18. Aku bersama Nona Ivory Azurrio

Elxyera terlihat kagum ketika matanya menangkap cahaya tipis berwarna putih kebiruan menyelimuti tangannya yang dipegang oleh Ivory. Cahaya itu tidak menyakitkan, namun rasa dingin bisa segera dirasakan Elxyera di kulitnya. Dia memang selalu kagum jikalau melihat sihir, namun sihir yang dimiliki Ivory sepertinya begitu menarik.

"Tahan sebentar, Tuan Puteri," peringat Ivory yang segera dibalas dengan anggukan serius dari Elxyera. Dia penasaran dengan apa yang akan ditunjukkan Ivory padanya, sehingga matanya tetap saja serius memandang udara kosong di atas tangannya yang terbuka, kokoh tergenggam di atas tangkupan tangan Ivory.

 Wanita muda berambut biru gelap itu sudah berpindah ke sisinya sejak beberapa saat lalu, berniat menunjukkan Elxyera sihir yang dimilikinya. Sedari tadi Elxyera sendiri sudah memberikan pujian, namun Ivory merasa malu-malu mendapatkan pujian kagum dari sang Puteri Mahkota, mengatakan bahwa sihirnya adalah sesuatu yang sederhana bahkan tidak bisa dibandingkan dengan kemampuan Elxyera dan Putera Mahkota.

"Aku malu mengakuinya, tapi aku rasa kau pasti sudah mendengar beberapa rumor tentang kemampuanku kan, Ivory?" tanya Elxyera dengan malu-malu, berbicara dengan informal pada Ivory yang duduk di depannya memusatkan sihir di tangan Elxyera. Sesaat sang gadis berambut pirang itu bisa melihat sesuatu terbentuk di udara kosong di atas telapak tangannya.

"Eh?"

Senyuman kaku menghiasi wajah Elxyera, menyadari bahwa Ivory terlihat tidak mengerti dengan apa yang diucapkannya. Mungkin karena Ivory berada di kelas lain sehingga tidak pernah mendengar tentang Elxyera? 

Padahal sang gadis yakin cerita tentang ketidakmampuannya menggunakan sihir itu sudah tersebar, berbeda dengan Putera Mahkota yang bahkan sampai sekarang masih dipuji-puji di Akademi sihir.

"Aku tidak bisa menggunakan sihir dengan baik, Ivory. Kemampuan sihirku begitu rendah," jelas Elxyera kemudian. Rasanya tidak ada gunanya juga dia menyembunyikan hal tersebut kalau nantinya semuanya akan tersebar. Namun ketika dia memandang Ivory lagi, wanita di hadapannya hanya tersenyum lembut dan menggeleng singkat.

"Anda tidak seharusnya merendahkan diri seperti itu, Yang Mulia. Saya memang tidak tahu apa-apa, tapi saya yakin kemampuan Anda mungkin belum bangkit sepenuhnya," jelas Ivory, tidak merasa terganggu dengan kenyataan yang didapatkannya dari Elxyera. Dia justru menyemangati Elxyera agar tidak terlalu merendahkan diri sendiri. Ungkapan itu seketika mengingatkan Elxyera dengan sosok Avyce.

Benarkah seperti itu? Bahwa kekuatannya belum sepenuhnya bangkit? Avyce bahkan mendapatkan kekuatannya di usia ke 20 tahun. Meskipun Elxyera sendiri tidak mengetahui pasti kapan kekuatan suci itu muncul pada Avyce, tapi kalau itu mungkin, bisa saja kekuatan Elxyera belum muncul, kan?

"Mungkin saja."

"Tuan Puteri tidak boleh putus asa!" seru Ivory memberi semangat. Wanita muda di hadapan Elxyera itu bersuara lantang, namun segera menutup mulutnya dan merona tipis karena malu. Tapi itu mengundang tawa pada Elxyera sehingga gadis berambut pirang itu mengangguk singkat. Ternyata tidak buruk juga jikalau dia bercerita seperti ini.

Elxyera tertawa kecil, membuat Ivory kembali tersenyum ceria melihat gadis di hadapannya ini tersenyum. "Terima kasih."

"Sama-sama, Tuan Puteri. Ahh, Lihat, Tuan Puteri!"

 Seruan Ivory membuat Elxyera segera menunduk dan melihat apa yang ada di telapak tangannya. Sesuatu berwarna putih muncul di tangannya, perlahan mengeluarkan kelopak-kelopak berwarna ungu transparan di berbagai sisi sehingga membentuk satu lingkaran penuh bagaikan bunga berwarna bening. 

Namun bukan cuma itu saja, karena kelopak - kelopak lain mulai bermunculan semakin banyak saling bertumpukan lalu mekar merekah dengan indah.

"Indah sekali," kagumnya, tidak menyadari bisa melihat sihir seindah ini. Apakah ini sihir penciptaan? Dia ingat pernah mempelajarinya juga di Akademi sihir namun sama sekali tidak bisa membentuk sesuatu yang padat dari kekuatan angin miliknya. Secara teknis kekuatan alam yang paling sulit dipadatkan memang adalah angin, namun Elxyera hanya tidak berbakat sehingga semua usahanya selalu saja gagal.

"Hehe, terima kasih, Tuan Puteri. Ini untuk Anda," ujar Ivory, memang berniat memberikan itu pada Elxyera. Sejenak kemudian, sesuatu seperti sulur berwarna putih merambat dari pusat bunga tersebut, lalu membekukan bunga berwarna ungu transparant itu dengan sempurna tanpa meninggalkan garis cacat sedikitpun. 

"Ini adalah bunga Mauve Lotus. Bunga ini sering tumbuh di kerajaan Frontina. Saya ingin memperlihatkannya pada Anda," jelas Ivory. Mengingat bunga yang merupakan kebanggaan dari Frontina. Berharap ini setidaknya bisa membuat Elxyera merasa bersemangat sekali.

"Terima kasih, Ivory. Apa kau boleh menyentuhnya?" tanya Elxyera dengan hati-hati. Hatinya seketika berbunga-bunga senang mendapatkan hadiah yang sederhana namun berarti ini. Dia bertanya-tanya apakah dia bisa menyentuhnya, namun dia takut kalau bunga itu rapuh dan bisa saja rusak jikalau dia menyentuhnya.

Melihat Ivory yang mengangguk mengiyakan, Elxyera pun sedikit mengangkat sebelah tangannya. Jemarinya terulur dengan hati-hati, menyentuh kelopak bunga yang ternyata bergerak lentur itu. Dia berpikir kalau Ivory membekukannya tadi, namun ternyata meksipun hawa dingin bisa dirasakan Elxyera, bunga itu tetap kokoh dengan bentuknya yang indah.

Merasa sihirnya telah selesai, Ivory menarik tangannya perlahan, membiarkan bunga lotus itu sepenuhnya berada dalam tangkupan tangan Elxyera. Dia senang melihat ekspresi penasaran sekaligus senang yang menghiasi wajah Elxyera. Merasa bahwa dia membuat sang Puteri puas dengan hadiahnya.

"Apa kau bisa menjelaskan berbagai hal tentang Frontina, Ivory?" pinta Elxyera. Mendengar ucapan itu, Ivory terdiam sejenak seraya berpikir. Jikalau berbicara tentang tanah Frontina, banyak yang bisa diceritakannya. Apa itu artinya Elxyera belum pernah melihat tempat itu? Namun seingat Ivory, Pangeran Arsen dier Fargaven sudah pernah mengunjunginya sekali.

"Anda belum pernah mengunjunginya?" tanya Ivory yang segera mendapatkan gelengang dari Elxyera. Mata merah muda sang gadis berambut pirang berbinar senang, seolah menunggu Ivory berbicara. 

"Putera Mahkota tidak pernah mengajakku ke sana. Ayah juga lebih sering pergi sendirian daripada mengajakku," jelas Elxyera sedikit menunduk, meletakkan tangkupan tangannya di atas pangkuannya dan menggenggam bunga itu dengan hati-hati. Dia jelas mengingat bahwa dirinya jarang berpergian kecuali untuk kembali ke Akademi Sihir dan sekarang terkadang dia harus menemani Arsen menghadiri pesta-pesta formal.

Mata biru Ivory kembali tertuju pada Elxyera. Dia memang baru tahu kalau Arsen memiliki tunangan dan dia rasa memang pertunangan Putera Mahkota dari Fargaven itu pun diadakan tahun ini. Artinya Elxyera dan Arsen belum bertunangan terlalu lama.

Wanita berambut biru gelap itu pun memasang pose berpikir, mencari-cari sesuatu yang bisa dia jelaskan pada puteri di hadapannya ini.

"Tanah Frontina sebenarnya dilapisi dengan salju, Tuan Puteri. Selama setengah tahun penuh, hujan salju akan turun tanpa henti, dan setengah tahun selanjutnya, meskipun hujan salju sudah jarang turun, tanah Frontina dilapisi dengan warna putih yang tidak akan pernah luntur. Selain itu ada beberapa tanaman khusus yang bisa hidup disana."

Ivory mulai menjelaskan dengan hal dasar yang sering dilihatnya di lahan Frontina. Daerah itu memang dipenuhi dengan salju di setengah awal tahun, namun hujan salju itu mereda pada setengah akhir tahun sehingga orang-orang bisa melihat lahan ajaib yang ditumbuhi dengan rumput berwarna putih itu. Orang-orang yang melihat tempat itu mungkin akan mengatakan bahwa itu adalah dataran ajaib.

Elxyera sendiri mendengarkannya dengan serius. Itu sangat menarik. Dia pernah membaca tentang Frontina dari buku, namun tentunya berbeda dengan pengalaman orang yang hidup disana secara langsung, kan. Merasa bahwa itu jelas berbeda dengan apa yang dilihatnya di Fargaven. "Apakah sulit hidup disana?"

Pertanyaan itu menarik perhatian Ivory. Dia sebenarnya tidak tahu apakah itu sulit atau tidak. Karena dia hidup disana.

"Mungkin bagi orang luar, akan sulit pada awalnya, Tuan Puteri. Namun para penduduk disana sudah terbiasa. Ternak dibiakkan di dalam sebuah kandang besar khusus, orang-orang membuat kebun dalam rumah kaca dan lahan khusus yang didukung sihir untuk menanam bahan pokok. Baik sungai serta danau tidak ada yang membeku sempurna di lahan dingin itu sehingga masih bisa digunakan, terutama saat akhir tahun. Semuanya berjalan begitu normal bagi para penduduk."

Oh, tiap kerajaan mungkin menjalani kesibukan mereka masing-masing, dan Elxyera begitu kagum dengan Frontina. Apalagi dengan makanan khas dari area utara, semuanya terasa menyenangkan baginya.

"Tapi aku kagum mendengarnya! Aku sendiri menyukai beberapa makanan dari wilayah Utara. Seperti es," seru Elxyera dengan mata berbinar senang, mengingat satu hal yang pernah dimakannya itu.

Mendengar itu, Ivory tertawa kecil. Ah, dia ingat dengan makanan satu itu. Dia pun menyukainya, apalagi jikalau dicampur dengan berbagai rasa lain dari buah-buahan. "Lain kali saya akan mencoba membawakannya untuk Anda, Tuan Puteri. Kita akan bertemu di Akademi Sihir juga nanti, kan."

Elxyera seketika merasa senang mendengarnya. Tapi wajahnya kembali terlihat seperti berpikir. Apa tidak masalah jikalau dia berbicara dengan Ivory di sekolah? Bukan karena Ivory memiliki status yang lebih rendah darinya.

Elxyera justru tidak mempermasalahkan status Ivory. Dia yakin mereka bahkan bisa menjadi teman dekat dan Elxyera menginginkan hal itu. Tapi dia kembali kepikiran dengan Duke of Evenezer,  Ivory pasti akan selalu berada di sisi Dizier kan. Dia sedikit merasa canggung dengan Dizier.

Apa Dizier tidak akan terganggu dengan kehadirannya nanti?

"Anda juga bisa bertemu dengan Tuan Muda jikalau Anda tidak keberatan. Tuan muda pastinya tidak akan keberatan jikalau melihat Anda di sekolah," lanjut Ivory yang seketika membuat pipi Elxyera merona merah. Apa pikirannya dapat dibaca oleh wanita di hadapannya? Elxyera pun mengangguk singkat merespon ucapan Ivory.

"Terima kasih, Ivory." Pada akhirnya Elxyera hanya mengangguk mengiyakan. Mereka akan berada di sekolah yang sama, kan. Itu artinya tidak menjadi masalah kalau dia mengenal Dizier dan Ivory dengan lebih baik. Lagipula jikalau kedepannya dia memang hanya akan dibuang oleh Arsen, setidaknya dia bisa mencari teman.

Dia tidak perlu kembali terpaku pada cinta Arsen yang hanya akan jatuh pada orang lain. Masih banyak yang bisa dilakukan Elxyera, bahkan dia pasti akan meneruskan pekerjaan Ayahnya. Elxyera sudah memikirkannya, daripada terpaku pada cinta, lebih baik dia membangun hubungan pertemanan dengan Arsen dan mencoba melupakan cintanya pada pria itu.

Toh jikalau dia menjadi Duchess menggantikan orang tuanya, maka dia akan bekerja di samping Arsen sebagai tangan kanan pria itu jikalau sang pria naik takhta. Tidak ada gunanya jikalau dia menjadi jahat pada Avyce. Namun memanfaatkan kebaikan Arsen di saat ini tidak buruk juga kan?

Suara ketukan di pintu membuat Elxyera berbalik. Dia segera mempersilahkan siapapun yang berada di luar itu masuk, dan tidak lama kemudian sosok Irvette terlihat memasuki ruangan. Pelayan itu membungkuk sejenak memberi hormat. "Tuan Puteri, kamar untuk Duke Clifton dan Nona Azurrio sudah disiapkan. Barang-barang beliau sudah dibawakan ke kamar masing-masing."

Oh, itu cukup cepat. Namun Elxyera kagum dengan pelayannya yang sudah menyiapkan semua itu. Perhatiannya kembali tertuju pada Ivory yang berada di sisinya. Berniat mengajak sang wanita untuk melihat kamar-kamar yang diperuntukkan untuk wanita itu dan tuannya. 

"Apa kau ingin segera memeriksa kamarmu? Mungkin ada sesuatu yang kau perlukan lagi?" tanya Elxyera. Ivory seketika terdiam dan berpikir. Kepalanya menggeleng kecil, merasa bahwa dia tentu tidak akan memprotes dengan apa yang didapatkannya.

"Saya baik-baik saja, Tuan Puteri. Tapi...jikalau Anda tidak keberatan, bolehkah saya memerika kamar untuk Duke?" pinta Ivory sejenak setelah berpikir beberapa saat. Dia ingin memastikan sesuatu, mengingat Duke-nya itu memiliki kondisi khusus.

Elxyera sendiri segera mengerti maksud Ivory. Mengingat ucapan sang pria tadinya mengenai kondisi khusus tubuhnya. Sebenarnya dia cukup penasaran mengapa Duke of Evenezer itu tidak tahan dengan sesuatu yang panas. Apa karena dia hidup di lahan yang dingin, sehingga sensitif pada sesuatu yang hangat. Padahal umumnya jikalau seseorang merasa dingin, mereka otomatis akan mencari sumber panas.

"Ah, tentu tidak masalah. Aku yakin kau ingin memastikan bahwa semuanya sudah sesuai dengan keperluan beliau, kan!" seru Elxyera segera, berdiri dari duduknya dan meraih sebelah tangan Ivory dengan satu tangannya. Wanita berambut biru gelap itu sedikit terkejut sejenak, namun tersenyum lembut. Tidak menyangka kalau Puteri Mahkota ternyata merupakan sosok yang ceria seperti ini.

Dia membalas genggaman tangan Elxyera, dan mengikuti langkah sang wanita menuju pintu keluar ruang tamu. Sejenak dia melihat Elxyera yang masih menggenggam hadiahnya dengan tangan satunya. Berjalan mendekati pelayan yang masuk ke dalam ruangan itu tadi.

"Kamar untuk Duke Clifton dan Nona Ivory berada dimana, Irvette?" tanyanya pada sang pelayan.

"Lantai tiga di sisi selatan mansion, Tuan Puteri."

Elxyera mengangguk sejenak, lalu mengulurkan tangannya yang menggenggam bunga teratai itu pada Irvette. Sejenak sang pelayan terdiam memandangi dengan bingung, ingin bertanya apa yang dilakukan Nonanya dengan itu. "Tolong letakkan ini di kamarku, ya. Biar aku sendiri yang mengantar Nona Ivory ke kamarnya."

Setelah menjelaskan pada Irvette, wanita berambut merah itu mengangguk singkat. Kembali menunduk ketika Elxyera menarik Ivory keluar dari dalam ruangan untuk pergi ke ruangan yang akan ditempati Sang Duke dan asistennya.

---

Dua kamar yang saling bersebelahan itu berada di lantai tiga mansion kediaman Cresentra. Tempat itu memang terkadang sering digunakan oleh para tamu, sedangkan kamar untuk keluarga Duke seperti kamar Elxyera sendiri berada di lantai dua, kecuali kamar ibu Elxyera dan Duke Cresentra yang berada di lantai satu. 

"Apa Ivory sudah mengenal Duke Clifton dalam waktu yang lama?" tanya Elxyera dengan penasaran ketika dia melangkahkan kakinya di lorong lantai tiga yang sepi. Dia melihat ada beberapa pelayan yang berlalu-lalang tadi, namun sekarang dia hanya berdua bersama Ivory.

Wanita yang berjalan tenang di belakangnya sejenak bungkam, lalu bergumam mengiyakan seraya mengangguk. "Benar, Tuan Puteri. Saya sudah mengenal beliau sejak usia beliau 8 tahun."

Oh, itu waktu yang cukup lama. Menjelaskan pada Elxyera mengapa Ivory begitu tahu kebutuhan Diziel. Sang wanita bukan hanya sekedar tahu. Tindakan Ivory tadinya sudah seperti seorang ibu pada anaknya, memantau dengan penuh kasih sayang dan peduli. 

Mungkin ini bisa dibilang sama dengan hubungannya bersama Irvette. Wanita berambut merah itu sudah melayaninya sejak dia masih kecil.

"Ah, kita sudah sampai. Sepertinya kamar yang ini," ujarnya seraya menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu ganda yang tertutup. Elxyera pun berbalik memandangi Ivory dan mengisyaratkan sang wanita ikut masuk ke dalam.

Elxyera tidak tahu apakah ini kamar yang akan digunakan oleh Diziel atau Ivory nantinya, tapi dia tentu saja akan memeriksa keduanya, kan. Memastikan bahwa semua itu cocok untuk tamunya. Tapi ketika dia masuk ke dalam, matanya segera tertuju pada sebuah koper kulit berukuran tidak terlalu besar di sisi ruangan.

"Ah, apa ini kamar untuk Duke? Kamar yang indah, Tuan Puteri."

Suara Ivory meyakinkan Elxyera kalau ini pasti adalah kamar untuk Diziel. Ruangan itu sangat besar, bahkan memiliki pintu lain ke arah kamar mandi dan juga ke teras kamar yang cukup luas di luar. Lampu chandelier yang dinyalakan dengan batu sihir terlihat berkilauan di langit-langit kamar. 

Kamar itu memang terlihat sederhana, namun perabotannya mewah dan bukanlah perabotan sembarangan. Di sisi kanan, perapian dinyalakan, mungkin dilakukan pelayan untuk menghangatkan ruangan ini mengingat kamar ini tidak pernah digunakan.

"Ah, maafkan ketidaksopanan saya, Tuan Puteri. Tapi tidak masalah jikalau saya mematikan perapiannya, kan? Duke sebenarnya tidak terlalu tahan dengan panas. Beliau lebih memilih ruangan bertemperatur normal atau dingin, jadi..."

"Oh, sama sekali tidak masalah! Aku akan meminta para pelayan untuk mematikan perapiannya nanti." Elxyera segera mengiyakan, melihat Ivory yang berjalan mendekat ke arah perapian yang menyala tersebut. Mata Ivory sejenak mengedar, seolah mencari sesuatu. Namun ketika dia memandang Elxyera kembali, senyuman kembali menghiasi wajahnya.

"Saya rasa semuanya sudah sempurna, Tuan Puteri. Maafkan saya karena merepotkan Anda. Sekali lagi saya berterima kasih atas bantuan Anda," ujar Ivory merasa bahwa tidak ada yang perlu dimintanya lagi. Kamar ini bahkan pasti sudah cukup untuk Tuannya. Mungkin masih ada beberapa hal yang perlu dia persiapkan untuk Duke-nya nanti. Tapi Ivory bisa mengurusnya sendiri nanti. Dia tidak ingin merepotkan Elxyera.

Sekali lagi Elxyera mengangguk singkat, dia merasa kagum dengan bagaimana Ivory bisa mengerti tuannya dengan sangat baik. Seorang asisten yang begitu setia pada tuannya. Elxyera bahkan yakin sebelum Diziel sempat meminta pun, Ivory pasti sudah tahu apa yang dibutuhkan pria itu. "

Kau sepertinya sangat peduli dengan Duke Clifton," ujar Elxyera tanpa sangat mengungkapkan isi pikirannya. Segera saja wanita itu menutup mulutnya yang kecoplosan dan memandang Ivory. Memastikan ekspresi apa yang akan ditunjukkan wanita itu. Semoga saja Ivory tidak merasa aneh dengan pertanyaan itu.

Namun apa yang dilihat Elxyera adalah Ivory yang tersenyum lembut, membuat sang gadis berambut pirang merasa familiar. Tatapan lembut itu, dia yakin Ivory pasti memikirkan Tuannya dengan sangat baik. Mengingat wanita ini sudah mengenal Duke sangat lama.

"Tentu saja, Yang Mulia. Tuan muda adalah penyelamat saya. Beliau sudah menjadi tujuan bagi saya untuk hidup," jelas Ivory tanpa cela. Wanita itu bahkan tidak takut mengatakannya.

Karena bagi Ivory, Diziel adalah tuan yang akan dilayaninya dan dia tentu akan membantu pria itu kapanpun dibutuhkan. Rasa peduli itu bisa dilihat Elxyera pada tatapan Ivory. Seperti seorang saudara yang saling peduli.

Sejenak Elxyera terdiam di tempat. Pikirannya melayang kemana-mana, memikirkan Arsen. Kalau pria itu dulu tidak bisa mencintainya, kenapa setidaknya Arsen tidak bisa peduli padanya? Sekarang rasa cemburu itu kembali memenuhi hati Elxyera, mengingat mimpinya semalam. 

Kalau dia tidak bisa mendapatkan cinta Arsen, mengapa setitik rasa peduli yang bisa ditunjukkan pada teman saja tidak bisa diberikan pria itu padanya?

--🗝️--

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top