Chapter 63 - Perang: Pemanah Berkuda
Beberapa hari setelah kedatangan pasukan Kraalovna di Kota Ancarol, kedua belah pihak saling mengirimkan sejumlah mata-mata untuk menilai situasi di pihak lawan. Mereka berusaha untuk berhati-hati sebisa mungkin karena perang itu akan menjadi perang besar kedua di daratan tersebut setelah perang besar yang dimulai oleh Tarkh. Bagaimanapun, seluruh pihak telah habis-habisan mengerahkan prajurit mereka. Tidak ada jalan untuk kembali. Pihak mana pun yang kalah, merekalah yang binasa.
Kedua belah pihak telah bersiap dengan puluhan ribu pasukan. Mereka juga memiliki basis militer masing-masing dengan suplai perang yang berlimpah.
Pihak Tzaren yang dipimpin oleh Putri Kleih menduduki Benteng Selatan Bielinca sebagai basis Tzaren pada perang besar kali itu.
Sementara prajurit gabungan dari beberapa kerajaan yang dipimpin oleh Ratu Ruby memiliki basis di Kota Ancarol, sebuah kota militer dengan pertahanan kuat yang terletak di sebelah barat laut dari benteng selatan dan berjarak sekitar delapan jam perjalanan berkuda ke Benteng Selatan Bielinca. Para prajurit dari kerajaan-kerajaan yang bergabung dengan sang ratu kemudian disebut pasukan Ratu Ruby.
"Mata-mata melaporkan jika pasukan Kraalovna bergabung dengan pasukan Ratu Ruby yang lain, Yang Mulia."
Putri Kleih menerima laporan dari bawahannya tanpa terlihat gentar. Ia menatap ke arah Kota Ancarol dari menara tertinggi benteng selatan dengan mata penuh tekad. Meski Tzaren saat itu kalah jumlah, ia tidak akan menyerah begitu saja. Putri Kleih paham, jika ingin menang dari pasukan berjumlah besar, maka ia harus mengatur strategi sebaik mungkin dan tidak sembarangan menurunkan prajuritnya.
"Bagaimana dengan pergerakan musuh?" tanya Putri Kleih.
"Pasukan infanteri Ezze dilaporkan sedang bergerak keluar dari sisi timur Kota Ancarol," jawab bawahan Putri Kleih sambil memberikan secarik kertas dari mata-mata terkait jumlah musuh.
Putri Kleih membalikkan badan. Ia memberikan arahan pada bawahannya dengan suara dingin.
"Panggil Mayor Jenderal Berkha!"
***
Meski Kota Ancarol memiliki beberapa sumur di kota, tapi sumber air yang utama masih berasal dari sungai. Dengan bertambahnya pasukan, maka kebutuhan air pun meningkat.
Akan tetapi, sungai justru mengering akibat blokade Tzaren di hulu sungai. Karenanya, pihak Ruby menurunkan pasukan lebih dulu setelah mengetahui lokasi blokade dari para mata-mata.
Ruby menyuruh Mayor Jenderal dari Ezze, yang berambisi menjadi jenderal, untuk memimpin prajurit pertama dengan tugas membongkar blokade pada hulu sungai. Menurut Ruby, mengutus Mayor Jenderal Ezze merupakan langkah yang tepat ketika dirinya ingin menguji kemampuan pasukan Tzaren di bawah komando Putri Kleih.
Apabila si mayor jenderal menang, moral prajurit Ratu Ruby akan semakin meningkat. Namun, apabila kalah, maka Ruby dapat menyingkirkan orang-orang yang tidak mematuhinya. Ia dengan senang hati mengorbankan bangsa Ezze yang selalu menganggapnya remeh hanya karena ia seorang wanita. Ruby sendiri mulai muak memakai topeng 'boneka-Raja-Oukha'.
Beberapa kerajaan kuat memiliki kelebihan di salah satu jenis pasukan. Contohnya adalah Kerajaan Tzaren yang terkenal dengan prajurit berkudanya yang beringas, Kerajaan Kraalovna terkenal akan kesatria kavaleri berzirah tebalnya yang mampu mendobrak berbagai macam barisan pertahanan musuh, hingga pasukan khusus tentara bayaran Aritoria yang misterius.
Sementara itu, Kerajaan Ezze terkenal akan infanteri berzirah tebalnya yang sering diunggulkan dalam pertahanan.
Mungkin dengan pertimbangan itulah, si mayor jenderal menggerakkan infanteri berat Ezze. Ia lebih mengenal tentang prajurit yang sebangsa dengannya dan merasa yakin akan kemampuan prajuritnya dalam menghadapi Tzaren. Bagaimanapun, ia harus menyelesaikan misi tersebut agar dapat dipromosikan menjadi jenderal.
Mayor Jenderal Ezze memutuskan untuk menyertakan sekitar 3.700 infanteri dan sekitar 200 kavaleri yang semuanya adalah prajurit Ezze. Tidak banyak prajurit yang diturunkan karena menurut mata-mata, diperkirakan hanya ada 600 prajurit berkuda yang menjaga daerah hulu sungai.
Sebanyak 3.700 infanteri tersebut bergerak dalam lima formasi kotak, di mana tiap formasi kotak terdiri dari sekitar 740 prajurit dengan beberapa kapten mengarahkan komando dari tengah formasi.
Terdapat dua formasi infanteri berjalan di barisan depan dan dua di barisan belakang rombongan. Satu formasi persegi yang berada di tengah merupakan formasi di mana Mayor Jenderal Ezze sebagai pimpinan tertinggi berada, dengan diapit masing-masing seratus prajurit berkuda di kanan dan kiri formasi perseginya.
Para pasukan Ezze tersebut melewati jalur padang rumput yang luas. Setelah beberapa jam berjalan, mereka telah mencapai 2/3 jarak ke lokasi tujuan. Pada saat itu, mereka mendapatkan konfrontasi pertama dari pasukan lawan.
Derap langkah dan ringkik kuda terdengar di kejauhan. Debu-debu beterbangan menandakan ada sejumlah kuda mendekati iring-iringan prajurit Ezze.
Para kapten berseru lalu pasukan-pasukan Ezze pun bergerak sesuai arahan untuk berganti formasi. Mereka melebarkan formasi dari lima formasi kotak padat menjadi satu formasi persegi panjang berongga yang bagian tengahnya kosong dan hanya diisi oleh pasukan kavaleri, kapten-kapten pemberi komando, hingga sang mayor jenderal. Dengan formasi tersebut, mereka bisa bertahan sekaligus menyerang. Formasi yang mereka gunakan memberikan ruang gerak bagi prajurit untuk melancarkan serangan, melindungi unit kavaleri, berganti lapisan prajurit, atau membawa rekan mereka yang terluka ke dalam formasi.
Dua lapis sisi luar formasi persegi Ezze merupakan prajurit infanteri berat dan beberapa lapis bagian dalam merupakan prajurit infanteri biasa. Sebagai infanteri berat, para prajurit tersebut dilengkapi dengan zirah tebal juga perisai tinggi. Perisai-perisai saling bersentuhan di sisi kanan dan kiri sehingga tidak meninggalkan celah.
Tidak berapa lama, mulai terlihat panji-panji perang Tzaren. Para prajurit Tzaren muncul dari arah hulu sungai yang diblokade lalu bergerak memutari formasi tentara Ezze untuk mengelilingi musuh mereka tersebut. Mereka semua adalah kavaleri ringan yang memiliki mobilitas tinggi.
Komandan perang Tzaren kali itu adalah seorang berpangkat mayor jenderal yang bernama Berkha. Ia mengamati jalannya peperangan dari ujung terjauh yang bisa dijangkau prajurit musuh. Ia diapit oleh sebaris kavaleri berat, kavaleri dengan zirah yang menutupi tubuh hingga ke kuda-kuda mereka.
Begitu mengetahui komposisi prajurit musuh, Mayor Jenderal Ezze lantas menjadi percaya diri. Ia yakin kavaleri-kavaleri ringan musuhnya itu tidak mampu menembus pertahanan mereka. Sementara kavaleri berat Tzaren tidaklah banyak yang terlihat.
Sayangnya, dalam sekejap keyakinan Mayor Jenderal Ezze terpatahkan. Apa yang ia kira kavaleri ringan, ternyata merupakan pemanah berkuda.
Pemanah-pemanah berkuda Tzaren melepaskan ratusan panah yang menghunjam formasi prajurit Ezze.
Pasukan Ezze tidak tinggal diam, lapisan dalam formasi mereka mengganti senjata dengan panah. Para pemanah Ezze lantas memanah balik pasukan berkuda Tzaren.
Akan tetapi, pemanah berkuda Tzaren segera mundur untuk menghindari panah-panah Ezze, lalu kembali mendekat untuk melesakkan panah. Mereka bermanuver maju-mundur dengan lincah sehingga dapat memanah sambil kabur dari panah. Itu adalah gerakan sulit yang butuh disiplin dan kekompakan tinggi agar kuda-kuda perang dalam unit yang sama tidak bertabrakan.
"Tahan formasi!" teriak Mayor Jenderal Ezze yang dilanjutkan oleh kapten-kapten bawahannya. "Mereka akan kehabisan panah! Bertahan!"
Para prajurit Ezze berpegang pada kata-kata sang mayor jenderal. Mereka bertahan di bawah hujan ribuan anak panah. Anak panah itu bukanlah anak panah yang biasa digunakan untuk berburu, melainkan anak panah dengan besi khusus di ujungnya yang mampu sedikit menembus perisai-perisai Ezze jika dilesakkan dari jarak tertentu. Meski dilindungi perisai, dipanah oleh panah tersebut berkali-kali selama berjam-jam dapat menciutkan nyali prajurit. Tidak jarang panah-panah terbang melewati atas perisai dan menumbangkan kawan mereka. Ada pula prajurit pemegang perisai yang kelelahan memegang perisai berat selama berjam-jam sehingga posisi perisai bergeser, memberikan celah untuk anak-anak panah musuh melukai prajurit Ezze di balik perisai.
Ketika hari menjelang sore, serangan berkurang drastis lalu pemanah berkuda Tzaren tidak lagi melepaskan anak panah dan mulai mundur ke berbagai arah, menjauh dari formasi prajurit Ezze.
Melihat kesempatan saat pasukan Tzaren mundur, Mayor Jenderal Ezze memerintahkan pasukan kavalerinya untuk mengejar musuh ke timur dengan keyakinan bahwa panah musuh sudah habis. Ia melihat jika ada lebih sedikit pemanah berkuda Tzaren yang mundur ke sana dibanding ke arah lain. Ia yakin kuda-kuda Tzaren yang kelelahan dapat disusul oleh kuda Ezze yang sedari awal hanya berdiam di tengah formasi sepanjang penyerangan.
Sisi timur formasi pun di buka, memberikan jalan bagi 200 kavaleri Ezze. Kemudian, para prajurit itu memacu kuda mereka secepat mungkin agar dapat menyusul prajurit musuh.
Terdapat jalan menanjak di arah timur yang berupa perbukitan landai, sehingga Mayor Jenderal Ezze tidak bisa melihat dengan jelas kondisi prajurit yang sudah melewati jalan tersebut. Hanya terlihat kepulan debu sisa sepakan kuda-kuda perang. Terdengar pula keributan dari arah sana.
Begitu matahari telah sepenuhnya kembali ke peraduan, suasana menjadi sunyi di sekitar formasi prajurit Ezze. Mayor Jenderal Ezze pun menjadi gelisah menanti pasukannya kembali.
Penantian sang mayor jenderal terjawab. Terdengar derap langkah kuda dari arah timur. Ketika yang mendekat adalah pasukan berjubah merah Ezze, pasukan infanteri membuka formasi agar rekan mereka bisa lewat.
Akan tetapi, bukan raut kemenangan yang terukir di wajah pasukan kavaleri Ezze. Air muka mereka terlihat jelas sedang menderita. Di bawah sinar bulan yang temaram, tampak darah menodai sudut-sudut tubuh mereka disertai luka menganga. Pasukan yang kembali pun hanya beberapa saja.
Seorang kapten yang memimpin pasukan kavaleri Ezze lantas menghadap mayor jenderalnya. Ia berlutut dan menunduk dalam.
"Apa yang terjadi?" tanya Mayor Jenderal Ezze.
"Kami masuk ke dalam perangkap Tzaren. Pasukan yang kami kejar ternyata menarik kami menuju kepungan pasukan Tzaren yang lain. Kami dihujani anak panah. Ketika kami mencoba menyelamatkan diri, pasukan kavaleri berat Tzaren mengadang dari belakang dan menebas sebagian besar dari prajurit yang kabur. Hanya tersisa 15 dari kami yang selamat."
Mayor Jenderal Ezze terdiam. Babak dalam perang kali itu telah menampar wajahnya. Ia menatap sekelilingnya dan mendapati moral prajuritnya turun drastis. Kelelahan menghiasi setiap wajah di sana.
"Beristirahatlah," balas Mayor Jenderal dengan nada getir. Ia lantas memerintahkan pasukannya yang lain untuk beristirahat pula sambil tetap mempertahankan formasi dan menegakkan perisai-perisai.
***
Tzaren kembali menyerang ketika matahari menyingsing. Mereka datang dari arah timur, membuat para prajurit Ezze tidak bisa menatap langsung ke arah mereka karena cahaya matahari yang menyilaukan mata.
Mayor Jenderal Ezze meneriakkan para pemanah untuk melepaskan serangan dan memerintahkan barisan di belakang pemegang perisai untuk menghunuskan tombak di celah-celah perisai, agar musuh yang menerjang dengan tujuan mendorong formasi mereka dapat terluka oleh tombak.
Hantaman gelombang kavaleri berat Tzaren yang berlari kencang dari bukit memberikan dorongan pada bagian tengah formasi. Beberapa di antara pemegang perisai dan tombak Ezze terjatuh, menciptakan celah. Gelombang kavaleri berat Tzaren selanjutnya yang berada tepat di belakang gelombang pertama makin mendobrak barikade prajurit Ezze, menjatuhkan dan menginjak prajurit yang berada di jalur mereka.
Sebuah jalur di bagian tengah formasi terbuka, kavaleri berat Tzaren masuk ke dalam formasi Ezze dan menyerang orang-orang di balik formasi. Satu kavaleri berat itu tidaklah mudah untuk ditumbangkan. Zirah yang menutup di segala sisi ditambah kemampuan kelas atas tiap pasukan kavaleri berat Tzaren membuat mereka mampu menghabisi banyak infanteri biasa yang berada di dalam formasi.
"Tutup formasi kembali!" teriak Mayor Jenderal Ezze. Namun, prajurit lain sedang sibuk menghalau hujan panah dari pemanah berkuda Tzaren yang mengepung mereka di segala sisi.
Sebagian dari pasukan pemanah berkuda Tzaren bahkan masuk ke dalam barikade formasi Ezze, memanah siapa pun yang masuk ke dalam penglihatan mereka. Keadaan semakin runyam ketika ada tambahan satu unit kavaleri berat Tzaren di celah formasi, mencegah formasi defensif Ezze kembali menutup.
Semakin banyak korban yang berjatuhan dari pihak Ezze. Mereka dibantai oleh panah, tombak, juga pedang kavaleri Tzaren. Satu persatu pemegang perisai berguguran, menciptakan celah di mana-mana.
Melihat kondisi mereka yang terdesak, Mayor Jenderal Ezze memerintahkan untuk mundur. Pasukannya berlari tunggang-langgang. Ketakutan membuat kacau formasi mundur Ezze.
Pasukan kavaleri Ezze yang mengalami dua kali pembantaian dalam semalam pun memacu kuda mereka lebih kencang, meninggalkan infanteri Ezze di belakang. Mereka mencari selamat dengan mengorbankan prajurit infanteri yang lambat, tidak terkecuali sang mayor jenderal.
"Bawa kepala komandan mereka!" perintah Mayor Jenderal Tzaren. Meski memasang wajah dingin, ia tersenyum dalam hati. Kemenangan yang dekat berarti hadiah semakin dekat pula.
Sekelompok kecil pemanah berkuda Tzaren memacu cepat kuda mereka. Jenis kuda lincah pemanah berkuda jauh lebih cepat dari kuda besar dengan beban zirah milik Mayor Jenderal Ezze. Setelah menjatuhkan beberapa prajurit pelindung mayor jenderal, mereka serentak menusuk mayor jenderal musuh dengan beberapa tombak. Meski tidak memberikan luka fatal karena zirah yang tebal, tapi serangan banyak tombak berhasil menjatuhkan si mayor jenderal dari kuda perang.
Mayor Jenderal Ezze terguling ke tanah dan dengan cepat dikelilingi pasukan kavaleri musuh.
Satu prajurit kavaleri Tzaren turun dari kuda. Terjadi perkelahian tidak imbang antara dirinya dan Mayor Jenderal Ezze. Mayor jenderal yang fisik juga mentalnya terluka pun dapat dikalahkan dengan mudah.
Helm besi Mayor Jenderal Ezze dilepas. Rambut pirangnya dijambak hingga kepalanya mendongak.
Air mata mayor jenderal tersebut turun membasahi pipinya ketika kematian semakin dekat dengan dirinya. Pemandangan terakhir yang ia lihat adalah prajurit-prajuritnya yang meregang nyawa tepat di depan matanya.
Sedetik kemudian pedang seorang prajurit Tzaren menebas kepala Mayor Jenderal Ezze hingga menggelinding ke tanah. Ia lalu mengangkat tinggi-tinggi kepala yang terjatuh itu.
Satu tiupan panjang trompet perang Tzaren berbunyi, tanda kemenangan telah mereka raih.
Gegap gempita seruan para prajurit Tzaren bergema di lokasi perang. Sekitar 800 prajurit mereka bisa membantai hampir 4.000 prajurit musuh, sebuah prestasi yang bisa mereka banggakan pada siapa saja.
Hal itu juga menambah rasa percaya diri yang dibutuhkan pihak Tzaren pada perang besar tersebut. Mereka yakin jika mereka bisa melawan pasukan musuh yang berjumlah dua kali lipat.
***
Prajurit kavaleri Ezze yang berhasil lolos dari maut dan kembali ke Kota Ancarol bisa dihitung dengan jari. Mereka memasuki kota dengan kepala menunduk, malu akan kekalahan yang terlihat jelas dari penampilan mereka.
Prajurit-prajurit kavaleri itu menghadap ratu mereka di kastil kota.
Wajah datar dengan sepasang mata tajam Ruby yang duduk di kursi khusus raja ditambah tatapan para petinggi militer dari kerajaan aliansi yang berdiri di kanan-kiri sang ratu membuat ciut nyali prajurit kavaleri Ezze tersebut. Mereka berlutut menyampaikan berita kekalahan dengan suara lemas.
"Sayang sekali kita kalah," cetus Ruby.
Beberapa prajurit kavaleri Ezze yang mendengar komentar sang ratu lantas saling melirik satu sama lain.
"Hanya itu respons ratu? Senaif itukah ratu hingga menganggap kekalahan ini bukan apa-apa? Tiga ribu sembilan ratus prajurit kalah melawan lebih dari enam ratus prajurit bukanlah pertanda baik," batin seorang prajurit kavaleri yang sedang berlutut.
"Aku dengar Mayor Jenderal Tzaren yang turun kali ini adalah anak perempuan Jenderal Kiri Tzaren. Bagaimana mungkin kalian kalah dari seorang wanita?"
Pertanyaan sang ratu telah menampar harga diri pasukan Tzaren, membuat kepala mereka menunduk makin dalam.
Ruby bangkit dari kursinya. Ia menoleh pada Eris.
"Karena Ezze tidak lagi memiliki mayor jenderal, maka seluruh komando pasukan Ezze akan berada di bawah Jenderal Eris dari Kraalovna," lanjut Ruby.
"Akan saya laksanakan, Yang Mulia Ratu Ruby," balas Eris sambil sedikit menunduk. Sudut matanya menangkap senyum tipis sang ratu.
Mau tidak mau pasukan kavaleri Ezze yang ada di sana menyebarkan hasil keputusan tersebut ke rekan-rekan prajurit mereka meski titah resmi tetap akan disampaikan oleh utusan ratu pada para prajurit Ezze. Para prajurit Ezze sudah tahu jika mereka kalah pada perang kali itu, komando mereka ada di tangan pemimpin dari Kraalovna.
Ruby lantas berlalu pergi dari aula pertemuan itu bersama Thony. Langkahnya terasa ringan dan ia bersenandung pelan.
Bagaimana rasanya diinjak wanita setelah kalian menginjak-injak wanita?
***
Mayor Jenderal Tzaren kembali ke benteng selatan Bielinca dengan memegang tombak yang di ujungnya tertancap kepala Mayor Jenderal Ezze. Sorak-sorai rekan militernya sudah terdengar mulai dari perkemahan prajurit, dinding pertahanan, hingga ke area dalam benteng. Ia dan iring-iringan prajuritnya berhenti di depan pintu utama benteng, terdapat Putri Kleih dan Jenderal Kiri di sana yang menyambut mereka.
Sang mayor jenderal berlutut di hadapan Putri Kleih sambil menyodorkan tombak di tangannya.
"Saya membawakan Anda kemenangan, Yang Mulia."
Putri Kleih tersenyum sambil menerima tombak cendera mata dari mayor jenderalnya.
"Mayor Jenderal Berkha, kau menunjukkan kepiawaian dalam menghadapi musuh yang berkali-kali lipat dari jumlahmu. Strategimu menunjukkan kapasitasmu. Dan kau pun sudah lama mengabdi sebagai prajurit Tzaren. Karena aku mendapatkan mandat dari istana yang membuatku dapat mengatur susunan di kemiliteran Tzaren, maka aku, Putri Kleih, menunjukmu sebagai Jenderal Kanan yang baru."
Ucapan Putri Kleih disambut sorak-sorai para prajurit Tzaren di sekitar sana. Sorakan paling keras berasal dari prajurit yang telah merasakan langsung kecakapan sang mayor jenderal pada perang yang baru saja terjadi.
Jenderal Kanan Tzaren yang baru saja mendapat kenaikan jabatan itu tersenyum lebar.
"Terima kasih atas perhatian dan kepercayaan Anda, Yang Mulia."
***
>>Komposisi perang terkini<<
*Note:
-Belligerents: Pihak-pihak (utamanya kerajaan/negara) yang terlibat dalam perang
-Cavalries: pasukan berkuda
-Infantries: infantri/pasukan jalan kaki
-Special Squads: pasukan khusus (pasukan dengan misi khusus dan kemampuan tiap anggotanya di atas rata-rata)
***
>>Fun Fact<<
Formasi Kotak Berongga (eng: Infantry Square Formation/Hollow Square Formation) adalah salah satu formasi pasukan infanteri yang terdiri dari beberapa lapis pasukan yang saling berdekatan membentuk formasi persegi atau persegi panjang dengan pasukan yang menghadap ke arah luar dan memiliki ruang kosong di tengahnya. Biasanya digunakan untuk menghadapi serbuan pasukan kavaleri agar pasukan kavaleri yang lincah tidak dapat bermanuver ke bagian belakang atau samping prajurit infanteri yang tidak terlindungi. Pemberi komando akan berada di ruang kosong yang berada di tengah-tengah pasukan.
Ruang kosong yang ada di tengah formasi juga dapat digunakan sebagai tempat berlindung dari serangan jarak jauh bagi pasukan kavaleri mereka.
Dengan dihapuskannya pasukan kavaleri, formasi ini tidak lagi dipakai di zaman modern.
Formasi ini pernah digunakan oleh Romawi pada perang di Carrhae (Battle of Carrhae, 53 SM) antara Romawi dan Kekaisaran Parthia dengan perbandingan pasukan sekitar 4:1 yang berakhir dengan kekalahan Romawi. Adapun contoh penggunaan sukses formasi ini tercatat pada perang antara Perancis di bawah kepemimpinan Napoleon melawan pasukan Inggris-Belanda-Jerman yang dipimpin Jenderal Wellington di dekat Kota Waterloo (Battle of Waterloo, 1815). Jenderal Wellington memakai formasi ini dan menang.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top