manusia yang berani berbohong tentang sang dewa, apalagi mengaku-ngaku bahwa dirinya adalah salah satu yang telah menyertai dunia Blanche ini sejak lama. Kali ini perhatian Mervis pun tertuju pada Sang Optivus, namun Haven tidak mengatakan apa-apa, bahkan tidak mengoreksi ucapan yang dilontarkan oleh Ranchy pada mereka.

Seolah itu benar adalah kenyataan.

"Mana mungkin--!"

"Apa kalian mempertanyakan dewa kalian?"

Suara Ranchy terdengar memotong ucapan Mervis ketika pria itu merasa tidak bisa mempercayai ini. Namun bukan bermaksud menghakimi, Ranchy sendiri tahu hanya orang bodoh atau orang yang penuh keyakinan penuh yang mempercayai ucapannya yang tiba-tiba ini.

Ahh, bukan maksudnya mengatakan bahwa Mervis dan Arsen tidak punya keyakinan pada dewa mereka sendiri.

"Saya tahu kalau Anda sekalian merasa bingung dengan pertanyaan saya. Maksud saya, orang waras mana yang bisa mempercayai ucapan tiba-tiba itu kecuali ya, Anda adalah Sang Optivus."

Ranchy melirik Arsen dan Mervis yang terdiam dengan senyuman, lalu berbalik memandang Haven yang terlihat mendengus karena ucapan itu. Meskipun pada akhirnya sang pria yang memiliki kedudukan tinggi di kuil ini pun tidak mengatakan apa-apa untuk mengoreksi ucapan Ranchy.

"Jangan seperti itu, Ranchy. Bayangkan akibat yang timbul setelah kau mengucapkan itu semua."

Untuk pertama kalinya sejak kedua sosok misterius itu memasuki ruangan ini, suara sang perempuan yang ada di ruangan itu pun terdengar. Wanita Dengan mata yang mirip Elxyera itu memandang Arsen dalam diam, sebelum akhirnya dia mendekat dan berdiri di sisi Ranchy, membungkuk sopan meskipun wajahnya menampilkan ekspresi datar yang sama sekali tidak bisa terbaca.

"Salam bagi kekaisaran kerajaan Fargaven, Yang Mulia Putra Mahkota. Perkenalkan, nama saya Amity. Manusia mengenal saya dengan nama Silve."

Amity memperkenalkan dirinya dengan sopan pada Arsen. Merasa ini perlu dilakukannya juga mengingat bahwa Ranchy sendiri telah memperkenalkan dirinya pada kedua sosok dari kekaisaran Fargaven itu. Yang jelas lagi-lagi membuat Arsen dan Mervis terkejut bukan main. Dei Izas dan Dea Silve.

"T-Tapi mana mungkin Dewa dan Dewi di bawah perintah Dei Blanche sendiri berkeliaran di dunia seperti ini...."

Mervis masih belum sepenuhnya percaya, meskipun dia memiliki keyakinan tetap pada Dewa Dewi yang memerintah dan melindungi dunia ini. Di satu sisi dia memang tidak berpikiran bisa bertemu langsung dengan dua dari beberapa dewa Dewi yang bekerja di bawah arahan sang Dei Blanche.

"Ah? Hahaha! Anda tidak percaya ya?"

Namun itu justru membuat Ranchy terkekeh kembali, menggaruk kepalanya yang tidak gatal sebelum akhirnya menghela nafas pelan. Rasanya dia seperti memiliki pekerjaan terberat di dunia ini.

"Bekerja sebagai Dewa memang tidak semudah yang dipikirkan ya. Tapi nyatanya kami berada disini. Itu pun karena beberapa alasan tertentu," komentar Ranchy mengendikkan bahunya. Ekspresinya terlihat seperti orang kelelahan yang selalu mendapatkan pertanyaan yang sama. Kecuali pada akhirnya ekspresinya pun berubah kembali menjadi ceria.

Kali ini matanya lagi-lagi menatap Arsen, memandangi lambang yang menghiasi tubuh bagian depan sang pria. Dia jelas tahu apa itu, dan seperti yang telah dia ucapkan tadi, itu bukanlah sebuah perkara yang bisa dia lewatkan sebagai seorang dewa disini.

"Melihat kekuatan suci penyembuh yang dimiliki Amity saja tidak bisa menyembuhkan keadaan Anda sudah membuktikan bahwa itu bukan lambang biasa," ujar Ranchy. Dia menunjuk ke arah lambang yang menghias tubuh Arsen, yang tetap terasa terbakar di kulit Arsen, meskipun sang pria berusaha mati-matian menahan rasa sakit itu.

Meskipun begitu, Arsen masih terlihat bingung dengan maksudnya. Pria itu terlihat linglung dan masih terduduk di tempat tidur. Tubuhnya terasa kaku dan memang sulit digerakkan, namun dia tidak mengatakan apa-apa selama beberapa saat, hanya memandangi keduanya yang telah memperkenalkan diri padanya.

Dewa dan Dewi di daratan Blanche ini. Terlebih lagi salah satu dari keduanya memiliki aura yang sama dengan sosok itu. Jawaban dan perkenalan itu tadi tentunya sudah menjadi jawaban bagi Arsen bahwa dia akhirnya tahu kedua sosok ini adalah Dewa Dewi yang bekerja langsung di bawah arahan Dei Blanche. Apa artinya sosok itu pun sama dengan kedua dewa dewi ini?

Bagaimana dia bisa tahu?

"Anda sama sekali tidak membohongi umat manusia dengan identitas itu? Bagaimana saya bisa percaya bahwa Anda adalah Dewa Dewi yang memang melindungi dunia ini?"

Pertanyaan Arsen yang spontan keluar dari mulut itu begitu berani membuat Mervis dan Haven tersentak. Sejujurnya mereka tidak menyangka Arsen akan mengatakan itu, tapi jelas sekali bahwa ucapan itu telah menjadi sebuah keraguan yang menempel di hati sang pria berambut hitam. Sang pria tidak bisa menerima begitu saja bahwa kedua sosok di hadapannya ini adalah Dewa dan Dewi yang dimaksudkan dalam sejarah dunia.

Mendengar itu, justru membuat Ranchy tertawa terbahak-bahak hingga suara itu terdengar menggema di dalam kamar sampai beberapa saat kemudian pun mulai mereda. Dia tidak menyangka bahwa Arsen akan menanyakan itu kembali. Padahal seharusnya manusia sudah takut kalau berhadapan dengan sosok seperti mereka.

"Oh, anak pilihan Dei Blanche memang berbeda, ya? Darimana keberanian Anda datang untuk mempertanyakan status kami, Yang Mulia Putra Mahkota?" tanya Ranchy dengan senyuman penuh artinya. Namun pria itu masih berdiri di tempatnya berada, kali ini bersedekap dada menunggu respon Arsen. Sedangkan sang pria yang ditanya hanya diam saja ditempat, tidak mengatakan apa-apa pada awalnya.

"Karena kalau Anda berdua adalah Dewa dan Dewi, bukankah bukti adalah hal utama yang perlu Anda berdua perlihatkan? Nama dan status dalam ucapan mulut itu mungkin saja..."

"Yang Mulia, Anda--!"

"...adalah sebuah kepalsuan belaka yang dilakukan orang-orang untuk membohongi dunia Blanche ini, kan." Arsen bahkan tidak menghiraukan Mervis yang berusaha menghentikan ucapannya. Namun sang pria berambut hitam itu terus saja berbicara hingga selesai.

Dan itu kembali mengundang senyuman penuh arti di wajah Ranchy, yang ditatap Arsen dengan tajam penuh arti. Sang dewa menyembunyikan sesuatu yang terlihat aneh.

"Oh, ucapan Anda tajam sekali, Yang Mulia Putra Mahkota. Apa Anda memiliki dendam pada Dewa Dewi daratan Blanche?" Ranchy seketika mengangkat kedua tangannya seolah tanda bahwa dia menyerah. Namun seringaian penuh arti kembali menghias wajahnya setelah dia mengungkapkan kata terakhir yang lolos dari mulutnya itu.

Itu membuat Arsen sedikit tersentak, namun sang pria tetap kuat pada pendiriannya. Merasa bahwa dia tidak perlu merasa takut dengan hal ini. Dia terlindung oleh Firman Dei Blanche, terlindung dengan statusnya. Namun bukan berarti Dewa Dewi lain tidak punya hak untuk satu hal itu.

Arsen menegak salivanya sedikit gugup. Pikirannya kacau, dan dia mencoba mencari-cari sesuatu dalam memorinya untuk membalas ucapan Ranchy. Karena kali ini tatapan kedua Dewa Dewi itu tertuju padanya. Seolah menunggu responnya uang mungkin bisa mengubah pilihan.

"Anda bahkan tidak punya bukti bahwa saya menyimpan sesuatu terhadap Dewa dan Dewi daratan Blanche seperti itu."

"Oh, tidak perlu bukti untuk menyadarinya secara langsung, Yang Mulia Putra Mahkota. Dewa Dewi manapun yang melihatnya pasti sudah berpikir Anda cukup gila untuk melakukan sesuatu," ujar Ranchy kembali. Jelas membuat Mervis terlihat bingung di sisi Arsen. Sedangkan baik Arsen dan Haven tidak mengatakan apa-apa.

Ketika sekali lagi satu tangan Ranchy bergerak, pria itu menunjuk ke arah dada Arsen lagi, tepat pada lambang jam kosong dan juga rambatan yang mulai memekarkan daun-daun hitam yang merambat itu. Kali ini Arsen membeku menyadari bahwa Sang Dewa Es itu mengetahui maksudnya. Bisa melihat menembus dirinya, bisa mengetahui sesuatu.

"Apa yang sebenarnya Anda inginkan sampai bertingkah nekat seperti itu, Yang Mulia Putra Mahkota?" tanya Ranchy kemudian, memasang ekspresi penuh senyuman manisnya ketika menatap Arsen. Merasa jelas dengan keanehan yang tampak itu.

Ah, bukan. Ranchy bahkan sudah menyadarinya setelah melihat lambang di dada Arsen, lalu sesuatu yang dibawa oleh Haven serta keberadaan dewa lain yang sempat dirasakannya di dalam kuil.

"Sepertinya ada yang bertindak tanpa mengatakan apa-apa pada kita, Amity."

Ranchy terlihat berbalik, memandang Amity yang terlihat diam saja sedari tadi di sisinya. Wanita bernetra merah muda Rubellite itu pun berbalik dan melihat Ranchy balik. Dari ucapan itu, dia sadar dan memandangi Haven. Kali ini kedua Dewa Dewi itu tengah memandang Sang Optivus, yang tetap terdiam di tempatnya, menatap datar kedua dewa dewi di hadapannya yang mungkin bisa saja mengintimidasi siapa saja yang mereka lihat.

"Apa lagi yang kali ini Anda sembunyikan dari kami, Optivus?"

Pertanyaan Ranchy terdengar bersahabat, namun tatapan yang tertuju pada Haven itu begitu serius, penuh arti seolah sesuatu yang buruk bisa saja terjadi jikalau Haven salah berbicara. Meskipun seorang Optivus, tidak ada yang bisa menjamin keselamatan Haven di hadapan dua Dewa Dewi yang menatapnya ini.

"A-Apa maksudnya? Anda tidak bermaksud bahwa apa yang terjadi berhubungan dengan lambang yang muncul di tubuh Putra Mahkota, kan? Tuan Optivus??"

Mervis sekarang terlihat cukup panik. Pria itu menatap Sang Optivus dan Ranchy bergantian, seolah merasa dirinyalah yang paling bodoh disini. Karena Arsen sendiri terlihat tengah menunduk setelah mendapatkan ucapan dari Ranchy tadinya. Sebelum akhirnya dia mendongak kembali menatap Sang Optivus begitu pembicaraan Ranchy kembali dilanjutkan pada sang pria berkedudukan tinggi di kuil ini.

"Apa maksud Anda, Dei Izas? Apa Anda mengatakan bahwa saya tidak cukup berkeyakinan pada Anda?"

"Oh, sama sekali bukan seperti itu, Tuan Optivus. Kami tahu bahwa Anda menjalankan tugas baik sebagai seorang hamba patuh pada Dewanya. Tapi terkadang kami mengakui...bahwa Blanche suka bertindak sendirian. Bahkan tanpa mengatakan apa-apa pada kami."

Tawa riang kembali lolos dari mulut Ranchy, dan sang pria pun segera menggeleng kecil tanda bahwa dia sama sekali tidak merasa bahwa Sang Optivus tidak percaya dengan mereka sebagai dewa. Namun sebagai sosok yang sudah bersama Dei Blanche selama hampir seumur hidupnya, Ranchy dan Amity sebagai seorang Dewa Dewi disini jelas mengetahui sesuatu.

"Bahkan sampai mengirimkan manusia yang telah dia buang untuk menjadi Dewa dunia kosong itu untuk datang ke sini. Ada apa ini?"

Ucapan itu sedikit membuat Haven tersentak, dan netra merah itu pun akhirnya mengerjap beberapa kali mencoba memprosesnya. Sekarang Ranchy terlihat duduk di tepian bawah kerangka tempat tidur, terkekeh kembali menyadari sikap ketiga orang yang ada di dalam ruangan ini, jatuh ke dalam pikiran dan kebingungan mereka masing-masing.

"Bagaimana kau tahu?"

"Bagaimana saya tahu? Ah, menurut Anda sudah berapa lama kami mendampingi Dei Blanche?"

Ranchy menopang sebelah kakinya dengan kaki satunya dalam pangkuan. Lalu bertopang dagu di atas kakinya sendiri, membelakangi Arsen yang duduk di tempat tidur, sedangkan Amity masih terdiam berdiri di sisinya, kali ini menghela nafas panjang mendengar pembicaraan yang mungkin membosankan ini. Netra merah muda Rubellitenya pun memandangi Arsen lagi, melihat lambang di tubuh sang pria yang rasanya semakin banyak sejak terakhir kali dia mencoba menyembuhkan pria itu.

"Dan karena Anda berpikir kami mungkin tidak tahu, Anda bisa menyembunyikan firman baru itu dari kami?"

Kali ini suara tenang Amity yang berbicara. Kepalanya menoleh, memandang Haven yang kali ini tidak tahu harus mengatakan apa. Sedangkan Arsen dan Mervis sendiri terlihat terkejut mendengar ucapan Amity tentang firman baru. Firman baru di kuil utama Dei Blanche memang sama dengan firman lainnya, namun jelas itu adalah sebuah keistimewaan yang tidak bisa terlewatkan.

"Fi-firman Dewa baru, katamu? A-Apa?"

Arsen membelalak, seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Tangannya seketika mencengkram seprei tempat tidurnya erat dan seketika terlihat sedikit panik. Entah apa yang dipikirkan pria itu, namun Amity bisa melihat sesuatu di netranya sebelum akhirnya rasa sakit seketika menjalar di tubuh Arsen lagi.

"Ughh!!"

Tangan kanan Arsen bergerak naik dan mencengkram dadanya yang terasa sakit. Jantungnya berdetak semakin cepat dan tiap denyutannya itu begitu menyakitkan. Hingga rasanya sulit bernafas dan dia kembali menundukkan kepalanya menahan sakit.

"Yang Mulia?? Anda baik-baik saja? T-Tolong jangan memaksakan diri Anda!"

Seruan Mervis terdengar panik di sisinya. Dia sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi, namun tangannya pun segera memegang bahu Arsen, seolah takut pria itu bisa tiba-tiba terjatuh lagi meskipun berada di tempat tidur. Namun Arsen berusaha tetap dalam kesadaran penuh. Dia tidak bisa melewatkan satu informasi ini, karena entah mengapa ketika dia mendengar kata firman itu, rasanya ada yang aneh?

"Firman apa...yang mereka...maksudkan?" tanya Arsen dengan sedikit tersenggal karena menahan sakit. Netra emasnya kali ini terfokus pada Haven yang memandangnya diam, lalu berusaha mengalihkan perhatian sejenak dengan kembali mengenakan sarung tangan hitamnya yang menutupi kedua tangannya tersebut.

Haven terlihat menimang-nimang dalam keheningannya. Namun hanya karena setelah itu tidak ada yang berbicara, dia tidak tahu harus bagaimana lagi. Firman Dewa adalah sebuah rahasia. Meskipun memang benar bahwa suatu saat firman itu akan diberitakan pada masyarakat, tidak semuanya akan mendapatkan perlakuan yang sama.

Ketika sang Optivus menemukan ada yang seharusnya tidak diungkapkan secara umum dalam firman itu, kuil akan menutupnya rapat-rapat dan menyembunyikan untuk diri mereka sendiri. Dengan kata lain, dia punya hak untuk tidak mengatakannya.

"Apa Anda takut menjawab pertanyaan dari Putra Mahkota, Optivus?"

Lagi-lagi suara Ranchy terdengar. Kali ini nada suaranya sedikit berubah, namun kuluman senyuman manis masih menghiasi wajahnya seolah tidak ada yang salah. Mata uniknya kali ini memandang Haven kembali. Dan kali ini Haven seolah terdorong, karena Amity yang tidak mengatakan apa-apa balik memandangnya juga. Pria itu pun menghela nafas panjang. Ini sungguh merupakan sesuatu yang berat.

Namun dia bukanlah pengecut.

"Ini firman baru atas nama pilihan dari Dei Blanche sendiri," ujarnya pelan pada akhirnya. Membuat suasana di dalam ruangan itu kembali hening, terutama bagi Arsen dan Mervis. Karena mereka tahu, bahwa tidak mungkin sebuah firman keluar dalam waktu sedekat ini setelah firman sebelumnya keluar. Paling tidak membutuhkan waktu tiga bulan. Kecuali ada sesuatu yang terjadi...

Apakah itu firman untuk kerajaan lainnya? Ataukah sesuatu yang lain? Ataukah ini berhubungan dengan Firman sebelumnya?

Tubuh Arsen rasanya seolah membeku. Rasa sakit yang merambat di tubuhnya itu seolah tidak ada apa-apanya dengan rasa keterkejutannya ini. Jikalau ada firman baru yang keluar, dan ini berhubungan dengan firman sebelumnya, pikirannya menjadi kacau. Apakah ini akan sama?

"Oh, Anda terlihat terkejut, Putra Mahkota."

Suara pelan Ranchy membuat netra Arsen seketika mengerjap beberapa kali, dan tersadar dari lamunannya. Dan kali ini dia sadar dirinya terlihat panik. Arsen bahkan merasakan keringatnya mengalir di pelipisnya, padahal ruangan ini tidak sepanas perkiraannya, karena ada kristal sihir pengatur suhu ruangan di atas meja.

Tapi dari senyuman Ranchy, entah mengapa Arsen tahu pria itu seolah menantikan ekspresi ini di wajah Arsen. Apa pria ini menyadarinya? Bahkan sudah tahu kalau Sang Optivus menyembunyikan firman baru?

"A-Apa isi Firmannya?" tanya Arsen kemudian, tidak menghiraukan ucapan Ranchy dan kali ini memandang Haven lagi. Tapi pria itu kali ini memilih bungkam, tidak mengatakan apapun karena seketika dia terlihat gugup. Ingin rasanya Arsen memaksa tapi suara Ranchy yang kembali menginterupsi rasanya membuat Arsen kesal.

"Kenapa Anda sampai ingin mengetahui sejauh ini, Yang Mulia?" tanya Ranchy kembali menyela dalam pembicaraan ini. Kali ini sang pria pun berbalik duduk menyamping, memandang Arsen dengan tatapan penuh arti. Kali ini Arsen seolah mati kata. Dia bahkan tidak tahu bagaimana harus menjawabnya, karena pikirannya seketika menggelap dan kepanikan memenuhinya.

Sesuatu yang telah lama berusaha dia kuburkan kembali muncul dalam benaknya. Tidak mungkin dirinya ketahuan secepat ini. Dan tidak mungkin juga dia bertindak sembarangan karena itu sangat beresiko. Tapi dari tatapan kedua Dewa Dewi yang memandangnya itu, Arsen sendiri sadar tidak ada lagi yang bisa dia ucapkan.

"Anda seolah sudah tahu sesuatu--"

"Apa maksud Anda, Dewa? Tentu saja saya bertanya karena mendengar bahwa mustahil firman baru muncul telah untuk mempengaruhi firman baru antara saya dan gadis suc--!"

"Tapi saya rasa Anda sama sekali tidak mengkhawatirkan itu. Oh, bukan. Bahkan sejak awal, saya rasa Anda tidak mengkhawatirkan firman tentang Anda sendiri dan sang gadis suci."

Berbagai elakkan dan penggalan kata yang muncul dari kedua sisi memenuhi ruangan. Ucapan akhir Ranchy yang gigih terus memotong ucapannya sedari tadi membuatnya terdiam namun kali ini dia benar-benar tidak bisa mengelak, hingga akhirnya apa yang terdengar hanya gelak tawa Ranchy kembali yang memenuhi ruangan itu.

"Anda pikir saya tidak menyadarinya? Ya, mungkin setelah beberapa lama, saya baru menyadarinya. Tapi melihat lambang itu disana, saya jadi tahu. Anda mengkhawatirkan sesuatu yang lebih berharga bagi Anda."

Ranchy terlihat mengusap dagunya sendiri dengan jemarinya. Memperhatikan Arsen kembali seolah memikirkan sesuatu. Namun jelas netra unik sang Dewa tertuju pada lambang yang ada di tubuh Arsen.

"Sejak awal, itu bukan hanya satu lambang, kan. Manusia biasa memang tidak bisa melihatnya, tapi mata dewa tidak bisa ditipu. Itu adalah dua lambang yang telah menjadi satu," ungkap Ranchy pelan memberikan penilaian pada lambang hitam di tubuh Arsen.

"Haven tidak bisa menyentuh Anda, yang artinya perlambang suci telah ditolak. Bukankah itu sudah menjadi bukti dari lambang aneh itu?"

"Lambang aneh apa yang Anda maksudkan? Saya sama sekali tidak tahu mengapa lambang ini muncul di tubuh saya. Apa Anda sebagai seorang Dewa, Anda bisa meyakini bahwa ada yang aneh dari lambang ini?"

Kali ini Arsen kembali berucap seolah mencari alasan yang jelas. Suasana menegangkan terasa di dalam ruangan itu. Dan kali ini suara yang terdengar hanyalah Arsen dan Ranchy yang saling berbicara satu sama lain, dimana Arsen terlihat mencoba menyembunyikan sesuatu dan Ranchy sendiri berniat membuka sesuatu.

Setelah ucapan Arsen yang terakhir, Ranchy tidak segera membalas. Pria itu hanya diam duduk kembali, namun matanya tidak lepas dari Arsen. Apa yang memenuhi ruangan itu hanyalah suara malam dari luar jendela kamar. Tapi ucapan Ranchy selanjutnya justru membuat tubuh Arsen kembali membeku dalam sebuah kenyataan yang tidak bisa terelakkan lagi.

"Barang siapa yang berani melawan Firman-ku
Akan jatuh dalam takdir kegelapan, dan siapa pun makhluk yang berani menentang, maka karma yang kuasa akan menyertainya dan dibinasakan dalam sengsara tanpa batas."

Ucapan itu terulang dari mulut Ranchy, bagaikan sebuah firman yang seolah terngiang-ngiang dalam benak Arsen. Sebelum akhirnya kembali pria berambut perak itu mengulum senyuman penuh arti menyadari Arsen membelalak melihatnya. Dan saat itu Arsen tahu, Dewa di depannya ini bukan lagi menebak-nebak. Namun dia sendiri sudah tahu apa yang dilakukan Arsen.

Sang pria berambut hitam tidak punya alasan lagi untuk mengelak.

"Bagaimana saya bisa yakin dengan lambang aneh itu sebagai sesuatu yang mutlak? Itu gampang. Karena Anda sebagai Putra Mahkota, telah menentang Firman Dewa yang diturunkan pada Anda jauh, jauh sebelum ini semua terjadi kembali, bukan, Putra Mahkota?" tanya Ranchy dengan suara pelan.

Namun ucapan itu justru tidak terdengar seperti sebuah pertanyaan, namun sebuah pernyataan mutlak yang tidak bisa terbantakan. Dia pun beranjak dari duduknya dan mengangkat tangannya. Membuat lambang seperti sebuah panah kompas muncul di punggung tangan kirinya ketika dia membalikkannya, bercahaya dan berpendar perak kebiruan.

"Sejak awal, Anda sama sekali tidak menerima Firman yang dijatuhkan di atas nama Anda sendiri. Dan pada akhirnya Anda pun terkena karma dari Dei Blanche. Bukankah saya benar, Sang Pemutar waktu?"

--🔹--

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top