chapter 3; present day, 2171's
[Edited]
— present day, 2171’s —
3 years later...
Moonlit Springs, 2171, Present day
KRIRIRIRIRING!
suara jam weker berbunyi keras pagi itu. jam sudah menunjukkan pukul 07.29 pagi hari.
lilac melotot usai bangun dsri tidur. sedetik kemudian ia langsung melakukan aksi split ke depan dan keluar dari ruang kamar.
“MAMI KENAPA NGGAK BANGUNIN LILAAAACC!”
---
“hansa, buruan!” seru lilac seraya naik ke atas sepeda milik hansa dan tidak lupa menepuk pundak cowok berkacamata itu dengan keras agar sang sahabat langsung tancap gas mengayuh sepeda menuju ke sekolah. “lagian kamu juga kesiangan bangunnya!” lanjut lilac malah menyalahkan hansa yang juga sama sepertinya.
“yeee, lagian sih lilac ngajak aku begadang. jadinya telat gini kan.”
“iya, iya, salahin aku aja. tapi buruan hansa naik sepedanya! daritadi nggak jalan-jalan!” hansa melengos. tidak heran lagi, ini sudah rutinitas mereka berdua setiap pagi.
---
Perpustakaan
lilac masih suka berada di tempat ini. ia masih senang dengan buku, senang membaca dan mencium aromanya yang apik. satu hal lagi, di sini banyak sekali jendela sudut pandang yang bisa dijelajahi tanpa batas. itu cukup spesial bagi lilac yang tidak punya teman selain hansa.
sekarang lilac sedang ketiduran sejak jam istirahat kedua pukul dua belas!
hingga waktu terus bergulir dan telah berada di angka pukul setengah enam lewat dua puluh satu menit.
“lile!” seru hansa. “lile bangun!”
lilac terperanjat dan langsung jatuh ke lantai. cewek itu lantas mengerang sakit.
“kamu daritadi di sini? aku nyariin kamu nggak ada di kelas!” omel hansa. “kamu bolos, ya? aku aduin mami kamu loh!”
“iiihh, hansaaaa. aku ngantuk banget. tadi pas baca buku nggak sengaja ketiduran. dan sampai sekara--”
“nggak ada waktu buat menjelaskan, lilac. lihat jam di dinding sudah jam berapa? bentar lagi malam tiba!”
“astaga.”
lilac buru-buru beranjak bersama hansa. mereka mampir dulu ke ruang kelas lilac untuk mengambil tas lilac dan pergi dari sekolah saat itu juga sebelum langit memerah.
7.14 pm.
dan sialnya, rantai sepeda hansa malah putus.
“sa? seriusan di saat begini?”
lilac pun turun, hanya untuk mengomel dan menyaksikan sahabatnya yang sedang berusaha membenarkan rantai sepedanya.
“ah, sial. nggak bisa dibenerin, lil.”
“lalu kita gimana? mana rumah masih jauh lagi!”
“rantainya putus mustahil disambungin secepat mungkin, lilac.”
“astaga, HANSA! lagian kamu kenapa nggak diperiksa dulu sebelum pulang tadi!”
“kan buru-buru, lile. gimana si.”
lilac mendecak.
sementara langit sudah memerah di ufuk sana. ini fenomena yang sudah terjadi ratusan tahun silam setelah terpapar radiasi halus pembumihangusan hingga saat ini, di mana warna merahnya terlihat sangat pekat dan menyala layaknya api kebakaran.
setelah insiden tiga tahun yang lalu yang menewaskan banyak orang, pada saat sore telah tiba, semua yang punya toko, mall, rumah dan kantor-kantor akan serentak menutup tempat dan segera menghentikan aktivitas mereka sebelum langit memerah.
karena saat itu, teror aneraung akan segera berlangsung. di mana makhluk-makhluk itu hanya akan keluar pada malam hari hingga matahari akhirnya terbit.
jika aneraung hanya keluar pada saat malam hari, kenapa pasukan ISB tidak mencoba menyingkirkan mereka pada siang hari?
that’s it. jawabannya adalah karena mereka seakan raib pada saat matahari telah menyingkap. tubuh mereka lenyap seperti debu. berbeda jika mereka mati, tubuh mereka akan terlihat meskipun sudah siang hari.
itu sebabnya pasukan ISB hanya bisa menutup dan memperbaiki gerbang supaya tidak banyak dari mereka bisa masuk ke dalam.
sejak insiden itu juga, setiap warga akan dihantui ketakutan luar biasa di saat malam hari. yang mana saat malam tiba, tidak boleh ada dilakukan aktivitas apa pun. pintu rumah harus dikunci serapat mungkin menghindari gangguan aneraung yang beringas.
seperti sekarang contohnya, di mana jalanan sudah sangat sepi.
GROOOOO!
secara bersamaan, jantung lilac dan hansa berdebar kencang tak terkontrol saat suara makhluk-makhluk itu mulai terdengar dari kejauhan.
“sa... takut...” ucap lilac sambil merapatkan diri ke hansa.
“nggak papa. ayo kita pergi sambil geret sepedanya.”
“nanti ada aneraung, hansa. lilac takut.”
“ayo.” hansa tarik pelan tangan lilac dan menuntun cewek itu untuk mulai berjalan meninggalkan posisi.
sepanjang perjalanan, keduanya tidak pernah berhenti merapalkan doa keselamatan. entah sudah berapa ratus doa dirapalkan secara berulang-ulang. keduanya melangkah dalam mulut terkatup rapat, sambil terus melangkah dengan pelan dan waspada.
yang ditakuti akhirnya muncul di hadapan. hansa dan lilac refleks menghentikan langkah mereka saat makhluk menjulang itu telah berdiri di tengah jalan.
suara raungannya yang menggelegarkan mampu membuat bulu kuduk lilac kembali bangkit. sial, mereka harus sembunyi.
hansa tarik tangan lilac untuk sembunyi di balik pohon dan menyandarkan sepedanya di pohon. mereka menempelkan punggung dengan dada bergemuruh.
“lil, diem, ya? jangan bersuar--” begitu hansa membalikkan wajah, sesosok wajah mengerikan dengan guratan-guratan khas corak pohon keramat muncul dalam jarak YANG SANGAT DEKAT. hansa dan juga lilac kontan langsung berteriak tanpa ragu.
AAAAAAA!
GROOOOO!
“AYO LARI, LIL!”
keduanya berlari memacu langkah secepat mungkin. makhluk tiga meter itu mencoba meraih, namun mereka berdua berhasil berkelit dan melarikan diri ke jalan raya.
kebisingan itu kontan mengundang lebih banyak Aneraung untuk mendekat. alhasil, Aneraung mulai bermunculan dari segala sudut penjuru mata angin. hansa pacu langkahnya lebih cepat sembari terus membawa lilac pergi bersamanya.
“hansa, mereka banyak banget! mati kita!” di tengah-tengah itu, lilac sudah hampir mau menyerah, tapi hansa kekeuh dengan tekadnya untuk sampai di rumah.
hansa menepi, hanya untuk mengguncang-guncang setiap pintu ataupun jendela toko maupun ruko yang berjejer sepi di pinggir jalan.
bruk bruk bruk!
hansa gedor-gedor dinding kaca sebuah toko roti. kedua matanya seketika dipenuhi oleh harapan saat menemukan seseorang ada di balik toko dengan pandangan takut.
“tolong! tolong buka pintunya!” seru hansa.
“tolongin kita!” timpal lilac, juga dengan kedua bola mata berbinar.
“bu! tolong!”
tapi ibu-ibu itu cuma diam, dengan pandangan takut sekaligus khawatir. yeah, hansa baru menyadari bahwa ibu itu takkan pernah menolong mereka.
dan lagi, lilac juga kenapa baru menyadarinya, bahwa sejak tadi orang-orang di balik dinding tersebut hanya bisa menonton mereka yang saat ini berlari terpontang-panting dikejar Aneraung. yeah, kenyataannya ironis. tapi tidak bisa dipungkiri, berharap kepada manusia hanya akan membuat luka.
hansa dan lilac juga tidak munafik. berpikir bahwa orang-orang akan membantu, nyatanya? hal ini menimbulkan dua sudut pandang berbeda yang sama-sama harus diselami untuk tahu bagaimana menilai perspektif untuk bersikap egois ataupun tidak egois.
lilac juga jika ada di posisi itu tentu saja akan melakukan hal yang sama dengan mereka: menonton saja. lilac bukan penyelamat, ia juga bukan tuhan.
tapi lilac dan hansa memahami ini, mereka memakluminya. mereka tidak juga marah, hanya saja masih ada tebersit rasa kecewa di relung dada.
GROOOO!
raungan itu.
raungan yang mampu membuat semua orang merapat ke sudut dinding rumah mereka, membuat semua orang menutup telinga mereka, membuat semua orang meringkuk ketakutan. hal ini berlangsung setiap malam. tidak tahu akan sampai kapan. entah akan berakhir dalam dua tahun, lima tahun atau bahkan tidak sama sekali?
who know? only God knows. maka dari itu,
selamat datang di abad ke-22.
gawne - don’t wake me up ft. atlus.
BERSAMBUNG...
ditulis: Senin, 7 Februari 2025, pukul 19.05 PM.
dipublikasikan: today, Senin, 17 Februari 2025, pukul 19.05 PM.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top