32. Pertemuan pertama [End of Part I]
--🔸--
Suara bising terdengar dalam benak Elxyera. Bagaikan potongan kaca yang menyebar kemana-mana, dirinya tidak bisa mengingat dengan baik. Tubuhnya terasa begitu sakit, dan kepalanya seperti mau pecah. Matanya sempat melebar sebelum dia memilih mendorong Arsen menjauh dari jarak serang duri-duri perak yang runcing itu.
Dalam pikirannya saat itu, semuanya kosong. Entah apa yang membuatnya melakukan hal itu. Menolong seorang Pangeran, terlebih lagi Putra Mahkota adalah tindakan yang begitu berani. Terlebih lagi pria itu adalah tunangannya. Namun sebagaimana Elxyera tahu apa yang laki-laki itu perbuat padanya di kehidupan sebelumnya, dirinya tetap saja bergerak untuk menolong.
'Bukankah akan lebih bagus jikalau kau membiarkannya mati?'
Adalah sebuah pertanyaan yang didengarnya dalam benak sebelum tangan kecilnya sempat mendorong Arsen menjauh dari jarak serang, dan membawa dirinya sendiri masuk ke dalam penderitaan tersebut.
Entah itu adalah suara asing yang muncul dalam benaknya itu, atau justru pertanyaan itu adalah hasil pemikiran Elxyera sendiri. Sang wanita tidak tahu mana yang benar.
'Memang kenapa kalau dia mati?'
Kenapa? Elxyera tidak tahu. Apakah masa depan itu akan berubah jikalau dia mati? Elxyera tidak tahu apakah kematiannya di masa depan itu memang berhubungan karena karmanya pada Gadis Suci atau tidak. Dewa Daratan Blanche pasti sangat membencinya karena hal itu, sehingga mungkin memilih mengakhiri hidupnya dengan tidak bermoral dan rendah seperti itu. Mati di tangan bandit yang bersembunyi di hutan Fiorea --pembatas ibu kota dan istana-- adalah hal terlucu yang pernah didengarnya.
Kenapa Elxyera bisa mati dalam wilayah kekuasaan kerajaannya sendiri?
Apakah itu suruhan? Ataukah memang Arsen sebenarnya ingin mengakhiri hidupnya? Hanya kebetulan saja?
Dan sekarang Elxyera justru mendapatkan karma kedua karena kembali dipertemukan dengan pria yang tidak pernah peduli dengan dirinya. Walaupun dia berharap untuk dijauhkan dari pria itu. Lagi-lagi Dewa Daratan Blanche membencinya karena melakukan hal keji pada Gadis Suci kesayangan kekaisaran.
Tapi tidak. Lagi-lagi Elxyera percaya, tubuhnya menghianati akalnya. Dan sekali lagi, rasa sayangnya pada Arsen membuatnya melakukan hal yang membahayakan dirinya sendiri. Atau mungkin saja Elxyera memang...sudah tidak sanggup hidup dengan Arsen yang memberikan harapan baginya, hanya justru suatu saat akan menghancurkan hatinya kembali dengan kenyataan paling keji yang pernah ada.
Di tempatnya berada sekarang, Elxyera merasakan tubuhnya tertembus. Sakit, namun seketika mati rasa. Elxyera tidak bisa merasakan apa-apa, selain jantungnya yang perlahan-lahan mulai berdetak lemah. Tinggal menunggu detik hingga itu berhenti berdetak. Dan...ekspresi Arsen yang melihat ke arahnya. Pantulan indah itu terlihat disana.
Ah, Elxyera tidak pernah melihat ekspresi Arsen yang seperti ini selama hidupnya.
Apakah itu kekhawatiran? Tidak. Itu adalah amarah yang tercampur dengan ekspresi ketakutan.
Apa yang perlu ditakutkan oleh seorang Arsen dier Fargaven yang akan mendapatkan kebahagiaannya di masa depan?
Tidak tahu.
'Maukah kau mengubahnya?'
Adalah sebuah pertanyaan yang terbesit dalam benak Elxyera sebelum apa yang dilihat sang wanita adalah kegelapan.
***
Tubuh Elxyera seketika tersentak bangun dari baringnya saat sengatan listrik terasa mengaliri tubuhnya. Sontak itu jelas mengejutkan semua orang yang berada di dalam ruangan luas tersebut, yang diyakini sebagai kamar Elxyera vel Cresentra di kediaman Cresentra sendiri.
"Tuan Puteri!!"
"U-uhuk, uhuk!!!"
Elxyera merasa begitu pusing, dan sebelah tangannya segera mencengkram dadanya, merasa kesakitan dan sulit bernafas. Di tengah kekacauannya sendiri, Elxyera bisa mendengar ada begitu banyak orang yang memanggil-manggil namanya. Lalu segera dirinya sadar bahwa dia tidak sendirian di tempat itu.
Apa yang ditangkap Elxyera pertama kali adalah warna merah rambut Irvette. Irvette segera menghampiri tempat tidurnya dan meletakkan baskom kecil di meja nakas samping tempat tidurnya, mencoba memeriksa keadaannya. Dari mata Elxyera yang kabur itu, dia mulai menyadari wajah familiar di tempat itu.
Sosok Hellion berdiri di sisi kanan tempat tidurnya, berseberangan dengan tempat Irvette berdiri. Wajah Ayahnya jelas terlihat khawatir namun juga terkejut bercampur rasa lega di satu sisi. Di sampingnya, terduduk seorang pria dengan pakaian kebesarannya yang begitu mencolok. Crovis bahkan tidak repot-repot mengganti pakaiannya ke sesuatu yang lebih sederhana.
"Tuan Puteri, apakah masih sakit? Katakan pada saya dibagian mana yang sakit??" tanya Irvette dengan panik, membungkuk untuk meraih tubuh Elxyera yang sedikit meringkuk dengan tangan mencengkram dadanya sendiri. Sang wanita berambut pirang tidak henti-hentinya batuk, dan dengan lemahnya hanya bisa berbaring menyamping ke arah tubuh Irvette yang segera duduk di pinggir tempat tidur itu untuk menopang tubuh majikannya.
"A..pa yang...ughh!!"
Elxyera mencoba berbicara sembari memfokuskan pengelihatannya. Di samping tempat tidurnya pada sisi kiri, bersebelahan dengan Irvette, Elxyera bisa melihat Arsen duduk di kursi sembari memandangnya khawatir. Mata itu merah, apa Arsen menangis? Tidak mungkin!
Namun ucapan Elxyera kembali terhenti karena rasa sakit di dadanya. Tangan yang gemetaran itu digerakkannya, melihat bahwa tidak ada darah sama sekali disana. Padahal dia yakin dia menyentuh tepat dimana duri perak itu menembus tubuhnya tadi. Tapi kenapa sekarang tidak ada? Apakah dirinya sempat diselamatkan dan disembuhkan oleh ahli sihir kerajaan sebelum terlambat?
Mulut Elxyera menutup, mencoba menahan nafasnya yang memburu karena rasa sakit itu. Namun tidak ada yang berbicara, dan sang wanita sadar bahwa semua mata tertuju padanya.
"Panggil kembali ahli sihir istana. Aku ingin dia kembali memeriksa keadaan anak menantuku."
Suara Crovis kembali terdengar di ruangan itu,lalu suara kursi tergeser pun menggema. Dari sudut matanya, Elxyera bisa melihat Crovis yang berdiri dari duduknya, dan Ayahnya yang memberikan hormat pada Kaisar kerajaan Fargaven itu. Setelahnya, Hellion memerintahkan River untuk melakukan sesuatu sebelum pria tua itu pun melangkah keluar dari dalam ruangan mengikuti Crovis.
Apa tadi Crovis bilang anak menantu? Elxyera tidak yakin apakah dia bisa mendengar dengan baik.
"Ayah akan kembali. Saya permisi dulu, Yang Mulia," ujar Hellion pada Elxyera, dan segera memberikan hormatnya pada Arsen yang masih terlihat duduk tenang di sisi tempat tidur Elxyera. Pria itu hanya mengangguk singkat memandang Hellion, sebelum kembali memandang Elxyera dengan khawatir.
Di satu sisi, Elxyera tidak menjawab atau memberikan respon dengan gerakan tubuh sama sekali. Wanita itu hanya mengerjapkan matanya perlahan, sembari mencoba menyesuaikan diri dengan rasa sakitnya. Namun itu sudah menjadi jawaban yang cukup bagi Hellion sebelum dia pun melangkah keluar ruangan mengikuti Crovis.
Sekarang Elxyera sepenuhnya bersandar pada tubuh Irvette. Rangkulan Irvette terasa nyaman walaupun tubuh Elxyera terasa kaku. Lukanya mungkin sempat disembuhkan oleh ahli sihir kerajaan, namun sepertinya dia mendapatkan dampak lain dari serangan tadi. Tidak mungkin kan tidak ada efek sampingnya? Itu adalah makhluk kuno.
"Elxy. Hei, kau bisa mendengarku?"
Panggilan itu lembut, lirih kalau Elxyera harus jujur. Matanya yang masih kurang fokus mencoba menemukan sosok Arsen lagi. Kali ini, dia memandang tepat di iris emas milik sang pria. Elxyera yakin dia melihat ekspresi lega sang pria. Namun sebelum Elxyera sempat berkata apa-apa, Irvette menarik diri perlahan dan Arsen segera berdiri.
Pria itu duduk di tempat Irvette duduk tadinya, bergantian merangkul Elxyera ke dalam pelukan yang hangat. Hal itu jelas mengejutkan Arsen. Dia mungkin harus terbiasa dengan sang pria yang akan menunjukkan sikap manis padanya seperti ini disini. Tapi pemikiran lain memasuki benaknya, mengingat suara-suara dalam benaknya sesaat sebelum Elxyera yakin tadinya dirinya akan mati.
Tangan Arsen dengan hati-hati merangkul bahu Elxyera, menyandarkan sang wanita di dadanya. Karena tubuhnya lebih tinggi, Arsen sedikit menunduk dan menyandarkan wajahnya pada pucuk kepala Elxyera, memberikan kecupan yang begitu lembut di pucuk kepala sang wanita seolah takut apapun yang dilakukannya bisa melukai tunangannya.
"Elxy, apakah masih sakit? Lukamu sudah disembuhkan. Semuanya akan baik-baik saja."
Tangan Arsen yang kosong bergerak ke depan tubuh Elxyera, menggenggam tangan sang wanita yang sedikit terangkat setelah mencengkram dadanya tadi. Dengan lembut, tangan Arsen yang lebih besar itu menangkup tangan halus Elxyera. Dia pun menariknya perlahan mendekatkannya pada bibirnya juga, dan memberikan kecupan lembut di jemari sang wanita.
Bohong jikalau Elxyera tidak merasa tersentuh dengan tindakan manis itu. Arsen membuatnya kacau, dan tindakan itu justru hanya memperparah kekacauan dalam benak Elxyera. Rasanya begitu hangat dan nyaman, berada dalam dekapan Arsen seperti ini.
Tapi apa tidak apa-apa seperti ini? Walau kenyataannya Elxyera tahu sikap Arsen hanya bersikap sementara sampai kemunculan Gadis Suci itu, sang wanita berambut pirang ini tidak bisa melawan kata hatinya. Mulutnya tidak mengatakan apa-apa dan memilih bungkam. Namun Elxyera sekali lagi menyandarkan dirinya sepenuhnya pada tubuh Arsen. Mempercayai pria itu sepenuhnya untuk saat ini.
Perlahan Elxyera mengatur nafasnya lembut. Matanya memejam merasa hangat dalam pelukan Arsen. Aroma sang pria yang disukainya, terasa begitu familiar baginya. Apa kali ini dia boleh kembali egois? Alih-alih memanfaatkan Arsen untuk kepentingan masa depannya, sekali lagi Elxyera berpikir bisakah dia memiliki sang pria?
"Sepertinya keadaan Tuan Puteri sudah membaik, Yang Mulia."
Sebuah suara yang tidak asing bagi Elxyera membuat mata sang wanita kembali membuka. Di sisi tempat tidurnya, dia melihat dua orang tidak asing berjalan mendekat. Diziel dan Ivory berjalan berdampingan. Elxyera bisa melihat kekhawatiran di wajah keduanya, namun Diziel tersenyum lembut ketika berbicara pada Arsen.
"Terima kasih, Duke. Ini juga berkat bantuan Nona Azurrio. Kalau Anda tidak membekukan lukanya, saya yakin keadaan tidak akan menjadi sebaik ini. Sekali lagi terima kasih banyak," ucap Arsen menyampaikan rasa terima kasihnya yang sebesar-besarnya pada kedua sosok itu. Padahal mereka adalah tamu. Namun Arsen merasa lega karena bisa mendapatkan bantuan dari Ivory untuk membantu Elxyera.
Di dekat Arsen, Elxyera yang mendengar itu ingin sekali berterima kasih. Matanya memandang Ivory, dan sang wanita yang segera sadar pun membalas dengan senyuman manis. Sepertinya Ivory mengerti keadaan Elxyera yang masih sulit berbicara dan tidak mempermasalahkannya.
"Saya hanya melakukan yang terbaik, Yang Mulia." Ivory berucap sopan sembari memberi hormat, lalu kembali melirik Diziel di sampingnya.
"Kalau begitu, saya yakin Tuan Puteri membutuhkan istirahat yang cukup. Kami undur diri, Yang Mulia. Tuan Puteri, semoga Anda cepat kembali pulih."
Diziel memandang Elxyera sejenak, tersenyum pada wanita itu sebelum kembali memberikan hormat bersama Ivory. Sepertinya bantuan keduanya begitu berguna baginya. Elxyera tentu berhutang budi pada kedua orang itu. Matanya terus menatap ketika melihat Diziel dan Ivory berbalik, lalu berjalan keluar dari ruangan.
Tidak lama setelah itu juga, suara Irvette terdengar lembut. Wanita itu sepertinya berbicara pada Arsen. Namun entah mengapa rasa kantuk menyerang Elxyera lagi. Apakah memang tubuhnya tidak baik-baik saja walau sudah disembuhkan. Cairan berwarna perak yang menjadi duri itu tadinya...apakah itu darah makhluk kuno itu?
"Saya permisi, Yang Mulia."
"Ya."
Elxyera bisa mendengar percakapan singkat antara Irvette dan Arsen. Tidak lama kemudian, hanya tersisa dirinya dan Arsen saja di dalam ruangan itu. Dan kesunyian memenuhi tempat itu beberapa detik, sebelum Arsen kembali merasakan sentuhan lembut di pipinya ketika genggaman tangan Arsen pada salah satu tangannya terlepas.
"Kalau sakit, langsung katakan padaku, Elxyera. Aku akan menemanimu disini," ucap Arsen lembut, menunduk untuk menatap Elxyera yang perlahan dan sedikit kaku mencoba mendongak. Dia bisa melihat mata indah tunangannya itu meredup. Ah, andai dia bisa membuat mata itu berbinar senang lagi.
Namun ini bukan saat yang tepat, dengan kondisi Elxyera yang seperti itu.
"Yang...Mulia, tapi...rusanya...dan tamu...acaranya.."
Ah, sepertinya Arsen mengerti dengan apa yang dipikirkan Elxyera. Arsen sendiri mengingat kalau rusa itu segera dibawa ke kuil setelah apa yang terjadi. Binatang kuno itu tidak mati sepenuhnya. Namun penjagaan ketat dilakukan ahli sihir istana ketika mereka membawanya ke kuil.
"Tenang saja. Semuanya sudah aman. Kau tidak perlu khawatir," jelas Arsen lagi mencoba menenangkan, mengulas senyum tipis berharap bisa mengurangi kekhawatiran Elxyera atas apa yang terjadi. Namun dia membelalak melihat mata tunangannya yang berkaca-kaca. Segera saja tangan Arsen menangkup sebelah pipi Elxyera. Apakah dia kesakitan?
"Ada apa? Apakah ada yang sakit?? Katakan padaku..."
Elxyera menggeleng kecil, pelan. Membuat Arsen bingung dengan apa yang membuat sang wanita seperti itu sampai dia mendengar ucapan itu dilontarkan Elxyera. "Ini...salahku..."
Arsen seketika bungkam di tempatnya, mencoba mencerna dengan baik ucapan Elxyera. Apa yang membuat wanita ini berpikir hal itu adalah kesalahannya? Justru Arsen yang merasa bersalah karena tidak menyadari kalau racun yang dia gunakan untuk melumpuhkan makhluk itu tidak bekerja dengan baik, atau justru tidak terlalu berguna.
"Tidak! Ini tentu bukan salahmu, Elxy. Kenapa kau berpikiran seperti itu? Hei, jangan sedih."
Jempol Arsen mengelus bawah mata sang wanita dengan lembut, lalu ke air mata yang membentuk di sudut mata Elxyera. Seketika Elxyera memejamkan matanya yang terasa panas dan menunduk. Dia benci menangis dalam keadaan seperti ini. Rasa sakit di tubuhnya perlahan mereda, namun dia tahu kemungkinan besar ini salahnya.
"Karena aku....mencoba mendekati rusa itu. Aku...membuatnya--!"
"Itu bukan salahmu, Elxy!" Dengan cepat Arsen memotong kalimat Elxyera ketika mendengar kata-kata di awal itu. Pria itu sekarang mengerti, apa yang meresahkan hati tunangannya. Namun Arsen sama sekali tidak peduli dengan hal lain. Yang saat ini dipedulikannya adalah Elxyera yang bisa kembali membuka matanya, bisa kembali padanya dengan selamat seperti ini.
Pria itu menarik sedikit tubuhnya membuat Elxyera tersadar kalau Arsen mungkin ingin bangkit dari posisinya. Apa Arsen akan menjauhinya? Seketika hati Elxyera rasanya seperti terjatuh, dan tidak ingin ditinggal sendirian. Namun segera saja tubuh Elxyera diarahkan menghadap Arsen, dan tubuhnya segera ditarik Arsen ke dalam pelukan yang begitu erat dan hangat.
"Itu bukan salahmu. Tidak ada yang tahu tentang itu. Jangan menyalahkan dirimu seperti ini, Elxy." Arsen berucap dengan begitu lembut di telinga Elxyera, menarik sang wanita semakin dekat dalam pelukannya yang erat namun tidak menyakiti. Dia ingin meyakinkan Elxyera bahwa apa yang terjadi adalah sebuah kecelakaan. Lagipula tidak ada korban jiwa dalam hal itu, walau beberapa prajurit memang terluka.
Elxyera di satu sisi tidak menyangka dengan ini. Matanya mengerjap beberapa kali memprosesnya, dan tersadar dengan Arsen yang menyandarkan kepala pria itu sendiri pada salah satu bahunya, meraupnya ke dalam pelukan erat yang hangat. Dengan perlahan, Elxyera pun mengangkat kedua tangannya yang terkulai di sisi tubuhnya, dan merangkulkannya di punggung Arsen.
Kata-kata sang pria membuatnya sedikit tenang. Benarkah ini bukan karena rasa ingin tahunya yang besar? Apa Arsen hanya mencoba menghiburnya sekarang?
"Sekarang, jangan pikirkan apa-apa. Lebih baik jikalau kau tidur sekarang," ucap Arsen kembali dengan lembut. Suara sang pria begitu menenangkan, dan Elxyera merasa bahwa rasa kantuk semakin kuat menyerangnya. Tubuhnya tidak melawan ketika Arsen menjatuhkan diri ke samping dengan Elxyera dalam pelukannya.
Sisi tubuh Elxyera menghantam kasur lembutnya, dan kepalanya sedikit mendongak untuk memandang Arsen ketika pria itu menjauhkan wajahnya dari bahu sang wanita. Senyuman manis terlihat menghiasi wajah Arsen. Tidak seharusnya sang pria berada disini, apalagi bersamanya di tempat tidur seperti ini.
"Yang Mulia, Anda harus..."
"Tidak apa-apa. Lagipula tidak mungkin aku meninggalkanmu sendirian, kan. Sekarang tidurlah." Arsen lagi-lagi memotong ucapan Elxyera. Dan segera sang wanita kembali sadar bahwa sikap sang pria memang keras kepala. Dia pun hanya mengangguk ketika Arsen mengusap kepalanya lembut. Tindakan itu membuatnya merasa rileks dan tenang.
Jikalau ini adalah karmanya, bolehkah Elxyera berharap?
Bahwa setidaknya sampai Arsen membuangnya nanti, dia bisa membangun hubungan yang baik dengan pria ini?
"Tidurlah. Aku disini...bersamamu."
Suara Arsen kembali memasuki pendengaran Elxyera. Sang wanita pun memejamkan matanya yang menatap sayu karena rasa kantuk, dan kegelapan mimpi segera menyambutnya.
--🔸--
Di salah satu lorong kediaman Cresentra, Diziel dan Ivory terlihat berjalan berdampingan. Tidak ada yang berbicara ketika mereka menaiki tangga menuju lantai tiga yang sepi. Suara langkah kaki keduanya adalah yang terdengar di tempat itu. Dan setelah Diziel mulai mengambil beberapa langkah menyusuri lorong itu, dia berbalik memandang Ivory di sisinya.
"Apa kau melihat hal yang sama seperti yang aku lihat tadi, Ivory?" tanya Diziel tiba-tiba. Membuat sang wanita di sisinya itu mengerjap beberapa kali walaupun masih memilih bungkam beberapa saat. Sepertinya dia tengah berpikir sebelum akhirnya kepalanya terlihat mengangguk kecil.
"Saya yakin bahwa saya tidak salah lihat, Tuan Muda. Mata Anda juga lebih jeli dari saya, jadi apa yang Anda lihat tentu bukanlah suatu kesalahpahaman," jelas Ivory. Yakin kalau Diziel memang melihatnya juga, tidak ada yang salah dengan pengelihatan mereka. Dia pun mendengar tuannya bergumam di sisinya.
Diziel kembali melangkah di lorong itu sembari memasang pose berpikir. Pikirannya kembali memutar ingatannya mundur, ke saat dimana mereka masih berada di akhir kekacauan kompetisi berburu itu. Dan ingatannya kembali memperlihatkan sosok Elxyera yang ditebas oleh sesuatu aneh yang berasal dari makhluk kuno itu.
"Itu memang bukan kebetulan, namun juga hal yang hampir mustahil. Apalagi setelah melihatnya dari dekat seperti itu."
"Benar, Tuan Muda. Dan saya kagum dengan Putra Mahkota yang memiliki kemampuan sehebat itu," jelas Ivory, mengagumi sesuatu yang didapatkannya dari tindakan Arsen pada akhir kekacauan yang tidak diharapkan itu. Matanya tidak mungkin berbohong. Karena Ivory tidak pernah melihat seseorang sehebat itu. Mungkinkah ini yang dimaksudkan dengan kenyataan bahwa Putra Mahkota adalah seseorang yang berbakat.
"Sesaat setelah saya menyentuh tubuh Tuan Puteri Elxyera untuk menghentikan pendarahannya, saya langsung tahu. Bahwa putra mahkota menghentikan waktu yang terpusat pada diri Tuan Puteri Elxyera sendiri. Yang membuat waktu jantung Tuan Putri berhenti sebelum jantung itu berhenti berdetak sendiri.
Menghindarkannya dari kematian, menghentikan waktu Tuan Putri Elxyera sendiri di tengah waktu dunia yang masih berjalan."
--🔸--
Elxyera tidak tahu apakah dirinya berada dalam mimpi atau tidak, tapi apa yang bisa dilihatnya saat ini hanyalah kegelapan sejauh mata memandang. Mungkin benar dia tertidur, namun ketika dia mencoba mengingat apa yang membuatnya berada disini, pikirannya kembali kacau dan kepalanya terasa sakit.
Ingatan yang terakhir diingatnya adalah tentang kompetisi berburu itu. Dia yakin dirinya menghadiri event penting kerajaan itu bersama Ayahnya. Lalu bertemu dengan Arsen disana. Setelah itu juga, buruan utama yang ditentukan adalah Rusa Ivaros. Sekarang sepertinya sang wanita bisa mengingat dengan baik karena potongan memorinya kembali ditata dengan rapi.
Rusa Ivaros yang ditangkap itu mengamuk. Makhluk itu tidak sepenuhnya lumpuh. Seketika Elxyera kembali teringat dengan sesuatu asing yang menyelip masuk. Bahasa kuno yang ada di tanduk rusa itu, dan pendaran yang tercipta. Lalu hantaran listrik yang menyerang kemana-mana itu. Dan duri-duri perak yang melesat cepat itu.
Semuanya jelas terasa nyata.
Apalagi ketika memorinya yang tersadar tanpa luka itu kembali merasuki benaknya. Sosok orang-orang yang khawatir dengan keadaannya. Lalu Arsen yang berada di sisinya, meyakinkan bahwa dia tidak bersalah. Bahwa apa yang terjadi adalah murni kecelakaan.
'Aku disini bersamamu. Jangan khawatir.'
Suara itu lagi membuat mata Elxyera mengerjap beberapa kali. Dalam kegelapan itu, dia seolah mendengar suara yang mengungkapkan kata-kata yang sama dengan Arsen. Apakah dia memimpikan pria itu sekarang? Rasanya cukup memalukan jikalau itu terjadi.
Sang wanita mengambil satu langkah maju di tempat kelam itu, lalu melanjutkan beberapa langkah hingga dia sadar bahwa sepertinya tidak ada ujung bagi kegelapan ini. Jikalau ini adalah mimpinya, tidak mungkin dia bisa sesadar ini, kan?
'Oh, kau menyadarinya?'
Pertanyaan itu sontak mengejutkan Elxyera. Terdengar begitu asing, namun juga begitu nyata. Dia sesaat berpikir dirinya akan kembali ditarik paksa untuk sadar dari tidurnya. Namun tempat itu masih gelap dan dia pun terpaksa harus berbalik.
Tidak jauh di belakangnya, Elxyera melihat sebuah pohon besar. Putih, bahkan dari batang hingga daunnya yang tumbuh lebat, bersinar di tengah kegelapan tempat itu. Rasanya itu seperti gambar yang berada di tempat lain, terasa salah namun mengagumkan dalam kegelapan tanpa batas ini.
Di bawah pohon putih perak dengan sulur-sulurnya yang yang lebat merambat ke mana-mana, terdapat sebuah kursi taman dari batu yang memanjang ke samping. Kursi itu tidak terlalu besar, dan dari jarak Elxyera yang sedekat ini, dia bisa melihatnya dengan jelas. Seorang pria berambut putih perak duduk di sana, terlihat memainkan salah satu helai daun yang digenggam di ujung jemari tangan kanannya.
Pria itu sepertinya tidak setinggi Arsen, namun tentu lebih tinggi dari Elxyera. Ekspresinya terlihat tenang memandang daun di tangannya sendiri itu dengan serius. Seolah tidak menyadari kehadiran Elxyera di sana, sang pria tengah sibuk dengan aktivitasnya sendiri.
"Siapa?" tanyanya yang justru lebih ditujukan pada dirinya sendiri.
Apa benar ini adalah mimpinya? Bagaimana bisa dia memimpikan seseorang yang tidak diketahuinya sebelumnya. Berpikir mungkin tidak ada gunanya dia bertanya jikalau sosok itu bahkan tidak menyadari dirinya disini. Seperti menonton sebuah film tiga dimensi yang langsung berada di hadapannya.
Namun pergerakan pria itu mengejutkan Elxyera. Tangan sang pria turun, dan kepalanya menoleh tepat ke arah tempat Elxyera berdiri. Senyuman manis menghiasi wajah sang pria kemudian ketika sosok itu berdiri dari duduknya. Elxyera yakin dia melihat mata biru bercampur perak keunguan milik sang pria mengkilap sesaat. Perpaduan yang aneh.
'Ah, kau menyadariku. Akhirnya.'
"Ah, kau menyadariku. Akhirnya."
"Eh?"
Elxyera mengerjap beberapa kali. Dia yakin pria di depannya ini berbicara padanya, dengan mulut yang membuka bergerak mengucapkan beberapa kata. Tapi yang mengejutkan bagi sang wanita adalah bahwa suara itu sama dengan suara yang berada dalam benaknya. Yang bahkan sudah didengarnya sejak sebelum kekacauan itu terjadi.
Apa pria ini...sosok yang berbicara padanya??
"Kau...yang berbicara padaku? Siapa kau?"
Elxyera merasa bingung dengan apa yang terjadi sekarang. Dia kembali bertanya karena yakin pria itu bisa mendengar suaranya. Sosok itu membalas ucapannya, kan? Tapi kenapa sekarang dia hanya tersenyum walau mata beriris ganjil itu terus terpusat padanya.
"Ya, aku mendengarmu," balas sang pria tidak langsung menjawab langsung, mengambil langkah maju ke arah Elxyera. Membiarkan dedauan dari pohon di atasnya berjatuhan seiring dirinya berjalan mendekati sang wanita. Spontan Elxyera refleks mengambil langkah mundur beberapa saat dengan waspada.
Ini mimpinya, tapi bagaimana bisa ada orang lain yang juga berinteraksi di dalamnya? Apa dia berhalusinasi dalam mimpi?
Tapi itu justru tidak menghentikan sang laki-laki yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Aku senang kau baik-baik saja," ucap pria itu dalam tiap langkahnya yang mendekat. Sadar bahwa semakin dia mendekat, semakin mundur pula Elxyera berusaha menjauhinya. Namun senyuman manis itu tidak luntur dari wajahnya ketika tangannya terulur ke depan.
"Dan aku senang...bisa melihatmu seperti ini."
Seketika, Elxyera menyadari pria itu sudah berdiri di depannya, dan tubuhnya seketika membeku sesaat mendengar suara sang pria yang menggema dalam benaknya. Tangan kanan pria itu terulur, meraih tangan kanan Elxyera dengan lembut. Sesaat, pria itu terdiam di tempat memandangi wajah Elxyera, lalu turun hingga ke kaki sang wanita. Dia seolah sedang memeriksa sesuatu dengan wajahnya yang terlihat serius.
Dan sialnya ketika Elxyera ingin mundur, dia dikejutkan dengan kenyataan bahwa dia dihadang sesuatu keras kasat mata, membuatnya berpikir bahwa dibelakangnya ini terdapat sebuah tembok yang padat. Apa ini perbuatan pria ini?
Elxyera merinding ketika merasakan sesuatu yang dingin menyentuh punggung tangannya, dan perhatiannya sekali lagi terpusat pada sosok asing pria di hadapannya ini. Pria berambut perak itu memberikan kecupan di punggung tangan Elxyera, memperlakukannya dengan begitu lembut seolah takut sang wanita akan rusak.
Tindakan itu membungkam Elxyera, dan ketika dia ingin menarik tangannya, tubuhnya terasa begitu kaku, seolah terkunci dalam posisi tersebut dan tidak bisa digerakkan. Mata merah muda rubellitenya seketika bertubrukan dengan mata beriris ganjil pria di hadapannya. Senyuman manis itu, terasa begitu familiar bagi Elxyera.
Seketika Elxyera merasa bahwa suara itu bahkan terdengar begitu familiar baginya.
"Perkenalkan, namaku Ivarios Blanchius. Aku yakin kalian yang hidup di daratan Blanche mengenalku dengan satu nama utama," ucapnya memperkenalkan diri dengan ekspresi senang yang lembut. Namun suara itu terdengar mengandung makna yang berbeda. Dia teringat dengan apa yang dibacanya pada tanduk rusa Ivaros itu. Dia yakin tidak salah ingat.
"Aku senang bahwa takdir kembali mempertemukan kita," lanjutnya. Kali ini melepaskan tangan Elxyera yang digenggamnya, namun justru memeluk pinggang Elxyera dan menarik wanita itu mendekat dengan mudah.
Suara yang diucapkan pria itu bahkan terdengar bertubrukan dengan suara dalam benak Elxyera. Jelas dan mengandung banyak makna.
"Kalian mengenalku sebagai Dewa Blanche. Dan akhirnya aku bisa melihatmu lagi setelah sekian lama, My Dear."
--🗝️--
🔸-- PART I BEGINNING : FIN --🔸
[Note : Yay! Akhirnya bagian pertama Beginning dari Princess want to be Abandoned by the Prince selesai juga.\^_^/
Gimana menurut kalian tentang ending-nya? Aneh kah? Atau banyak yang bikin jadi penasaran? XD
Setelah ini, saya mungkin akan langsung masuk ke bagian selanjutnya, In Between. Namun mungkin akan ada satu chapter selingan bagi yang ingin bertanya.
Jadi bagi yang ingin bertanya, silakan untuk mengajukan pertanyaan kalian disini ya. Saya akan menjawabnya di bagian selanjutnya. Tentu di bagian selanjutnya juga nantinya kalian masih bisa bertanya, dan saya akan langsung menjawabnya di kolom komentar. \^_^/
Disana juga saya akan memberikan beberapa penjelasan terkait dengan istilah penting yang ada di dalam cerita sampai sejauh ini. Mungkin seperti tentang sekolah mereka, event penting kerajaan atau kaum tertentu. XD
Saya mengucapkan terima kasih bagi kalian yang sudah membaca dan mendukung cerita saya sampai di titik ini. Walaupun ini masih permulaan, semoga kalian tidak bosan untuk membaca bagian selanjutnya. (≧▽≦)
Saya juga akan berusaha melakukan yang terbaik untuk cerita ini dan cerita saya yang lainnya. Walaupun ya juga terhalang dengan kesibukan yang ada. (。•́︿•̀。)
Saya rasa sekian yang bisa saya sampaikan untuk saat ini. Semoga hari kalian menyenangkan. Sampai bertemu di bagian khusus selanjutnya dan Part II : In Between. \^_^/]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top