29. Amarah Putra Mahkota

Suasana hutan tersebut begitu sunyi dan sepi. Jikalau saja tidak ada kompetisi ini, tempat ini bahkan akan jauh lebih sepi dari sekarang. Namun saat ini yang dilihat Arsen sejauh mata memandang hanyalah semak-semak dan jalur kosong yang mereka lalui. Sepertinya karena banyaknya kompetitor disini, hewan-hewan yang ada mencari tempat bersembunyi.

Tidak ada yang meragukan bahwa hutan ini pun menjadi lokasi berburu bagi keluarga kerajaan. Biasanya Astrella yang pergi ke sini di waktu-waktu tertentu untuk berburu, atau mungkin beberapa orang dari kota juga. Namun karena luasnya hutan ini, bahkan di saat-saat tertentu, tempat ini bisa menjadi lokasi persembunyian mata-mata atau bahkan bandit yang berniat melakukan kejahatan.

Walaupun ya, tidak sampai beberapa lama semuanya akan tertangkap oleh pihak kerajaan jikalau mereka tidak segera pergi atau berhati-hati melangkah di hutan ini.

Kuda hitam yang ditunggangi Arsen berjalan begitu pelan menyusuri jalan bertanah lembab yang dilaluinya. Di belakangnya, Oberion dengan kuda berwarna cokelatnya mengikuti sang pangeran. Memperhatikan tingkah Arsen yang sedari tadi larut dalam pikirannya sendiri.

"Yang Mulia?"

"Ada apa, Oberion?"

"Maafkan bila saya bertanya, tapi apakah Anda baik-baik saja?"

Pertanyaan itu membuat Arsen sedikit menoleh memandangi Oberion. Senyuman tipis yang sedari tadi menemani Arsen dengan angan-angan yang memenuhi benaknya itu segera pudar. "Apa artinya, dimatamu aku tidak baik-baik saja?"

Pertanyaan Arsen terdengar tenang, namun tatapan itu sudah bisa disadari Oberion. Bahwa pria di depannya ini sedang tidak dalam keadaan serius, apalagi dengan satu tangan yang sedari tadi mengelus jepitan rambut Putri Mahkota yang tersemat di kemeja Arsen. Ketika perhiasan itu terkena cahaya matahari yang menyelip dari balik dedaunan pohon-pohon tinggi di sekitar mereka, kilauannya terlihat indah.

"Tidak, Yang Mulia. Hanya saja sejak mendapatkan...benda keberuntungan dari Puteri Mahkota, Anda terlihat melamun. Apa ada yang mengganggu pikiran Anda?"

Tawa kecil terdengar dari Arsen sebelum akhirnya pria itu kembali berbalik memandang ke depan, memperhatikan area yang akan mereka lalui. Padahal seharusnya sekarang mereka sedang mengikuti jejak dari Rusa Ivaros tersebut. Tapi pikiran Arsen justru terbang kemana-mana.

"Apa aku tidak boleh sedikit saja menikmati waktuku mengagumi hadiah pemberian tunanganku?'

"Bukan seperti itu, Yang Mulia. Hanya saja, jikalau Anda tidak cepat-cepat melacak rusa itu seperti para kompetitor lainnya, maka perngharapan Yang Mulia Putri Mahkota akan sia-sia saja!"

Oh, itu alasan yang paling bagus. Oberion tidak berpikiran panjang ketika mengatakan itu. Hanya saja dia sudah khawatir karena sudah sedari masuk ke dalam hutan, Arsen bahkan hanya berjalan lurus tanpa arah yang pasti.

"Hmm, kau benar juga." Arsen mengangguk-angguk mengerti. Sedangkan ekspresi senang seketika menghiasi wajah Oberion di belakangnya. Apa artinya pria di hadapannya ini mulai mengerti bahwa seharusnya mereka segera melacak rusa itu.

"Tapi sayangnya sebenarnya aku tidak terlalu tertarik dengan rusa Ivaros tersebut. Walaupun aku pikir mungkin akan menarik jikalau aku membawakannya. Elxyera pasti akan senang. Lagipula rusa itu...adalah salah satu tanda suci dari daratan Blanche."

Arsen kembali tersenyum seraya berpikir, membuat Oberion segera menggerakkan kudanya untuk mendekati sisi kuda Arsen, memandang sang pria yang terlihat tersenyum penuh arti. Apa artinya Arsen mulai mempertimbangkan bahwa itu akan membuat hati tunangannya itu senang? Bahkan bukan hanya itu, pastinya sang Emperor akan menghargainya kan.

Lagipula Putra Mahkota diharuskan menjadi sosok utama, nomor satu.

"Meskipun ya, aku sebenarnya tidak ingin mendekatkannya dengan apapun yang bersangkut paut secara langsung dengan dataran Blanche karena itu hanya akan menimbulkan rasa penasarannya, mungkin tidak ada pilihan lain," bisik Arsen pada dirinya sendiri.

"Anda bilang apa, Yang Mulia?"

"Tidak ada. Ayo kita segera melacaknya. Aku tidak boleh membuat tunanganku menunggu kembalinya diriku terlalu lama kan." Senyuman penuh arti itu tidak menghilang dari wajah Arsen, dan ketika pria itu berbalik menatap Oberion untuk segera bergerak, Arsen pun menggerakkan kudanya untuk berlari lebih cepat menyusuri hutan itu.

--🔸--

Tidak adanya hujan berarti pertanda bagus. Sesaat lalu Oberion khawatir jikalau hujan akan turun hari ini seperti yang terjadi beberapa hari lalu di malam yang dingin. Tapi sepertinya tidak ada tanda-tanda bahwa hujan akan turun, sama pula dengan tanda-tanda Rusa Ivaros yang nihil sejauh mata memandang.

"Hei, apa kau perhatikan dengan jelas tadi? Sepertinya putri Duke Cresentra sama sekali tidak terbiasa dengan acara seperti ini ya."

Suara yang terdengar dari bawah bukit tempat Arsen dan Oberion berada, membuat Arsen menghentikan kudanya sejenak di balik semak-semak dan perlindungan pohon lebat di sekeliling mereka. Oberion yang melihat Tuannya segera berhenti pun, segera mendekat. Namun pergerakan tangan Arsen yang terangkat, membuat Oberion terhenti sejenak dan menahan kudanya untuk melangkah lebih jauh.

"Oh, maksudmu Tuan Puteri Elxyera vel Cresentra? Hmm, benar juga. Kurasa baru kali ini aku melihatnya datang ke kompetisi berburu yang diadakan kerajaan. Bukankah dia adalah sosok yang...kau tahu, tertutup pada orang lain?"

Suara pria lain terdengar menimpali. Sepertinya bukan hanya seorang saja yang berada di bawah bukit rendah tempat Oberion dan Arsen ini berada. Kemungkinan besar itu adalah bangsawan lain, atau mungkin ada kesatria kurang ajar yang membicarakan seorang putri bangsawan diam-diam seperti ini.

Di jalan lain tepat di bawah bukit rendah tersebut, terlihat dua sosok bangsawan laki-laki berambut kuning dan cokelat yang menunggangi kuda mereka berdampingan. Sedangkan ada dua orang kesatria lain yang mengikuti di belakang mereka. Tempat Arsen yang cukup tinggi ini menguntungkan mereka untuk tidak bisa segera langsung disadari, namun tentu saja kalau mereka bergerak dan membuat suara, posisi mereka akan langsung ketahuan.

Namun ketika Oberion menyadari topik pembicaraan dari bangsawan yang belum terlalu dikenalinya karena wajah yang tidak terlalu kelihatan itu, membuat pria itu sadar bahwa seharusnya dia membawa Arsen pergi dari sini. "Yang M--!"

"Diamlah, Oberion."

Arsen hanya berbisik, namun suara itu terdengar begitu tajam dan dingin. Membuat Oberion merinding apalagi ketika melihat tatapan dingin yang terpancar dari mata emas itu. Sang pria berambut hitam berusaha untuk tidak menimbulkan suara, namun dia ingin tahu siapa yang membicarakan tunangannya saat ini.

Kalau saja ini adalah pembicaraan biasa yang terpusat pada tunangannya, mungkin Arsen akan melewatinya. Lagipula dia tahu sejak Elxyera menjadi tunangannya, wanita itu akan menjadi pusat perhatian para bangsawan di Fargaven. Sehingga banyak bangsawan dari tempat lain memanfaatkan event seperti ini untuk melihat langsung tunangannya.

Jadi ini pasti akan menjadi hal umum di kalangan para bangsawan.

"Tapi kudengar bahwa kemampuan sihir Putri Mahkota tidaklah terlalu mengesankan. Sepupuku merupakan salah satu murid di Akademi Philosthilea dan katanya...kau tahu...sebelum menjadi tunangan Putra Mahkota, Lady Elxyera masuk dalam murid dengan peringkat terbawah."

Bersamaan dengan ucapan dari pria muda berambut pirang, tawa terdengar dari keduanya. Dan Oberion yang sedari tadi memperhatikan dalam diam sekarang justru lebih mengkhawatirkan nyawa kedua bangsawan itu daripada Tuannya yang terlihat diam di sampingnya ini. 

Oberion bahkan mencoba mencari-cari tanda amarah dari Arsen, namun dia hanya melihat pria itu menggenggam tali kekang kudanya dan duduk diam mendengarkan. Sehingga perhatian Oberion pun kembali tertuju pada dua bangsawan yang mulai menjalankan kuda mereka dengan perlahan sembari melihat sekeliling.

Barulah wajah keduanya terlihat dengan jelas dari posisi ini. Pria muda berambut cokelat yang tadinya angkat bicara tentang kemampuan sihir Elxyera ternyata merupakan putera marquess dari kota Brein, Marquess Madran. Sedangkan kalau tidak salah ingat, pria muda lainnya yang berambut kuning di samping putra marquess mardran itu adalah anak kedua Count Gudrid.

Arsen mengenal keduanya dengan sangat baik. Walaupun tidak akrab, Arsen diharuskan menghafal semua orang dan mengenali semua bangsawan. Dan dia sudah cukup tahu bahwa hubungan keduanya memang sangat akrab walaupun perbedaan derajat orang tua mereka.

"Eh, benarkah? Aku sama sekali tidak tahu tentang itu. Tapi Putra Mahkota adalah lulusan terbaik dari Philosthilea, kan? Apa beliau tidak melihat latar belakang dari Lady Elxyera terlebih dahulu sebelum menjadikannya tunangan? Bukankah memalukan memiliki tunangan dengan status akademi seperti itu?" Putera Marquess Madran terlihat terkejut. Tidak menyangka dengan hal itu. Jelas mengingat bahwa Fargaven pun memiliki kesetiaan dan menjunjung tinggi ilmu sihir.

"Dan bukan hanya itu, di Akademi pun Lady Elxyera adalah seseorang yang tertutup. Banyak yang bilang bahwa dia sombong, walaupun cantik. Selalu melakukan semuanya sendirian. Setidaknya itulah yang dikatakan sepupuku," balas putra Count Gudrid kemudian. Dengan percaya dirinya memberitahu sebuah rumor yang bahkan tidak diketahuinya secara pasti. 

"Aku yakin Putra Mahkota hanya mencari seseorang dengan status lebih tinggi saja untuk mendampinginya. Untungnya ternyata Lady Elxyera merupakan gadis yang cantik. Aku saja terpana ketika melihatnya tadi. Statusnya sebagai putri Duke Cresentra bisa membuatnya mendapatkan hidup yang menyenangkan."

Oberion tidak tahu lagi yang mana yang lebih mengejutkan antara para putra bangsawan yang ternyata suka bergosip di tempat seperti ini, atau tatapan Arsen di sisinya yang bahkan sudah siap membunuh orang. 

Membicarakan putra mahkota seperti ini adalah hal yang tidak sopan. Tentu saja sampai merendahkan dan membicarakan tunangan pilihan Putra Mahkota sendiri, Oberion bahkan tidak tahu bagaimana nasib kedua bangsawan ini jikalau ketahuan kaisar. 

Tapi yang paling parahnya karena ada putra mahkota disini. Arsen sendiri berada di sisinya saat kedua bangsawan itu berbicara. Membicarakan hal yang tidak benar mengenai putra mahkota sendiri sudah bisa membuat seseorang bisa mendapatkan hukuman yang berat. Itu tentu akan terjadi jikalau Arsen menangkap basah mereka dan memojokkan mereka atas ucapan itu.

Di satu sisi, Arsen terlihat diam saja di atas kudanya. Mendengarkan semua kata-kata yang diungkapkan oleh para bangsawan itu. Matanya tidak teralihkan dari kedua bangsawan di bawah sana.

"Orang-orang pasti akan bertanya kan, mengapa pangeran ingin menjadikan seorang wanita muda yang dianggap sebagai penyendiri dan juga merupakan murid yang tidak menonjol sebagai tunangannya, ya? Kalau dipikir-pikir, putri dari Duke Steinclaus lebih cocok bersanding dengan Putra Mahkota. Atau setidaknya ada banyak bangsawan yang menarik. Mungkinkah putra mahkota hanya mengincar kecantikan untuk dijadikan permaisuri?"

Oh, itu nama baru yang disebutkan. Bahkan menyebut-nyebut nama Lady dari keluarga bangsawan lainnya. Membandingkannya dengan Elxyera. Namun Arsen bahkan tidak perlu repot-repot memikirkan hal itu. Ini pilihannya. Memang siapa yang bisa mengaturnya memilih pilihannya sendiri? Tidak orang lain, tidak Ayahnya pula. Hanya dirinya sendiri.

Gelak tawa kembali terdengar dari kedua bangsawan tersebut dengan jawaban akhir dari putra Count. Dan pembicaraan itu kembali berlanjut tanpa menyadari kehadiran dari Arsen sendiri di kejahuan. Mata emas itu memandang bagaikan elang yang memantau mangsanya.

Mendengar itu membuat darah Oberion mendidih. Tadinya dia ingin membiarkan bangsawan muda itu dengan pembicaraan mereka dan segera membawa Arsen pergi dari sini. Namun kenyataan lain yang didapatkannya sekarang justru membuatnya marah. Bisa-bisanya kedua bangsawan ini membicarakan Putra Mahkota seperti itu?

Oberion memang tidak terlalu mengenal Elxyera dengan baik, namun dia yakin bahwa pilihan Arsen tidak akan salah. Jikalau Elxyera memang akan menikah dengan Arsen, Oberion tentu akan mendedikasikan hidupnya untuk wanita itu pula. Apalagi setelah dia sadar dengan kehadiran Elxyera dalam hidup Arsen, membuat sang pria menjadi lebih stabil.

Oberion tidak bisa membiarkan orang lain berbicara buruk tentang pemimpin kerajaannya di masa depan seperti ini.

Apa mereka tidak punya rasa malu dan hormat bagi keluarga kerajaan? Rasanya Oberion ingin segera memacu kudanya dengan cepat ke arah bangsawan itu dan setidaknya berharap Arsen memerintahkannya untuk melenyapkan kedua orang itu.

"Yang Mulia--!"

Tanpa mendengarkan ucapan Oberion, Arsen segera memacu kudanya sehingga kuda hitam itu berlari kencang menuruni bukit, namun melompat di tengah-tengah turunan bukit dan segera menapakkan kakinya di tengah jalanan yang hendak dilalui kedua bangsawan itu bersama prajuritnya. 

Suara dan sosok besar kuda tersebut yang menapak keras di tengah jalan itu membuat kedua bangsawan itu segera menahan kudanya untuk bergerak lebih jauh, karena saat ini kuda milik Arsen tengah menghalang jalan mereka. Sedangkan Arsen bisa melihat kedua prajurit di belakang bangsawan itu, tadinya bersiaga berpikir ada sesuatu yang berbahaya.

Namun semua kewaspadaan itu tergantikan dengan ketegangan ketika mereka berempat sadar siapa yang berdiri di atas kuda hitam yang menghalangi jalan mereka.

"Yang Mulia!! Anda seharusnya berhati-hati!" seruan Oberion terdengar begitu pria berambut cokelat itu memacu kudanya mengikuti Arsen, dan segera menghentikannya ketika tiba di sisi sang pangeran. Namun apa yang dia lihat hanyalah Arsen yang hanya diam saja di atas kudanya, sembari melempar senyuman tipis pada kedua bangsawan di hadapannya.

"Y-Yang Mulia! Salam bagi cahaya kekaisaran Fargaven. Hormat saya..."

"Ah, Tuan Demos de Mardan, Tuan Phryne in Gudrid. Saya tidak menyangka bisa bertemu dengan Anda berdua di tempat seperti ini. Sepertinya Anda berdua pun menjadi kompetitor yang berpartisipasi dalam kompetisi ini ya."

Arsen menyapa dengan ramah, namun sikapnya yang justru memotong ucapan putra Mardan yang menyapanya tadi justru membuat keadaan di tempat itu menjadi tegang. Kedua bangsawan dan prajurit mereka membeku di tempat.

Walaupun langit terlihat cerah, mata Arsen yang seperti matahari itu rasanya siap membakar siapa saja dalam penderitaan terdalam. Sebuah atmosfer kuat yang membedakan Putra Mahkota secara langsung.

Hanya ada satu hal yang terpikirkan dalam benak kedua bangsawan muda itu. Apakah Putra Mahkota mendengarkan ucapan mereka tadi atau tidak? Tangan Demos yang mencengkram tali kekang kudanya semakin erat dan gemetar. Dan di sisinya, keadaan Phryne pun tidak jauh berbeda.

"Apa kalian mencari jejak rusa Ivaros sampai ke sisi ini juga?"

Pertanyaan yang keluar dari mulut Arsen terdengar begitu tenang. Walaupun mata sang pria seolah siap melahap siapa saja. Arsen menunjukkan sikap yang membuat kedua bangsawan muda itu berpikiran kalau mungkin saja putra Mahkota tidak mendengarkan pembicaraan mereka. Walaupun benak mereka sudah mengucapkan kalimat itu berkali-kali bagaikan doa.

Mereka tentu tahu ada hukuman berat yang menanti kalau pembicaraan mereka yang terdengar seperti candaan tadi itu ketahuan.

"Benar, Yang Mu--!"

"Sembari membicarakan tentang tunanganku dan betapa tidak konsistennya diriku dalam memilihnya? Saya rasa itu adalah sesuatu yang harus saya pikirkan sendiri. Namun saya tidak menyangka bahwa ada yang terlalu perhatian sampai membicarakan hal itu mewakili diriku."

Apa yang terdengar setelahnya adalah ucapan dingin yang keluar dari mulut Arsen. Oberion yang berada di belakang kuda sang pria berambut hitam itu pun tetap tenang, walaupun dari ucapan itu dia sudah tahu bahwa Arsen menahan diri.

Dan dalam kondisi seperti ini, Oberion tidak punya alasan untuk menghentikan Tuannya melakukan sesuatu.

Dia bisa melihat mata kedua bangsawan muda itu membelalak dengan wajah pucat pasi. Bukan masalah Arsen yang langsung saja memotong kata-kata Demos sehingga Arsen memang terlihat tidak sopan.

Tapi ucapan Arsen yang spontan itu saja sudah cukup membuat kedua bangsawan muda itu terkejut, terutama kesatria yang mengikuti di belakang mereka. Wajah itu pucat pasi bagaikan orang mati, dan seketika tidak ada yang berani mengangkat wajahnya ketika Arsen segera turun dari kuda hitamnya dan memperbaiki pakaiannya sejenak.

Suara sepatu Arsen yang menapak di tanah bebatuan itu rasanya terdengar menggema. Sembari pria itu sejenak mengusap lembut surai kuda hitamnya, Arsen berbalik mendekat ke arah Oberion untuk memberikan tali kekang kudanya pada Oberion.

"Turun dari kuda kalian."

Mata Demos mengerjap beberapa kali mendengarnya. Dan dengan sedikit keberanian yang terkumpul, dia yang paling pertama mengangkat kepala dari keempat orang yang menunduk tersebut. Hanya pada akhirnya kembali bertemu dengan tatapan Arsen yang terlihat begitu dingin, tangan kiri berada di pedang yang disaringkan pada sisi kanan badan Arsen.

"M-Maaf, Yang Muli--!"

"Aku bilang turun dari kuda kalian! Apa kau tidak mendengar perintahku?"

Suara Arsen terdengar keras dan memerintah, membuat tempat yang sudah dari awal mencekam dan hening itu hanya semakin menjadi menegangkan. Demos dan Phryne tersentak di tempatnya, dan segera saja keduanya turun dari kuda mereka diikuti dengan kesatria di belakang mereka.

Arsen mengambil beberapa langkah mendekat, dan tiap langkahnya itu, dia bisa melihat wajah Demos dan Phryne yang semakin pucat dan tegang. Mereka tidak tahu apa yang akan dilakukan Putra Mahkota padanya di tempat yang bahkan bagai labirin ini.

"Yang Mulia, maafkan saya! T-tapi Anda salah paham!!" seru Phryne tiba-tiba. Keringat dingin mengalir di pelipisnya dan mata hijau gelapnya memandang Arsen seolah meminta waktu agar dirinya bisa menjelaskan.

"Oh? Apa yang salah?"

Arsen menghentikan langkahnya seketika. Jaraknya memang masih belum terlalu dekat dengan Demos dan Phryne. Namun dengan jarak seperti ini saja, keberanian kedua putra bangsawan yang berbicara dengan bangga tadinya itu seketika menciut.

"Kami tidak bermaksud dengan apa yang kami ucapankan, hanya saja--!!"

"Kau pikir aku tuli, Tuan Phryne?"

Tatapan sedingin es seolah memanah keluar dari mata Arsen. Pria berambut hitam itu bahkan tidak membiarkan Phryne memberikan penjelasan dan kembali melangkahkan kakinya mendekat, menarik keluar pedangnya yang bersinar di timpa cahaya matahari di langit.

Itu cukup membuat kedua kesatria yang berdiri di belakang masing-masing majikan mereka segera berlutut di tanah dengan keadaan takut. Berbeda dengan Demos dan Phryne yang membeku di tempat mereka berdiri.

"Tadinya aku ingin berbaik hati pergi meninggalkan kalian yang bergosip seperti anak-anak perempuan, tapi karena kalian membicarakan tentang tunanganku terlalu banyak, mungkin aku tidak bisa mengabaikannya?"

Arsen tersenyum manis, namun di mata Demos dan Phryne, senyuman itu mungkin bisa menjadi senyuman yang akan terakhir kali mereka lihat sebelum mereka ditarik ke hadapan Emperor karena telah berani menjelek-jelekkan putra Mahkota dan tunangannya.

"Aku tidak perlu membawa kalian ke hadapan Ayahku," ucap Arsen cepat, memutar pedang perak berkilauan di tangan kirinya itu dengan mahir. Dia lalu berjalan mendekat dan segera berdiri di tengah kedua bangsawan muda yang berdiri berdampingan itu. Tangan kanan Arsen terangkat menyentuh bahu Phryne yang berdiri di sisi kanannya.

"Tapi aku harap kau tidak keberatan jikalau sepupumu di Philosthilea mendapatkan akibat dari pembicaraan kecil kalian, kan? Mungkin menanyakan kesalahpahaman mana yang kau maksudkan tadinya, hmm?"

Arsen menunduk sedikit, menyejajarkan mulutnya ke arah telinga keduanya agar baik Demos dan Phryne bisa mendengar dengan baik ucapannya. "Lagipula satu nyawa yang menyebarkan gosip tidak benar mengenai Putri Mahkota tentu tidak layak untuk hidup."

"Ya-Yang Mulia, tolong ampuni kami!! Tolong, jangan, jangan lakukan itu pada sepupu saya. Kami sangat menyesal, yang mulia!!"

Seketika Demos dan Phryne jatuh berlutut di hadapan Arsen. Memohon maaf berkali-kali bagaikan sebuah ratapan doa yang diucapkan berkali-kali. Tangan kiri Arsen yang diam di sisi sang pria rasanya ingin bergerak, mengarahkan pedangnya untuk sesuatu. Tapi suara permohonan keduanya terasa begitu mengganggu.

Tatapan sang pria terlihat dingin, menunduk melihat kedua sosok yang bagaikan binatang yang mengais-ngais sesuatu dari tanah.

"Diam. Siapa yang menyuruh kalian berlutut?" tanyanya bersamaan dengan perintah yang bagaikan bisikan itu. Namun dengan patuh baik Demos dan Phryne menghentikan rengekan mereka sembari tetap membungkuk memberi hormat sedalam-dalamnya bagi Arsen.

"Aku...tidak masalah jikalau kalian menjelek-jelekkan namaku. Tapi...satu kali saja aku mendengar kalian menjelekkan tunanganku lagi, akan kupastikan kepala kalian terpajang di alun-alun ibu kota sebagai hiasan. Aku tidak keberatan menambah dua buruan baruku selain rusa Ivaros," ujar Arsen dengan tenang dan penuh makna.

Ucapan itu dingin dan tajam menusuk. Sehingga Demos dan Phryne tanpa sadar menahan nafas. Arsen sendiri masih tidak bergerak di posisinya memandang Demos dan Phryne yang berada di kakinya.

Mata Arsen pun segera beralih pada dua kesstria yang masih memberikan hormatnya pada Arsen. "Bawa majikan kalian pergi dari sini sebelum aku berubah pikiran. Bersyukurlah bahwa aku tidak akan membawa masalah ini lebih jauh, atau lebih parahnya melaporkannya segera pada Kaisar."

"T-terima kasih banyak, Yang Mulia! Ka-kami berjanji tidak akan mengulanginya!!"

Seruan itu terdengar bersamaan dari Demos dan Phryne. Menimpa ucapan kesatria merkea yang juga ikut meminta maaf sebelum menarik kedua majikan mereka untuk pergi dari tempat itu.

"Yang Mulia..." Oberion yang sedari tadi hanya melihat pun memilih untuk mendekat. Pria itu sudah turun dari kudanya, dan berdiri beberapa langkah di belakang Arsen. Namun sang pria berambut hitam itu tetap bergeming di tempatnya selama beberapa saat.

"Ayo, kita masih perlu menemukan Rusa Ivaros itu." Arsen segera berbalik, dan dari raut wajah Arsen, Oberion bisa melihat bahwa pria itu tengah mengusap lembut jepitan rambut yang tersemat di kemejanya. Tangan kiri Arsen pun kembali menyarungkan pedangnya sebelum dia pun berjalan mendekati kudanya.

Arsen merasa dia perlu menenangkan dirinya terlebih dahulu sebelum bertemu dengan Elxyera nantinya. Berharap waktunya di hutan ini bisa menyurutkan amarah yang dirasakannya ketika tunangannya dijelekkan tadinya. Sang pria pun memacu kudanya semakin cepat menjelajahi hutan tersebut.

--🗝️--

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top