50. Makhluk dari Buku

--🔹--

Elxyera tidak tahu bagaimana dia bisa menenangkan pikirannya yang kacau ketika dia tiba di asrama. Kemarin entah mengapa seolah menjadi hari yang sial lagi baginya. Walau Dei Blanche sendiri sudah berpihak padanya, waktu dan tempat seolah tidak mendukung pilihan sang wanita.

Pagi ini Elxyera bangun dengan mata sayu yang masih mengantuk. Dia begadang semalaman karena tidak bisa tidur. Semuanya karena dia kembali memikirkan kata-kata Arsen dan sikap sang pria yang terlihat begitu canggung bertemu dengannya.

'Ah, rasanya aku tidak ingin pergi ke akademi hari ini,' batinnya seraya menghela nafas kecil. Entah mengapa merasa begitu lelah dengan apa yang telah terjadi. Hingga rasanya tidak ingin melihat langsung Avyce Heiligheid. Padahal dia bahkan tidak pernah berbicara secara langsung pada wanita itu.

Helaan nafas panjang sekali lagi lagi lolos dari mulutnya, dan Elxyera turun dari tempat tidurnya. Matahari masih belum memasuki sela-sela jendela kamarnya, membuat sang wanita menyadari kalau dia mungkin terbangun di waktu subuh hari.

Langkahnya mendekat ke arah meja belajarnya, dimana buku langka yang diambilnya dari perpustakaan Ayahnya tergeletak. Wanita itu duduk di kursi, entah mengapa merasa walau dia sudah membacanya berkali-kali, sama sekali tidak ada petunjuk yang ditemukannya pada dewa Dei Blanche sendiri dan mimpinya sebelumnya.

"Tapi kurasa aku sudah tidak memerlukan hal tersebut. Karena sudah bertemu dengan Ivarios secara langsung seperti ini," gumamnya memejamkan mata, bersandar pada sandaran kursinya. Tangannya kembali mengusap lembut sampul buku itu, menatapnya dengan sayu.

Sekarang semuanya sudah jelas, kalau kenyataan tidak bisa diubah. Avyce Heiligheid akan menjadi pasangan hidup Arsen dier Fargaven. Dan mau apapun yang terjadi di masa depan, Elxyera hanya perlu fokus untuk mensupport hidupnya sendiri agar bisa bertahan hidup melewati karma yang entah akan mengikatnya lagi atau tidak.

Kepala Elxyera pun menggeleng kecil, merasa bahwa tidak bisa terus memikirkan itu. Apa yang berlalu biarlah terjadi. Disini yang perlu dilakukan Elxyera hanya bertahan dan melindungi keluarganya dari tragedi yang semestinya dia sendiri yang memicunya.

"Aku harus bersiap-si--!!"

Elxyera yang baru saja ingin berdiri dari duduknya seketika menoleh ketika merasakan sesuatu yang hangat mengelilingi tangan kanannya yang menyentuh sampul buku tersebut. Namun bukan itu saja ketika dia melihat lambang Ivarios muncul kembali di punggung tangannya dan seketika halaman buku itu membuka sendiri dengan cepat.

"!!"

Halamannya berganti dengan cepat seolah ditiup oleh angin, dan tidak lama kemudian tiba di halaman paling belakang dimana ada beberapa lembaran kosong kuning yang menghiasi.

"Apa...ini?"

Elxyera dikejutkan dengan kenyataan bahwa lambang Ivarios Blanchius muncul di tangannya. Simbol pohon dan lingkaran itu berpendar perak di punggung tangannya, seolah tertarik dengan buku di atas meja tersebut.

Wanita itu sedikit menunduk mendekat ke arah buku tersebut. Jemari tangan kanannya terulur mengusap lembaran itu dan matanya tidak teralihkan ketika pendaran itu pun mulai menyelimuti buku itu juga sendiri.

Sebuah tulisan yang ditulis dengan tinta perak muncul perlahan. Bersamaan dengan itu pula, denyutan rasa sakit menjalar di tangan kanan Elxyera sehingga spontan sang wanita menarik tangannya lagi dari buku itu.

"Tulisan rahasia...?"

Elxyera tidak menyangka akan menemukan tulisan rahasia di dalam buku ini. Menyadari bahwa tulisan itu dieja dalam bahasa Blanchius, Elxyera sadar kalau ini memang adalah bagian dari buku ini. Dan yang memicu isi halaman ini muncul adalah lambang dari Ivarios Blanchius sendiri.

Netra Elxyera mengerjap beberapa kali, memandangi tangannya yang masih terasa berdenyut sakit namun tidak seperti tadi. Apa ini karena dia mengikat perjanjian dengan Ivarios Blanchius sehingga dia bisa memicu munculnya tulisan ini?

Tidak, tulisan ini muncul karena lambang sang pria. Elxyera kembali duduk di kursi dan meraih buku itu sekali lagi untuk mendekat ke pangkuannya, membaca satu persatu huruf yang tertulis di buku itu. Semuanya tertulis dalam bahasa Blanchius, namun Elxyera mengetahuinya sedikit-sedikit. Sama halnya seperti yang dibacanya pada ukiran rusa Ivaros.

"Et Quetta vavora miel...Lexyera."

Bzztt!!

Percikan listrik seketika muncul dari buku itu ketika Elxyera membaca kalimat pertama di bagian atas buku. Wanita itu spontan melepaskan buku tersebut dan terlonjak mundur dan buku itu jatuh ke atas lantai.

Aliran listrik berwarna ungu seketika menjalar kemana-mana, mengingatkan Elxyera pada kekuatan rusa Ivaros pada kejadian beberapa bulan lalu. Namun dengan cepat Elxyera mundur menjauh untuk menjaga jarak, mengedarkan pandangannya ke kanan dan kiri dengan panik mencoba mencari-cari sesuatu yang bisa digunakannya untuk menghentikan buku itu.

Ketika hantaran listrik itu mulai menghantam jendela-jendela kamarnya dan memecahkannya, wajah sang wanita jadi pucat pasi. Dia tidak tahu bagaimana jadinya kalau ada yang melihat dari luar atau pun mendengar. Bisa mati dia jikalau semua ini diketahui oleh guru kepala asrama perempuan.

"T-tidak, tidak! Aku harus--!"

Elxyera yang baru saja ingin lari ke tempat tidur untuk mengambil selimutnya--satu-satunya alat yang dia pikir bisa dia gunakan untuk menutupi buku itu, kembali menghentikan langkahnya begitu sadar kalau lingkaran sihir berwarna perak kehijauan muncul di atas buku, dan tidak lama kemudian sesuatu terbentuk di atas lingkaran sihir itu.

Sebuah sosok kecil terbentuk disana, dan dengan segera Elxyera menyadari bentuk dari mahkluk yang terbaring di atas lingkaran sihir tersebut. Bulunya berwarna perak, sewarna dengan satu tanduk kecil yang menghiasi kepala makhluk itu. Ekornya panjang di belakang tubuhnya, lebat bercampur dengan warna emas pada bagian ujungnya. Sama dengan ujung telinga lancip makhluk tersebut yang berwarna emas.

Seekor rubah muncul dari lingkaran sihir tersebut, namun ketika Elxyera dengan hati-hati berjongkok mendekat, dia tersadar bahwa ukuran rubah itu bahkan tidak lebih besar dari telapak tangannya sendiri. Makhluk mini apa ini?

Setelah sosok makhluk itu terbentuk sepenuhnya, lingkaran sihir yang bercahaya terang itu menghilang, bersamaan dengan hantaran listrik tadinya yang meninggalkan jejak berantakan di kamar sang wanita.

Kesunyian kembali memenuhi kamarnya, membuat Elxyera terdiam sesaat mencoba memproses apa yang terjadi. Matanya sekali lagi tertuju pada makhluk kecil serupa rubah salju itu. Tapi karena tidak ada pergerakan sama sekali, Elxyera mendekat dan berjongkok di dekat buku tersebut, mengulurkan tangannya menyentuh sebelah pipi sang rubah dengan hati-hati.

"H-Hei..." Panggilnya pelan, namun ketika jari telunjuknya menekan sebelah pipi berbulu itu, sama sekali tidak ada respon dari makhluk berbulu tersebut. Hal itu membuat Elxyera sedikit panik, berpikir mungkinkah makhluk ini tidak bernafas? Matanya segera mengedar melihat keseluruhan tubuh rubah kecil itu, sadar dengan perutnya yang bergerak naik turun sebagai tanda bahwa dia bernafas.

Helaan nafas lega lolos dari mulut Elxyera ketika wanita itu duduk berlutut di lantai kamarnya yang sudah sangat berantakan. Memproses apa yang terjadi padanya hari ini. Namun sadar karena makhluk ini sama sekali tidak bergerak dan dia harus segera ke akademi jikalau tidak ingin terlambat, wanita itu pun dengan hati-hati mengangkat buku itu.

Yang mengejutkannya, ketika buku itu diangkat dan Elxyera berjalan untuk mendekati tempat tidurnya untuk meletakkan buku terbuka yang menjadi kasur bagi sang rubah, makhluk itu sama sekali tidak bangun.

Setidaknya, hal tersebut tidak menyebabkan kekacauan seperti tadi. Membuat Elxyera sedikit lega. Tapi sejenak dia merasa ragu. Karena dia harus pergi ke akademi, artinya dia akan meninggalkan makhluk ini sendirian disini, kan?

"Semoga tidak ada apa-apa nanti," gumamnya berharap dalam hatinya sampai dia pulang, makhluk ini masih berada dalam sosok ini. Dia juga tidak bisa langsung menerka apa yang terjadi karena dia pada dasarnya memang tidak pernah membaca tulisan itu.

"Lambang Ivarios Blanchius."

Mata Elxyera kembali tertuju pada punggung tangan kanannya, dimana lambang Ivarios pun telah menghilang seolah terserap kembali ke dalam kulit putihnya. Netra merah muda Rubellitenya pun kembali tertuju pada makhluk kecil itu.

Mungkin dia bisa menanyakan hal ini pada Ivarios nantinya.

--🔹--

Elxyera tiba di kelasnya ketika ruangan itu sudah dipenuhi dengan murid-murid. Pagi ini dia tidak sempat bertemu dengan Ivory karena perlu membereskan kamarnya yang berantakan. Karena tidak ingin membuat kekacauan di asrama, wanita itu tidak memberitahu apa yang terjadi pada kamarnya kepada kepala asrama. Tentu karena dia tidak ingin gurunya itu tahu tentang makhluk aneh yang tertidur di kamarnya beserta sebuah buku yang seharusnya tidak dimiliki oleh Elxyera bel Cresentra.

"Selamat pagi, Elxy!"

Panggilan ramah itu terdengar ketika Elxyera berjalan mendekati mejanya, menyadari bahwa ketiga sosok temannya ada disana. Wajah ketiganya terlihat biasa saja, namun dari mata Ivory dan Diziel, Elxyera bisa menyadari kekhawatiran itu masih tampak disana.

Oh, apa dia membuat teman-temannya jadi kepikiran?

"Selamat pagi, kalian datangnya cepat sekali." Elxyera tertawa kecil, berusaha bersikap sebiasa mungkin agar tidak membuat keduanya semakin khawatir. Berbeda dengan Ivarios yang hanya memandang diam dari seberang tempat Elxyera duduk.

Pria berambut perak itu bahkan terlihat berpikir keras sembari memutar-mutar pena bulu di tangannya seperti orang yang bosan. Namun perhatian Elxyera tidak lama tertuju pada Ivarios ketika Diziel kembali menarik perhatiannya dengan ucapan sang pria.

"Haha, pagi ini adalah kelas Madam Thilemius. Aku yakin tidak ada yang berani datang terlambat hari ini," kekeh Diziel mengingat sosok wanita yang sudah cukup tua itu, masih saja berhati keras dari tahun ketahun pada murid-muridnya.

Rasanya jadi merinding, mengingat Madam Thilemeus adalah versi tenang dari Halafena, namun jauh lebih mengerikan dari wanita itu mengingat bagaimana hebatnya Madam Thilemeus walau sudah berumur.

"Katanya hari ini ada tes kemampuan lagi," tambah Ivory mengingat jadwal kelas. Baru beberapa hari masuk tahun ajaran baru dan mereka sudah harus menghadapi berbagai tes di kelas praktek pada awal semester.

"Aku yakin kalau itu dilakukan untuk melihat kemampuan murid, kan. Madam Thilemeus, artinya kelas fisik. Aku yakin kau bisa melaluinya dengan baik, Diziel. Tes kemampuanmu yang kemarin saja begitu unggul, walau sebagian besarnya kau hanya mengandalkan pedangmu saja," puji Elxyera.

Namun kembali kepala Diziel menggeleng kecil seraya terkekeh canggung. Merasa dirinya tidak bisa sehebat itu. Pria itu pun masih perlu banyak belajar.

"Aku rasa tidak pernah ada lagi murid yang bisa memukau Madam Thilemius setelah kelulusan Putra Mahkota dari akademi ini. Itu karena kemampuan berpedang Putra Mahkota memang diatas rata-rata," ujar Diziel membalas. Merasa dirinya masih perlu banyak belajar dalam pelatihan fisik. Apalagi karena kondisi tertentunya yang sudah seperti halangan baginya, Diziel harus bisa melakukan yang terbaik.

Mendengar Diziel membicarakan Putra Mahkota, Elxyera kembali bungkam. Sejak kemarin meninggalkan Arsen di tempat itu, Elxyera tidak tahu apa yang terjadi. Dia tidak tahu apakah Arsen sudah kembali Kekaisaran atau belum. Tapi dia hanya berharap tidak perlu melihat sang pria kembali.

Tidak dalam waktu dekat, sampai waktu sang pria memanggilnya akan muncul. Elxyera yakin itu tidak lama lagi akan terjadi.

Oh, Elxyera bahkan ingat kemarin Arsen sama sekali tidak menyinggung keinginannya bertemu Elxyera. Sang pria murni datang ke sini memang hanya bertemu Avyce Heiligheid. Tunangan masa depan dari Arsen dier Fargaven sendiri. Kalau Firman Dei Blanche sudah sepenuhnya dibaca oleh Arsen sendiri, pria itu pastinya tahu bahwa dekat dengan Elxyera bukanlah sebuah pilihan lagi.

Suara pintu kelas yang terbuka membuat Elxyera menoleh, memperhatikan sosok yang masuk ke dalam ruangan kelas itu. Avyce Heiligheid memasuki kelas dengan gugup ketika semua pasang mata tertuju padanya. Tapi dengan hangat dia segera disambut oleh teman-teman gerombolannya, mulai kembali membahas berbagai hal, dan Elxyera yakin salah satunya adalah tentang kemarin.

"Bagaimana menurutmu Putra Mahkota, Avyce?"

Pertanyaan itu seketika terlontar dari mulut sosok yang paling familiar bagi Elxyera. Sudah cukup lama dia tidak mendengar suara melengking itu, namun di kehidupan sebelumnya dia cukup sering mendengarnya menghina tentang dirinya.

Norine duduk membelakangi sisi yang menghadap Elxyera, menatap Avyce dengan nada suara yang terdengar ceria namun juga mendesak. Membuat Avyce yang baru saja duduk hanya tertawa kecil dengan canggung karena teman-temannya kembali membahas tentang itu. Padahal kemarin sudah cukup heboh, namun sekarang begini lagi.

"Ehm...baik, saya rasa? Beliau adalah sosok yang lembut dan perhatian," jelas Avyce kembali menggambarkan sosok Arsen dimatanya. Sedangkan Elxyera yang kali ini memilih mendengar hanya menghela nafas panjang seraya bertopang dagu. Gerakan dan tingkah Norine yang sesekali berbalik melihatnya seolah menandakan bahwa wanita itu sengaja mengungkapkannya.

Setelah ditegur Astrella dalam acara pesta minum teh putri Marquess beberapa bulan lalu, Norine tidak berani angkat bicara. Namun dia menjadikan Avyce sebagai senjata hari ini. Elxyera jadi merasa sedikit kasihan pada sang gadis suci karena harus berteman dengan sosok seperti itu.

"Tapi kau beruntung sekali bisa bertemu Putra Mahkota! Tadinya kupikir dia datang ke sini dengan tujuan khusus, namun ternyata menemuimu!"

Seruan Norine kembali sampai pada telinga Elxyera, dan kali ini sang wanita berambut pirang memilih memalingkan wajahnya ke arah lain karena merasa pembicaraan itu mulai sampai ketitik dimana dia tidak seharusnya mendengarkan. Norine mulai berulah lagi ketika suara tawa itu terdengar dari pihak seberang.

"Oh, ya, Tuan Putri. Tadi pagi aku ingin menghampiri kamarmu, tapi maafkan aku karena tidak sempat. Tuan Muda memerlukan bantuanku untuk mencari barangnya tadi pagi. Kau sudah sarapan Jan, Tuan Putri?" tanya Ivory memastikan. Mengingat dirinya tidak sempat mengunjungi Elxyera apalagi sarapan bersama. Tapi wanita di sisinya hanya tersenyum tipis dan mengangguk sebagai respon.

Beberapa hari ini Elxyera lalui dengan pikiran yang kacau penuh berbagai hal. Pertemuan dengan Sang Dei Blanche sendiri, firman yang telah turun ke dunia, dan kenyataan bahwa takdir yang telah ditentukan memang tidak bisa diubah.

Sang wanita bertopang dagu melamunkan sesuatu, memikirkan bagaimana keadaan Ayahnya dan ibunya di rumah. Mungkin setelah pulang nanti dia bisa mengirimkan surat untuk orang tuanya. Tapi sekarang dia masih perlu fokus pada pembelajarannya.

Kepalanya kembali menoleh ketika pintu kelas kembali bergeser terbuka, membuat semuanya hening saat sadar wanita paruh baya yang begitu elegan dalam balutan pakaian gaun hitamnya itu melangkah masuk ke dalam kelas. Madam Thilemeus berwajah kaku namun tenang. Sejauh Elxyera menuntut ilmu di akademi ini, dia tidak pernah melihat wanita itu tersenyum pada dirinya.

Dan Elxyera sendiri tahu kenapa, karena meskipun pelatihan fisik Elxyera bisa dibilang lebih unggul daripada kemampuan sihirnya, tidak ada gunanya kalau dia tidak bisa menggunakan sihir.

"Selamat pagi, anak-anak." Madam Thilemeus menyapa ketika masuk ke dalam kelas. Rambutnya putihnya tergelung dengan baik di belakang kepalanya. Wajah itu bahkan tidak tersenyum ketika menyapa, justru memberikan ketegangan yang kuat di dalam kelas. Meskipun dengan serentak murid-murid itu pun mulai membalas sapaan Thilemius dengan sopan.

"Karena kalian adalah murid tingkat akhir tahun ini, aku berharap besar pada kalian," ujar Thilemius langsung pada intinya. Ucapan itu bagaikan memberikan beban bagi siapapun yang ada disini. Warna mata sehitam jelaga itu seolah mencari wajah-wajah yang bisa membanggakannya tahun ini, namun ketika matanya bertemu dengan Elxyera, kekacauan jelas terpancar disana.

"Hanya jangan....sampai terlalu mengecewakan."

Ungkapan itu kembali terlontar, membuat murid-murid kembali membalas dengan ungkapan 'baik' yang begitu sopan. Di satu sisi, Ivarios hanya memandang dalam diam, menyenggol sedikit siku Diziel membuat perhatian sang pria berambut abu-abu terpusat pada Ivarios.

"Gurumu ini...merupakan pelatih kelas fisik disini, kan?" bisik Ivarios bertanya. Dia dengan segera mendapatkan anggukan singkat dari Diziel, dan tubuh sang pria condong ke samping ketika berniat mengatakan sesuatu pada Ivarios.

"Beliau merupakan sosok yang hebat. Walau perempuan, dia merupakan salah satu prajurit kerajaan terbaik saat masa perang, berdiri di samping Kaisar ketika peperangan kecil antara kerajaan Fargaven dulu pernah terjadi dengan kerajaan liar dimasa lampau."

Ivarios mengerutkan alisnya mendengar ucapan itu.  Penasaran dengan hal tersebut, dia ingin bertanya lagi. Walau dia dewa, ada begitu banyak yang dipantaunya sehingga mungkin saja lupa pertikaian mana yang dimaksudkan ini. "Dengan kerajaan mana?"

"Oh, itu. Secara teknis sepertinya sudah tidak bisa dibilang kerajaan lagi. Aku juga tidak terlalu tahu ceritanya, tapi seorang pria yang--!!"

"Karena kalian hari ini akan mengikuti tes kembali, saya harap kalian tidak mengecewakan. Karena yang menilai hari ini bukan saya sendiri, melainkan ada sosok lain yang akan membantu saja. Masuklah, Yang Mulia."

Suara Madam Thilemius memotong pembicaraan Ivarios dan Diziel. Tapi mata Ivarios sedikit melebar ketika memandangi sosok lain yang memasuki pintu terbuka itu, tersenyum seolah tidak ada masalah sama sekali dalam hidup sang pria.

Suara nafas tertahan terdengar memenuhi seisi kelas, dan tidak lama kemudian bisikan-bisikan dengan berbagai perasaan tercampur di dalam kelas tersebut.

Namun bagi Elxyera yang menyadarinya, sekali lagi merasakan tubuhnya seolah membeku. Hatinya menjerit berpikir tidak seharusnya dia datang hari ini. Entah mengapa lebih baik bolos saja daripada harus berada disini sekarang.

Sosok Arsen berdiri di depan kelas dengan senyuman manis menghiasi wajahnya. Tidak menghiraukan suara bisikan murid-murid yang kagum dan terkejut. Mervis sendiri terlihat berdiri di belakang Yang Mulia Putra Mahkota. Dari penjelasan Madam Thilemius, semuanya tahu kalau ini adalah tamu spesial.

Dan seketika, semua murid merinding ketika melihat senyuman tipis menghiasi wajah kaku Thilemeus. Sadar bahwa tes ini bukanlah tes yang biasa. "Putra Mahkota akan ikut menilai kalian dalam tes hari ini."

--🗝️--

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top