35. Pertemuan Tidak Terduga
--🔸--
Pagi itu Elxyera terbangun dengan keadaan penuh semangat. Hari ini adalah hari baru, dan juga hari dimana dia akan memulai masa pembelajaran tahun terakhirnya di Akademi Philosthilea. Mungkin tahun ini akan lebih rumit dari tahun-tahun sebelumnya, namun Elxyera berharap dia bisa melaluinya dengan baik dan menjadi lulusan walaupun bukan yang terbaik.
Tidak butuh waktu lama sebelum Elxyera pun bangkit dan menyiapkan seragamnya. Dia masih perlu turun ke ruang makan asrama untuk sarapan dengan murid-murid lain lalu pergi ke akademi. Dia berharap bisa bertemu dan pergi bersama Ivory nantinya. Mengingat wanita itu pun berada di asrama yang sama dengannya disini.
"Ah, aku hampir lupa."
Elxyera yang berjalan melewati meja belajarnya seketika memperhatikan surat dari Arsen kembali. Dia lupa membacanya kemarin karena setelah mengatur kamarnya, dia dan Ivory kembali bertemu dengan Diziel untuk berkeliling kota. Dan ketika kembali ke kamarnya, dia menyiapkan keperluan belajar hari ini dan langsung tertidur.
"Lagipula aku tidak mungkin langsung membalasnya juga kan," gumamnya meraih surat itu, namun memilih duduk di kursi meja belajarnya dan membuka pita hitam yang melilit surat itu dengan hati-hati. Elxyera jadi bertanya-tanya apakah sekarang tugas Arsen sudah selesai? Ataukah pria itu memiliki kesibukan lainnya?
Helaan nafas panjang lolos dari mulutnya. Berharap kali ini isi suratnya tidak seaneh--sememalukan---surat Arsen yang sebelumnya. Oh, itu tentu tidak memalukan. Hanya saja dia memang tidak terbiasa dengan ungkapan cinta Arsen karena TIDAK PERNAH mendapatkannya langsung dari sang pria di kehidupan sebelumnya.
Lembaran surat itu terbuka, dan sang wanita bisa membaca isinya dengan jelas. Tidak terlalu besar, karena surat ini terkesan singkat. Apalagi karena tidak berada di dalam amplop, Elxyera berpikir kalau mungkin saja surat ini terkesan lebih non formal atau setidaknya tidak terlalu panjang.
[Untuk Elxy,
Pertama-tama aku ingin meminta maaf karena tidak bisa mengunjungimu di hari keberangkatanmu ini. Sangat disayangkan aku memiliki kesibukan penting yang membuatku terkurung dalam ruang kerja. Namun tidak sekalipun aku berhenti memikirkanmu.
Kuharap perjalananmu lancar hingga tiba di kota Hetzem. Jangan terlalu memaksakan dirimu walaupun kau bilang keadaanmu sudah membaik, Elxy. Aku tidak ingin terjadi hal buruk padamu lagi.
Ngomong-ngomong, semoga tahun terakhirmu di akademi bisa berjalan dengan baik. Jangan terlalu membebani dirimu. Aku tahu aku terdengar seperti sosok yang terlalu khawatiran. Tapi aku ingin kau berhati-hati selama di akademi. Kudengar Duke of Evenezer dan Asistennya juga bersekolah disana, jadi jikalau terjadi apa-apa, jangan sungkan meminta bantuan pada mereka.
Sekali lagi, jaga dirimu disana. Dan jikalau kau merasa ada sesuatu yang membuatmu terganggu atau tidak nyaman selama di akademi, aku ingin kau langsung mengabariku, oke? Aku sangat mengkhawatirkanmu.
Semoga aku bisa melihatmu lagi dalam waktu dekat ini, sayangku. Semoga harimu menyenangkan.
Dari Arsen.]
Elxyera terdiam membaca isi surat itu. Itu sama sekali bukan pesan sederhana. Sudah seharusnya dia mengetahui sebagian isinya mengingat Arsen yang sekarang berbeda dengan Arsen yang berada di kehidupan sebelumnya. Walaupun tidak terbiasa, setidaknya Elxyera harus bisa bertahan dengan surat penuh cinta dari sang Putra Mahkota, kan.
Mata itu kembali memandang satu persatu kalimat yang ditulis tangan langsung oleh Arsen. Itu hanyalah pesan yang sederhana, namun dari kata-kata itu, dia tahu bahwa sang pria sepertinya benar-benar khawatir dengan keadaannya.
"Arsen disini benar-benar bisa membuatku sakit kepala," gumamnya menghela nafas panjang. Merasa sikap sang pria memang terlalu berlebihan. Walaupun diri Elxyera yang dulu pastinya akan langsung bahagia dengan ini. Namun dia tidak ingin terlarut begitu lama dengan hal seperti ini.
Setelah memeriksa satu kali lagi surat itu, Elxyera pun melipatnya dan memasukkannya ke dalam laci meja belajarnya. Sang wanita pun segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan segera mengenakan seragam sekolahnya. Setelah semuanya siap, sang wanita teringat sesuatu.
"Oh, pitanya."
Wanita itu mengedarkan pandangan, mencari sesuatu yang didapatkannya kemarin dari guru penjaga asrama. Tiap tingkatan memiliki warna pita yang berbeda-beda, jadi setiap tahunnya muridnya pasti akan menerima pita baru dari guru asrama yang bertanggung jawab.
Elxyera pun menemukan sebuah kotak kecil panjang di meja ruang tamunya. Sehingga dia pun berjalan mendekatinya dan meraih kotak itu. Di dalam kotak, terdapat sebuah pita berwarna berwarna emas, tingkat tujuh.
"Tingkat akhir," gumamnya seraya memasang pita itu sendiri melingkari kerahnya, mengikatnya dengan rapi di depan dadanya. Ini tanda bahwa dia telah menjadi senior di akademi ini, dan itu artinya kesehariannya mulai sekarang akan bertambah sulit hingga kelulusannya.
Apa dia bisa melakukannya dengan baik? Orang-orang pasti akan lebih memantaunya sekarang, kan. Karena dia telah resmi menjadi tunangan dari Arsen dier Fargaven itu sendiri. Sosok yang bahkan dikatakan sebagai salah satu lulusan terbaik Akademi Philosthilea. Rasanya tidak ada gunanya memikirkan itu terlalu lama.
Tanpa menunggu lagi, Elxyera pun mengambil tasnya dan berjalan ke arah pintu untuk turun dan pergi ke ruang makan.
--
Beruntung bagi Elxyera karena bisa bertemu dengan Ivory di ruang makan. Namun di satu sisi Elyxera merasakan keadaan sekitarnya yang kurang membuatnya nyaman. Kalau pesan Arsen tadi bisa dilakukannya sekarang, tentu dia akan segera mengirimkan pesan pada pria itu. Karena sejak Elxyera duduk di salah satu kursi meja makan di aula makan besar lantai satu asrama, dia sudah merasakan begitu banyak pasang mata yang tertuju padanya dengan penasaran.
Bahkan suara bisikan bisa ditangkap telinganya, walaupun tidak bisa mendengar dengan baik apa saja yang diucapkan karena suara yang bertumpuk-tumpuk itu. Elxyera yakin murid-murid itu mulai membicarakan tentang dirinya yang adalah tunangan dari Arsen sendiri, putra mahkota kesayangan kekaisaran Fargaven.
"Tuan Putri, apa kau baik-baik saja? Bagaimana tidurmu semalam?" tanya Ivory yang duduk di sisinya. Wanita berambut biru itu memperhatikan Elxyera sesaat sambil tersenyum sebelum akhirnya kembali memakan sarapannya dengan tenang, menunggu respon dari wanita di sampingnya.
"Haha, lumayan baik. Bagaimana denganmu sendiri, Ivory?" tanyanya balik setelah menjawab. Ah, setidaknya berbicara langsung seperti ini pada Ivory membuatnya merasa tenang tanpa perlu memikirkan bisikan-bisikan tentang dirinya yang terdengar dari orang-orang lain.
"Tidurku juga lumayan nyenyak, Tuan Putri. Ngomong-ngomong katanya jam pembelajaran akan sedikit diundur, mengingat akademi sedang mengadakan upacara penerimaan murid baru pagi ini," jelas Ivory kembali mengingat satu hal penting.
Oh, benar juga. Tahun ajaran baru artinya ada murid baru juga, kan. Elxyera jadi penasaran dengan siapa saja murid-murid baru yang berbakat tahun ini. Mungkin diantaranya ada yang merupakan bangsawan Fargaven? Rasanya jadi gemas sendiri mengingat anak-anak kecil yang masih berusia 12 tahun itu. Mereka pasti manis-manis.
"Dan aku mendengar kalau ada murid baru juga tahun ini," tambah Ivory lagi membuat Elxyera yang mengunyah makanannya dalam diam kembali memusatkan perhatian pada Ivory. Oh, dia penasaran dengan hal itu. Murid baru di akademi Philosthilea memang adalah hal umum.
Karena mulai dari tingkat dua keatas, tiap tahunnya pasti akan ada murid baru. Kecuali tingkat tujuh yaitu tingkat akhir, mengingat akan sulit bagi murid baru untuk beradaptadi di tahun akhir.
"Oh, benarkah? Tingkat berapa?" tanya Elxyera setelah menekan makanannya. Dia lalu meraih gelas untuk meminum isinya sembari menunggu jawaban Ivory lagi. Namun wanita berambut biru di sisinya itu terdiam sesaat, berpikir. Sepertinya Ivory mencoba mengingat-ngingat.
"Aku tidak tahu apakah aku mendengar informasinya dengan baik, Tuan Puteri. Tapi kurasa ada beberapa di tingkat tiga, empat..."Oh, Elxyera rasanya ingin mengangguk-angguk mengerti mendengar ucapan Ivory. Namun ketika sadar wanita itu belum selesai berbicara, Elxyera sekali lagi memusatkan perhatiannya pada Ivory. "...dan tingkat tujuh. Artinya ada murid baru yang seangkatan dengan kita, Tuan Putri."
Sesaat tangan Elxyera yang menggenggam gelas itu terhenti di udara, sebelum akhirnya turun kembali meletakkan gelas itu di atas meja. Dia tidak salah dengar, kan? Apakah mungkin bagi akademi Philosthilea untuk menerima murid baru di tingkat akhir seperti ini?
Seingat Elxyera itu jarang terjadi. Memang bukan hal mustahil, namun ada syarat ketat yang menyertai untuk murid baru agar bisa masuk di tingkat akhir akademi Philosthilea. Pertama mereka sudah pernah bersekolah di sekolah sihir lainnya yang artinya mereka adalah murid pindahan. Kedua, mereka punya kedudukan tinggi atau pengaruh besar terhadap sesuatu. Walaupun Elxyera yakin yang kedua itu sudah tidak lagi ditetapkan sekarang.
Dengan kata lain, hanya satu penyebab yang membuat akademi Philosthilea menerima murid baru di tingkat akhir. "Apa murid baru itu dari sekolah lain?"
Seketika Elxyera merasa penasaran dengan hal itu juga. Dia pun memakan suapan terakhir sarapannya sebelum meminum airnya. Setelahnya, dia membalikkan sedikit badannya untuk menghadap Ivory sembari menunggu wanita itu selesai makan juga.
"Sepertinya begitu, Tuan Putri. Namun aku tidak mendengar info lagi tentang itu. Sehingga tidak tahu murid dari sekolah mana yang akan masuk," jelas Ivory setelah menyelesaikan makanannya. Sang wanita pun meminum airnya dengan tenang.
Seingatnya dia memang tidak mendapatkan info apa-apa tentang murid baru itu kecuali mendengarnya pagi ini dari bisikan murid-murid juga. "Murid-murid lainnya pun mulai membicarakan dan penasaran dengan siapa murid baru yang akan masuk di tingkat akhir ini. Katanya mereka melihat salah satu kamar kosong di lantai tiga sayap kanan bangunan ada murid asing berpita emas yang menempati juga."
Oh, Elxyera yakin itu tidak salah. Pita emas sudah melambangkan tingkatan mereka di akademi. Dan terlebih lagi di asrama ini. Artinya murid itu adalah murid perempuan, kan? Apakah dia sosok bangsawan dari kerajaan lain? Atau murid dari sekolah sihir lain di Fargaven? Seingat Yuna, ada enam akademi sihir lagi di Fargaven.
Mungkin Elxyera tidak perlu terlalu memikirkannya. Lagipula siapapun murid baru itu, dia tidak akan menyadari keberadaan Elxyera dan sang wanita juga tidak ingin mencari gara-gara dengan murid baru yang kemungkinan besar berasal dari kerajaan lain.
Dia ingin meminimalisir perhatian di akademi selama dia masih ada disini. Elxyera sebisa mungkin tidak ingin menjadi pusat perhatian. Walaupun rasanya itu nyaris mustahil mengingat statusnya yang sekarang semakin tinggi.
"Hmm, begitu ya. Oh, ya. Aku baru ingat, kita harus mengecek papan pengumuman juga untuk mengecek kelas kita kan! Sebaiknya kita pergi sekarang, Ivory. Bisa memakan waktu lama jikalau papan itu sudah dipenuhi dengan murid nantinya."
Elxyera yang teringat kembali dengan papan pengumuman kelas baru di akademi pun segera berdiri dari duduknya. Merasa tidak perlu berlama-lama disini. Ivory di sisinya pun terlihat menganggukkan kepalanya mengerti, sehingga dia pun ikut berdiri dan meraih tasnya yang dia letakkan di kursi kosong di sampingnya.
--
Seperti dugaan Elxyera, lobi depan lantai satu bangunan akademi Philosthilea yang luas itu sudah dipenuhi dengan murid-murid. Untungnya mereka tiba sebelum kegiatan penerimaan murid baru selesai, karena tempat itu pastinya akan lebih ramai jikalau rombongan murid baru sudah lewat disana.
Lobi itu besar dan berlangit-langit tinggi. Di sisi kanan lobi, terlihat murid-murid berkumpul di depan papan pengumuman dari batu yang menjulang tinggi. Ada beberapa kertas perkamen dari sihir yang terpajang disana, melayang-layang memperlihatkan nama-nama murid dari masing-masing kelas yang sudah terbagi-bagi.
"Sepertinya untuk tingkat akhir pengumumannya ada disana. Ayo, Ivory." Elxyera segera mengajak Ivory untuk mendekat pada papan pengumuman di sisi paling ujung kanan, dimana murid-murid dengan pita emas mereka berkumpul untuk melihat nama dan kelas mereka. Seingat Elxyera, tingkat akhir akan ada empat kelas, dengan masing-masing kelas diisi kurang lebih 50-an murid. Tidak ada pembagian tingkatan kemampuan, sehingga itu membuat Elxyera sedikit tenang.
Dia jadi bertanya-tanya apakah dia akan sekelas dengan Ivory? Lalu bagaimana juga dengan Diziel? Pagi ini dia tidak bertemu laki-laki itu, dan Ivory juga bilang bahwa tidak perlu menjemput Diziel di asrama laki-laki karena pria itu pastinya sudah pergi duluan ke akademi.
"Hoh, kalian sudah sampai ya."
Suara itu membuat Elxyera menoleh. Mendapati sosok Diziel yang melambai dan menghampiri mereka. Sekarang setelah dia tahu pria itu juga bersekolah disini, dia dengan cepat menyadari kehadiran Diziel.
"Selamat pagi, Diziel. Kau sudah lebih dulu tiba ya?" tanya Elxyera ketika Diziel berhenti di depannya dan Ivory. Sedangkan Diziel dengan segera mengangguk dan tersenyum tipis.
"Selamat pagi, Elxyera, Ivory. Kalian sudah mengecek nama dan kelas kalian?" tanya Diziel setelah balas menyapa. Perhatiannya sesaat menoleh ke samping, melihat kerumunan yang memeriksa papan untuk tingkat tujuh. Dari sini, memang cukup sulit melihat nama yang ada, sehingga mereka harus mendekat.
Elxyera pun menggeleng. Dia bahkan belum menyempatkan diri untuk melihat nama paling atas yang berada di kelas pertama angkatan tujuh. Namun di manapun dia akan ditempatkan nanti, rasanya Elxyera tidak akan mempermasalahkannya.
"Belum. Kami baru saja tiba. Kau juga belum, Diziel?" jawab Elxyera yang kembali bertanya balik. Lagi-lagi dia mendapatkan jawaban anggukan dari sang pria.
"Kalau begitu kita periksa saja bersama," ajak Ivory. Wanita itu tersenyum tipis dan meraih sebelah tangan Elxyera.
"Bagus! Aku harap kita sekelas," harap Diziel tertawa kecil. Rasanya Elxyera baru dalam suasana ini. Dia memang menyadari kalau sepertinya Duke of Evenezer memang banyak bicara. Tapi sikapnya disini dan saat datang berkunjung sebulan sebelumnya memang berbeda. Disini, Diziel terlihat jauh lebih bebas?
Elxyera berharap dia bisa seperti itu juga. Tanpa perlu membebani dirinya sendiri dengan kewajiban.
"Oh, ya. Katanya di Asrama perempuan, ada murid baru yang akan masuk tingkatan akhir kan?" tanya Diziel ketika matanya mulai memeriksa daftar nama untuk kelas A tingkat akhir. Mencari-cari namanya. Sedangkan Ivory pun mulai membantu juga.
"Hmm, Ivory bilang begitu. Memangnya ada apa?"
"Di asrama laki-laki pun ada satu. Murid baru di tingkatan akhir. Aku tadinya tidak percaya tapi ketika melihatnya sendiri saat sarapan, pita emas memang dikenakan murid asing berambut perak itu."
Seketika mata Elxyera yang menyusuri tiap nama di bagian murid kelas C pun terhenti. Dia sedikit menoleh, memandang Diziel yang menjelaskan. Pria itu bahkan tidak mengalihkan perhatian dari papan pengumuman. Merasa bahwa ucapannya tadi hanya untuk menjelaskan rasa penasaran pada orang-orang yang ingin tahu tentang murid baru. Mungkin Elxyera pun penasaran.
"Kau bilang murid dengan rambut perak?" tanya Elxyera memastikan. Entah mengapa rasanya jadi penasaran lagi dengan murid baru itu. Ternyata bukan hanya satu ya.
Diziel mengangguk sejenak, lalu akhirnya memutuskan memusatkan perhatiannya pada Elxyera saat sadar bahwa nama mereka bertiga tidak ada di bagian kelas A. "Hmm, rambutnya sepertinya putih perak. Dia tidak pendek, tapi tidak setinggi aku juga. Sepertinya dia sosok yang ramah, karena tadi pagi dia menyapa murid-murid lain juga dengan senyuman. Sepertinya tidak merasa gugup karena berada di sekolah lain."
Elxyera mengangguk-angguk mengerti mendengar penjelasan itu. Mungkin juga sosok itu dari sekolah lain? Mau bagaimana pun itu, sepertinya tingkat tujuh tahun ini akan menarik. Apalagi karena ada murid baru itu.
"Oh, kita berada di kelas yang sama!"
Seruan Ivory membuat baik Diziel dan Elxyera menoleh ke arah sang wanita berambut biru. Tangan Ivory sedikit terangkat, menunjuk ke arah nama Diziel yang tertulis di urutan nomor 20 pada bagian kelas B. Lalu nama Elxyera di urutan 25 dan Ivory sendiri pada urutan 38.
"Oh, benar! Pasti akan sangat menyenangkan karena ada Elxyera juga!" seru Diziel ketika dia melihat lebih dekat nama-nama yang ditunjuk itu. Ekspresi senang jelas terpajang di wajahnya. Pria itu sepertinya bersemangat karena sekelas dengan orang-orang yang dikenalnya.
Di satu sisi, Elxyera masih kurang percaya. Tapi jikalau mereka sekelas, artinya dia harus senang, kan. Elxyera bahkan tersenyum ceria ketika sadar. Dirinya lega kali ini dia tidak akan melewati tahunnya di kelas sendirian. "Hehe, rasanya senang sekali. Semoga kita bisa melalui tahun akhir ini dengan baik ya."
Sepertinya ucapan Arsen benar, bahwa dia memang harus percaya pada dua sosok ini. Berharap hubungannya dengan Diziel dan Ivory bisa akrab dalam setahun akhir ini.
"Tentu saja, Tuan Putri! Jangan sungkan untuk meminta bantuan kami ya," seru Ivory dengan gembira. Dia pun kembali menggenggam erat sebelah tangan Elxyera dan memandang sang wanita dengan senyuman lembut. Elxyera pun mengangguk kecil, tanda mengerti.
"Nah, kalau begitu ayo ke kelas sekarang! Akan lebih baik jikalau kita bisa tiba lebih cepat dan memilih tempat kan! Aku ingin duduk di paling belakang," ajak Diziel yang segera melangkah menuju tangga. Mengingat bahwa kelas B untuk tingkat tujuh berada di lantai 6 bangunan akademi Philosthilea yang berlantai 10 ini.
"Tidak bisa, Tuan Muda. Anda hanya akan tidur saja jikalau duduk di paling belakang," protes Ivory dengan halus, membuat Elxyera tertawa kecil mendengar percakapan keduanya. Sepertinya hubungan Ivory dan Diziel memang sangat dekat.
"Tapi kalau Elxyera ingin duduk di belakang juga, tidak apa-apa kan? Aku akan mengikuti keinginan Tuan Putri Elxyera, karena aku berjanji pada Yang Mulia Arsen untuk melindungimu." Diziel menyeringai kecil, membuat Ivory menghela nafas panjang.
Di satu sisi, Elxyera cukup terkejut mendengar nama Arsen disebutkan. Sejak kapan Arsen menjadi sedekat itu dengan Diziel. Walaupun ya, dia berpikir kalau mungkin memang hubungan Arsen dan Diziel itu baik-baik saja. Dia pun kembali tertawa kecil.
"Jangan memanggilku seperti itu. Arsen bahkan sampai merepotkanmu. Tapi aku lebih memilih di depan agar lebih mudah memperhatikan penjelasan guru. Maaf, Diziel," kekeh Elxyera membuat Ivory yang berada di sisinya seketika tersenyum penuh kemenangan. Sedangkan Diziel seketika memasang wajah cemberut karena tidak bisa membujuk Elxyera untuk duduk di tempat yang diinginkan sang pria.
--
Kelas B tingkat tujuh masih cukup sepi ketika Elxyera bersama Diziel dan Ivory tiba disana. Wanita berambut pirang itu cukup lega karena masih banyak kursi bagian depan yang kosong, mengingat murid-murid yang ada di dalam sebagian besar memilih untuk duduk di bagian tengah atau bagian belakang.
"Tuan Putri, kau ingin duduk dimana?" tanya Ivory memperhstikan sekeliling. Mencari tempat yang nyaman sebagai tempat duduk mereka. Namun kembali bertanya dengan pendapat Elxyera. Sedangkan Diziel terlihat diam di belakang mereka. Tepatnya lebih memusatkan perhatian pada isi kelas yang nyaman itu.
"Bagaimana kalau disana?" tanyanya seraya menunjuk meja paling depan di sisi kanan ruangan dekat dengan jendela. Meja panjang tiap baris tertata rapi hingga belakang. Kalau Elxyera perhatian, satu meja bisa menampung tiga sampai empat murid maksimalnya. Dan lagi karena dekat dengan jendela, pasti tidak terlalu membosankan.
"Hoh, pilihan bagus, Elxyera! Kalau begitu aku akan memilih yang dekat dengan jendela." Diziel yang melihat pilihan Elxyera pun terkagum-kagum, dan tanpa pikir panjang segera mendekat ke meja itu dan masuk dari sisi dekat jendela.
"Kupikir dia akan menolak karena tidak ingin duduk di depan, haha!" tawa Elxyera merasa lucu dengan sikap Diziel yang seperti anak-anak. Sikapnya sebagai Duke of Evenezer dan sebagai seorang murid akademi Philosthilea memang sedikit berbeda ya.
"Hehe, tidak perlu memikirkannya, Tuan Putri. Tuan Muda sebenarnya nyaman duduk dimana saja, asalkan dia bisa menemukan tempat yang nyaman. Walaupun dia memang lebih memilih duduk di belakang."
Ivory pun berjalan mendekat ke arah kursi itu juga diikuti Elxyera. Sang wanita berambut biru gelap itu pun duduk di samping Diziel dari sisi dalam, lalu Elxyera yang duduk di sisi yang bersebrangan dengan Diziel, tepat di samping Ivory.
Tidak butuh waktu lama hingga kelas itu pun mulai dipenuhi dengan murid-murid yang berdatangan. Dan cukup mengejutkan ketika Elxyera melihat Norine ternyata sekelas dengannya. Sesaat mereka sempat bertemu pandang, namun wanita itu terlihat gugup dan hanya membungkuk memberi hormat sebelum dia menghampiri teman-temannya sendiri di bagian tengah.
"Wali kelas untuk kelas B sepertinya adalah Madam Vhalafena. Ah, sepertinya ini bukan keberuntunganku," gumam Diziel tiba-tiba membuat perhatian Elxyera dan Ivory yang tadi berbincang satu sama lain kembali terpusat pada pria itu. Seketika teringat dengan wanita berambut merah muda panjang yang menggenakan eyepatch itu.
Mendengar ucapan itu juga, Elxyera seketika membeku. Madam Halafena. Siapa yang tidak kenal dengan guru satu itu. Terkesan barbar dan dingin. Berbeda dengan penampilannya yang anggun dan cantik, kalau tidak salah Vhalafena pun merupakan satu dari beberapa penyihir kepercayaan Crovis.
Mungkin hanya sikap luar sang wanita saja yang garang? Mungkin di baliknya, dia adalah guru yang baik hati?
"Apa Diziel tidak menyukai beliau? Aku rasa beliau adalah orang yang baik?" tanya Elxyera memandang Diziel yang membaringkan kepalanya di meja dengan tidak bersemangat. Sedangkan Ivory kembali tertawa kecil mengingat satu hal. "Tiap berada dalam kelas beliau, Tuan Muda sama sekali tidak punya waktu untuk membolos pelajaran. Pada akhirnya kebanyakan Tuan muda akan menerima hukuman dari Madam Halafena."
Mendengar itu, Elxyera jadi bergidik ngeri. Dia sering mendengar buruknya dan kerasnya hukuman dari sang Madam berhati batu itu. Dan tidak menyangka bahwa Diziel adalah salah satu dari beberapa murid yang sering dihukum beliau. Tanpa sadar Elxyera memuji kehebatan Diziel. "Ternyata Diziel sekuat itu ya."
"Haha, kau baru tahu, Elxyera? Selama setahun ini, kau akan meli--!! Oh, beliau sudah datang."
Diziel yang baru saja ingin menjelaskan beberapa hal pada Elxyera, kembali menghentikan kalimatnya ketika pintu kelas mereka yang berada di bagian depan pun terbuka. Sosok wanita tinggi berambut merah muda panjang pun berjalan masuk ke dalam ruangan. Dari penampilan anggun sang wanita yang mengenakan celana panjang dibandingkan gaun itu, eyepatch yang menutupi sebelah matanya lebih mencolok.
Dengan cepat Elxyera pun menundukkan kepalanya, menghindari perhatian sang guru tertuju padanya. Meskipun akhirnya dia sedikit melirik guru tersebut.
"Selamat pagi, kelas B. Pertama, aku ucapkan selamat datang kembali di akademi," sapa Halafena ketika dia tiba di atas panggung depan kelas, memandang murid dalam kelas itu satu-persatu.
Kelas yang penuh itu seketika hening karena tidak ingin mengganggu sapaan dari sang guru yang terkenal berhati batu di sekolah ini. Kebanyakan murid terlihat pucat saat sadar siapa wali kelas mereka. Namun Halafena hanya tersenyum tipis dengan penuh makna.
"Selama satu tahun kedepan, aku akan menjadi pembimbing kalian. Aku rasa kalian tentu sudah tahu namaku, tapi biarkan aku memperkenalkan diri pada kalian. Namaku Halafena Warfrost. Mohon kerja samanya dalam setahun kedepan, murid-murid." ucap Halafena memang terdengar sederhana. Namun itu sudah cukup memberikan rasa merinding bagi beberapa murid di dalam kelas, termasuk Diziel yang memilih mengalihkan perhatiannya ke arah lain.
Sepertinya Elxyera memang harus bertahan dengan baik di kelas B ini. Mengingat wali kelas mereka pun adalah sosok yang hebat namun keras seperti ini.
"Oh, ya. Satu hal lagi. Angkatan kalian mendapatkan dua murid baru. Dan kebetulan, mereka juga akan masuk ke dalam kelas ini."
Informasi yang diberikan Halafena memang terdengar sederhana. Namun seketika itu membuat suara bisikan memenuhi ruangan tersebut. Banyak murid-murid yang pastinya sudah tahu tentang murid baru kan. Tapi tidak menyangka bahwa murid itu akan masuk disini.
Tentunya itu mengejutkan Elxyera juga. Sehingga wanita itu memusatkan perhatiannya pada Halafena.
Tanpa menghiraukan isi kelasnya yang mulai kembali berisik, Halafena melihat ke arah pintu kelasnya yang tadinya dia tutup lagi. Seolah tahu bahwa ada orang di balik pintu itu. "Masuklah."
Seketika, kelas kembali hening dengan isyarat kata dari sang guru. Bahkan mata Elxyera tidak teralihkan karena rasa penasarannya dengan murid baru yang akan masuk ke kelas ini. Sepertinya tahun ini memang menarik. Elxyera jadi ingin tahu murid dari kelas mana yang diterima ini.
"Kedua orang ini akan menjadi murid mulai hari ini. Aku harap kalian bisa bebaur dengan baik," ujar Halafena ketika sosok pertama masuk setelah pintu kelas itu terbuka. Pria itu cukup tinggi, berambut putih perak dengan mata unik yang tidak bisa langsung ditebak warnanya. Kehadirannya seketika membuat beberapa murid di dalam kelas terpana.
Sedangkan sosok kedua yang mengikuti adalah wanita muda yang lebih pendek dengan postur tubuh sempurna. Rambut perak itu terlihat lebih mencolok dari sang laki-laki, dihiasi dengan bando berwarna cokelat. Mata emas itu bahkan terlihat manis mengkilap, perpaduan sempurna dengan wajahnya yang terlihat anggun. Sekali lagi memberikan reaksi berlebihan bagi beberapa murid laki-laki di dalam kelas.
Namun berbeda dari Elxyera, matanya seketika membelalak kaget melihat kedua sosok itu. Hampir saja mulutnya meneriakkan sesuatu kalau saja tangannya tidak naik menutup mulutnya sendiri. Melihat kedua sosok itu seketika membuatnya tidak bisa berkata-kata, karena jelas merasa ini adalah hal yang mustahil.
'Bagaimana...bagaimana mungkin??' batinnya tidak percaya. Saat ini, Elxyera merasa bahwa dia mungkin bermimpi. Namun melihat senyuman tipis menghiasi wajah sang pria yang berambut perak saat matanya menyusuri isi kelas, Elxyera yakin ini bukanlah kesalahan.
Bersamaan dengan senyuman manis yang menghiasi wajah wanita berambut perak satunya itu, Elxyera membeku di tempat tidak tahu harus bagaimana.
"Sekarang perkenalkan diri kalian," ujar Halafena yang segera mempersilahkan. Membuat sang pria berambut putih perak segera menganggukkan kepalanya mengerti, diikuti dengan sang wanita muda di sisinya.
"Perkenalkan, aku adalah salah satu murid baru disini," ucap sang pria sekali lagi, mengedarkan pandangannya dan seketika terhenti saat melihat sosok familiar. Senyuman tipis itu menghiasi wajahnya saat matanya menangkap sosok Elxyera yang membeku di tempat. "Namaku Ivarios. Ivarios Blanchius. Mohon kerja samanya mulai hari ini."
"Dan saya juga adalah murid baru." Giliran sang perempuan yang berbicara sekarang. Senyuman manis itu bahkan masih menghias disana ketika dia membungkuk memberi hormat dengan anggun pada murid-murid di dalam kelas. Nada suara itu bahkan terasa begitu familiar di telinga Elxyera.
Tidak, itu memang sangat familiar. Namun dalam hatinya Elxyera berharap ini adalah mimpi. Alih-alih menyakinkan ini adalah mimpi, Elxyera justru berpikir kalau ini memang adalah karma keduanya dari sang dewa. Dia bisa melihat iris emas sang wanita memancarkan kelembutan yang tidak akan pernah dilupakan Elxyera bahkan di kehidupan barunya ini.
"Nama saya adalah Avyce. Avyce Heiligheid. Mohon bantuannya mulai hari ini."
--🗝️--
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top