55. Jalan yang Mulai Berubah

--🔹--

Elxyera melangkahkan kakinya dalam keheningan menuju kamarnya di asrama. Hari ini cukup melelahkan baginya, karena harus melewati tes dimana dia harus melawan murid lain. Lawannya memang tangguh, salah seorang bangsawan dari kerajaan sebelah. Namun Elxyera merasa dia sudah melakukan yang terbaik walau pada akhirnya harus kalah.

Di satu sisi, dia sudah berjanji akan bertemu Ivarios di kamar Asramanya lagi. Mengingat ada satu masalah yang perlu dia selesaikan di kamarnya itu, tentang Rubah salju yang tiba-tiba muncul dari buku langka yang dimiliki keluarganya.

"Hah, aku harap makhluk itu masih tidak terbangun," ujarnya dengan sedikit khawatir. Bisa repot kan kalau makhluk itu justru terbangun dan pada akhirnya melarikan diri. Apalagi mengingat jendela kamarnya yang hancur sehingga menciptakan celah yang cukup besar bagi rubah salju itu untuk keluar dari kamarnya meskipun berada di lantai tertentu.

Setidaknya tunggulah sampai Ivarios datang dan bisa mengecek makhluk yang terlihat normal itu, namun di satu sisi merupakan sebuah makhluk yang keluar dari benda langka yang dimiliki Elxyera.

Tapi, pikiran wanita itu kembali teringat dengan beberapa hal yang terjadi hari ini. Memang, apa yang terjadi sepertinya memiliki maknanya tersendiri. Namun bagi Elxyera sendiri, dirinya tidak menyangka akan melihat pertarungan Arsen dan Ivarios yang seperti itu. Keduanya memiliki keunggulan masing-masing, dan tadinya Elxyera merasa bahwa mungkin Arsen tidak bisa menandingi kekuatan dari Ivarios sang dewa.

Hanya saja....

'Netra hitam itu tadi. Aku rasa aku tidak salah lihat,' gumamnya mengingat kembali warna hitam pekat yang muncul menghias iris mata Arsen. Bahkan saat pertarungan itu selesai yang diakhiri dengan hancurnya arena bertarung itu, Elxyera masih melihatnya. Hitam, kelam, bagaikan dipenuhi dengan kegelapan.

Wanita itu tidak berani mendekat tadi, karena seketika penampilan Arsen yang meskipun berbeda itu, jelas mengingatkannya pada sosok Arsen yang berada pada kehidupannya sebelum hidup kembali disini. Arsen yang dingin dan tidak mempedulikannya. Membuatnya sesaat terpana dan tidak bisa mencerna dengan baik.

Ada apa dengan Arsen di dunia ini?

Itu adalah pertanyaan pertama yang terlintas dalam benak Elxyera tadinya. Wanita itu tidak habis pikir kalau sosok Arsen yang diingatnya dalam kehidupannya memang tidak sama dengan sosok Arsen yang dikenalinya disini. Hanya saja tadi itu, ketegangan yang ada dan aura kelam itu jelas mengingatkan Elxyera pada sosok Arsen yang berbeda.

Tapi, Elxyera merasa dia tidak perlu mengkhawatirkan itu sekarang. Mengingat bagaimana pilihan pria itu sekarang, Elxyera jelas harus merelakan Arsen bersama Avyce. Lagipula itu pun adalah sebuah takdir yang tidak bisa diubah olehnya. Dan semua itu berada dalam naungan Firman Suci Dei Blanche.

"Kau lama, Elxy."

Netra Elxyera mengerjap beberapa kali ketika dia membuka pintu kamar asramanya. Dan apa yang menyambutnya pertama kali adalah suara dari Ivarios yang ternyata tengah duduk di kursi kayu meja belajarnya yang langsung menghadap ke pintu, bersedekap dada dan memangku sebelah kakinya.

"Apa yang membuatmu selama itu? Aku rasa kau bilang ingin menunjukkan sesuatu padaku? Apa kamarmu yang hancur ini adalah sesuatu yang ingin kau tunjukkan padaku?"

Sekali lagi Ivarios bertanya seraya memiringkan kepalanya sedikit, mengedarkan pandangannya memandang setengah kamarnya yang berantakan, terutama pada jendela di kamarnya itu. Jelas, ucapan itu justru membuat Elxyera terkejut, karena tidak menyangka Ivarios akan tiba lebih cepat.

Wanita itu pun cepat-cepat masuk ke kamarnya dan menutup pintu di belakangnya.

"Ah, Ivarios. Bu--ah, maksudku ini berhubungan dengan itu. Tapi yang lebih penting adalah, apa kau tidak lihat rubah salju kecil yang ada di tempat tidurku?" tanyanya lagi seraya meletakkan tasnya langsung di meja lampu dekat pintunya. Dia pun segera berjalan semakin masuk ke sisi bagian kamar tidurnya dan menunjuk ke arah tempat tidurnya yang memang tidak sempat dia atur tadi pagi.

Tapi tubuhnya seketika membeku ketika menemukan tempat tidurnya yang berantakan itu, justru kosong tanpa adanya keberadaan buku dan rubah salju itu.

"Rubah salju? Apa maksud--!"

"Tidak ada!! Rubah saljunya hilang!! Ivarios, kau harus membantuku mencarinya!"

Ivarios yang baru saja berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Elxyera, kembali terdiam dana sedikit terkejut dengan seruan dari sang wanita. Matanya mengerjap-ngerjap bingung karena memang sedari tiba tadi, dia hanya menemukan kamar sang wanita yang sudah sekacau ini tanpa penyebab sama sekali. Tapi Elxyera sudah lebih dulu panik sekarang tanpa menjelaskannya.

Wanita itu bahkan terlihat kembali mendekati tempat tidurnya, menyibakkan selimutnya dan berharap menemukan sesuatu di baliknya. Namun sayang, tempat tidur itu jelas kosong tanpa adanya keberadaan buku dan rubah salju itu.

"Tunggu, kau bilang tadi rubah salju? Rubah seperti apa maksudmu? Warna putih? Jelas seperti hewan rubah salju biasa atau...sejenis makhluk-!"

"Rubah salju yang keluar dari dalam buku!"

Tanpa perlu mendengarkan pertanyaan Ivarios dengan lebih lanjut, Elxyera yang sekarang tengah membuka laci-laci kecil di samping mejanya pun bersuara kembali. Karena mengingat itulah satu-satunya petunjuk yang bisa dia jelaskan sekarang.

Hanya saja, di satu sisi Ivarios sedikit bingung dan mulai menduga. Kalau keluar dari buku, apakah ini sama seperti sejenis hewan sihir yang dipanggil? Entah mengapa Ivarios tidak terlalu khawatir. Kalau itu memang hewan sihir, bukankah artinya Elyxera memiliki potensi untuk memanggil hewan sihir untuk dijinakkan dan dijadikan partner, kan?

Memangnya apa yang salah dengan itu? Tidak jarang seorang keluarga bangsawan memiliki buku sihir untuk memanggil makhluk sihir dengan mantra yang ada. Di Daratan Blanche pun Ivarios rasa ada sebagian besar orang yang memiliki partner makhluk sihir.

"Bukankah itu tidak masalah? Apa kau membuat ritual pemanggil? Beberapa mantra sihir pemanggil hewan sihir memang bisa langsung menggunakan buku sebagai medianya. Artinya kau menggunakan pusaka keluargamu, kan. Apa yang salah dengan itu?" tanya Ivarios lagi.

Tidak habis pikir dengan apa yang membuat Elxyera jadi sepanik ini. Sang pria bahkan terlihat berdiri di sisi tempat tidur Elxyera dengan santainya ketika sang wanita pemilik kamar itu sendiri mundar-mandir dari pintu kamar mandi ke lemarinya untuk mengecek sesuatu.

"Masalahnya bukan itu! Ya, mungkin saja itu adalah buku pusaka dalam keluargaku. Tapi buku yang kugunakan bukan buku biasa, Ivarios. Ini merupakan buku yang menyangkut dengan bahasa pertama di daratan Blanche. Bahasa...."

"....Blanchius."

Lirihan itu lolos dari mulut Ivarios menyambung ucapan Elxyera. Matanya membelalak terkejut mendapat kenyataan itu, namun setelah sepersekian detik, netra itu kembali mengerjap normal seolah tidak terjadi apa-apa. Sesaat tangan Ivarios terangkat sebelah, dan mengusap sisi lengannya yang satu. Rasa sakit muncul bersama dengan nama yang diucapkannya tadi.

Atau setidaknya, itu sudah menjadi bagian dari sebuah buku kuno yang jelas diyakininya masih ada. Seperti ucapan Elxyera tadinya yang menanyakan tentang buku yang menjelaskan tentang bahasa kuno itu.

'Makhluk sihir dari dalam buku kuno,' batin Ivarios, larut dalam pikirannya sembari matanya terus memperhatikan gerak-gerik Elxyera yang terus berpindah menggeledah isi kamar itu hanya untuk mencari apa yang dimaksudkannya tadi.

"Rubah Salju....Tch!"

Decakan lidah lirih itu lolos dari mulut Ivarios, dan pria itu dengan segera mengambil langkah maju mendekati Elxyera. Tangannya spontan terulur dan meraih sebelah tangan Elxyera, menggenggamnya lembut namun segera menariknya lagi untuk menghentikan kegiatan mencari Elxyera dan membuat wanita itu menatapnya.

"I-Ivarios?"

Netra merah muda Rubellite milik Elxyera mendadak terlihat bingung dengan tingkah Ivarios yang cukup mengejutkan itu. Namun selama beberapa detik, Ivarios tidak mengatakan apa-apa sebelum akhirnya berbalik namun masih menggenggam tangan Elxyera dan menarik tangan wanita itu untuk mendekati salah satu jendela wanita di kamar itu.

"Dia tidak ada disini. Tidak ada hawa keberadaan makhluk hidup lain selain kita di kamar ini. Artinya dia tidak berada di kamar ini," jelas Ivarios langsung tanpa berpikir dua kali. Tangan satunya yang kosong pun bergerak membuka gerendel jendela itu dan membukanya semakin lebar.

"K-kenapa tidak bilang dari tadi?? Aku kan sampai--Ivarios??"

Elxyera yang hendak memprotes karena tidak terima seolah dirinya begitu bodoh mencari tadinya padahal Ivarios bisa mengatakan itu secara langsung padanya, seketika terkejut ketika sang pria pun justru menariknya mendekat dalam dekapan hangat itu sembari merangkul pinggang sang wanita dan memastikan sang wanita aman dalam pelukannya.

Hasilnya, kedua pipi Elyxera merona merah dan spontan kedua tangannya mengalung di leher Ivarios untuk menjaga keseimbangannya karena bingung dengan apa yang akan dilakukan sang pria. Dia bahkan bisa melihat seringaian muncul di wajah Ivarios begitu dia menaikkan satu kakinya menapak di ambang kusen jendela yang sudah terbuka lebar itu.

"Pegang erat-erat. Kita akan menemukannya dengan cepat. Berharap saja dia tidak pergi terlalu jauh," ujar Ivarios, menatap Elxyera dari dekat dan tersenyum menawan pada sang wanita. Dia bahkan tidak perlu meminta izin atau meminta maaf karena spontan memeluk sang wanita seperti itu, karena sepertinya Elyxera tidak mengatakan apa-apa sekarang dan fokus memandangnya.

"Eh, apa?"

Barulah Elxyera tersadar ketika Ivarios sudah melompat keluar dari jendela kamarnya sehingga membuat sang wanita memejam erat dan menunggu waktu hingga tubuh mereka menghantam tanah yang jauh di bawah sana.

"IVARIOS!!"

Tapi...

"Hei, Elxy. Kau pikir aku akan menjatuhkan atau membuangmu dari sini ya? Kau tidak percaya padaku?"

Suara Ivarios yang terdengar pun membuat Elxyera yang sudah panik itu pun membuka sebelah matanya untuk mengintip. Namun terpaan arus angin yang mengenai wajahnya secara langsung itu begitu nyaman membuatnya pun tersadar dengan keadaan yang ada.

Apa yang terlihat adalah Ivarios yang masih memeluk pinggangnya, sekarang terbang melintas tinggi beberapa meter di atas permukaan tanah, melewati atap-atap bangunan di sekolah dan terlihat begitu hati-hati.

"Ivarios?? Bagaimana kalau--"

"Tenang saja. Tidak ada yang akan melihat kita disini. Aku mengaktifkan sihir transparansi sehingga orang lain yang ada dibawah sana tidak bisa melihat kita. Kecuali...murid atau guru yang memiliki kepekaan yang tinggi, pasti bisa menyadarinya. Namun mari jangan mengkhawatirkan yang itu terlebih dahulu dan fokus mencari rubah salju itu."

Ivarios kembali menjelaskan dengan lembut, mendekap erat Elxyera di tubuhnya, namun netranya memandang sekeliling untuk memperhatikan dan mencari sosok yang dimaksudkan. Sedangkan Elxyera yang sudah lebih dulu merasa malu, hanya merona tipis dengan wajah merengut dan menoleh ke bawah juga untuk mencari.

Sebenarnya kemana perginya makhluk itu? Apalagi dengan hilangnya buku itu juga, sang wanita semakin bingung. Tentu dia merasa bukan hal yang membingungkan kalau rubah itu menghilang begitu saja di kamarnya, karena bisa saja dia kabur lewat jendela.

Tapi kalau sampai buku itu sendiri ikut menghilang pun, bukankah itu lebih aneh lagi? Atau mungkinkah ada yang masuk ke kamarnya dan membawa makhluk itu?

"Elxy, fokus." Peringatan dari Ivarios pun membuat Elxyera kembali mengangguk kecil, dan mengedarkan pandangannya sembari menajamkannya, karena akan cukup sulit untuk mencari dari setinggi ini. Berbeda dengan Ivarios yang mungkin memiliki keahlian lain dalam sihirnya, Elxyera tidak punya kemampuan lebih. "Hanya kau yang tahu ciri-ciri lengkapnya. Aku hanya bisa mengandalkanmu."

"Aku tidak melihat apa-apa. Apakah kau bisa terbang lebih rendah, Ivarios?" tanya Elxyera ketika menyadari bahwa akan begitu sulit kalau melihat dari sejauh ini. Setidaknya dia butuh bantuan Ivarios juga karena pria itu yang membawanya terbang seperti ini.

Ivarios pun mengangguk kecil seraya membawa tubuhnya terbang lebih rendah, memastikan Elxyera tetap aman dalam pelukannya juga. Hingga sekarang mereka pun terbang rendah di atas salah satu taman besar di bagian tengah akademi Sihir Philosthilea itu.

Tempat itu cukup sepi, karena waktu sudah memasuki sore hari. Tidak lama lagi jam malam akan berlaku dan seharusnya murid-murid sudah kembali ke asrama mereka masing-masing kalau tidak punya keperluan lain di luar akademi ataupun di dalam bangunan utama akademi.

"Aku tidak melihat--! Ivarios, lihat itu!"

Elxyera yang merasa bahwa kemungkinan besar makhluk yang dicarinya itu tidak ada disini, baru saja ingin mengajak Ivarios pergi melihat ke tempat lain. Namun ketika matanya menangkap sebuah percikan-percikan aneh yang berpindah-pindah di taman itu, barulah dia menyadarinya.

Sosok seekor rubah salju terlihat berlari-lari di udara di bawah sana, sesekali berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat menggunakan teleportasi yang meninggalkan jejak percikan cahaya berwarna ungu muda keperakan yang terlihat cukup mencolok. Tapi dari sini, barulah Elyxera menyadari bahwa rubah itu sudah tumbuh sedikit lebih besar dari yang dia ingat tadi pagi, dan buku itu...terlihat bertengger sempurna di punggung sang binatang.

"Ivarios, itu!!"

Tanpa pikir panjang, Elxyera pun segera menunjuk ke arah rubah salju yang melesat cepat ke ujung taman itu. Buku yang sama pun terlihat tidak jatuh dari punggung sang rubah dan bertahan dengan sempurna disana dalam posisi terbaring. Namun sesaat Ivarios hanya terdiam melihat ketika dia pun berhenti terbang di atas pertengahan taman akademi itu.

Netranya seolah menerawang sesuatu untuk memastikan hewan sihir itu. Namun tidak ada kata-kata yang keluar selama beberapa detik.

"Hmm, baiklah." Ivarios dengan cepat mengangguk setelah diam beberapa saat, dan segera melesat terbang ke arah ujung taman itu, berharap setidaknya masih sempat menghentikan makhluk itu. Namun terpikirkan satu cara, sang pria pun tiba-tiba memetikkan jari sebelah tangannya seketika menciptakan dinding pelindung transparan yang mengelilingi makhluk tersebut, mengurungnya tepat di dalam membuat makhluk itu tersentak kaget dan melihat ke sana kemari dengan panik.

"Sekarang dia tidak bisa lari lagi," ujar Ivarios mendarat di tanah tidak jauh dari dinding pelindung itu. Dengan segera, Ivarios pun melepaskan pelukannya dan dia pun membiarkan Elyxera sudah lebih dulu berlari mendekati dinding pelindung itu. Mendapati bahwa makhluk yang terkurung di dalam terlihat begitu waspada ketika menyadari kehadiran Elxyera dan Ivarios.

"Kyuungg...kyuungg...," makhluk itu memekik kecil, namun netra hitamnya memandang Elxyera dan Ivarios bergantian. Entah antara bingung, takut dan waspada yang mungkin bercampur menjadi satu. Di satu sisi, sosok itu tidak terlihat ganas, pikir Elxyera. Justru kasihan karena suara makhluk tersebut.

"Jadi ini makhluk yang kau maksudkan, Elxy? Bahkan buku itu pun...."

Netra Ivarios menerawang melewati dinding pelindung transparan itu dan seolah tertancap pada makhluk manis berwarna putih itu. Pria itu tengah berpikir, namun seketika mengalihkan perhatiannya pada Elxyera yang terlihat begitu khawatir dengan keadaan sang makhluk kecil. Ah, tentu saja. Wanita ini sepertinya terlalu cepat khawatiran.

"Iya, tapi...ukurannya tadi lebih kecil. Dan...dia terlihat kasihan. Ivarios, apa kau tidak bisa melepaskannya? Tenang saja, aku akan memastikan dia tidak kabur..."

Belum sempat Elxyera menyelesaikan kata-katanya, Ivarios sudah lebih dulu memetikkan jarinya sehingga dinding pelindung itu pecah seperti gelembung membebaskan sang makhluk putih. Namun pergerakan tangan Ivarios yang mengibas ke samping pun membuat baik buku yang berada di punggung sang rubah, dan binatang itu sendiri pun seketika melayang di udara, bergerak perlahan sampai ke arah Ivarios.

"Kyuung kyuungg!!!" Pekikan terkejut terdengar dari mulut rubah salju itu, menggeliat panik seolah berusaha melarikan diri. Namun tidak ada gunanya dia kabur, karena kekuatan Ivarios tetap mempertahankan makhluk itu dalam posisinya. Tangan Ivarios pun terulur dan memegang belakang leher rubah putih itu dengan satu tangan sedangkan tangan lainnya pun mengambil buku tersebut.

"Memangnya kau tahu makhluk apa ini, Elxy tersayang? Meskipun dia terlihat normal, tidak bisa dipungkiri bahwa makhluk ini adalah sosok binatang sihir," ungkap Ivarios seketika pada Elxyera yang cukup kasihan pada makhluk itu ketika mendengar suara nyaringnya memekik.

Sedangkan di satu sisi, makhluk itu hanya menatap Ivarios dan Elxyera bergantian dengan mata hitam bulatnya yang manis dan juga sedih. Hingga rasanya Elxyera pun jadi kasihan mendapatkan tatapan manis itu. Di satu sisi, Ivarios sama sekali tidak terpengaruh, justru menyentuh dan menggoyangkan makhluk di dalam cengkeraman tangannya seolah memegang hewan liar.

"Tapi tetap saja dia terlihat kasihan! Ivarios, kalau kau memegangnya seperti itu, dia akan kesakitan!" protes Elxyera tidak terima dengan bagaimana Ivarios memperlakukan makhluk manis itu. Oh, andai dia bisa langsung mengambil makhluk itu dari Ivarios, dia akan melakukannya.

"Tetap saja dia adalah makhluk yang kau maksudkan, kan. Yang menyebabkan kekacauan di kamarmu tadi juga? Aku hanya ingin memastikan dia tidak akan melukaimu," balas Ivarios lagi, kali ini berwajah datar dan menatap Elxyera dengan penuh selidik. Membuat wanita itu pun menegak salivanya dengan gugup dan menunduk menghindari tatapan Ivarios.

Pria itu benar. Kekacauan di kamarnya itu disebabkan karena hal yang berkaitan dengan ini, dan dia tidak bisa membantahnya. Pada akhirnya wanita itu pun hanya menghela nafas panjang, sekuat tenaga menghindari pandangan manis seolah minta tolong yang diarahkan rubah itu padanya.

"Kyuung...."

Suara menyedihkan dari makhluk itu pun terdengar, dan sekali lagi Elxyera pun memandang binatang itu. Ah, dia tidak bisa. Mungkin lebih baik menyerahkan makhluk ini pada Ivarios saja untuk diurus. Dia tidak akan sanggup kalau...!

"Aww!"

Rintihan kesakitan itu lolos dari mulut Elxyera begitu merasakan hantaman yang cukup kuat dari buku tebal yang dipegang oleh Ivarios itu. Pria itu bahkan melepaskan buku itu hingga jatuh menimpa kepala Elxyera dan hampir saja meluncur jatuh dari kepalanya ke kaki sang wanita di bawah sana. Untung saja Elxyera dengan cepat menangkapnya ke dalam pelukan kedua tangannya.

"A-Apa? I-Itu sakit, Iva--!"

"Ya, ya aku mengerti. Sepertinya kau sangat kasihan pada makhluk ini. Aku bisa melihatnya dari tatapanmu, Elxy." Ucapan tanda menyerah itu akhirnya keluar dari mulut Ivarios lagi. Netra unik sang pria pun tertuju lekat pada wajah Elxyera. Bahkan menyadari bahwa wajah wanita itu sudah terlihat sedikit merengut karena merasa kasihan pada makhluk manis itu.

Dan sialnya, Ivarios saja dia tidak tega melihat itu juga. Hingga untuk menarik kesadaran wanita itu kembali, terpaksa menjatuhkan buku tebal itu di kepala sang wanita walaupun tidak terlalu keras. Harusnya.

"Aku akan memberikannya padamu setelah memastikan bahwa dia tidak berbahaya. Lagipula, makhluk ini muncul ketika kau menggunakan buku ini, kan. Mungkin saja makhluk ini...dipanggil olehmu? Siapa yang tahu."

Ivarios kembali berkomentar seraya tersenyum tipis. Berbalik untuk menatap makhluk dalam genggamannya itu. Di satu sisi, makhluk itu justru menatapnya dengan tatapan lucu seraya mengerjapkan mata hitamnya yang bulat menggemaskan. Hingga membuat Ivarios pun hanya menghela nafas panjang dan mendekatkan makhluk itu ke arahnya lagi, kali ini memeluknya di depan tubuhnya dengan satu tangan di bagian perut sang binatang.

Di hadapannya, Elxyera yang mendengar itu justru mengerjapkan matanya beberapa kali merasa tidak percaya. Dia tidak salah dengar, kan? Ivarios akan mengizinkannya memilikinya? Karena kemungkinan besar makhluk itu adalah hewan sihirnya?

"Tapi apa...tidak apa-apa? Ma-Maksudku aku memang tidak ingin dia merasa terintimidasi seperti itu, tapi...kalau Ivarios mengizinkan, aku akan merawatnya dengan baik."

Seketika rasa gugup memenuhi hati Elxyera. Dia jarang merasa seperti ini. Tapi dia tidak bisa memungkiri perasaannya yang begitu senang karena mendapatkan izin itu. Dan begitu melihat Ivarios di hadapannya mengangguk pelan, Elxyera merasa telah melupakan semua masalahnya hari ini dan tersenyum ceria. Senyuman paling tulus yang dapat ditunjukkannya hari ini setelah sejak beberapa hari sebelumnya berada dalam kebimbangan masalah hidupnya.

Namun, dia tidak perlu memikirkan hal itu lagi, kan. Dan sekarang, ada yang jauh lebih penting dari itu. Tanpa sadar dia mengulurkan tangannya dan meraih tangan kanan Ivarios yang kosong, lalu menggenggamnya erat di depan dada dengan satu tangannya seraya tersenyum manis pada pria itu.

"Terima kasih, Ivarios. Kau begitu baik," ujarnya dengan lembut pada sang pria. Sedangkan di seberangnya, Ivarios terpana melihat senyuman manis itu. Baru kali ini dia melihat senyuman semanis itu menghiasi wajah Elxyera setelah dia bertemu wanita itu. Tanpa sadar, pipi sang pria pun sedikit merona dan dia mengalihkan perhatiannya ke arah lain.

"E-Ehem! Ya, sama-sama. Daripada itu, lebih baik kau segera kembali ke asramamu, Elxy sayang. Maaf aku tidak bisa menemanimu, karena harus membawa makhluk ini dulu ke kamar asramaku. Tapi aku akan mengunjungimu lagi sebentar untuk memperbaiki kamarmu. Kau tidak bisa memperbaikinya sendiri, kan."

Ivarios berdehem, merasa jantungnya sedikit berpacu lebih cepat. Padahal itu hanyalah genggaman tangan dan senyuman manis yang mungkin merupakan hal biasa. Tapi baginya, dia merasakan hal aneh itu. Hingga tidak tahan baginya melihat wanita itu. Meskipun begitu, dia tetap membiarkan Elxyera menggenggam tangannya itu. Merasakan kehangatan dari tangan sang wanita.

"Baiklah! Aku akan menunggumu," ujar Elxyera ceria. Mengangguk senang sebelum melepaskan genggaman tangan itu lagi. Dia cukup menyadari ekspresi sang pria yang cukup berubah, dan segera tersadar bahwa dia menggenggam tangan Ivarios. Hingga dia pun memilih melepaskannya karena berpikir dewa dihadapannya ini merasa tidak nyaman.

Sesaat, matanya pun kembali jatuh pada rubah salju yang menatapnya dengan tatapan bingung yang manis itu.

"Kyuung?"

Kepala sang makhluk sedikit miring, membuat Elxyera merasa bahwa dia telah bertemu dengan makhluk paling manis yang ada. Sebelah tangannya pun kembali terulur, dan mengusap lembut kepala sang binatang.

"Sampai bertemu nanti. Ivarios juga!"

Setelah berseru seperti itu, Elxyera pun melambai singkat dan memutar tubuhnya. Sembari kembali dia memeluk buku tebal itu dengan kedua tangannya, sang wanita berambut pirang itu pun berlari ke ujung taman untuk menuju asramanya lagi. Meninggalkan Ivarios dan makhluk manis itu berdua saja. Barulah ketika wanita itu menghilang dari pandangan membuat Ivarios pun menghela nafas panjang dan berjongkok di taman itu.

Pelukannya pada rubah salju itu terlepas, namun lucunya, makhluk itu bahkan tidak lari menjauh. Dia hanya terlihat berputar-putar di tempat Elxyera berdiri tadi, lalu mencium-cium rerumputan disitu seolah mencoba mengenali sesuatu. Kepalanya pun kembali terangkat, dan dia duduk sembari menatap Ivarios yang terlihat kacau dengan tangan menutupi kedua wajahnya yang merona semakin merah mengingat hal tadi.

"Ah, tidak bisa," gumam sang pria lirih tanpa jelas mengungkapkan apa maksudnya. Netranya pun tertuju pada rubah salju itu, dan seketika mengulurkan sebelah tangannya pada makhluk itu. Tanpa berpikir dua kali, rubah itu mendengus tangan sang pria dan mengusel moncong dan kepalanya di telapak tangan sang pria. Seolah merasa sudah mengenal pria itu cukup lama.

"Kau ternyata...tidak bisa jauh-jauh dari majikanmu, ya?" Ujarnya pada makhluk manis itu yang terlihat begitu manja mengusel di tangan Ivarios. Membuat sang pria mau tidak mau pun mengusap pucuk kepala makhluk manis itu. "Snow."

Panggilan itu membuat telinga sang rubah salju itu bergerak-gerak lucu, dan sekali lagi, makhluk manis itu pun menatap Ivarios dengan mata bulat hitamnya yang manis. Senyuman tipis Ivarios pun terlihat jelas menghiasi wajah sang pria, hanya saja, pantulan ekspresi sedih itu terlihat jelas di netra hitam Snow yang begitu jernih.

"Tapi sayang...untuk saat ini kau masih belum bisa dekat dengannya. Tidak, belum saatnya."

--🗝️--

[Note : Halo, halo, bertemu lagi dengan saya setelah beberapa lama. ^_^ Apakah disini ada yang kangen dengan cerita ini?

Hehe, menurut kalian, bagaimana chapter kali ini? Meskipun mungkin jalan ceritanya masih belum terlalu maju, mungkin ada yang senang dengan chapter ini? (≧▽≦)

Pertama, maafkan saya ya yang sempat berhenti mengupdate secara teratur. Soalnya kesibukan saya membuat saya tidak punya banyak waktu membuat cerita, apalagi karena perlu menguras pikiran juga untuk melanjutkan ceritanya, hehe. Jadi baru sekarang saya bisa update lagi.

Kedua, kedepannya jadwal update cerita ini juga masih kurang menentu. Mungkin setidaknya sampai beberapa minggu kedepan. Karena jadwal saya yang cukup padat di real life. Sehingga saya juga butuh istirahat sejenak dari menulis cerita panjang seperti ini. >_<

Saya merasa tersanjung ketika menyadari bahwa vote cerita ini sudah begitu banyak, dan yang membaca pun terlihat begitu banyak. Rasanya terharu karena banyak yang memberikan dukungan untuk cerita ini. ( ⚈̥̥̥̥̥́⌢⚈̥̥̥̥̥̀)

Meskipun saya minta maaf ya karena belum sempat membalas chat kalian satu persatu. Tapi saya merasa sangat senang karena ada yang begitu menyukai cerita ini dan memberikan dukungan untuk saya dalam menulis cerita ini. ( ⚈̥̥̥̥̥́⌢⚈̥̥̥̥̥̀)

Mungkin tidak banyak yang bisa saya sampaikan untuk saat ini, tapi saya harap para pembaca masih setia menunggu kelanjutan buku ini. Terima kasih banyak karena sudah mau meluangkan waktu untuk membaca cerita ini, padahal cerita ini masih memiliki banyak kekurangan.

Semoga hari kalian menyenangkan, selalu ingat untuk jaga kesehatan ya. Love you all. ( ◜‿◝ )♡]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top