Bab 5: Muncul Lagi

Xavier memukul-mukulkan ekornya sambil terbaring di atas kasur. Semalam Luna tidak pulang. Hanya ada ayahnya saja yang datang sambil membawa pasir kucing baru. Sepertinya Luna memang sempat punya kucing, dan barang-barangnya tidak dibuang. Di rumah ini ada tempat menyimpan pasir juga kandang kucing. Namun, Sky maupun Xavier tidak mau tidur di kandang. Kasur atau sofa lebih nyaman dipakai untuk tidur.

Xavier tiba-tiba kepikiran Dean. Anak itu terlihat sangat panik dan terkejut melihat keadaan Xavier kemarin. Apa yang akan terjadi padanya kalau dia sampai melihat Xavier menghilang dengan cara tidak masuk akal? Syukur-syukur dia tidak sampai serangan jantung, pikir Xavier.

Terdengar seseorang membuka pintu depan. Xavier bangun dan bergegas keluar kamar. Ternyata Luna. Dia tidak mau menyapa Xavier. Tampaknya dia sedang buru-buru. Bergegas pergi ke kamar mandi dan kembali setelah beberapa saat. Xavier menunggu di luar selagi Luna berganti pakaian. Dia mengintip sedikit dari pintu apakah sudah aman kalau dia masuk kamar sekarang. Xavier kemudian menghampiri Luna sambil mengeong.

"Aku berangkat sekolah dulu," kata Luna. "Sial banget aku kesiangan. Semalam Kak Dean sakit. Aku harus jagain dia."

Xavier membelalak kaget, sementara Luna sibuk memasukkan alat-alat ke dalam tas kemudian menyandangnya. Setelah menaruh makanan di mangkuk beserta airnya, Luna pun pergi tanpa makan apa pun. Mungkin dia akan mengambil beberapa potong roti di bakery dan memakannya sambil jalan.

Xavier menatap makanan di dalam mangkuk. Dia tidak mau makan, tetapi Sky kelaparan. Sial sekali dia harus makan makanan kucing lagi. Meskipun tidak mau, jiwa Sky selalu mendominasi kalau masalah makan. Makanan itu tetap saja dilahapnya. Setelah makan dan bosan bermain, Xavier mendudukkan dirinya di atas sofa.

"Kenapa aku belum keluar juga?" gumamnya.

Aneh sekali. Xavier sendiri tidak mengerti apa yang membuatnya lebur dan masuk ke tubuh Sky, lalu keluar lagi. Seingat dia, reaksi dari sihir memang akan membuat korbannya muntah darah. Namun setelah itu, si korban tidak akan selamat kecuali jika meminum penawar. Xavier tidak sempat minum penawar itu. Kalau mau ikut teori itu, seharusnya Xavier mati saja sekalian. Bukan malah keluar-masuk tubuh kucing seperti ini.

Xavier mengubah poisisi tubuhnya jadi berbaring menatap langit-langit. Dia tiba-tiba menyadari sesuatu.

"Sky, kan, kebal sihir," katanya pada diri sendiri.

Xavier ingat, dahulu Sky ditemukan hampir mati tenggelam di sumur air penawar sihir yang dibuat oleh penyihir istana. Untunglah Xavier bisa mendengar suara ngeongannya yang menggema saat dia sedang memancing di danau dekat sumur bersama Dean. Sky diangkat oleh penyihir istana dan berhasil selamat. Setelah itu, dia jadi kebal sihir.

Penyihir di Cloudpolis biasa mencuri hewan-hewan peliharaan orang. Mereka akan memasukkan sihir ke tubuh hewan itu sehingga bisa mereka kendalikan, bahkan berubah bentuk. Hewan sebesar kucing saja bisa jadi tunggangan yang menyeramkan. Setelah tercebur ke sumur, Sky pun pernah diculik, tetapi dia tetap dalam wujud kucing menggemaskan. Sihirnya tidak mempan pada Sky. Akhirnya, penyihir melepaskan Sky dan kucing itu pulang ke istana setelah hilang beberapa hari. Penyihir istana bisa membaca memori Sky melalui sentuhan tangannya, sehingga dia bisa tahu apa yang terjadi pada Sky selama menghilang.

"Tapi kenapa Sky bisa kebal sihir?" tanya Xavier waktu itu.

"Mungkin karena dia pernah terjebak terlalu lama di dalam sumur air penawar. Sepertinya terlalu banyak penawar yang masuk ke tubuh Sky sampai dia jadi kebal."

"Kalau begitu, manusia juga bisa kebal kalau meminum banyak airnya."

"Tidak bisa begitu. Kucing berbeda dengan manusia. Kucing adalah makhluk suci, sedangkan manusia banyak melakukan dosa. Dosa itu menjadi kelemahan manusia sehingga sihir bisa tetap masuk ke dalam tubuhnya."

Sekarang jadi masuk akal kenapa Sky tidak terluka sedikit pun meski dia sempat terkena serangan sihir. Masuk akal juga kalau Xavier sedang berada dalam tubuh Sky, dia merasa baik-baik saja. Yang masih membingungkan adalah leburnya tubuh Xavier dan masuk ke tubuh Sky.

Xavier menghela napas dalam-dalam. Kenapa hidupnya jadi membingungkan begini? Suasana rumah yang sepi membuat pikiran Xavier makin runyam saja. Segala dia pikirkan. Akhirnya, dia memilih mencari jalan keluar untuk bermain. Ternyata di pintu depan ada sebuah pintu kecil lagi di bawahnya. Ketika Xavier mendorongnya dengan kepala, pintu itu terbuka.

"Ternyata benar pintu untuk kucing," kata Xavier.

Akhirnya Xavier bisa jalan-jalan. Dia menyusuri gang penuh mural dan mengendus apa pun yang ditemukannya. Bertemu kupu-kupu, dia kejar dulu. Kemudian, dia menemukan seekor kucing berwarna putih yang sedang menyusui anak-anaknya. Jumlahnya ada dua ekor. Bulunya sangat mirip dengan sang induk. Yang membedakan hanya bercak hitam-hitam di kaki dan kepalanya. Induk kucing itu menggeram ketika Xavier mendekat.

"Aku cuma numpang lewat, kok," kata Xavier yang kemudian berjalan melewatinya.

Xavier kini tiba di ujung gang. Entah mengapa dia impulsif ingin pergi ke bakery. Dia masih ingat jalannya. Dari mulut gang ini belok kiri melewati jalanan besar, sekitar seratus meter di depan belok kiri lagi. Setelah seratus meter lagi, belok kanan di lampu merah. Diamatinya lampu di sebuah tiang yang sekarang sedang berwarna kuning. Ketika berubah merah, kendaraan berhenti serempak. Xavier segera berlari menyeberangi garis-garis putih karena takut lampunya keburu berubah lagi. Tiba di seberang jalan, Xavier bisa mendengar orang-orang membicarakan dirinya.

"Eh, kucingnya pinter banget. Dia nyeberang pas lampu merah."

"Dia sampai nunggu dulu sampai lampunya berubah merah."

"Dia bahkan nyeberang tepat di zebra cross. Kucing siapa, ya? Cerdas banget."

Beberapa orang yang dilewati Xavier berjongkok dulu hanya untuk mengelus-elus kepalanya. Ada juga yang mengarahkan handphone ke wajahnya, kemudian Xavier mengerjap kesilauan karena cahaya yang berkedip di handphone itu.

Butuh beberapa lama hingga Xavier tiba di bakery. Perjalanan yang bisa ditempuh sepuluh menit oleh manusia, mungkin tubuh kucing Xavier butuh waktu hampir setengah jam. Tiba di bakery, pintu kacanya tertutup. Xavier tidak bisa membuka pintu itu dengan tubuh kucingnya. Dia harus menunggu orang keluar atau masuk dulu untuk bisa pergi ke dalam. Akhirnya ada seorang pelanggan yang hendak keluar. Buru-buru Xavier menerobos masuk dan bertemu ayah Luna di dekat etalase.

"Oyen? Ngapain kamu di sini?" tanya pria itu.

Xavier celingukan. "Oyen siapa?"

Ayah Luna kemudian menggendong Xavier. "Kamu jalan sendiri ke sini, Oyen? Kok tahu jalannya?"

"Kucing ini namanya Sky, bukan Oyen. Oyen apanya? Kampungan sekali!"

"Itu kucing siapa?" kata seorang pelayan.

"Oh, ini. Luna punya kucing baru. Katanya nemu di jalan. Lucu, kan?"

Ayah Luna tertawa dan pelayan itu hanya tersenyum tidak ikhlas. Xavier kemudian dibawa menaiki tangga ke lantai dua. Tampak Dean sedang berbaring di sofa ruang tengah dengan TV menyala. Xavier buru-buru melompat turun dari pelukan pria yang menggendongnya dan bergegas naik ke perut Dean. Entah karena orang ini sangat mirip dengan Dean pengawalnya atau bagaimana, yang jelas Xavier sangat mencemaskan dirinya.

Dean yang sedang memejamkan mata tiba-tiba terlonjak ketika Xavier naik ke perutnya.

"Apa ini? Kucing jatuh dari mana?" katanya dengan wajah terkejut.

"Dia datang sendiri ke sini," kata sang ayah. "Titip di sini. Di bawah takutnya mengganggu pelanggan."

Dean menganga menatap ayahnya pergi, kemudian tatapannya beralih pada Xavier. "Oh, kamu kucing yang dipungut Luna di jalan itu?"

"Kau baik-baik saja? Katanya semalam kau sakit."

Dean berbaring lagi. "Luna belum pulang sekolah. Diam saja dulu di sini. Jangan bikin ulah."

"Lalu kenapa kau tidak ikut sekolah? Kau masih sakit?"

Tidak ada jawaban dari Dean. Wajahnya tampak pucat. Sepertinya benar dia belum sehat. Xavier pun hanya duduk di perut Dean sambil menggoyang-goyangkan ekor panjangnya.

"Kau pasti sangat terkejut sampai jatuh sakit segala," kata Xavier.

"Di sini gak ada makanan kucing. Nanti aja kalau Luna udah pulang."

"Aku bukan sedang minta makan. Memangnya kucing mengeong saat dia minta makan saja?"

"Kamu bawel banget kayak si Oyen." Dean mengangkat kepalanya sedikit dan memandang Xavier. "Muka kalian juga mirip. Cuma telinga kalian aja yang beda."

Dean menjatuhkan lagi kepalanya ke bantal sofa, sementara Xavier termangu sendiri. Jadi karena Sky mirip si Oyen makanya dipanggil Oyen juga?

"Ngomong-ngomong, kapan si Oyen mati? Barang-barangnya masih ada di rumah," kata Xavier.

Dean tidak menjawab. Xavier menghela napas. Lagipula manusia mana yang akan mengerti bahasa kucing? Percuma saja dia mengeong sampai kehabisan napas.

Luna masih belum pulang juga, dan Dean sepertinya tertidur. Xavier pun ikut terlelap dan dia terkejut saat hidungnya membentur kancing baju Dean. Akhirnya dia sadar lagi dan seketika rasa kantuk pun hilang. Namun, yang datang kini adalah rasa pusing. Xavier sampai oleng dari perut Dean, tetapi untunglah dia masih bisa menjaga keseimbangan. Tiba-tiba Xavier merasa tubuhnya melayang. Dalam beberapa saat, dia sudah terduduk di lantai di bawah sofa. Namun sebelum Xavier menyadari dirinya sudah keluar dari tubuh Sky, suara sesuatu yang terjatuh keburu menyita perhatiannya. Luna menjatuhkan tasnya ke lantai dengan mulut menganga. Hanya kurang dari dua detik gadis itu menjerit hingga membuat Xavier terlonjak dan Dean bangun dari tidurnya.

__________________________

Yah, ketahuan deh Xavier makhluk aneh. Gimana nih? 😌

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top