52. Latihan Melawan Dewa
--🔹--
Satu suara tidak asing dari tengah gerombolan murid itu terdengar seolah menggema di lapangan yang luas itu. Dan seketika semua pandangan yang tertuju pada Arsen pun berbalik dan tertuju pada sosok yang berdiri di samping Elxyera. Bahkan sang wanita berambut pirang itu tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Ivarios dengan beraninya mengangkat tangan di samping Elxyera. Senyuman tipis percaya diri menghiasi wajah Ivarios, namun tetap saja ketenangan yang ditunjukkan Ivarios mengejutkan Elxyera. Dia ingat betul kalau pria itu mengatakan tidak ingin dekat-dekat dengan Putra Mahkota karena satu hal. Tapi mengapa sekarang justru mengajukan diri sebagai lawan tanding Arsen?
"Ivarios, kenapa?"
Bisikan itu nyaris tidak keluar dari mulut Elxyera. Tapi sang pria berambut putih pun segera menoleh, lalu memberikan senyuman penuh makna pada sang wanita. Ivarios pun tidak menunggu lama ketika dia mengambil langkah maju melewati celah yang tercipta di barisan depannya.
"Ivarios Blanchius?" tanya Thilemius menyebutkan nama Ivarios. Sehingga sang pria berambut putih perak itu pun membungkuk sedikit memberi hormat pada Thilemius dan Arsen.
"Benar, Madam, Yang Mulia. Saya--!"
"Salah satu murid baru itu. Setidaknya masih ada murid yang lebih berani dan berpotensi untuk mengikuti pelatihan dan arahanku dengan baik," potong Thilemius langsung dengan nada yang terkesan dingin. Jelas mengirimkan hawa tidak nyaman pada murid-murid yang berbaris di tengah lapangan.
Arsen yang berdiri di samping Thilemius sesungguhnya tidak menyangka kalau ada yang benar-benar ingin mengajukan diri. Setidaknya tidak selain Diziel tadinya. Ternyata justru pria yang terlihat akrab dengan Elxyera inilah yang mengajukan diri ingin menjadi lawan tandingnya.
"Tuan Ivarios Blanchius. Saya dengar dari Tuan Hoston bahwa tes Anda kemarin pun mendapat pujian yang bagus. Saya berharap Anda bisa menunjukkan yang terbaik dalam tes ini juga." Arsen dengan sopan mulai berbicara. Tentu mendengar tentang Ivarios juga dari Hoston ketika bertanya tentang Avyce kemarin.
Dua murid baru dan dua-duanya sangat berbakat. Dia ingat kalau Adora sendiri yang memasukkan Ivarios ke akademi ini atas dasar rekomendasi dari berbagai orang di tempat tinggal Ivarios Blanchius sendiri. Berbeda dengan Avyce yang memang berada dalam perlindungan Kekaisaran. Mungkin pria ini memang berbakat.
Namun Arsen tidak tahu banyak tentang pria ini. Bahkan nama itu mengingatkannya pada satu hal. Dia juga mendengar kalau Ivarios bukan dari keluarga bangsawan. Apa itu hanya sebuah kebetulan belaka saja? Kesamaan nama mungkin saja terjadi, tapi untuk nama marga, entah mengapa itu sedikit terdengar misterius.
"Terima kasih atas pujiannya, Yang Mulia. Saya tentu akan melakukan yang terbaik," ujar Ivarios dengan penuh percaya diri. Pria itu menganggukkan kepalanya kecil dan tersenyum tipis. Dia bahkan tidak merasa gentar dengan pilihannya.
Sesaat dia mengingat ekspresi terkejut Elxyera. Ah, dia ingat kemarin mengatakan tidak ingin dekat-dekat dengan Putra Mahkota karena takut ketahuan Optivus. Tapi sekarang dia rasanya ingin mengetes sendiri pria yang dipilihnya sebagai pasangan gadis suci itu.
Takdir memang telah dia keluarkan. Walau tidak adil bagi beberapa pihak, dia bisa melihat kalau Arsen mungkin tidak mempermasalahkannya. Mengingat bagaimana sikap sang pria pada Avyce kemarin, mungkin memang tidak ada yang berubah walau Elxyera dihidupkan sekalipun.
Manusia bisa terlihat begitu menarik, namun di satu sisi bisa membosankan juga. Dan pria dihadapannya ini, tentu memiliki nilainya sendiri, kan.
"Kalau begitu silakan bersiap di tengah lapangan, Yang Mulia, Tuan Ivarios."
Ucapan itu terdengar dari Madam Thilemius lagi, dan serentak murid-murid yang berdiri di tengah lapangan pun berpindah ke sisi lapangan dengan pandangan penasaran. Mereka memang sudah melihat kemampuan Ivarios yang hebat dalam tes kemarin, menganggap kalau sang pria bisa menjadi murid yang berpotensi. Tapi mereka lebih penasaran dengan bagaimana Ivarios menghadapi Putra Mahkota yang bahkan tidak pernah terkalahkan satu kali pun semasa sekolahnya.
Sosok yang sempurna, lulusan yang sempurna.
"Ah, aku keduluan Ivarios ternyata." Tawa kecil terdengar dari mulut Diziel saat pria itu berjalan ke pinggiran lapangan diikuti Elyxera dan Ivory.
"Apa Anda ingin melawan Putra Mahkota, Tuan Muda?"
Diziel kembali mengangguk mendengar pertanyaan Ivory. Selama tinggal di ibu kota sebelumnya, dia tidak punya kesempatan melawan Arsen bahkan dalam latihan biasa. Bahkan setelah melihat kehebatan Arsen di hari kompetisi berburu waktu itu, dia ingin mencoba melawan sang pria. Namun saat ini sepertinya bukan kesempatannya.
"Walau begitu aku penasaran dengan Ivarios juga. Sihir petir yang ditunjukkannya pada tes sebelumnya begitu mengagumkan."
Ucapan Diziel seketika menarik perhatian Elxyera. Wanita yang sedari tadi menunduk itu dan diam di sisi Ivory pun menoleh, menatap dengan penasaran. "Petir?"
"Oh, ya. Elxy tidak tahu ya. Hmm, kekuatan yang ditunjukkan Ivarios adalah kekuatan petir. Tapi senjata yang digunakannya adalah pedang. Rasanya tidak asing. Tapi karena Ivarios bisa menguasai kekuatannya dengan baik, Tuan Hoston memujinya. Murid baru yang berbakat, walau ya, memang tidak langka seperti kekuatan Nona Avyce Heiligheid."
Diziel menjelaskan secara singkat apa yang terjadi pada tes Ivarios karena Elxyera tidak ada disana saat itu. Seketika Elxyera teringat dengan sesuatu, rusa Ivaros yang mengeluarkan kekuatan petir yang hampir melukai banyak orang di hari kompetisi berburu.
Apa dasar inti kekuatan Dei Blanche sendiri adalah petir? Atau ada hal lain yang disembunyikan oleh Ivarios agar dirinya tidak dicurigai?
Suara tarikan pedang dari sarungnya membuat perhatian Elxyera kembali terpusat kedepan. Dia bisa melihat Arsen dalam balutan pakaian sederhana tanpa jubah kerajaan, menarik pedangnya dan bersiap di tempat.
Warna hitam pedang di tangan kiri Arsen terlihat berkilau ditempa cahaya matahari, membuat murid-murid yang melihatnya terpukau. Namun bagi Arsen, pedang yang bagus tidak akan ada gunanya kalau dia tidak tahu cara menggunakannya dengan baik. Karena itu meskipun semua orang berpikir dia pasti lebih kuat, dia tidak bisa meremehkan lawannya.
Sedangkan Ivarios sendiri masih berdiri diam beberapa meter di hadapan sang pria berambut hitam. Sejauh yang Elxyera perhatikan, tidak ada keraguan sama sekali di wajah Ivarios. Pria itu cenderung santai dengan kondisi saat ini. Mungkin karena tujuan utamanya hanya ingin mengetahui kehebatan manusia pilihannya ini?
"Ivarios Blanchius, apa kau ingin menggunakan senjata yang disediakan atau kau memiliki senjata sendiri?" tanya Madam Thilemius dari pinggiran lapangan. Suaranya menggema karena keheningan yang merambat disana. Tapi dia perlu memastikan sebelum memulai tes latih tanding ini.
"Ah, maafkan saya, Madam. Saya memiliki senjata saya sendiri."
Ivarios mengangguk kecil, teringat bahwa dia belum memunculkan senjatanya. Tangan kanannya pun terulur ke depan, mencoba meraih sesuatu dari udara kosong di depannya. Sesaat ketika Arsen memperhatikan, pria itu cukup bingung. Tapi matanya segera menangkap sebuah bentukan cahaya bulat berwarna putih di hadapan Ivarios, menyerap masuk tangan sang pria berambut perak ke dalam cahaya itu.
Perlahan tangan Ivarios kembali tertarik keluar dari dalam cahaya perak tersebut. Dan suara kagum dari para murid lain terdengar memenuhi lapangan itu. Mungkin mereka sudah pernah melihat senjata itu saat tes sebelumnya, namun berbeda dengan Elxyera yang terkagum, matanya tidak lepas dari pedang panjang berwarna putih bercahaya yang ditarik keluar oleh Ivarios.
Warnanya memang putih perak, bagaikan cahaya yang bersinar. Berbeda dengan pedang Diziel yang bening dari kristal es sebelumnya, pedang milik Ivarios bagaikan berasal dari dimensi lain. Namun itu sama sekali tidak menyilaukan bagi siapapun yang melihat. Sesaat Ivarios mengayunkan pedangnya dengan santai, mengabaikan kekaguman murid lain dan pandangan penasaran Arsen.
'Pedang milik dewa. Apa Ivarios serius akan menggunakan itu?" Elxyera membatin merasa cukup khawatir. Walau tidak tahu pasti bagaimana pedang milik Dewa, tapi kalau itu bisa digunakan Ivarios, maka sudah diyakini bahwa itu adalah pedang sang pria.
Elxyera tahu Ivarios adalah dewa, dan benda milik sang pria pastinya bukanlah benda biasa, kan. Apalagi melihat pedang yang tercipta dari kekuatan Ivarios.
Apa Arsen bisa mengalahkan seorang dewa yang menyamar?
"Jangan sungkan pada saya, Yang Mulia. Mari membuat pertandingan ini semakin menarik." Ivarios bersiap di tempatnya, memasang kuda-kudanya seraya memegang pedang peraknya itu di tangan kanan. Ucapannya mungkin terdengar sombong, namun Arsen terlalu terpaku dengan apa yang dilihatnya.
'Pedang itu...warnanya ganjil,' batin Arsen memperhatikan pedang itu dengan seksama. Warna putihnya memang begitu indah dan memukau. Tapi sekali lihat saja Arsen langsung tahu kalau itu bukan pedang biasa.
Apa itu salah satu Harta Suci Dewa?
Arsen merasa bahwa dia tidak pernah mendengar kalau ada Harta Suci yang jatuh ke tangan rakyat biasa. Mungkinkah ini Harta Suci yang tidak pernah diketahui kekaisaran namun justru lebih dulu ketahuan oleh Akademi Philosthilea.
Bisa saja ini alasan Adora memasukkan Ivarios Blanchius ke sini.
"Blanchius..."
Nama itu terasa tidak asing baginya. Bukan, bukan dalam satu hal utama yang dibacanya di buku kuno bahasa masa lalu permulaan daratan Blanche. Namun melihat pedang itu seketika membuat kepalanya terasa pening. Sesaat Arsen mengerjapkan matanya beberapa kali. Berpikir apakah pedang itu mengandung sihir sehingga mempengaruhinya?
"Mulai!!"
Seruan Thilemius terdengar keras dari pinggiran lapangan, membuat Arsen tersentak. Pikirannya yang sesaat kacau berusaha ditatanya kembali. Namun dia tidak punya waktu ketika melihat Ivarios sudah lebih dulu berlari ke arahnya, dengan pedang putih perak sang pria yang bersiap dihunuskan ke arahnya.
Arsen dan Ivarios seketika mengambil langkah pertama maju. Jarak mereka semakin mendekat dan Arsen segera mengayunkan pedangnya yang pertama kali secara spontan, berniat menyerang langsung bagian depan Ivarios yang menghunuskan pedang.
Namun dengan sigap pun Ivarios mengambil langkah mundur menarik tangannya yang memegang pedang itu, memutarnya untuk menjadikan tameng dan penahan. Dia pertama menahan ayunan pertama Arsen dengan pedangnya, sebelum akhirnya menangkis serangan Arsen ketika sang pria berambut hitam mengayunkan pedangnya sekali lagi.
Suara dentingan besi yang saling berbenturan menciptakan sensasi rasa ngilu di telinga para murid. Dari jarak yang cukup jauh ini saja mereka bisa mendengar hantaman pedang itu terdengar begitu kuat dan penuh tenaga. Mereka tahu baik Arsen dan Ivarios sama sekali tidak main-main menyakinkan pedang mereka.
Ivarios sendiri terlihat dengan mudah menahan serangan Arsen, walau di satu sisi dia juga merasa terkadang hantaman pedang Arsen terasa bertenaga sehingga hampir saja Ivarios melepaskan gagang pedangnya. Kalau pedangnya sampai terjatuh, itu bisa berakibat buruk, kan?
Arsen pun menarik kembali tangan kirinya, mengayunkan pedangnya ke samping untuk mengayunkannya balik lebih kuat ke arah pedang Ivarios yang menjadi tameng untuk pria berambut putih perak itu. Dentingan keras kembali tercipta membuat Arsen yakin sesaat dia melihat sebuah percikan listrik timbul dari tempat beradunya pedang miliknya dan milik Ivarios.
Namun dengan segera Ivarios kembali menangkis serangan Arsen dan menghindar ke sisi kiri, membiarkan pedang Arsen jatuh menghantam udara kosong di tempat Ivarios berdiri tadinya. Memanfaatkan kesempatan itu, Ivarios lagi-lagi mengangkat pedangnya tinggi dan mengayunkannya ke arah kepala Arsen.
Sang pria berambut hitam itu dengan cepat memindahkan pedangnya ke tangan kanan dan mengangkatnya tinggi untuk menahan serangan Ivarios yang lagi-lagi menciptakan bunyi memilukan untuk telinga mereka. Dengungan pedang berhantaman itu terdengar menggema di kepala Arsen.
'Ugh!' Mata Arsen mengernyit ketika sekali lagi rasa sakit memenuhi kepalanya, menguasainya dan seolah merambat kemana-mana di tubuhnya. Padahal itu hanyalah suara biasa yang didengar dalam benaknya.
Biasanya pedang lain tidak akan menciptakan bunyi berlebihan seperti itu. Tapi melihat pedang Ivarios bukanlah pedang biasa, Arsen sadar ada yang berbeda. Matanya memejam sesaat mencoba menghilangkan rasa sakit di kepalanya yang timbul lalu memusatkan perhatiannya pada Ivarios lagi dengan begitu cepat.
"Hoh, Anda bisa menangkisnya." Ucapan itu keluar dari mulut Ivarios tiba-tiba karena sang pria merasa kagum ketika serangannya dengan cepat ditahan Arsen yang memindahkan pedang ke tangan satunya. Dia memang kagum dengan kehebatan Arsen yang bisa menggunakan dan memanfaatkan kedua tangannya itu. Ditambah dari Arsen yang sepertinya memang tidak sepenuhnya serius walau ayunan pedangnya begitu kuat dan bertenaga.
"Kemampuan Anda menggunakan kedua tangan Anda benar-benar hebat, Yang Mulia. Saya merasa kagum," puji Ivarios seraya tersenyum tipis, mencoba menekan pedangnya dengan kuat pada pedang Arsen yang menjadi tameng menahan ayunan pedang Ivarios. Tapi sepertinya tidak ada gunanya ketika dia sekali lagi melihat percikan listrik tercipta pada bagian bilah mereka yang beradu.
Arsen yang diajak bicara di satu sisi hanya tersenyum tipis dalam diam. Walau pikirannya bertanya-tanya siapa Ivarios sebenarnya, dia tidak boleh lengah dalam adu tanding ini. Meskipun tidak sepenuhnya serius, Arsen tahu Ivarios bukan lawan yang patut diremehkan.
"Anda pun sepertinya begitu mahir menggunakan pedang, Tuan Blanchius. Apa Anda sering berlatih?" tanya Arsen balik untuk mematikan. Memajukan pedangnya untuk menangkis pedang Ivarios sehingga tahanan itu telepas dan Arsen pun mulai mengayunkan pedangnya sekali lagi ke arah Ivarios. Kali ini bunyi hantaman kedua pedang terdengar beberapa kali saling beradu.
Arsen mencoba memukul mundur Ivarios yang mau tidak mau karena ayunan pedang Arsen yang mulai cepat dan teratur itu membuatnya mengambil langkah mundur. Suara kekaguman dan nafas tertahan dari para murid terdengar ketika mereka saling mengadukan senjata mereka.
Tapi ini masih belum ada apa-apanya.
Pedang hitam milik Arsen seketika dikelilingi aura hitam pekat yang menyambar-nyambar. Melihat itu mengingatkan Diziel pada pedang milik Crovis saat Kaisar Fargaven itu menyerang rusa Ivaros di hari kompetisi berburu. Namun tersadar dengan sesuatu, aura hitam yang mengelilingi senjata Arsen terlihat memiliki warna ungu yang memercik seperti petir.
Arsen mengambil aba-aba mengangkat pedangnya tinggi, berniat mengayunkannya ke arah Ivarios, tahu kalau sang pria pasti tidak akan sempat menangkisnya. Namun yang ada Arsen membelalak ketika melihat senyuman tipis merekah di wajah Ivarios. "Tapi sepertinya Anda meremehkan saya, Yang Mulia."
Ketika pedang Arsen yang dikelilingi aura hitam itu menghantam pedang milik Ivarios, percikan petir seketika memancar kuat dari pedang putih milik Ivarios. Bersamaan dengan itu pula, hantaman yang tercipta justru menguatkan aliran listriknya dan petir itu seketika menyambar kemana-mana ke sekeliling Ivarios dan Arsen.
'Apa?' Mata Arsen membelalak melihat percikan itu. Sekali lagi dia menarik diri dan melompat mundur untuk menjaga jarak. Tapi percikan yang ada seolah mengejar Arsen dan terus menerus mencoba menyerang sang pria dengan hantaran petir itu.
Hasilnya petir itu menyambar tanah yang dipijak Arsen sesaat lalu karena pria itu justru melompat mundur untuk menghindari hantaman petir yang merajalela menyinari tempat itu.
Hal tersebut jelas menyebabkan kepanikan pada murid-murid yang ada sehingga mereka menjaga jarak. Hantaran petir yang menyambar kemana-mana itu memang tidak besar. Tapi cukup mengkhawatirkan karena warna hitam gosong seketika menghiasi lantai dimana petir itu menyambar tadinya. Kalau ada murid yang terkena hal itu, pasti akan membahayakan.
Thilemius yang memperhatikan dari sisi lapangan, hanya terdiam saja. Namun tangannya seketika terangkat dan bergerak sejenak. Tidak lama kemudian sebuah dinding pelindung tipis tercipta mengurung Arsen dan Ivarios di tengah lapangan. Jarak yang tercipta di dalam sana masih lumayan besar sehingga mereka bisa bergerak bebas, terutama Arsen yang menghindari serangan petir itu.
Di satu sisi, Elxyera yang melihat dari pinggir lapangan memandang khawatir. Kekuatan Ivarios mengingatkannya pada rusa Ivaros itu. Tapi dia justru khawatir kalau keduanya berada di dalam terlalu lama, bisa mengakibatkan mereka terkena serangan mereka sendiri.
Dia bisa melihat bagaimana Arsen mencoba menangkis semua hantaran petir itu, sama halnya ketika melihat Arsen berusaha mendekati untuk menyelamatkannya di hari kompetisi berburu itu. Rasanya begitu familiar melihat ini. Sehingga Elxyera tidak bisa memalingkan matanya.
Namun ketika melihat Ivarios mengangkat tangannya yang memegang pedang itu dengan tinggi, perasaan aneh timbul di dalam hati Elxyera. Bersamaan dengan itu juga, pusat serangan petir Ivarios berpindah ketika pedang itu terangkat, membuat aliran listrik itu bergerak bagaikan cambuk yang digoyangkan di udara.
Situasi yang ada memang sulit, namun Arsen bahkan tidak kelihatan kewalahan begitu menghindari segala serangan Ivarios yang membabi-buta. Dengan mudahnya sang pria melompat menghindari hantaran petir, sehingga sekali lagi Arsen pun mengayunkan pedangnya ke depan untuk menangkis serangan aliran listrik yang terakhir.
'Kekuatannya...jelas bukan sesuatu yang biasa. Petir ini...entah mengapa rasanya begitu berat seperti petir rusa Ivaros itu,' batin Arsen yang semakin penasaran. Dia memang menyadarinya, walau tidak tahu mengapa pria di depannya ini bisa menggunakan kekuatan petir sehebat itu?
Apakah Ivarios Blanchius mengikat kontrak dengan hewan sihir salah satu rusa Ivaros yang langka? Itu mungkin bisa menjadi jawaban yang pas. Namun karena keberadaan mereka yang sama-sama ada disini, Arsen tentu harus menyimpan pertanyaannya untuk nanti.
'Kalau begini aku jadi tidak bisa bergerak,' batinnya mencoba mencari celah di antara aliran listrik yang menyambar-nyambar tanah sekelilingnya. Ketika Ivarios mengangkat tangannya yang memegang pedang tadi, petir itu berubah seperti sangkar burung yang melindungi majikannya di dalam. Dan sekarang Arsen bahkan tidak punya kesempatan mendekat.
"Masih bisa," lirihnya seketika saat mendapatkan sebuah ide. Pria itu mengerjap beberapa kali mengingat sesuatu yang penting. Dan sesaat kemudian, kembali pedangnya dihiasi dengan aura berwarna hitam. Dia memang yang memulai ini, tapi sebagai putra Mahkota, dia tidak bisa membiarkan martabatnya sendiri jatuh.
"•Oculus..."
Gumaman lirih itu dilontarkan mulut Arsen. Bersamaan dengan suara petir yang menyambar-nyambar memenuhi benaknya, sebuah mantra lanjutan tertulis dalam benaknya ketika wanita itu menghunuskan pedangnya ke arah Ivarios dan mulutnya kembali berucap lembut.
"...Remaneo•."
Bersamaan dengan itu juga, warna di sekeliling Arsen memudar dengan sendirinya, berubah menjadi nuansa hitam putih sejauh mata memandang. Petir yang tadinya menyambar-nyambar lapangan itu pun seketika berhenti bergerak, dan beberapa saat kemudian, apapun yang ada di sekitar Arsen pun menghentikan waktunya.
Arsen tidak membuang-buang waktu ketika dia berjalan dengan pelan ke depan mendekati Ivarios. Dia memang merasa tidak sopan menggunakan cara ini, tapi dia hanya perlu menghentikan serangannya petir itu yang artinya perlu melepaskan genggaman tangan Ivarios pada pedangnya. Meskipun tidak tahu apakah aman menyentuhnya, pria itu berpikir untuk menangkis pedang sang pria agar terlepas dari genggaman Ivarios.
Jaraknya dengan Ivarios semakin lama semakin kecil. Pria berambut perak itu tidak bergerak, karena Arsen mengaktifkan kekuatannya. Arsen memang tidak tahu siapa sang pria, namun dari kekuatan itu saja Arsen sadar kalau Ivarios berbeda. Ada yang spesial pada sang pria. Tangan Arsen pun terangkat, berniat menyentuh pedang Ivarios. Namun sekali lagi pilihan itu menjadi pilihan terakhir.
"Maafkan aku," ujarnya mengangkat tangannya yang memegang pedangnya sendiri. Dan bersamaan dengan itu pula, aura hitam kembali menghiasi pedang hitamnya yang indah. Dalam hitungan detik setelahnya, pedang itu pun diayunkan ke samping, berniat untuk menyerang pedang Ivarios karena sang pria bahkan tidak bergerak.
Tapi...
"Hoh, menarik. Siapa bilang kau bisa semudah itu mengalahkan ku?"
Mata Arsen membelalak ketika mendengar suara itu. Dan bersamaan dengan itu pula, kilatan cahaya petir menyambar di depan matanya, bagaikan kembang api yang siap meledak, Arsen bisa melihat senyuman menghiasi wajah Ivarios yang perlahan lepas dari warna hitam putih kekuatan Arsen.
Netra berwarna unik milik Ivarios menatap netra emas Arsen dengan penuh makna, namun sebelum Arsen segera menghindar dan menarik diri karena terkejut, Ivarios sudah menurunkan pedangnya dan menghunuskan mata pedangnya ke arah perut Arsen, beberapa centi lagi akan mengenai perut pria itu.
Sang pria berambut hitam bahkan bisa merasakan hantaran yang mulai menjalar dari ujung mata pedang itu. Namun apa yang terdengar di telinga Arsen setelah itu hanyalah suara Ivarios yang terdengar begitu dingin, namun juga mengandung makna yang kuat.
"Sesuai dugaanku, manusia memang menarik."
--🗝️--
[Note : Pertama-tama, maafkan saya yang baru bisa update lagi.
Bagi para pembaca yang menunggu karya ini, maaf ya kalau saya mulai lambat update selama beberapa hari kedepan. Karena saya kembali memasuki minggu-minggu yang sangat sibuk dalam kegiatan real life saya, saya tidak tahu pasti kapan bisa update teratur lagi. Walau kembali saya usahakan setidaknya bisa update cepat.
Maaf juga jikalau chapter ini tidak sesuai dengan ekspektasi kalian. Soalnya saya membuatnya dengan pikiran yang sedikit kacau karena kesibukan, hehe. Bukan bermaksud ingin merendahkan kualitas chapternya dan membuat kalian para pembaca merasa tidak nyaman dan tidak puas dengan chapter ini. Kalau ada kesempatan setelah cerita tamat, mungkin ada beberapa chapter yang nanti saya revisi dan buat lebih bagus lagi.
Ngomong-ngomong, terima kasih banyak atas dukungannya sampai saat ini. Tetap setia ya menunggu kelanjutan cerita ini, walaupun sesungguhnya saya berpikir akhirnya masihlah begitu panjang. ( ⚈̥̥̥̥̥́⌢⚈̥̥̥̥̥̀)
Saya rasa sekian dulu yang bisa saya sampaikan untuk saat ini. Maaf jikalau saya lambat merespon komen kalian ya, tapi saya ingin menyampaikan terima kasih pada kalian semua yang sudah mendukung cerita ini.
Sampai bertemu lagi nanti. Semoga hari kalian menyenangkan. \^_^/]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top