The Rain Memories [END]
Akashi Seishina duduk di sebuah kursi paling pojok cafetaria dekat stasiun. Tangannya menggenggam coffe cup dengan kepulan uap yang masih tebal. Manik crimsonnya memandang rintik-rintik air hujan dari balik kaca dengan tatapan tak tertarik.
Sudah berapa lama?
Kalimat itu terus terngiang di kepala Seishina. Apa yang sudah berapa lama? Seishina menyesap sedikit kopinya. Rasa pahit dan panas langsung menyerang indra pengecapnya, tapi seolah sudah terbiasa Seishina mengabaikan hal itu.
Dan, nyatanya memang Seishina terbiasa meminum kopi kalau-kalau rasa kantuk menyerangnya ketika ia tengah mengerjakan dokumen perusahaan Akashi's Corp. Menjadi ahli waris dari keluarga Akashi tidak semudah yang ia kira. Apalagi ketika kakak laki-lakinya lebih memilih menjadi pemain shogi daripada mengurus perusahaan. Yeah, walaupun Seishina akui, laki-laki itu sering mengingatkannya tentang jadwal meeting.
Manik crimsonnya terlihat sayu dengan kantung mata yang terlihat jelas di bawahnya. Mungkin orang yang melihat bisa salah sangka dan mengatainya monster. Seishina menghela nafas. Melempar pandangan ke luar jendela lagi. Dan, kenangan itu kembali terngiang di kepalanya. Kenangan bodoh yang tak ingin diingat siapapun. Bahkan, dirinya sendiri merasa tolol sudah mengingatnya. Seishina begitu berterima kasih pada otaknya sudah mengingatkannya akan kenangan hujan kala itu.
Bagai rol film kusut yang terus berputar di kamera otaknya.
Potongan kata-kata manis ...
Serpihan kenangan ...
Lekuk wajah laki-laki itu ...
Memori Seishina tak pernah bisa mengacuhkan buku kehidupannya yang lama.
Mencampakkan kenangan yang pernah ada itu sungguh kejam. Karena tak pandang bulu yang kau buang adalah kenangan buruk atau indah, kau tetap saja membuang kenangan.
Kenangan adalah bagian hidup.
Tanpa kenangan, kau tidak punya pengalaman.
Tanpa pengalaman, kau tidak akan bisa belajar dari kesalahan.
Kau akan diam. Tidak bisa maju.
Dari dasar hati yang paling dalam, Seishina ingin menangis. Meratapi nasibnya di tengah hujan, berharap belenggu rindu yang ada padanya bisa sedikit melonggar. Tapi, Seishina tidak melakukannya. Seishina akan benar-benar menginjak pridenya sendiri kalau itu sampai terjadi. Ibaratnya seperti menjilat ludah sendiri, bukan?
Namun, kali ini dirinya ingin mencoba jujur. Sesekali saja, mencoba mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.
Seishina merindukan sang mantan kekasih.
Bahkan, sampai hari ini ... di hari ulang tahunnya.
.
.
.
Ansatsu Kyoushitsu Fanfiction Indonesia
[Special Akashi_Seishina's B'Day]
.
'The Rain Memories'
Rate: T
Pair: Karma x Seishina
Genre: Romance, Hurt/Comfort //maafkeun klo bahasanya rada gimana. Yu lagi suka bikin puisi, Mak :'v
Story© Akabane Yu
Ansatsu Kyoushitsu© Matsui Yuusei
Pict own to his/her owner
[WARN: OOC, typo(s), Gaje, Diksi buruk, dan sejawatnya~]
[Maybe enak kalo sambil dengerin lagunya David Archuleta - A Little Too Not Over You]
Hepi Riding~
.
.
.
"Oi, Karma!"
Laki-laki berambut crimson itu tersadar dari lamunannya. Dia menatap laki-laki berambut jingga kekuningan di hadapannya. Jari telunjuk laki-laki itu sibuk memutari bibir cangkir americano pesanannya.
"Kau tidak mendengarkanku, ya?" Seringaian kecil terulas di wajah laki-laki orange itu. Si crimson mendengus, merasa kesal dengan ekspresi laki-laki di hadapannya.
"Memikirkan siapa, hm? Seisi--hmph!"
"Habiskan makananmu dengan benar, Maehara," ujar Akabane Karma sambil menjejalkan beberapa takoyaki ke dalam mulut nyinyir Maehara Hiroto.
Maehara menepis tangan Karma kasar lalu buru-buru menelan takoyaki beruap dalam mulutnya. Dengan cepat Maehara melambai pada pelayan --mengisyaratkan meminta air. Untung saja, nyawa Maehara tidak melayang karena segelas air putih langsung tersaji di hadapannya. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu meminum airnya dengan tak sabaran, membuat beberapa pasang mata heran dengan kelakuannya.
'Dak!'
Bawahan gelas dihantam cukup keras pada meja, membuat suara gaduh sejenak. Maehara menatap Karma yang memandangnya dengan seringaian puas.
"Kau--nghh ... mau membunuhku, ya!?" ucap Maehara dengan napas tersengal.
"Heh~? Tidak, kok~ Hanya melihat wajah kelaparanmu saja. Jadi, kubantu kau menghabiskan makananmu."
Pernyataan Karma sukses mendapat dengusan dari Maehara. Maehara kembali menyesap americano miliknya. Iris jeruknya menatap Karma yang sedang bertopang dagu. Melemparkan pandangan ke luar jendela cafetaria. Bibirnya mengulas senyum. Bukan, bukan senyum berupa seringai. Tapi, senyum tulus.
Setahu Maehara--yang sudah berteman dengan Karma sejak SMP, Karma bukanlah orang yang suka mengumbar senyum manis seperti itu. Lebih tepatnya, Maehara tahu Karma lebih memilih menyeringai remeh daripada tersenyum seperti itu.
Maehara melirik Karma dari balik kepulan uap kopinya. Entah mata Maehara yang salah atau apa, tapi yang jelas dia dapat menangkap sarat kepedihan dalam manik mercury itu. Ya, Karma sedang menatap rintik air yang terjun menuruni kaca dengan senyuman itu.
Senyuman ini bukanlah senyum biasa, Nona.
Ini senyum pilu yang tak pernah kutunjukkan ke orang-orang.
Karena asal kautahu ...
Aku menunjukkan ini hanya ketika ...
Aku merasa kehilangan sesuatu yang berharga ...
***
Akashi Seishina. Gadis itu menatap jam tangan yang tersemat di pergelangan tangan kirinya. Menghela napas sejenak ketika menyadari jadwal kereta yang ia nantikan tak juga tiba. Sesekali Seishina memeriksa smartphone miliknya. Hanya untuk memastikan apakah kakak laki-lakinya mengirim pesan singkat. Tapi, yang ditemukannya masih saja sama.
Pesan dari mantan kekasih yang tak dia gubris sejak beberapa tahun lalu.
Seishina tak berniat menghapusnya, Seishina hanya membacanya. Cukup membuatnya terkejut sesaat karena mantan kekasihnya mengiriminya pesan bukan menelepon.
Seishina menghela napas. Ia beranjak dari duduknya, meletakkan beberapa uang kertas sebagai bill, lalu pergi sambil menjinjing tas miliknya. Di dalamnya berisi beberapa berkas penting keperluan meeting hari ini. Dan, pertemuan dilaksanakan di Kyoto. Sedangkan, dirinya kini berada di Tokyo. Merepotkan memang, tapi mau bagaimana lagi. Seharusnya dia ikut pindah bersama kakaknya ke sana jika saja Seishina tidak memilih mengenang yang-pernah-menjadi-separuh-hidupnya di sini. Seishina mulai menyesal sudah terdampar di sini dan sudah dari beberapa tahun berlalu perasaannya pada laki-laki itu tak kunjung sirna.
Seishina benci dengan dirinya yang merasa dipermainkan dalam tangan takdir. Seishina benci ketika ia terus memutar rol film kenangan miliknya di kala hujan. Seishina benci, Seishina benci pada apa yang pernah laki-laki itu berikan. Ingin. Ingin sekali, ia membuang semuanya.
Membuang semuanya ...
Dan, akhirnya semua yang pernah dilakukan menjadi sia-sia.
Terbuang.
Tiada lagi tempat untuk berpijak.
Mengalir.
Mengalir bersama rebas-rebas air hujan.
Dan, akhirnya semua kenangan itu ...
Jatuh dalam selokan.
Jijik diri ini mencucukkan tangan kembali ke dalam selokan.
Mengorek isinya untuk mendapatkannya lagi.
Tapi, apalah daya, di sini. Dalam hati ini.
Tidak bisa begitu saja ... membuangnya.
***
Akabane Karma berjalan di tengah rintik-rintik air hujan dengan jaket parasit yang melekat di tubuhnya. Tanpa memakai tudung yang berarti, dia berjalan menyusuri hiruk pikuk Kota Tokyo. Walaupun sedang hujan, tentu saja tak menghalangi aktivitas yang sedang dijalankan.
Barusan dia bertemu dengan teman semasa SMPnya, Maehara Hiroto. Entah darimana laki-laki itu bisa mendapatkan nomor ponselnya, padahal Karma berniat memutuskan kontak dengan semua teman-temannya.
Memutuskan kontak dengan orang-orang.
Menjauh dari hiruk-pikuk dunia.
Menunggu tangan Yang Kuasa terulur ketika yang di sini sudah menggapai.
Melupakan segala yang pernah ada seolah kau sudah pergi dari dunia.
Karma tidak mengerti apa yang kini terjadi padanya. Dia tidak pernah merasa kehilangan semangat hidup seperti sekarang ini.
Karma tersenyum. Tapi, senyumnya adalah omong kosong. Omong kosong yang dibuat orang bodoh hanya untuk menyembunyikan luka dalam hati. Karma terlalu naif jika tidak dapat mengakui perasaannya yang sekarang karena dia laki-laki. Umumnya laki-laki lebih berani.
Rasa rindu ini terus menjerat.
Bagai duri yang menusuk tubuh perlahan sampai tubuh ini kebas.
Bagai rengkuhan erat tanpa ada kesempatan untuk bernapas.
Rasa rindu ini berbahaya.
Karma merogoh ponselnya. Mengecek berpuluh-puluh pesan yang pernah dia kirimkan pada mantan kekasihnya tahun lalu. Terakhir kali adalah saat mengucapkan selamat natal. Itu pun hanya ucapan singkat. Dan, setelahnya Karma memilih menyerah. Menyerah karena tidak bisa menjangkau lagi gadis yang pernah mengisi hidupnya.
Nafas hidup yang dapat berjalan.
Dulu, pernah mengisi relung hati yang kosong.
Berharap dapat bersama selamanya.
Tapi, apalah daya.
Setitik kebohongan merusak segalanya.
Dan, kini nafas hidup sudah sirna.
Hilang bersama air hujan.
Dan, membimbingnya ke selokan.
Ketika Akabane Karma masih sibuk bergelut dengan batinnya, manik mercurynya menangkap sesosok helaian crimson yang senada dengan miliknya. Sebuah sosok yang sering menghantui pikirannya setiap malam. Membuatnya merenung setiap malam, memikirkan dan mempertanyakan. Sebenarnya siapa yang salah dalam hubungan ini.
Karma hendak memanggil. Tapi, lidahnya serasa sudah dipotong. Bibirnya terkatup rapat seolah ada yang sengaja mengunci dua belah benda lunak itu.
Kakinya hendak menghampiri. Tapi, apalah daya ketika otak terus berusaha tidak peduli. Otak terus memerintah mematikan syaraf-syaraf yang ada. Akabane Karma seakan tertawan di tempatnya berdiri, tidak bisa melawan kehendak otaknya. Padahal hati ini sudah menjerit dan menangis.
***
"Na-chan~"
Gadis berambut crimson itu menoleh ke belakang, melihat laki-laki yang berambut senada dengannya. Seringaian terpatri di wajah laki-laki itu. Gadis itu menghela napas.
"Apa maumu, Karma? Aku sedang ada urusan. OSIS membutuhkanku."
Hendak kembali berjalan sambil membawa bertumpuk-tumpuk kertas, tangan gadis itu lebih dulu ditarik oleh Karma.
Akashi Seishina nyaris menjatuhkan semua kertas dalam tangannya kalau tidak mencoba menjaga keseimbangan.
"Ayolah, Na-chan~ Asano-kun, tidak akan keberatan. Mungkin hanya 'sedikit' terlambat." Karma melempar seringaian khasnya. Seishina menatapnya dengan tatapan intimidasi walau ia tahu itu tak berpengaruh apa-apa pada Karma. Ingin sekali, tangan gadis itu menghantamkan tumpukan kertas di tangannya ke kepala crimsonnya.
"Are? Hujan?"
Seishina mengernyit. Ia baru sadar kalau Karma sudah membawanya ke atap dan kini mereka belum bergerak satu senti pun dari pintu.
Karma menoleh ke belakang. Masih mendapati Seishina dengan setumpuk map-map menyebalkan. Karma menghela napas lalu berjalan mendekati gadis itu. Kerutan langsung muncul di dahi Seishina. Dan, matanya membulat tatkala jari-jemari Karma terulur ke arahnya. Seketika otaknya menjadi blank. Putih. System error.
"Heh~ Kenapa wajahmu merah, Na-chan?"
Seishina dihempas ke realita ketika mendapati tangan Karma menggapai tumpukan kertas di tangannya dan menaruhnya di dekat kaki mereka. Seishina merasa bodoh sekarang. Apa yang dia pikirkan? Karma akan menyentuh dadanya? Oh, Seishina benar-benar merasa gadis termesum sekarang.
Karma menarik Seishina ke tengah-tengah hujan. Semua di atas atap basah tanpa terkecuali. Pandangan Seishina seketika menjadi buram karena titik-titik air seakan ingin melesak masuk ke dalam indra pengelihatannya. Karma terkekeh melihat ekspresi yang ditunjukkan Seishina ketika rintik air menghujami wajahnya. Seperti bukan Akashi Seishina saja. Image gadis itu tentu saja langsung menurun drastis jika seperti ini.
Karma menggenggam tangan Seishina erat. Seishina mengernyit lalu menengadah menatap wajah laki-laki itu. Karma tersenyum, memamerkan jejeran gigi putihnya. Kerutan di dahi Seishina makin kentara.
"Na-chan~"
Seishina menjawab panggilan itu dengan deheman. Suara tetesan air hujan yang menghujami atap terdengar jelas di telinganya. Seishina bisa mendengar suara Karma walau samar-samar.
"Na-chan, kita sudah lama jadi teman. Tidak mau menjalin hubungan lebih serius?" Suara Karma agak meninggi, mencoba memecah keriuhan hujan.
Entah kenapa seketika itu juga Seishina berharap gendang telinganya ditusuk dengan linggis. Wajahnya pasti sangat merah sekarang. Dia dapat melihat seringaian Karma walaupun sedang menunduk.
"Bagaimana, Na-chan?" Suara Karma masih terngiang di kepalanya. Seishina ingin sekali berteriak memaki laki-laki itu karena wajahnya sudah pasti memerah seperti lampion.
"B-bisa tidak kau serius!? Bercandamu keterlaluan, Karma!" Tangan Seishina berusaha keras menutupi wajahnya.
Karma tertawa kecil. "Sayangnya, aku serius, Na-chan~" Ekspresi wajah geli Karma membuat wajah Seishina makin merah.
Seishina memukul perut Karma. Karma mengaduh, tapi juga terkekeh.
"Sekali lagi kutanya, Na-chan. Mau tidak, hm~?"
Apa pembuluh darah Seishina mulai pecah? Kenapa wajahnya bisa memerah sekali. Oh, atau karena air hujan? Dia demam?
"Aaaah! Baiklah, baiklah. Aku mau. Berhenti menggodaku!" pekik Seishina sambil mengusap air yang mengalir di wajahnya.
"Mau apa, Na-chan?" Seringaian Karma semakin lebar. Wajah Seishina makin menjadi merahnya. Ah, harusnya dia membawa kaca agar tahu bagaimana merahnya.
"Aku mau menjalani hubungan yang serius denganmu! Puas!?" Seishina menghantamkan kepalan tangannya ke perut Karma lagi. Tawa Karma pun pecah seiring semakin derasnya hujan waktu itu.
---
"Dasar bodoh! Harusnya aku yang sakit karena hujan kemarin."
"Kau tahu, Na-chan. Kau juga sakit, tahu. Aku tahu kelingking kita memang sudah dililit benang merah."
"Jangan tertawa!"
"Haha ... Na-chan, buang dulu ingusmu! Menjijikan sekali."
"Jangan jatuhkan prideku, Karma!"
"Ayolah, ini menarik."
"Diam atau kulempar kau ke luar. Kali ini hujan sedang deras-derasnya."
"Ini rumahku, Na-chan, pft."
"Diamlah!!!"
---
"Na-chan ..."
Manik crimson itu beradu dengan iris mercury laki-laki di hadapannya. Seishina menyesap jus stroberi miliknya lalu kembali mengalihkan atensinya pada Karma, sang kekasih.
Wajah laki-laki itu tampak gelisah. Akashi Seishina tahu. Mata tidak bisa menipu. Karma berkali-kali mengedipkan matanya. Pasti ada yang tidak beres.
"Katakan saja, Karma. Lagipula, Asano tidak akan masalah kalau aku terlambat 'sedikit'," ujar Seishina sembari mengangkat bahu acuh.
Helaan napas langsung terdengar. Kerutan langsung muncul di dahi Seishina.
"Na-chan, aku tidak bisa terus menjalani hubungan ini. Jujur aku bosan dengan hubungan kita."
"..."
Seishina terdiam. Tunggu? Apa? Telinga Seishina tidak salah'kan? Seishina mengerjapkan matanya. Tidak percaya akan apa yang kekasihnya katakan. Ayolah, hubungan mereka bukan seumur jagung lagi. 8 bulan waktu yang lama, bukan?
"Kau mencoba bercanda dan mempermainkanku, Karma?"
Tatapan intimidasi yang sudah lama tak dia gunakan pada laki-laki itu kini secara refleks muncul. Karma menghela napas. Ia membuang muka lalu beranjak dari bangku kantin. Tangan terjejal ke dalam saku dengan gaya khas dan laki-laki itu berlalu dari hadapan empress.
Hari itu, di tengah riuhnya hujan di luar kantin, samar-samar Seishina mendengar bibir itu berucap kata-kata tabu. Kata-kata yang sampai kapanpun tidak bisa lepas dari pikirannya.
"Hubungan kita berakhir. Aku bosan, Akashi-san ... Terima kasih untuk hari yang lalu."
Akashi Seishina ... merasa hatinya telah dijadikan mainan oleh Akabane Karma.
Namun, di lain sisi, Akashi Seishina tidak tahu kalau Akabane Karma termakan ucapannya sendiri.
---
"Na-chan!"
"Kayano? Ada apa?"
"Kau tidak mendengar gosip yang sedang hangat sekarang, Na-chan?"
"Tidak. Memangnya apa, Nakamura?"
"Rio-chan! Jangan membuat--"
"Karma sudah punya kekasih baru. Okuda Manami dari kelas 11 IPA2, dia teman SMP kami."
Apa?
"Rio-chan!"
"..."
"Na-chan, jangan dengarkan Rio-chan. A-a ... um ..."
"Tidak apa-apa, Kayano. Aku mengerti."
"Na-chan! Kenapa kau mengatakan hal itu, Rio-chan!?"
"Ini demi kebaikannya, Kaede-chan. Kau tahu. Na-chan tidak akan bisa melupakan Karma kalau tidak dengan cara ini."
"Tapi, ini kejam."
"Kau pikir aku harus bilang yang sebenarnya kalau Karma meminta putus hubungan karena--"
***
Akashi Seishina menghentikan langkahnya. Ia merasa berat ketika harus meninggalkan Tokyo. Kenangannya ... terlebih ketika hujan ... tidak mudah dilupakan.
Seishina menghela napas. Keretanya sudah hampir tiba. Ia tidak mengerti lagi. Di hari ulang tahunnya, semakin bertambahnya umur, seharusnya Seishina bisa melupakan laki-laki itu. Tapi, harapan hanyalah tinggal harapan. Seishina pasrah. Mau dia mengingat laki-laki itu atau tidak, yang jelas kali ini dia harus pergi.
Dengan langkah setengah diseret, Seishina memasuki stasiun. Ketika sampai di peron--tepat saat dia menunggu kereta, ponselnya bergetar. Seishina menghela napas. Pasti Sei-nii, pikirnya. Tanpa melihat dengan jelas kontak penelepon, Seishina mengangkatnya.
"Halo ..."
Baru saja Seishina ingin melempar ucapan protes untuk kakaknya, tapi yang terdengar bukanlah suara kakaknya. Suara itu adalah ... suara seseorang-yang-pernah-ada. Seketika itu, sinar di mata Seishina meredup. Tangannya bergerak hendak memencet tombol merah. Tapi, sebuah suara menginterupsi kegiatannya.
"Tidak apa-apa kalau kau mau menutupnya. Aku ada di belakangmu."
Bulu leher Seishina menegak. Tubuhnya seakan disengat listrik ketika menoleh dan mendapati pemuda berambut crimson di belakangnya. Pemuda itu hanya tersenyum. Senyum yang mengatakan aku-baik-baik-saja, walau pada kenyataannya Seishina tahu, laki-laki itu berbohong.
"Ada perlu apa, Karma?"
Manik crimson milik Seishina menatap sinis ke arah Karma. Tapi, nada bicaranya terdengar sedikit gemetar. Kenapa?
"Sudah lama sejak kita SMA, ya, Na-chan ..."
Seishina bisa merasakan kalau laki-laki itu mencoba membuatnya mengenang masa lalu. Tidak. Akashi Seishina tidak mau dipermainkan lagi. Seishina sudah cukup merasakan cinta. Cinta itu menyakitkan, seromantis apapun kau pernah menjalaninya.
"Cukup. Aku harus pergi. Kakakku membutuhkanku." Seishina berbalik. Walau rasanya ada yang mengganjal, Seishina tetap berjalan.
"Na-chan."
Seishina berhenti untuk beberapa saat. Seolah ia memberi kesempatan untuk laki-laki itu bicara.
"Maaf untuk semuanya. Maaf untuk kebohongan Nakamura dan Kayano di hari itu--"
Bagaimana dia bisa tahu tentang ...
"Aku memintamu putus bukan karena kekasih baru ..."
Lalu apa?
"... Aku harus menjalani studi lanjut ke Amerika kala itu. Jadi, aku buat saja kau membenciku. Aku tahu aku bodoh. Maaf--"
"Kenapa kau jadi dramatis begini?" Seishina berbalik. Dia berjalan ke arah laki-laki itu. Jemarinya terulur untuk menyentil dahi laki-laki yang tingginya jauh beda dengannya itu.
"Huh?" Karma mengernyit.
"Dasar bodoh. Otakmu tidak berkembang, ya, selama aku pergi?" Seishina tertawa kecil. Kerutan di dahi Karma semakin kentara.
"Aku tidak masalah kau sudah mau jujur. Aku terima permintaan maafmu, Karma. Dan, maaf tidak pernah membalas pesanmu. Aku terlalu kekanak-kanakan."
Seishina melayangkan tinjuan kecil pada perut Karma. Karma mengaduh, tapi entah kenapa pukulan inilah yang ia rindukan. Karma tertawa kecil diiringi Seishina.
Suasana peron yang ramai dan rintik-rintik air hujan yang menghujami bumi, tak lantas membuat dua insan itu saling melepas rindu. Berpelukan. Menghirup aroma parfum masing-masing. Saling menghangatkan dalam satu ikatan.
Karma merenggangkan pelukannya. Pemuda itu tersenyum sambil menggenggam erat tangan Seishina.
"Nah, Na-chan ... Now ..."
Karma menggantungkan kata-katanya.
Seishina menyimaknya baik-baik.
"Can we start from the beginning?"
Seishina belum pernah merasakan kesenangan seperti ini lagi semenjak Karma memutuskan hubungannya. Seishina tersenyum. Dia sedikit berjinjit. Bibirnya mengecup kening laki-laki itu.
"Mungkin setelah aku kembali dari Kyoto kita bisa memulainya."
Seishina berlari ke arah kereta yang akan membawanya ke Kyoto. Gadis itu melambai kecil dengan rona merah di wajahnya. Karma sedikit terkejut dengan apa yang barusan terjadi. Tapi, dia buru-buru balas melambai. Senyum terpatri di wajahnya. Kali ini bukan senyum yang sama sepertj yang lalu ... ketika Seishina tidak bisa ia gapai.
"Matta ne!"
Pintu gerbong tertutup seiring dengan putaran roda kereta yang bergerak meninggalkan stasiun. Karma tertawa kecil. Dia akhirnya bisa merasakan bagaimana rasanya kembali mendapatkan barang berharga.
Kenangan itu memang terbuang.
Hanyut bersama air hujan menuju selokan.
Tapi, ada seseorang.
Yang rela mengorek isi selokan demi sebuah kenangan.
Dan, orang itu adalah kau.
-Zu Ende-
Note: EMAK!!! KUBUAT APAH INIEH!!!!??? XD
Mak, maafkeun anakmoeh. Ane telat ngasih ini. Di tengah krisis kuota, Mak ;;-;; Bewete Hebede, Mak! Ini req sekaligus hadiah ultah dari anakmoeh~ :v
Sekian,
Akabane_Yu
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top