37. Perjanjian dengan Sang Dewa

--🔸--

"Jadi bagaimana?"

Pertanyaan itu kembali menyadarkan Elxyera dan segera saja wanita itu kembali mengambil langkah mundur menjaga jarak dari Ivarios. Rambutnya yang disentuh sang pria tadinya pun terlepas, namun Ivarios bahkan tidak bergerak dari posisinya.

Dia bisa melihat sang wanita menatapnya dengan pandangan yang bercampur penuh keraguan dan keterkejutan. Walau Ivarios tidak mengatakan lebih jauh, dia merasa kalau Elxyera sendiri mengerti satu hal itu. Sebuah kesempatan yang diberikan dewa untuk membantunya.

Sedangkan di satu sisi, pikiran Elxyera kacau. Tentu saja dia tidak bisa langsung percaya kalau pria di hadapannya ini ingin membantunya secara sukarela, mengingat bahwa dirinya kembali ke sini karena dewa yang tidak lain adalah pria di hadapannya ini.

"Bagaimana aku bisa langsung percaya padamu seperti itu?" tanya Elxyera dengan waspada. Wanita itu masih menjaga jarak dan bahkan waspada. Dia memang tidak punya kekuatan yang hebat dan sosok di hadapannya ini adalah Dewa. Tapi kalau sampai sesuatu yang buruk terjadi, dia setidaknya harus mencoba melawan kan.

"Setelah kau memberikan karma padaku karena telah menghina 'anak' istimewamu sang Gadis Suci, bagaimana bisa aku percaya padamu?"

Ivarios memiringkan kepalanya ke samping mendengar penuturan Elxyera. Sang wanita ada tepatnya juga. "Kau benar. Itu karma yang diberikan padamu atas hukuman dewa. Firman Dewa berkata bahwa tidak ada seorang pun yang bisa melukai Gadis Suci, kan. Aku rasa kau mengerti hal itu, Elxy."

Mata Elxyera membelalak ketika mendengar salah satu kalimat yang memang pernah didengarnya dalam pemberitaan Firman Dewa baru tentang Sang gadis suci.

"Tak ada satupun cahaya yang bisa melukai Gadis Suci kesayangan Dewa, karena dunia telah berkata, bahkan cahaya penuntun daratan Blanche telah abadi melindunginya. Aku rasa aku menuliskan itu dalam firmanku?"

Dengan polosnya Ivarios berucap, mengulang kata-kata yang melekat dalam benak Elxyera. Yakin kalau itu memang adalah bagian dari firman-nya. Bahkan Ivarios sendiri mengaku kalau dia menulisnya. Seketika keraguan kembali timbul dalam hati Elxyera.

"Bagaimana aku bisa percaya---!!"

Angin kuat seketika berhembus di tempat mereka berada. Walaupun itu adalah koridor tertutup akademi yang dipenuhi jendela, Elxyera tidak tahu dari mana angin kuat itu masuk sehingga dia harus menelan kembali ucapan yang belum selesai dilontarkannya.

Mata Elxyera memejam karena terpaan angin yang mungkin saja bisa melukainya itu. Namun saat dia tersadar dan mencoba melihat dari balik tangannya yang melindungi wajahnya sendiri, Ivarios terlihat berdiri santai di depannya.

Mata sang pria seolah bersinar disana, dan aura putih terlihat mengelilingi tubuh Ivarios tanpa celah. Dedaunan berwarna putih tiba-tiba tercipta mengikuti arus angin yang kacau di tempat itu. Sebuah tekanan yang lembut namun juga menegangkan dirasakan Elxyera.

Matanya membelalak saat sebelah tangan Ivarios terulur dan sebuah daun berwarna putih muncul melayang di tangan sang pria menyentuh punggung tangannya.

Bersamaan dengan lambang dua daun yang saling menyilang dan sebuah tongkat di tengahnya, muncul di telapak tangan tangan Ivarios saat sang pria membalik tangannya dan memamerkan punggung tangan kanannya pada sang wanita.

Lambang itu jelas familiar baginya. Lambang dari Dei Blanche sendiri. Perlambang pohon suci yang merupakan tanda kehidupan dari Dei Blanche. Elxyera membacanya di buku dan pernah melihatnya juga. Lambang Kuil Dei Blanche dan pohon suci kebanggaan sang dewa.

"Apa ini sudah cukup untuk membuatmu percaya dengan siapa diriku sesungguhnya? Aku yakin kau sendiri sudah melihat pohon itu dengan jelas dalam mimpimu, sayangku."

Tubuh Elxyera rasanya kaku dan sulit digerakkan. Jantungnya berdebar karena rasa takut yang tiba-tiba muncul. Sesaat dia berpikir kalau dirinya bisa saja terbunuh disini. Namun Ivarios tidak mengambil langkah maju mendekatinya. Pria itu justru langsung terlihat puas dengan menyadari ekspresi Elxyera.

Dei Blanche, pria yang memberinya kehidupan kedua dan karma mengerikan yang menanti di masa depan.

"Haha, tidak perlu takut. Aku sendiri tidak punya niatan untuk menghancurkanmu disini. Ingat, aku disini untuk membantumu kan, Elxyera."

Sadar dengan kegugupan Elxyera, Ivarios kembali tertawa kecil dan mengibaskan tangannya. Perlahan arus angin kencang itu mulai surut dan menghilang sepenuhnya. Bersamaan dengan dedaunan putih yang pecah menjadi serpihan-serpihan debu putih.

Perlahan-lahan, Elxyera kembali mengumpulkan keberaniannya. Sosok di hadapannya ini benar adanya seorang dewa dunia ini. Walau hatinya berteriak ini berbahaya, Elxyera tidak tahu harus lari kemana untuk menghindarinya. Sehingga dia kembali memikirkan ucapan Ivarios yang ingin membantunya.

"Jadi bagaimana? Apa kau ingin menerima tawaranku, Elxy?"

Tangan Ivarios sekali lagi terulur padanya. Lambang putih itu telah menghilang dari punggung tangan sang pria. Namun Exlyera hanya memandang tangan terulur itu dengan tatapan penuh keraguan.

Sosok di hadapannya adalah pria yang mengaku sebagai dewa, menunjukkan kekuatannya layaknya dewa dan dewa yang berniat membantunya sekarang.

Apa dia bisa mempercayai pria ini?

"Aku menjamin kali ini berniat membantumu. Bukan membunuhmu dengan karma firmanku sendiri. Lagipula, kau memanggilku, kan. Dan aku disini untuk memenuhi panggilanmu, Elxyera."

Seketika Elxyera kembali teringat dengan kejadian di hari kompetisi berburu itu. Dimana dia menyentuh rusa Ivaros yang menjadi perlambang langsung dari sang Dei Blanche, lalu membaca tulisan kuno di tanduk sang pria.

"Walaupun sangat disayangkan salah satu rusa kesayanganku mendapatkan perlakuan seperti itu, tapi itu berfungsi. Aku disini sekarang."

Jadi benar kalau Elxyera memang memanggil sang dewa saat itu. Dan semudah ini Dei Blanche muncul di hadapannya untuk membantunya?

Elxyera sekali lagi mendongak memandang Ivarios yang masih tersenyum. Apa alasan Ivarios membawa Avyce muncul disini? Apakah sang pria mengubah jalan takdir yang ada? Itu hal yang mudah bagi seorang dewa, kan.

"Jangan ragu, Elxy. Saat kau mendapatkan kesempatan, jangan lepaskan kesempatan itu. Saat ini kau berhak memilih mana yang bagus untukmu sendiri."

Ivarios mengambil satu langkah maju dan kembali berucap. Membuat Elxyera kembali tersentak di tempatnya dan menelan ludah karena gugup. Suara Ivarios yang terakhir bahkan seolah menggema dalam benak Elxyera sendiri.

"Aku..."

"Jangan ragu."

"Aku tidak ragu sama sekali!" Seru Elxyera yang merasa tersudutkan dengan ucapan Ivarios yang berulang. Ekspresi kesal terlintas di wajahnya, namun Ivarios hanya tersenyum kecil. Memandang tangan Elxyera yang terangkat perlahan menyambut uluran tangannya.

"Bagus. Dengan begini, tidak ada lagi keraguan di antara kita berdua. Kali ini aku pastikan, walau firmanku tidak akan berubah, kau bisa mengubah kematianmu sendiri dengan usahamu, Elxy."

Dengan ucapan akhir itu, Elxyera merasakan tangan kanannya yang digenggam sang pria terasa dingin. Sesuatu berwarna putih seketika terbentuk di punggung tangannya. Dan tidak lama kemudian, Elxyera bisa melihat sebuah lambang berbentuk pohon berwarna putih dengan lingkaran yang mengelilinginya muncul disana lalu perlahan memudar seperti terserap ke dalam kulitnya.

"Perjanjian telah ditetapkan. Mulai sekarang, kita terikat."

--🔸--

Elxyera tidak tahu apakah pikirannya yang memang kacau atau ucapan Ivarios membayang-bayang dalam benaknya. Sesaat lalu dia tidak percaya pada dewa yang telah membuatnya mengalami perputaran seperti ini. Namun di sisi lain sang dewa sendiri menawarkan bantuan padanya.

Apakah itu bisa dipercaya?

Artinya kehadiran Avyce yang jauh lebih cepat ini adalah bagian dari rencana itu? Untuk memperkenalkan Avyce pada Arsen dan sekali lagi lingkaran takdir itu akan terpusat pada mereka berdua? Artinya Arsen akan jatuh cinta lagi pada sang wanita berhati lembut itu kan?

Tapi bagaimana dengan kekuatan Avyce sendiri? Di usia ini, apakah wanita itu sudah memiliki kekuatan sucinya? Bagaimana dengan Firman Dewa yang akan muncul juga nantinya?

Takdir dimana Elxyera akan terpukul mundur sebagai calon Permaisuri dan kenyataan bahwa pembatalan pertunangan itu akan diumumkan di depan orang banyak?

"Semuanya akan berjalan dengan baik. Selama kau percaya padaku." Lagi-lagi Elxyera mendengar Ivarios berbicara. Pria ini benar-benar santai dengan keadaan yang ada. Dan sekarang mereka kembali berjalan menuju kantin untuk menemui Diziel dan Ivory. "Dan selama kau memiliki tekad untuk mengubahnya."

Elxyera mengernyit. Kenapa sang dewa berpihak padanya walaupun Dei Blanche sendiri bisa langsung mengubahnya begitu saja?

"Karena itu pastinya tidak akan menyenangkan. Aku juga menghargai manusia. Kalau mengubah begitu saja tanpa persetujuan mereka, aku justru seperti mengkhianati mereka."

Sang wanita seketika menatap tajam Ivarios di sisinya. Namun sang pria hanya terkekeh kecil. Entah bagaimana, sepertinya pemikiran mereka masih tersambung. Ralat. Ivarios bisa membaca pikirannya, sama seperti saat itu. Walau Elxyera tidak bisa membaca balik apa yang dipikirkan pria di sampingnya ini.

"Kenapa Anda akhirnya memilih datang padaku? Maksudku kenapa baru sekarang?" tanya Elxyera seketika. Jelas dirinya bingung karena Sang Dewa muncul begitu saja di sisinya seperti ini. Bukankah ini hal ter-random yang pernah didapatkan Elxyera.

Pertanyaan itu sejenak membuat Ivarios terdiam. Tangan sang pria pun terulur ke samping, menyentuh dinding di sisi kirinya sembari melangkahkan kakinya mengikuti Elxyera. Pria itu tengah memikirkan jawabannya sendiri, namun tidak ada satupun ucapan yang terungkap dari mulutnya setelah beberapa detik.

"Hmm, karena kau menarik? Mungkin setelah kesalahan yang kubuat, kau benar-benar mencoba untuk mencari cara melepaskan diri. Walau sosok yang paling ingin kau hindari itu pun memperlihatkan sikap yang berbeda padamu," ujar Ivarios pada akhirnya.

"Sebelum pada akhirnya kau sadar kalau kau sendiri terjebak dalam pilihan yang ada, kan. Ternyata lebih sulit kabur dari Putra Mahkota yang seperti ini?" Ivarios menyeringai, membuat Elxyera mendengus kesal melihatnya. Pria ini memang tahu kalau Elxyera sulit terlepas dari Arsen yang sekarang.

"Ngomong-ngomong, tidak perlu terlalu formal berbicara padaku. Saat ini aku adalah teman sekelasmu, kan. Akan rumit jikalau Tuan Putri memanggil murid baru dengan formal seperti itu."

Elxyera pun mengangguk kecil dan kembali menghela nafas panjang. Dia kembali terpikirkan ucapan Ivarios tentang Arsen dan apa yang telah terjadi antara dirinya dan sang Putra Mahkota.

Padahal kalau Arsen tetap bersikap sama seperti Arsen di kehidupan sebelumnya, semuanya akan lebih mudah. Elxyera bisa menunggu waktu sampai Arsen membuangnya dan menikah dengan permaisuri baru. Tapi...

"Tapi dia mengikatmu dengan sesuatu yang lebih mengerikan, ya? Aku tidak menyangka kalau Putra Mahkota ternyata bisa jadi sebejat itu."

Kata-kata tidak sopan yang diungkapkan Ivarios membuat Elxyera tersentak. Namun di sampingnya, Ivarios hanya tersenyum penuh arti. Yang jelas menandakan bahwa Ivarios sendiri tahu apa yang terjadi antara dia dan Arsen.

"Padahal kalau kau berniat menuntutnya, kurasa masalah akan lebih cepat selesai."

"Tidak akan semudah itu. Aku hanya akan mempermalukan nama keluargaku dan merusak hubungan persahabatan ayahku dan kaisar," celetuk Elxyera kemudian. Merasa menuntut Arsen atas apa yang terjadi bukanlah hal yang bijak. Lagipula ini salahnya juga karena tidak berkomentar sebelumnya. Tidak marah pada Arsen karena pria itu sendiri berjanji akan menikahinya.

Lagipula bagaimana bisa dia menuntut Putra Mahkota?

Elxyera justru akan menjatuhkan martabat keluarganya sendiri jikalau itu sampai meluas ke mana-mana. Walaupun dia berusaha menjaga dirinya, semuanya sudah terlanjur terjadi. Hingga saat ini yang bisa dipertahankan Elxyera adalah nyawanya sendiri.

"Kau terlalu baik hati. Kalau aku jadi kau, akan kutampar dia berkali-kali, Elxy. Sepertinya sikap kasarmu yang dulu jauh lebih keren dibandingkan dengan dirimu yang seperti ini."

Komentar Ivarios lagi-lagi mengundang rasa lelah dalam diri Elxyera. Dia tidak ingin dan tidak butuh komentar seperti itu. Menyamakan dirinya dengan masa lalu adalah aib bagi Elxyera. Apalagi karena mengingat itu hanya membawakan kesialan bagi keluarganya.

"Dan aku pada akhirnya akan kembali mati karena karma," bisik Elxyera pada diri sendiri, namun sepertinya masih dapat didengar oleh Ivarios karena pria itu tertawa setelahnya.

Mereka pun membelokkan badan di ke lorong sebelah kiri, tiba di koridor luar bangunan yang mengarah ke bangunan akademi yang lain. Tempat ini sudah mulai ramai, karena Elxyera sendiri sadar bahwa ini mengarah ke kantin akademi.

"Dewa tidak sekejam itu loh. Masih ada beberapa dewa lain yang mungkin bisa mendengarkan ucapanmu, sayangku," sahut Ivarios lagi. Sesaat tersenyum pada beberapa murid yang melihatnya dengan tatapan penasaran. Penampilannya jelas mencolok karena dia adalah murid baru di tingkat akhir yang baru masuk ini.

"Dewa, kurasa kau perlu bercermin untuk melihat dirimu sendiri. Dan tolong berhenti memanggilku seperti itu. Kau bisa menimbulkan kesalahpahaman," balas Elxyera yang kembali menghela nafas panjang. Entah mengapa rasanya membuat sakit kepala pula saat dia berbicara dengan Ivarios. Dewa Blanche yang ternyata lebih merepotkan dari beberapa orang lainnya.

"Hoh, lihat. Sisi ketusmu mulai muncul. Mungkin kau harus bersikap seperti itu sesekali pada Putra Mahkota."

Di sampingnya, Ivarios kembali tertawa. Tapi mengingat kata-kata Ivarios tadinya, Elxyera seketika mengingat beberapa sejarah awal mula Daratan Blanche yang dulu sering didengarnya. Dewa bukan hanya Blanche seorang. Elxyera tidak tahu mengapa sang pria bisa muncul begitu saja, tapi dalam sejarah, Dewa Blanche memiliki sepuluh dewa bawaan lagi yang mendampinginya, kan.

"Apa hanya kau yang seperti ini? Maksudku, muncul di hadapan manusia dalam wujud seperti ini. Aku rasa kau punya bawahan dewa Dewi lainnya? 10 Dewa Dewi Agung yang membantumu memerintah Blanche?"

Rasa penasaran itu membuat Elxyera memberanikan diri bertanya. Walaupun dia tidak tahu apakah Ivarios akan menjawab atau tidak, dia tetap memberanikan diri bertanya. Sesaat dia melirik Ivarios kembali, namun sang pria justru bungkam untuk kembali berpikir.

Apa pria ini sedang mencari jawaban yang tepat atau sedang berpikir untuk mengelabui dirinya dengan jawaban lain?

"Mereka memiliki peran mereka masing-masing. Benar, mereka ada untuk membantuku memantau dunia ini. Bahkan sampai sekarang pun mereka menjalankan tugas dengan baik. Tapi di satu sisi, aku bukan dewa yang harus selalu terikat dengan mereka. Mereka bebas melakukan apapun dan begitu pula denganku. Selama mereka tidak melanggar aturan yang telah kuciptakan."

Elxyera mendengarkan dengan serius ucapan Ivarios. Entah dia bisa mengakui kalau Dei Blanche adalah sosok yang bijak namun di satu sisi memberikan kebebasan yang terlalu luas. Walau di satu sisi, Elxyera memang tidak pernah tahu bagaimana cara berpikir sang dewa.

"Tidak perlu terlalu memikirkan itu. Sekarang kau hanya perlu fokus pada rencana yang ada, kan."

Langkah keduanya pun memasuki kantin akademi yang luas tersebut. Tempatnya terbagi menjadi empat bagian dengan empat lantai berbeda. Sekarang Elxyera menyesal tidak bertanya dimana Diziel dan Ivory akan duduk. Tapi mengingat mereka akan menunggu, mungkin saja mereka duduk di lantai satu kan.

"Sebaiknya kita masuk dan mencari mereka," usul Elxyera yang dibalas anggukan oleh Ivarios. Sesaat sang pria bisa mendengar bisikan-bisikan ketika mereka berjalan menyusuri lantai satu kantin yang luas itu. Berpikir mungkin dirinya yang dibicarakan. Namun di satu sisi justru mendengar nama Elxyera terselip dalam ungkapan-ungkapan yang mengalir bagai air itu.

"Kau cukup terkenal ya. Banyak yang membicarakanmu," bisik Ivarios yang kembali melirik Elxyera. Walau secara teknis, pria dewa itu sudah tahu sebagain besar pembicaraan yang ada.

"Itu bukan hal penting. Orang hanya suka membicarakan apa yang menarik bagi mereka. Secara kebetulan murid tingkat akhir dengan peringat terbawah bisa tiba-tiba dipilih menjadi tunangan Putra Mahkota."

Sebenarnya Elxyera memang bisa mendengar bisikan itu. Namun dia memilih untuk mengalihkan perhatiannya agar itu tidak mengganggu dirinya sendiri. Lagipula dia sudah terbiasa dengan bisikan yang dulu mengatakan bahwa dia adalah anak Duke yang gagal, dan sekarang jabatannya naik menjadi tunangan Putra mahkota dengan kekuatan lemah.

Ivarios sedikit mencondongkan tubuhnya ke samping untuk lebih mudah memperhatikan ekspresi Elxyera. Namun sepertinya wanita itu memperlihatkan ekspresi yang sama. "Kau sudah kebal ya. Lebih kuat daripada yang kukira. Sepertinya aku memang tidak salah memilih membantumu."

Sesaat Elxyera menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke samping dan seketika senyuman canggung menghias wajahnya. Apalagi saat menemukan sang pria yang tengah berbicara padanya itu tersenyum balik.

"Kau terlalu berlebihan menilai, Dei Blanche," bisik Elxyera. Kembali melanjutkan langkahnya. "Tapi kalau kau memang berniat membantu, mungkin aku bisa percaya."

Ya, saat ini yang perlu dilakukan Elxyera hanyalah mengikuti rencana Ivarios. Menyakinkan dirinya sendiri bahwa pria ini bisa dipercaya. Sesaat dia memandang punggung tangannya dimana lambang perjanjian itu tadinya muncul.

Apakah ini memang adalah pilihan yang tepat? Mengikat janji pada dewa?

"Tidak perlu takut, aku tidak akan menjebakmu. Kau bisa pegang kata-kataku."

Mata Elxyera terpusat pada netra Ivarios sekali lagi. Warna ganjil yang begitu menarik. Apa memang penampilan asli dewa Blanche seperti ini? Dia jadi penasaran. Karena sosok di dalam mimpi maupun yang ada disini terlihat sama.

"Tapi kau sudah membohongi begitu banyak orang dengan latar belakang palsumu itu," ujar Elxyera kembali. Pura-pura memasang wajah menyalahkan yang kembali membuat Ivarios menahan tawanya. Oh, dia ingat dengan ceritanya pada Diziel sebelumnya.

"Tenang saja. Lagipula aku harus melakukan itu agar kalian percaya, kan. Dewa pun butuh berbaur. Walaupun aku benar-benar harus membuat diriku tinggal di desa itu agar pihak akademi percaya," ujar Ivarios mencari alasan. Mengingat dirinya juga yang tidak setengah-setengah dalam menciptakan alasan yang menjadi nyata itu.

"Bagaimana kalau Diziel tiba-tiba meminta untuk mengunjungi rumahmu. Orang tua yang kau katakan bekerja itu?"

"Mereka bagian dari sihir penciptaanku. Sebuah boneka, dari tanah liat. Dan ya, mereka menjalankan tugas mereka disana sebagai mata-mataku, benar-benar hidup di desa itu sebagai alibi bagiku juga," jelas Ivarios lagi.

Oh, Elxyera tidak menyangka bahwa Dei Blanche akan sampai seperti itu untuk bertindak. Terlalu sempurna, terlalu terencana. Seolah tidak ada celah yang bisa dihancurkan.

"Lagipula aku tidak bisa menganggap remeh manusia, kan? Potensi manusia itu beragam, bahkan ada yang bisa bergerak di luar kehendakku dan memiliki potensi yang tinggi. Oh, mereka disana!"

Ivarios yang kembali berbicara segera menangkap sosok yang duduk di pinggiran ruangan dekat dengan jendela. Terlihat Diziel dan Ivory yang duduk berhadapan tengah menikmati makanan mereka. Sepertinya Elxyera dan Ivarios memang terlalu terlambat menyusul.

Dia pun menepuk bahu Elxyera ketika sadar wanita itu terlihat memikirkan sesuatu. Mata Elxyera pun segera mengedar saat tersadar dari lamunannya, dan segera menemukan sosok kedua orang tersebut juga.

"Ayo. Kembalikan senyumanmu. Aku tidak ingin Diziel dan Ivory justru curiga kalau melihatmu terlalu serius seperti itu," peringat Ivarios kemudian lalu melangkahkan kakinya duluan mendekati tempat Diziel dan Ivory.

"Ah, iya."

Sesaat Elxyera memandang punggung sang dewa yang berjanji akan membantunya. Lalu kembali memandang tangannya sendiri dimana lambang perjanjian itu muncul. Sekali lagi Elxyera berpikir, bahwa ini semua memang sepertinya telah menjadi rencana baru baginya. Dan bantuan Dewa terselip padanya.

Apa tidak masalah dia mempercayakan hal ini pada Dei Blanche yang mengaku akan membantunya?

--🗝️--

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top