56. Pertemuan Lainnya

--🔹--

Arsen ingat, sosok manis Elxyera ketika kesekian kalinya bertemu pada hari ulang tahunnya di istana kekaisaran Fargaven. Hari itu, sang wanita datang bersama orang tuanya. Begitu manis dan ragu-ragu dengan semua pandangan orang lain padanya.

Namun apa yang paling membuat Arsen terpana adalah netra manis gadis itu yang menatapnya dengan ragu, namun penuh kesopanan menunjukkan tata kramanya di hadapan keluarga kerajaan. Seorang gadis manis yang hanya muda tiga tahun darinya, berhasil sekali lagi membuatnya jatuh cinta.

Bahkan untuk kesekian kalinya.

-🔹-

Arsen tidak tahu apakah itu adalah sebuah kesalahan atau tidak? Paras manis yang penuh kesedihan dari wanita yang telah menjadi tunangannya itu pun ditatapnya dingin. Kata-kata tajam lolos dari mulutnya menyampaikan bahwa apa yang dia ucapkan tidak akan bisa dibantah, bahkan oleh seorang Putri Duke sekalipun.

Tidak, bahkan putri Duke pun memiliki derajat yang rendah. Dia belum menjadi Duchess, Dan tidak akan mewarisi status itu jikalau menikah dengan Putra Mahkota. Meskipun wanita itu tunangannya, sang putri Duke yang telah menjadi Putri mahkota itu pun tidak punya hak untuk menentangnya. Karena satu kata dari Arsen saja bisa menjungkirbalikkan kehidupan sang wanita dengan mudahnya.

"Yang mulia, kenapa?" tanya sang wanita dengan begitu lirih, begitu memendam kesedihannya. Elxyera bahkan tidak tahu harus bagaimana lagi setelah dia pun membungkukkan badannya sopan di hadapan Arsen yang berdiri dengan dengan tegap, menatapnya dingin seolah berharap tidak perlu melihat Elxyera lagi saat ini.

Berita hari ini sungguh mengejutkannya, bahkan Elxyera sendiri tidak tahu bagaimana harus menghadapi orang tuanya setelah firman Dewa yang paling baru itu pun diberitakan ke seluruh penjuru daratan Blanche. Sebuah firman yang disampaikan oleh masing-masing pendeta di berbagai kerajaan, langsung di depan masyarakat di hadapan kuil agung Dei Blanche.

{Beginilah Firman-ku berkata,

Sesosok anak perempuan akan terpilih, begitu diberkati dengan cahaya kehidupan atas nama Dewa, begitu mengandung kesucian abadi yang menyuburkan seluruh penjuru dataran Blanche.

Kelak dirinya akan memberkati daratan ini, menyuburkannya dan melindunginya dalam cahaya suci yang menyertainya. Sosok anak Dewa telah terpilih.

Avyce Heiligheid, gadis suci penuh dengan kekuatan murni atas namaku.

Bersama dengan putra terpilih dari kerajaan termulia, sosok yang begitu agung penuh dengan berkat dari para pohon kehidupan.

Arsen dier Fargaven, anak dari keturunan Dewa, sosok penuh kemuliaan dan kesucian.

Cahaya Agung akan selalu menyertai keduanya
Takdirku mengikat keduanya dalam janji suci.
Dan tidak ada yang bisa memisahkan mereka bahkan maut sekalipun.

Tidak ada satupun cahaya yang bisa menyakiti sang gadis suci. Bahkan memisahkan takdir yang mengikatnya dengan sang putra terpilih. Kegelapan terkelam akan lenyap dalam kuasa kekuatan mereka berdua yang murni.

Barang siapa yang berani melawan Firmanku
Akan jatuh dalam takdir kegelapan, dan siapa pun makhluk yang berani menentang, maka karma yang kuasa akan menyertainya dan dibinasakan dalam sengsara tanpa batas.}

Elxyera begitu mengingat isi Firman baru yang diberitakan hari ini di depan kuil suci Dei Blanche, sehingga rasanya dia tidak bisa menahan diri dan segera pergi kesini untuk bertemu. Namun begitu tiba disini, dia dihadapkan dengan sosok Arsen yang tengah merangkul wanita manis berambut perak.

Tidak bisa dipungkiri bahwa wanita itu adalah gadis suci yang dimaksudkan dalam firman. Avyce Heiligheid. Dan melihat betapa lembutnya tatapan Arsen pada wanita itu, membuat hati Elxyera sakit, hancur dan mungkin tidak bisa disatukan lagi.

Namun dengan penuh kekuatan dan keyakinan, dia melangkah masuk ke dalam istana, diikuti dengan pelayannya, membuat semua perhatian orang-orang yang ada di ruangan itu menoleh padanya.

"Yang Mulia!!"

Seruan keras yang terdengar putus asa itu menggema dalam ruangan yang seketika hening itu. Baik para prajurit, pelayan dan sosok yang dipanggil itu pun menoleh ke arah Elxyera, membuat wanita berambut pirang itu sesaat tersentak, menyadari semua pasang mata tertuju padanya.

Namun wanita itu tidak peduli dan mengambil langkah menaiki tangga, memandang Arsen dan sosok wanita berambut perak yang berhenti di tengah tangga yang bercabang dua tersebut, memandang ke arah Elxyera juga dengan pandangan yang bermacam-macam.

Mervis yang menyadari Elxyera berusaha mendekati Arsen pun segera melangkah turun dari sisi Arsen, mencoba menahan Elxyera agar tidak mendekat. Namun wanita berambut pirang itu bahkan masih berusaha melawan walaupun dia tidak akan bisa menang dari tahanan Mervis.

"Yang Mulia Elxyera, Anda seharusnya tidak datang--!"

"Saya ingin berbicara dengan Anda, Yang Mulia!"

Mervis yang mencoba menahan Elxyera yang meronta, berucap pada wanita itu. Namun kalimatnya justru dipotong oleh Elxyera yang berseru kembali dengan keras, mengulurkan tangannya ke arah Arsen, seolah setidaknya sang pria akan turun dan menyambut uluran tangan sang wanita yang sudah putus asa itu.

Sesaat, netra merah muda Rubellite milik Elxyera mendapati sosok Avyce Heiligheid memandangnya balik dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. Namun netra emas yang memandang sedih ke arahnya itu membuat perasaan aneh timbul dalam diri Elxyera.

Apa itu adalah tatapan mengasihani?

Avyce Heiligheid.

Berdasarkan firman, sosok gadis suci yang terpilih adalah wanita Termulia, keturunan dewa yang dipercayakan untuk melindungi daratan ini didampingi oleh pangeran terpilih. Namun di mata Elxyera sekarang, Avyce bahkan tidak lebih dari seorang wanita pencuri pria orang lain. Bahkan Elxyera tidak peduli dengan Firman Dei Blanche yang bisa saja mengutuknya kapan saja.

Tidak ada yang merespon begitu Elxyera berseru tadinya. Namun sosok yang menjadi pusat perhatiannya itu pun hanya menatap dalam dingin, melihat Elxyera sejenak dengan netra emasnya yang datar, lalu berbalik dan tersenyum lembut pada sang gadis suci yang ada dalam pelukannya.

Elxyera bisa merasakan darahnya mendidih begitu melihat Arsen menundukkan kepala di sisi Avyce, membisikkan sesuatu di telinga Avyce untuk menenangkan wanita yang terlihat gugup itu, lalu memberikan kecupan lembut di kening Avyce sebelum meminta para pelayan mengantar Avyce menuju tempat lain yang kemungkinan akan menjadi kamar wanita itu di istana ini.

"Lepaskan dia, Mervis."

Perintah Arsen yang terdengar menggema itu pun membuat Mervis menunduk sopan, lalu melepaskan Elxyera yang ditahannya lalu menyingkir ke tepian tangga. Dan begitu terlepas, Elxyera dengan segera melangkah naik ke tengah tangga yang bercabang itu, lalu membungkukkan badannya dengan sopan meskipun hatinya terbakar api cemburu dan penuh dengan pertanyaan.

Baru beberapa hari lalu dia bertemu dengan Arsen dan pria itu mengatakan bahwa dia bukan lagi tunangan Arsen. Selama beberapa hari ini pun Elxyera merasa bimbang karena semua hal itu berhubungan dengan Firman Dei Blanche yang baru. Dan kali ini semua pertanyaannya pun terjawabkan dengan sangat jelas, membuatnya tidak tahu harus bagaimana lagi.

"Yang Mulia, kenapa? Saya sama sekali tidak mengerti mengapa pertunangan kita harus dibatalkan hanya karena Firman itu."

Oh, pertanyaan itu membuat semua orang yang ada di dalam ruangan pun kembali terdiam. Namun berbagai bisikan pun kembali terdengar di telinga Elxyera, sehingga dia pun yakin bahwa jawaban dari pertanyaannya sendiri pun sudah jelas.

Semua karena firman Dewa.

Karena ucapan Dei Blanche yang begitu tak terbantahkan itu.

Namun bagi Elxyera, itu sama sekali tidak ada hubungannya. Hanya karena sebuah firman Dewa yang tiba-tiba muncul, dan kemunculan gadis suci yang memiliki kekuatan dewa itu muncul, dia harus menghadapi ini.

"Bagaimana bisa Anda menerima wanita asing semacam itu yang belum Anda kenal sebelumnya sebagai tunangan Anda menggantikan saya??" tanya Elxyera kembali dengan penuh rasa sakit yang menusuk hatinya. Dia tidak bisa menerima ini.

Dia tidak bisa menerima dirinya yang ditinggalkan pria yang dia cintai. Bagaimana dia bisa menjalani hidupnya setelah ini? Bagaimana dia menghadapi orang lain jikalau dia turun dari statusnya sebagai Putri mahkota? Bagaimana dirinya menghadapi bangsawan lain ketika mereka tahu bahwa dia bukan lagi wanita terpilih putra mahkota?

Ah, mereka semua bahkan sudah tahu sekarang.

Namun rasanya begitu sakit karena dia telah jatuh cinta pada Putra Mahkota yang sama sekali tidak memiliki hati padanya. Ah, Elxyera seharusnya sadar dia tidak punya kesempatan. Namun sikapnya yang keras kepala dan penuh keyakinan itu membuatnya sampai pada titik ini. Setidaknya ingin mempertahankan hubungannya dengan Arsen walaupun firman Dewa ada di tengah mereka.

Katakanlah dia bodoh karena menenangkan ucapan Dewa, katakannya dia bodoh karena mempertahankan pertunangan ini, katakanlah dia bodoh karena berdiri di tengah takdir baru Arsen dan tidak ingin melepaskan sang pria.

Tapi dia tidak bisa menerima ini secara sepihak. Walau dia tidak punya hak maupun kesempatan. Setidaknya, setidaknya Arsen bisa menunjukkan rasa penyesalannya, rasa sedihnya karena harus berpisah dengannya. Tapi sekali lagi apa yang Elxyera lihat hanyalah tatapan dingin sang pria ketika dia mendongak dan menatap netra emas Arsen kembali.

"Elxyera vel Cresentra, Apa kau masih mempertanyakan firman Dewa yang telah kau dengar? Apa kau menentang dewamu sendiri? Beraninya kau berkata tidak sopan terhadap gadis suci keturunan dewa."

Pertanyaan dingin yang keluar dari mulut Arsen itu seketika memberikan hawa dingin yang memenuhi ruangan. Bahkan beberapa prajurit yang mengelilingi Arsen dan Elxyera pun mengambil langkah mundur begitu tangan kiri Arsen meraih gagang pedangnya dan tersarungkan di pinggangnya, menatap Elxyera dengan tatapan tidak suka.

Netra Elxyera melebar ketika melihat pantulan cahaya dari bilah pedang itu mengenai matanya dan seketika apa uang terjadi begitu cepat, ketika dia merasakan sisi tengah bilah pedang Arsen menempel di lehernya, dan kapan saja bisa mengiris lehernya itu.

Wajah Arsen terlihat begitu dekat, namun begitu keras dan dingin. Seolah tidak ada yang bisa mencairkan ekspresi dingin yang membeku itu, bahkan Elxyera sekalipun.

"Yang Mulia, tapi saya--!"

"Wanita bodoh. Beruntunglah kau adalah putri Duke sehingga aku tidak langsung memenggal kepalamu," ungkap Arsen kembali dengan tajam menusuk, tidak mengalihkan pandangan dinginnya dari netra merah muda Rubellite Elxyera yang berkaca-kaca.

Tidak ada perasaan di dalam sana. Netra emas itu kosong, walaupun di satu sisi terlihat berkilau indah. Tajam bagaikan bilah pedang Arsen yang bisa kapan saja menyayat leher Elxyera.

Kaki Elxyera terasa bergetar, namun wanita itu masih menguatkan dirinya untuk berdiri, apalagi ketika merasakan dinginnya pedang Arsen di lehernya itu. Dia tidak berani bergerak sama sekali dengan mulut yang bergetar ingin menyampaikan sesuatu. Namun tatapan dingin itu saja sudah bisa membuatnya bungkam.

"Yang Mulia, saya pikir Anda--!"

"Diam. Lagipula, aku tidak ingin menyebabkan kekacauan disini."

Sekali lagi ucapan Mervis yang memandang dengan khawatir pun kali ini terpotong oleh Arsen. Sosok pelayan setianya itu pun berjalan menaiki tangga dan mendekat dengan gugup, namun hanya berdiri di sisi Arsen dan menatap sang pria dalam diam, lalu berbalik memandang Elxyera yang kembali menunduk tidak tahu harus mengatakan apa-apa lagi.

"Tapi ketahuinya, Lady Elxyera vel Cresentra. Kali ini aku akan mengampunimu. Namun lain kali, jikalau kau mempertanyakan firman Dewa dan menghina tunanganku, aku tidak akan segan memenggal kepalamu itu."

Arsen pun melepaskan bilah pedangnya yang menempel di leher Elxyera, lalu kembali menyarungkannya dan memperbaiki posisinya di pinggangnya. Sedangkan Elxyera di hadapannya pun seketika jatuh terduduk, bergetar dalam rasa sedihnya namun sama sekali tidak bisa mengatakan apa-apa untuk membalas.

Rasanya begitu takut mendengar ucapan Arsen, namun dia tidak bisa menerima semua ini. Ini karena gadis suci itu. Kalau saja wanita itu tidak ada disini, Elxyera tidak perlu turun dari posisinya. Dan dia tidak perlu berpisah dari sosok yang dicintainya. Semuanya karena Avyce Heiligheid.

Kepalanya pun mendengar ketika kembali mendengar suara langkah yang menjauh darinya. Dia bisa melihat sosok Arsen yang sekarang tengah membelakanginya, berjalan menaiki tangga bahkan tanpa berbalik padanya ataupun membantunya berdiri.

Sosok pria yang dia cintai menjauhinya, dan Elxyera hanya bisa memandang sedih akan nasibnya ini. Akan cintanya yang tidak terbalaskan itu. Akan hatinya yang hancur karena perjuangannya selama ini tidak terbalaskan. Dia memang egois, namun hatinya tidak peduli.

Detik itu juga, Elxyera mengutuk Avyce Heiligheid dan Firman Dei Blanche yang turun itu. Dan dia akan memastikan bahwa wanita suci itu akan menderita selama Elxyera masih hidup di dunia ini.

---🔸---

Arsen spontan membuka matanya dan terduduk di tempatnya terbaring, namun seketika rasa sakit memenuhi tubuhnya dan jantungnya berdetak kencang, membuatnya spontan memegangi dadanya di mana jantungnya berada.

"Ughh!!"

Pria itu memejam erat, mencoba menenangkan dirinya untuk menyesuaikan diri dengan rasa sakit yang ada. Namun karena pergerakan spontannya tadi itu membuat tubuhnya terasa begitu sakit dan kaku, sehingga dia bahkan sulit bernafas dan pandangannya kabur.

Namun seketika kepalanya pun terasa begitu sakit, membuatnya teringat dengan mimpi yang muncul kembali di benaknya itu, sehingga tangannya yang tadi mencengkram dadanya pun berpindah ke kepalanya, berharap rasa sakit itu bisa menghilang begitu saja.

"Sial, kenapa aku memimpikan itu?" lirihnya kesal, merutuki mimpi yang muncul tadinya dan membuat kepalanya sakit. Nafasnya pun memburu karena tubuh yang sakit itu, dan jantungnya yang berdebar cepat itu pun tidak mau melambat berapa kali pun dia mencoba mengatur nafasnya.

Hingga...

"Yang Mulia!"

"Anda tidak seharusnya duduk seperti itu. Apa Anda masih merasa sakit?"

Suara pintu terbuka membuat perhatian Arsen pun teralihkan. Matanya membuka dan sosok yang pertama kali dia lihat adalah Mervis yang memasuki ruangan asing itu, menatapnya dengan khawatir bersamaan dengan sosok Sang Optivus di sisi Mervis.

Kedua pria itu sekarang tengah berdiri di sisi kanan tempat tidurnya berada. Menatap Arsen dalam diam. Namun di satu sisi, sang Optivus pun kembali duduk di kursi yang berada di sisi tempat tidur Arsen, melipat kedua tangannya di depan wajah sembari membungkuk sedikit, memperhatikan Arsen.

"Ini...dimana?"

"Kamar untuk tamu di rumahku. Masih di kuil utama dalam pulau Vinea. Anda pingsan setelah Mervis membawa Anda, dan tertidur hingga sekarang," jelas Haven tanpa basa-basi, memberitahukan bahwa Arsen sama sekali belum keluar dari pulau utama kuil utama Dei Blanche. Dimana pohon kehidupan berada pula.

"Katanya ada yang ingin Anda sampaikan pada saya."

Namun mendengar itu membuat perhatian Arsen pun kembali tertuju pada Mervis. Ah, dia ingat bahwa dia datang ke sini untuk bertemu dengan Sang Optivus karena ingin menanyakan sesuatu. Tapi sebelum masuk ke dalam kuil, kepalanya begitu sakit dan jantungnya rasanya mau lepas dari dadanya. Hingga dia pun tidak ingat lagi apa yang terjadi setelah itu, atau beberapa saat sebelumnya.

"Berkunjung ke sini? Ah, aku ingat setelah pertandingan latihan di Philosthilea sebelumnya..."

"Hasilnya seri, Yang Mulia. Tapi setelah itu Anda ingin bertemu dengan sang Optivus sehingga kita pun datang ke sini. Tapi keadaan Anda tidak memungkinkan setelahnya," jelas Mervis untuk meyakinkan Arsen yang terlihat cukup bingung. Mungkinkah sang pria tidak mengingat apa yang terjadi?

Sesaat, Arsen pun terdiam mendengarkan. Tangannya pun turun dari kepalanya, lalu menyentuh dada kirinya lagi yang masih merasa berdenyut sakit. Dia baru menyadari bahwa dia tertidur tanpa kemeja atasannya, sehingga apa yang ada di dadanya pun pasti terlihat jelas.

Oh, sial.

"Tapi itu sama sekali tidak menjawab pertanyaan saya, Yang Mulia."

Suara Sang Optivus pun kembali menarik perhatian Arsen. Sehingga pria bersurai hitam itu pun berbalik dan menatap Haven yang memandangnya dengan pandangan datar, namun juga menyelidik. Pria itu bahkan terlihat begitu tenang, meskipun entah mengapa pikiran Arsen mulai melayang kemana-mana menunggu sang Optivus bertanya.

Sesaat, matanya pun terpusat pada punggung tangan Haven yang tidak menggunakan sarung tangan. Barulah dia menyadari bahwa pada punggung tangan kiri sang pria terdapat sebuah lambang yang cukup aneh, berwarna hitam dengan bentuk dedaunan merambat dan bunga yang seolah mekar. Matanya seketika membelalak menyadarinya.

"Ini tentang masalah Anda. Lambang itu...bukanlah lambang biasa. Mungkin pertanyaan saya ini cukup berlebihan, tapi..."

"Bagaimana bisa seorang putra mahkota mengikat perjanjian terlarang dengan waktu?"

Suara laki-laki lain terdengar dari arah pintu, langsung memotong ucapan dari Sang Optivus membuat Haven menoleh dan menatap datar dua sosok baru yang melangkah masuk ke dalam ruangan itu. Keduanya berambut perak, satu perempuan berambut panjang dan satunya laki-laki berambut panjang yang acak-acakan.

Namun warna netra keduanya terasa tidak asing bagi Arsen. Sehingga pria itu melihat lebih jelas dan menyadari bahwa wanita berambut perak itu memiliki mata merah muda Rubellite sedangkan sang pria begitu unik, biru yang bercampur perak keunguan dan begitu familiar. Jelas mengingatkannya pada dua orang yang dikenalnya. Baik yang sudah lama dikenalnya maupun yang baru ditemuinya.

Langkah sang pria begitu pelan memasuki ruangan, namun senyuman yang menghias wajahnya terlihat begitu bersahabat. Meskipun netra unik itu segera terpusat pada lambang mengerikan yang menghiasi dada Arsen. Itu terlihat menyakitkan, dan begitu membakar di kulit sang putra mahkota. Sebuah perlambang terhadap sesuatu.

"Apa maksud Anda, Tuan? Putra Mahkota tidak pernah membuat perjanjian terlarang dengan apapun itu!" Mervis seketika berseru membela.

"Kita bisa mendengar kepastian itu dari Yang Mulia Putra Mahkota secara langsung kan, Tuan," ujar sang pria berambut perak panjang itu membalas ucapan Mervis. Dia pun kembali tersenyum ceria lalu memandang Arsen yang hanya diam. Sedangkan Mervis yang bingung pun sosok berbalik memandang Arsen yang hanya diam terduduk di tempat tidur itu. Sesaat, tidak ada yang berkata sampai akhirnya Arsen membuka mulut.

"Saya pun tidak mengerti maksud Anda--"

"Jangan pura-pura bodoh, Yang Mulia. Di hadapan kami, Anda tidak bisa menyembunyikan apapun."

Pria berambut perak itu sekali lagi bersuara, namun kali ini kekehan kecil menyertai. Ada yang aneh dalam ucapan itu, namun senyuman penuh arti diberikan sang pria di hadapannya. Ada yang aneh dari ucapan itu, dan seketika Arsen sejenak bisa melihat aura yang mengelilingi sosok dihadapannya ini. Aura putih itu mengingatkannya pada sosok yang dia lawan sebelumnya.

Ivarios Blanchius.

Seketika rasanya Arsen membeku, tidak tahu bagaimana harus merespon ucapan dari sang pria di hadapannya ini. Pikirannya melayang kemana-mana, mencoba menebak sesuatu namun berusaha menenangkan dirinya yang kembali merasa sakit. Lambang di tubuhnya itu memang seolah membakar kulitnya, tapi dia tidak mempedulikannya dan hanya memandang dua orang asing dalam ruangan itu secara bergantian.

Bahkan begitu mengetahui sang Optivus pun tidak ikut campur dalam pembicaraan mereka, Arsen sadar ada yang salah.

"Saya benar-benar tidak mengerti maksud Anda, Tuan. Dan lagi, apa maksud Anda di hadapan Anda?" tanya Arsen kembali, menatap sang pria berambut perak itu dengan pandangan bertanya-tanya, meskipun di satu sisi pikirannya kembali bekerja mencoba mencari jawaban.

Di hadapannya, sang pria berambut perak itu pun sejenak terlihat terkejut, menyadari bahwa dia tidak memberitahukan siapa dirinya. Tapi seketika dia tertawa, entah karena apa. Membuat baik Mervis dan Arsen menatap bingung meskipun juga waspada.

"Oh, hahaha, mana sopan santunku. Maafkan saya, Yang Mulia Putra Mahkota. Ternyata manusia memang tidak bisa menyadarinya secara langsung, ya." Sang pria berambut perak itu berkomentar, lalu menoleh ke belakang memandang wanita berambut pirang panjang lainnya yang bernetra merah muda Rubellite itu.

Ketika sang pria berambut perak itu kembali memandang Arsen, senyuman penuh arti menghias di wajahnya.

"Perkenalkan, Yang Mulia. Nama saya Ranchy. Saya yakin Anda memang tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya. Tapi manusia mengenal saya sebagai Izas, salah satu Dewa yang melayani di bawah perintah Dei Blanche."

--🗝️--

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top