47. Tekad Putri Mahkota
--🔹--
Elxyera yang merasa tidak bisa menenangkan pikirannya justru mendapati dirinya berjalan terlalu jauh setelah menuruni tangga, melewati berbagai lorong dan ternyata tiba tidak jauh dari bangunan utama dimana ruangan guru berada. Mungkin karena dirinya mencoba mencari area dimana dia tidak menemukan banyak suara hingga dia tiba disini.
Wanita itu yang merasa kalau dia sudah pergi jauh dari kelas pun menghela nafas panjang, segera berjalan ke pinggiran koridor dimana pagar batu rendah pembatas terlihat membatasi koridor luar itu dari salah satu taman luas yang ada di area bangunan khusus ruangan guru itu. Dia pun memilih duduk di pagar yang dibuat berbentuk kursi panjang dan sekali lagi menghela nafas panjang.
Rasanya begitu melelahkan sekarang. Apalagi ketika dia mulai mendengar suara bisikan itu tadi menyelipkan namanya tiap kata membuatnya yakin kalau orang-orang itu membicarakan dirinya. Rasanya memang cukup memuakkan, tapi Elxyera bisa menahannya dengan baik.
Dia yakin kalau murid-murid lain bertanya dengan kehadiran Arsen disini. Di satu sisi mereka mungkin berpikir pria itu datang menemuinya. Walau di satu sisi Elxyera yakin kalau banyak murid yang meragukan dirinya sebagai tunangan Arsen.
Elxyera tahu Arsen datang untuk menemui Avyce seperti ucapan Walter. Namun di satu sisi dia bertanya-tanya apakah orang tua Elxyera sendiri sudah mendengar tentang kejadian kemarin yang dikacaukan Elxyera?
"Kalau mereka mendengar, tentu Ayah dan Ibu akan kaget." gumam Elxyera sendiri teringat dengan kejadian kemarin dimana dia hampir menghancurkan salah satu bangunan akademi kalau dia tidak menghentikan kekuatannya sendiri.
Kekuatannya.
Elxyera bahkan meragukan dirinya sendiri. Tidak ingat dia punya kekuatan sebesar itu. Apalagi saat mendengar ucapan Halafena yang mengingatkannya pada tingkatan duanya yang dulu. Sang wanita merasa kalau kekuatannya tidak pernah sebesar itu.
Elxyera bahkan tidak bisa menguasai sihir lain dan mengembangkan elemen utamanya. Apa yang bisa dilakukannya hanya mengembangkan barang-barang dan dia rasa sihirnya semakin tahun semakin mengecil sehingga Elxyera yakin suatu saat itu akan menghilang begitu saja.
"Tapi kalau itu benar-benar kekuatan Ivarios, artinya pria itu ikut campur dalam tesku," lanjutnya kembali berbicara sendiri. Ingat jelas saat dia memandang Ivarios kemarin, pria itu terlihat menampilkan ekspresi jahil. Bisa saja itu kekuatan Ivarios, kan? Apalagi saat melihat lambang perjanjiannya dengan sang pria bersinar kemarin.
'Apa dia mengerjaiku? Lagipula sejak tadi pagi di sulit diajak bicara dan kemarin dia tidak menjelaskan apapun padaku saat datang,' batinnya menghembuskan nafas dengan lelah. Memikirkan ini saja membuatnya capek seperti ini, tapi setidaknya Elxyera bisa tahu alasan kekuatannya begitu kalau memang itu sebenarnya adalah bantuan dari kekuatan Ivarios.
Lagipula Elxyera tidak bisa mengendalikan sihirnya dengan baik dan kuat. Wanita itu tidak ingat kalau dirinya bisa menggunakan kekuatan sebesar itu. Walau mungkin saja itu bisa merubah cara pandang murid lain dan para guru padanya.
Namun justru akan memalukan jikalau kekuatannya nanti kembali melemah seperti biasa yang artinya dia seolah membohongi orang lain.
"Hah, kenapa semuanya jadi serumit ini, sih." Gumaman lelah itu kembali dilontarkan sang wanita, menyandarkan tubuhnya pada pilar penyangga koridor di sisinya. Matanya memejam sesaat mengingat kembali sosok Avyce yang dipanggil Halafena tadi dan kehadiran Arsen.
Arsen datang menemui Avyce hari ini. Karena wanita itu adalah tanggung jawab kekaisaran yang dalam artian ini pula berada dalam perlindungan Arsen. Satu pemikiran itu saja sudah membuat Elxyera yakin jalan yang tersedia di hadapannya itu adalah pilihan yang sama seperti sebelumnya.
'Tidak lama lagi aku yakin Arsen akan meminta persetujuanku untuk mengakhiri pertunangan ini. Sebaik apapun sikapnya. Setidaknya aku bisa mencoba membuat hubungan baik dengan kekaisaran mengingat status Ayah,' batinnya mulai memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya. Kalau ini sama saja dengan yang terjadi di masa lampau, maka benar Arsen pasti akan membatalkan pertunangan itu.
Karena Firman Dei Blanche tidak bisa diubah, dan itulah yang dikatakan Ivarios sendiri.
"Aku harus mengutamakan nyawaku sendiri, melebihi perasaanku," lirihnya. Tanpa sadar sebelah tangannya bergerak naik sendiri menyentuh dadanya dimana jantungnya berada. Merasakan detak yang nyata itu, dan membandingkannya dengan kenangan kematiannya.
Dia seharusnya bersyukur masih bisa bernafas sekarang, dan bersyukur dia mengetahui kematiannya agar dia tidak mengulang kesalahan yang sama. Jikalau cintanya pada Arsen memang begitu besar, dia bisa kembali menjadi sosok yang jahat dan melukai Avyce.
Dia mungkin masih mencintai Arsen, namun dalam keadaan seperti ini, sang wanita tidak punya banyak pilihan selain mengutamakan keluarga dan nyawanya sendiri.
"Oh, kau disini rupanya."
Suara khas yang sudah mulai familiar di telinga Elxyera pun menarik perhatian wanita itu. Kepalanya sedikit menoleh dan tangannya pun turun menggenggam tangan lainnya yang terletak di atas pangkuannya.
Sosok Ivarios berdiri tidak jauh dari tempat Elxyera, berjalan mendekati wanita itu dari sisi lain koridor sembari tersenyum manis. Sebelumnya menghilang dan pria itu sekarang muncul dihadapannya dengan senyuman itu, ternyata hidup seorang dewa yang sedang menyamar ini ternyata sesantai ini, ya.
"Aku baru tahu kalau Dei Blanche bisa sesantai ini," gumam Elxyera menatap Ivarios dengan tatapan datar, entah mengapa merasa tidak mood berbicara pada sang pria saat ini. Teringat dengan kehadiran Arsen yang datang untuk menemui Avyce saat ini. Elxyera justru memalingkan muka dan menguburnya lebih dalam ke arah pilar di sampingnya.
"Haha, jangan salahkan aku seperti itu, Elxy. Lagipula apa yang bisa kuperbuat selama aku menyamar seperti ini?" tawa Ivarios merasa lucu dengan ungkapan Elxyera. Merasa bahwa dirinya yang seperti ini tentu saja harus memperlihatkan sisi sebagai seorang murid.
Jarang-jarang dia bisa berada dalam posisi ini, menyamar sebagai manusia, terlebih lagi seorang murid.
"Walau umurmu sudah setua itu?"
"Kau mengejekku ya? Lagi-lagi sikap tidak sopanmu dari sisa-sisa kehidupan sebelummu muncul. Walau ya, kau tidak menunjukkannya pada Avyce," balas Ivarios dengan tawa yang terdengar menggema di koridor sepi itu. Elxyera bahkan tidak menatapnya ketika mengucapkan itu tadi, sehingga sang pria pun mendekat dan duduk di samping Elxyera, mengulurkan tangannya menyentuh bahu sang wanita dengan lembut.
"Akhirnya Arsen datang juga. Aku melihatnya tadi saat pergi dari kelas," ujar Ivarios. Menjelaskan alasannya tidak ada di kelas setelah pergi dengan alasan ingin ke toilet tadi. Pria itu justru melihat Putra Mahkota dari dekat namun tidak melewati batas.
Ivarios memang tahu tidak ada orang yang sadar siapa dirinya sebenarnya selain Elxyera yang tahu wujud aslinya, tapi untuk jaga-jaga saja, lebih baik dia menjaga jarak, kan.
"Lagipula Arsen dekat dengan Optivus. Bisa saja Optivus justru menyadari keberadaan aku dekat-dekat dengan Putra Mahkota."
Ucapan itu seketika menarik perhatian Elxyera, membuatnya menoleh dan kembali berhadapan dengan sang pria yang tersenyum manis ke arahnya. Membuat wanita itu segera menghela nafas panjang. "Optivus bisa mengetahui siapa kau sebenarnya?"
"Secara teknis dia bisa menyadari auraku. Sosok yang benar-benar pantas menjadi pemimpin Kuil utama, kan? Ah, aku takut kalau bertemu dengannya. Bisa-bisa dia menyuruhku kembali ke asalku," kekeh Ivarios memasang wajah panik karena takut ketahuan sang Optivus. Namun di satu sisi Elxyera sendiri terkagum dengan hal itu. Walau tidak pernah bertemu dengan Optivus secara langsung, dia yakin sosok itu adalah sosok yang hebat.
Kalau Ivarios kembali, apa artinya ke langit dimana pria itu aslinya berasal? Dia seorang dewa, kan? Tidak seharusnya Dewa turun ke dunia seperti ini.
"Walau ya, ini bukan pertama kalinya aku mengamati manusia dari sedekat ini. Sebelumnya aku sering menyamar menjadi manusia juga. Melihat-lihat perubahan apa saja yang ada di dunia," tambahnya. Kali ini menggerakkan tangannya naik menyentuh sisi rambut Elxyera dengan lembut, mengusapnya sejenak membuat sang wanita tersentak sedikit.
"Kenapa Dewa perlu melakukan itu? Padahal kau bisa melihatnya dengan jelas dari tempatmu kan?" tanya Elxyera lagi, mengangkat tangannya seolah menolak halus sentuhan Ivarios di sisi rambutnya. Menyadari itu, sang pria pun menarik tangannya kembali dan tertawa kecil.
Ucapan Elxyera memang betul. Namun bagi seorang Dewa seperti Blanche, itu sedikit membosankan. Walau sebanyak apapun firman yang diturunkannya, dan sebanyak apapun perubahan yang terjadi pada dunianya, Ivarios tentu ingin melihat manusia dari dekat.
"Karena manusia itu adalah sosok yang menarik," jawabnya santai, melipat kedua tangannya di depan dada. Kali ini Elxyera tidak berkomentar apa-apa. Sama seperti ungkapan Ivarios sebelumnya, mungkin sang Dewa tertarik dengan manusia. Dan banyak hal yang menyertai hidup seorang manusia.
"Daripada itu, kembali dalam pembicaraan utama kita. Kau sendiri sudah yakin kan, bahwa Firmanku yang keluar itu tidak akan bisa diubah?" tanya Ivarios kembali pada intinya. Kali ini membahas tentang firman-nya kembali yang telah turun ke daratan Blanche.
Matanya memandangi Elxyera kembali. Wanita itu terlihat terdiam beberapa saat, namun Ivarios sendiri yakin kalau Elxyera tahu itu adalah hal yang mustahil. Karena Ivarios sudah mengatakannya berkali-kali. Apalagi ketika firman itu sendiri telah turun seperti ini.
Senyuman tipis pun menghiasi wajah Elxyera, namun ekspresi wanita itu seketika berubah rumit. Tidak ada kebahagiaan disana, namun juga bukan sebuah kesedihan yang tampak. Hanya wajah datar yang mengandung sebuah makna besar yang bahkan tidak bisa diartikan Ivarios sendiri.
"Kau sedang meyakinkanku untuk mengikuti rencana yang kau siapkan, kan? Lagipula karena tidak bisa mengubah firmanmu, yang perlu kuubah adalah masa depanku, kan?"
Itu adalah pernyataan yang terdengar seperti pertanyaan. Namun Ivarios pun hanya mengangguk pelan menjawabnya. Tidak ada gunanya mengubah firman yang memang harus muncul itu. Walau kematian Elxyera bisa dihindari.
Wanita itu pun mengangkat tangan kanannya, seolah menerawang sesuatu disana. Teringat disanalah tersimpan lambang pengikat perjanjian antara dirinya dan Ivarios. "Kalau aku tidak bertekad menyelamatkan diriku sendiri, aku tidak mungkin mengikat kontrak denganmu."
Elxyera tahu tidak ada gunanya mencoba mencari jalan lain untuk mengubah firman itu. Lagipula tujuan awal Elxyera adalah menjauhi Arsen. Namun karena sikap sang pria yang begitu baik padanya terkadang membuatnya ragu meninggalkan pria itu. Tapi sekarang dia harus menetapkan pilihannya, bahkan meskipun pria itu sudah merenggut miliknya yang berharga.
"Semuanya demi nyawaku."
Lirihan itu terdengar dari mulut Elxyera, dan Ivarios yang terduduk di sampingnya hanya tersenyum tipis. Dia pun seketika turun dari tempatnya duduk dan berjalan ke depan Elxyera. Senyuman tipis itu pun melebar menjadi seringaian manis. Seolah menyetujui pilihan Elxyera hanya dari ekspresi itu saja.
"Bagus. Dengan begitu tidak ada lagi yang perlu kau ragukan," ujarnya mengulurkan tangannya meraih tangan Elxyera yang terulur ke atas itu, menggenggamnya lembut dan berpikir kalau Elxyera mungkin akan menariknya. Namun wanita itu hanya diam memperhatikan ketika sekali lagi pendaran cahaya muncul di tangannya, memperlihatkan lambang pohon itu disana.
Itu kembali mengingatkannya dengan sesuatu.
"Oh, ya! Mengenai kejadian kemarin, kekuatanku itu....adalah bagian dari tindakanmu kan, Ivarios?" tanya Elxyera menatap Ivarios dengan penasaran. Hal itu seketika membuat sang pria sekali lagi menatap Elxyera dan mengerjap beberapa kali, menghilangkan seringaian manis itu dari wajahnya. Seolah dia sedang memproses apa yang dimaksudkan sang wanita.
Tapi saat tersadar apa maksud Elxyera, pria di hadapannya hanya memiringkan kepalanya dan tertawa kecil walau tidak mengatakan apa-apa. Dia pun melepaskan kembali tangan Elxyera dan sedikit mundur beberapa langkah dan menggenggam kedua tangannya di belakang tubuhnya.
"Oh? Apa yang membuatmu berpikiran begitu, Elxy? Bagaimana bisa Aku--!"
"Jangan berbohong padaku. Jelas-jelas kau memandangku saat itu dengan ekspresi seperti merencanakan sesuatu."
Lagi-lagi ucapan itu membuat Ivarios bungkam karena ucapannya sendiri di potong. Tapi seketika ekspresi sang pria berubah terharu dan dia menyentuh dadanya sendiri.
"Oh, aku tidak menyangka kalau Elxy sayangku ternyata seperhatian itu padaku. Apa kau mulai tertarik padaku?"
"A-Apa? Bukan! Jangan mencari alasan, Ivarios! Aku tahu ka--!!"
"Bukankah itu Putra Mahkota?"
Sebuah suara asing dari jauh menarik perhatian Elxyera seketika. Di koridor yang sepi itu, ternyata ada juga murid lain yang berlalu-lalang di sisi koridor lainnya. Namun tidak lama kemudian dia kembali mendengar suara bisikan murid-murid lain yang juga kebetulan ada disitu, termasuk menatap Ivarios yang sekarang melihat ke satu sisi jauh di belakang Elxyera.
Wanita itu spontan berbalik, melihat ke sisi koridor yang berseberangan dengan koridor tempatnya berada bersama Ivarios. Matanya seketika membelalak melihat sosok Mervis, lalu Arsen yang berjalan. Namun mata Elxyera seketika tertuju pada wanita berambut perak yang berjalan di sisi Arsen.
Senyuman itu bahkan mengingatkan Elxyera pada banyaknya kenangan buruk di kehidupan sebelumnya. Dengan cepat wanita itu turun dari posisi duduknya dan bersembunyi di balik pilar, seolah takut ketahuan Arsen padahal pria itu bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari Avyce yang ternyata ada bersama Arsen.
"Oh, aku tidak menyangka kalau Putra Mahkota akan secepat ini mengunjungi Avyce Heiligheid," komentar Ivarios yang bahkan berdiri santai di sisi yang terbuka, memandangi Arsen dan Avyce memasuki taman diikuti Mervis. Keduanya nampak duduk di salah satu kursi taman yang masih berada di dekat sisi koridor seberang, namun mengharap ke arah koridor tempat Elxyera dan Ivarios berada.
"Putra Mahkota bahkan tidak menyadari--atau setidaknya mengabaikan murid-murid lain yang bisa melihatnya sendiri. Bahkan kurasa, dia tidak menyadari keberadaanmu tadi, Elxy."
Ucapan Ivarios terdengar seolah menusuk hati Elxyera, membuat wanita itu sedikit memiringkan kepalanya untuk melihat ke balik pilar dimana dia bersembunyi. Dan betul saja, Arsen hanya fokus memandangi Avyce.
Dari sini mereka tidak bisa mendengar dengan begitu jelas pembicaraan keduanya. Namun sadar dengan senyuman Arsen yang ditujukan pada Avyce, membuat hati wanita itu seolah diremas kuat.
Senyuman yang sama diperlihatkan padanya. Membuat Elxyera sadar, bahwa semuanya itu selama ini memang seharusnya ditunjukkan pada Avyce seorang. Wanita yang begitu berharga bagi Arsen, yang memiliki tempat spesialnya dalam hati Arsen.
Semuanya sama saja.
"Hmm, apa firman-nya memang memiliki pengaruh yang kuat, ya? Ternuata hubungan mereka berjalan dengan baik diluar dugaanku," ujar Ivarios kembali berpikir. Mata berwarna uniknya memperhatikan Arsen dan Avyce secara bergantian seolah menilai ekspresi keduanya. Namun itu jelas mengagumkan baginya, karena tidak menyangka kalau perkembangannya akan seperti ini.
Di sisinya, Elxyera hanya diam menunduk. Tidak ada ekspresi berarti di wajahnya, namun Elxyera mengakuinya. Melihat ini kembali membuat hatinya terasa sakit. Seolah kehidupan sebelumnya kembali tercipta di depan matanya. Seolah dirinya dikelabui oleh waktu, dan dikhianati oleh dunia.
Dia memang tidak terbiasa dengan pemandangan ini. Belum, tapi dia akan berusaha.
Mata Elxyera pun membelalak begitu melihat Arsen yang meraih tangan Avyce, dan kecupan lembut pun diberikan sang pria pada punggung tangan Avyce.
Wanita yang berharga, Sang Gadis Suci.
Tatapan Elxyera yang datar bahkan tidak berubah, ketika dia memilih membalikkan badan membelakangi pilar tempatnya bersembunyi. Di sisinya, Ivarios hanya diam memandangi Arsen dan Avyce, lalu berpindah pada Elxyera di sisinya.
Oh, dia tahu kalau ini mungkin tidak mudah. Tapi dari pandangan Elxyera, Ivarios hanya tersenyum tipis dan mengangkat tangannya mengusap kepala sang wanita dengan lembut.
"Ayo pergi," ajaknya pada Elxyera. Dan wanita itu pun tidak mengatakan apa-apa lagi ketika dia melangkah mengikuti Ivarios yang sudah berjalan duluan. Dalam hatinya, sekali lagi dia mengingatkan bahwa kenyataan itu tidak bisa diubah. Dan takdir yang memang sudah mengikat dari awal tidak akan bisa dilepaskan.
Pilihan terbaik bagi Elxyera memang hanya satu.
--🔹--
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top