Chapter 61 - Perang: Racun
Ketika teriakan dan jerit kesakitan dimulai, Sirgh bersama para petinggi militernya bergegas keluar dari balai kota tempat mereka tinggal sementara sembari makan malam bersama.
Kondisi di luar sungguh mengerikan. Dalam keremangan malam yang disinari api unggun, dapat terlihat prajurit-prajurit yang berada di depan balai kota menggelepar di tanah dan ada yang berdiri sambil mencengkeram leher mereka. Mulut mereka berbusa, mata mereka berputar ke atas hingga terlihat putih sepenuhnya, dan kulit mereka membiru dengan urat nadi yang menonjol.
Seorang prajurit merangkak ke arah balai kota, tangannya yang bergetar mengarah pada Sirgh.
"Ya ... Yang Mulia ... to-long ...."
Dengan segera seorang tabib pribadi Sirgh yang ikut makan bersama petinggi militer bergegas mendatangi prajurit itu. Ia memeriksa dengan saksama kondisi si prajurit dan segera menemukan penyebabnya.
"Ini tanda keracunan, Yang Mulia. Ini racun Ezze tanpa rasa yang terbuat dari ekstrak rumput ungu yang bisa ditemukan di gurun-gurun Ezze. Butuh kira-kira setengah sampai satu jam untuk bereaksi," ucap tabib pribadi Sirgh sambil menoleh ke arah rajanya.
"Apa?! Kapan mereka ..... Makanan itu!" Sirgh dapat menebak penyebabnya dengan cepat. Ia segera menyuruh beberapa orang untuk menangkap para pembawa bahan makanan dari utara.
"Apakah kau bisa membuat penawarnya?" Sirgh kembali bertanya.
"Saya memiliki penawar racun ini dan saya rasa tabib militer lain juga memilikinya tapi tentu tidak banyak. Dengan bahan yang sempat saya lihat di sekitar kota, saya bisa membuat penghambat yang bisa dipakai untuk sedikit melawan racunnya. Tapi saya tidak yakin efeknya akan besar dan tidak mungkin cukup untuk 26.000 prajurit," jawab si tabib.
"Tidak masalah! Lakukan apa pun yang bisa dilakukan! Berikan penawar racun itu pada kesatria-kesatria elite Tzaren! Dan penghambat racun apa pun yang kau buat, berikan pada para prajurit Tzaren terlebih dahulu!" perintah Sirgh.
"Yang Mulia! Bagaimana dengan kesatria elite Kraalovna? Mereka bawahan saya yang berbakat!" seru Jenderal Ezze yang merupakan seorang keturunan Kraalovna.
Sirgh mengeluarkan pedangnya dengan cepat lalu menebas kepala si jenderal dan beberapa bawahan jenderal di sana yang masih seorang bangsa Kraalovna. Berakhirlah para pengkhianat yang dulu menjual kerajaannya pada musuh itu.
"Orang tua berisik! Kau sudah tidak ada gunanya lagi!" maki Sirgh. Ia menoleh pada beberapa anak buahnya yang lain. "Bantu dan kumpulkan bahan yang dibutuhkan tabib! Kita harus menyelamatkan sebanyak mungkin saudara kita!"
Orang-orang yang dimaksud pun mendatangi tabib dan bersama-sama pergi keluar.
"Sial! Mengapa aku seteledor ini!" Sirgh lanjut mengumpat. "Tapi mengapa makanan yang disuguhkan pada kita tidak diracuni?"
"Sepertinya karena mereka tahu para petinggi menggunakan peralatan makan dan minum dari perak. Racun tidak akan sempat menyebar ke seluruh prajurit jika kita mendapati reaksi racun terlebih dahulu," jawab asisten raja.
Tampaknya Sirgh lupa bahwa perak dapat bereaksi menjadi hitam ketika kontak dengan racun. Ia berteriak murka mendengar hal itu. Namun, ia segera bergerak diikuti para petinggi militer lain. Mereka lalu berkeliling untuk memberi bantuan sebisa mungkin.
***
Ketika matahari semakin tinggi, tampaklah jelas kekacauan yang terjadi semalam.
Para prajurit yang tergolong kesatria elite membaik dengan cepat setelah diberi obat penawar khusus untuk racun tersebut. Hanya ada sekitar 200 prajurit elite yang beruntung mendapatkannya. Mereka membantu memberikan ramuan penghambat racun pada prajurit Tzaren lainnya.
Tabib-tabib militer juga mendapatkan obat penawar agar dapat membantu tabib pribadi Sirgh dalam membuat ramuan penghambat racun untuk disebar ke para prajurit Tzaren sebelum kondisi prajurit yang keracunan semakin parah.
Di kota mati saat itu, tidak ada orang sehat yang berpangku tangan. Bahkan sang raja pun turut membantu.
Kondisi para prajurit yang hanya mendapat ramuan penghambat racun tidak membaik dengan cepat. Gejala keracunan menghilang, tapi tubuh mereka lemas tak berdaya. Sebagian dari mereka mengalami efek samping dari penghambat racun yang dibuat ala kadarnya seperti diare parah atau muntah-muntah.
Sirgh berjalan di antara para prajurit yang sedang dirawat. Asisten raja dan seorang mayor jenderal mengekor di belakangnya.
"Apakah kau sudah mendapatkan datanya?" tanya Sirgh. Suaranya terdengar risau.
Asisten raja bergegas membuka buku kecil di tangannya yang selalu ia bawa ke mana-mana.
"Dari 13.800 prajurit Tzaren di luar prajurit elite, kita berhasil menyelamatkan sekitar 8.000 prajurit. Dari 8.000 prajurit yang selamat, sekitar 5.000 prajurit masih dalam kondisi mengkhawatirkan meski sudah melewati krisis. Lalu 3.000 prajurit lain hanya mengalami gejala ringan karena baru mengonsumsi sedikit makanan tadi malam dan ada yang tidak terkena racun karena masih bertugas."
Sirgh berhenti melangkah, mengagetkan dua orang yang berjalan di belakangnya. Ia mendesah dalam. "Siapkan kuburan massal untuk prajurit yang gugur," ucapnya dengan lirih.
"Baik, Yang Mulia."
Sirgh kemudian menoleh ke arah asisten raja. "Apakah ada prajurit Kraalovna yang selamat?"
Sang raja bertanya karena hanya orang-orang yang memiliki rambut merah saja yang mendapatkan pertolongan.
Asisten raja tampak ragu untuk menjawab. Namun, ia tetap menyampaikan temuannya. Dirinya segera membalik halaman selanjutnya dari buku kecilnya.
"Em .... Sesuai perintah Yang Mulia, kami tidak memberikan pertolongan pada prajurit Kraalovna. Kami menemukan sekitar 9.000 mayat prajurit Kraalovna."
Sirgh mengernyit. "Tunggu .... Apa maksudmu dengan 9.000 mayat? Ke mana sisa 3.000 prajurit Kraalovna?"
"Beberapa prajurit yang selamat mengatakan jika mereka melihat rombongan prajurit Kraalovna pergi bersama para pembawa bahan makanan saat terjadi keracunan massal tadi malam. Mereka memanfaatkan kekacauan dan menghabisi penjaga gerbang untuk kabur."
Sirgh terperangah. "Apa ...."
***
Di wilayah utara Ezze, dekat kota mati yang didatangi Sirgh, terdapat lubang besar yang baru digali dan telah dipenuhi banyak tubuh prajurit yang siap dikubur. Para prajurit dideretkan begitu saja dengan apa pun yang melekat di tubuh mereka.
Seluruh prajurit, baik prajurit Tzaren maupun Kraalovna, dimakamkan bersama karena mereka tidak ingin mayat yang dibiarkan membusuk tersebut akan menyebarkan penyakit. Mereka juga khawatir apabila membakar mayat, maka akan menyebarkan sisa racun ke udara. Karenanya, pihak Tzaren tetap memakamkan prajurit bangsa Kraalovna dengan setengah hati. Meski pada akhirnya mayat prajurit Tzaren ditata dengan rapi sementara mayat prajurit Kraalovna ditumpuk begitu saja.
Tidak ada prosesi pemakaman yang cukup layak untuk mengiringi kepergian prajurit yang gugur dalam semalam itu. Pemakaman tersebut hanya berhias tangis dan kesedihan dari kawan-kawan mereka yang masih hidup. Bahkan tidak ada pendeta untuk mendoakan para prajurit Tzaren karena mereka sendiri sudah mulai membuang pendeta berikut keimanan mereka semenjak mereka menghabisi Naz juga membantai orang-orang di Kota Suci Verhalla.
Orang-orang Tzaren itu ... tidak tahu harus berdoa apa dan kepada Tuhan yang mana lagi.
Selepas seluruh mayat terkubur keesokan harinya, pagi-pagi sekali Sirgh sudah mengadakan rapat bersama para petinggi militer Tzaren. Ia memulai rapat dengan ungkapan dukanya untuk para prajurit Tzaren yang gugur.
"Kita akan kembali ke Tzaren dan bergabung dengan pasukan Putri Kleih. Kita tidak bisa melanjutkan untuk menyerang ibu kota Ezze tanpa perbekalan seperti ini. Sudah tiga pemberi pesan pergi ke kota selatan Kraalovna, tapi tidak satu pun yang kembali hingga saat ini. Kita dapat asumsikan jika kota selatan sudah jatuh ke tangan prajurit Kraalovna yang kabur," ucap Sirgh. Nada suaranya terdengar putus asa.
"Apakah Putri Kleih sudah diberi kabar? Bagaimana tanggapan sang putri?" tanya seorang petinggi militer.
"Dia belum tahu tentang kondisi kita saat ini," jawab Sirgh. "Surat terakhirku memberi kabar tentang kaburnya prajurit Kraalovna dan perginya kita ke selatan. Surat balasan yang kuterima kemudian menjelaskan jika Putri Kleih akan menyerang armada kapal Ezze sehingga pangkalan militer Tzaren di Selat Khazan akan lebih aktif. Putri juga memberi tahu satu titik tertentu di sisi timur wilayah Ezze yang berbatasan dengan Selat Khazan yang bisa digunakan untuk menunggu bala bantuan jika kita terdesak. Pangkalan militer Tzaren di Selat Khazan akan rutin mengirimkan kapal kecil ke titik itu setiap lima hari sekali. Aku harap kita sampai di sana pada waktu yang tepat."
Perkataan Sirgh memercik sedikit harapan pada para peserta rapat. Di benak mereka saat itu, mereka sangat ingin menyeberangi Selat Khazan untuk kembali ke Kerajaan Tzaren. Perasaan kalah, lelah, dan lapar membuat mereka lebih ingin kembali ke kerajaan mereka dibanding berperang di tempat asing.
Pilihannya hanya ada dua: nekat meneruskan perjalanan hingga menemukan tempat berpenghuni atau pergi menuju selat dengan harapan diselamatkan oleh armada kapal Tzaren.
Semua sepakat jika lebih baik mereka menuju selat. Tidak ada yang tahu pasti masih sejauh apa mereka harus melangkah. Mereka bisa saja kehabisan perbekalan tanpa menemukan daerah yang masih memiliki penduduk. Mereka memang menyebarkan sekelompok kecil prajurit yang mencari daerah berpenghuni, tapi tidak ada yang kembali. Sepertinya musuh memantau mereka dari jauh dan membunuh para prajurit yang diutus.
Sirgh lalu menoleh pada salah satu petinggi militer. "Bagaimana perbekalan kita?"
Seorang petinggi berpangkat mayor jenderal pun menjawab, "Kami mendapati jika racun disebarkan musuh melalui makanan. Air yang mereka bawa masih cukup untuk beberapa hari dengan sisa pasukan kita sekarang. Kami mengumpulkan sisa bahan makanan yang tidak dicampur racun dan itu tidak banyak. Tapi kami sudah mencari tambahan bahan-bahan makanan liar di hutan untuk perjalanan selanjutnya."
"Biar kutebak. Kalian juga tidak menemukan cukup makanan liar di hutan?" Sirgh bertanya kembali.
Mayor jenderal yang tadi menjawab pun mengangguk lemah.
"Gila .... Ini benar-benar gila," Meskipun mengeluarkan umpatan, tapi Sirgh lebih seperti menggumam. Seluruh kepercayaan diri dan kekasarannya perlahan-lahan mulai memudar. "Aku tidak pernah menyangka ... jika Ezze akan mengambil tindakan esktrem seperti ini. Mereka berani memindahkan penduduk sebanyak itu untuk mengosongkan pemukiman di utara wilayah mereka. Bahkan mereka mengeringkan sumur dan menangkapi banyak hewan liar di sekitar daerah yang dikosongkan. Kita telah jatuh ke dalam perangkap Ezze! Kita telah ...."
Sirgh tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Punggungnya melengkung dan kepalanya menduduk. Dengan tambahan lingkaran gelap di sekitar mata, semua dapat melihat jika sang raja sedang menderita.
Sirgh pun terdiam cukup lama.
"Persiapkan keberangkatan sekarang juga! Kita harus secepat mungkin pergi dari kota sebelum perbekalan benar-benar habis."
***
"Ambilkan air lagi!" seru seorang tabib.
Seorang prajurit muda bergegas pergi keluar tenda lalu kembali tergopoh membawa segelas air.
Akan tetapi, saat si prajurit muda kembali, ia mendapati tabib tadi menggelengkan kepala dengan wajah sedih bercampur lelah.
"Simpan air berharga itu. Dia sudah tiada," ucap si tabib.
Lalu prajurit muda yang tampak kurus dengan bibir pecah-pecah itu meratapi rekannya yang meninggal di atas sebuah tikar dalam keadaan menyedihkan.
Prajurit yang meninggal tersebut hanyalah satu di antara prajurit-prajurit Tzaren yang mulai berguguran.
Perjalanan panjang minim perbekalan dan cuaca tidak bersahabat membuat perjalanan prajurit Tzaren dari kota mati ke pinggir selat menjadi sangat berat.
Para prajurit yang lolos dari racun tidaklah selamat dengan mudah. Efek samping dari pengobatan yang ala kadar semakin menurunkan kondisi kesehatan mereka. Air yang tersedia pun terbatas karena sumur dan sungai-sungai kecil yang bisa ditemukan di sepanjang jalan telah kering atau nyaris kering. Kurangnya air membuat keadaan prajurit yang menderita efek samping berupa diare dan muntah-muntah menjadi semakin parah hingga satu per satu berguguran.
Penyakit lain pun mulai merebak di kalangan prajurit karena sanitasi yang tidak bersih. Kesulitan air dan efek samping prajurit yang keracunan menjadi penyebab utama. Penyakit seperti demam, peradangan, diare, tifus, kolera, hingga kudis menular dengan cepat.
Para tabib militer tidak bisa berbuat banyak. Bahkan dengan persediaan yang memadai, kondisi itu tidak mudah ditangani.
Kemudian, dengan sangat terpaksa, para prajurit Tzaren yang masih sanggup melanjutkan perjalanan akhirnya meninggalkan rekan-rekan mereka yang sekarat. Mereka harus melakukannya untuk mencegah penyakit menjangkiti prajurit yang masih sehat sekaligus untuk menghemat perbekalan.
Prajurit yang sekarat ditempatkan di tenda-tenda yang ditinggalkan guna mengurangi barang bawaan agar tidak perlu membawa tenda berlebih untuk prajurit yang mulai berkurang drastis. Hanya keajaiban yang dapat menyelamatkan para prajurit yang sekarat itu.
***
Akhirnya, dengan sisa sekitar 2.500 prajurit, Sirgh sampai di pantai dekat Selat Khazan.
Di pantai bernuansa abu-abu muram tersebut, para prajurit Tzaren membangun tenda sambil menunggu, berharap kapal pantau kecil yang dikirimkan pangkalan militer Tzaren di seberang selat segera datang. Mereka bahkan mengibarkan deretan bendera-bendera Tzaren agar bisa terlihat dari jauh. Mereka sudah tidak peduli lagi jika justru musuh yang melihat bendera mereka.
Satu hari. Dua hari.
Ketika sudah mulai memasuki hari kelima, kapal yang ditunggu tidak kunjung menampakkan diri.
Sirgh dan pasukannya semakin gelisah. Mereka semakin lemah dan perbekalan mereka sudah habis, nyaris tak tersisa. Terjadi perkelahian di antara para prajurit hanya untuk secawan kecil air.
Petinggi-petinggi militer Tzaren tidak sanggup menghentikan perkelahian itu hingga kondisi di antara prajurit semakin tidak terkendali.
Memasuki hari ketujuh, sudah banyak prajurit mati kelaparan atau kehausan. Sirgh sendiri hanya bisa duduk di kursi reyot, menatap nanar pada laut di hadapannya dengan selimut usang membungkus dirinya. Wajahnya tampak kuyu dan tulang-tulang di wajahnya semakin menonjol, seolah dirinya menjadi tua dengan sangat cepat.
Tidak lama kemudian, seorang prajurit membawa serpihan kayu dari lautan lalu membawakannya ke hadapan Sirgh.
Dengan ketakutan yang menjalari tubuh, Sirgh berjalan ke arah di mana prajuritnya menemukan potongan kayu.
Tampak jelas potongan-potongan kayu yang banyak jumlahnya berserakan di laut sejauh mata memandang, terbawa arus menuju pantai tempat mereka berdiri.
***
Selepas kepergian tentara bayaran Aritoria ke arah selat, Jenderal Ezze menerima laporan yang mengkhawatirkan. Air sungai tampak surut dengan cepat. Hal itu berdampak pada parit pertahanan yang tersambung dengan sungai. Air di parit pun semakin menyusut pula.
Jenderal Ezze mengirim pasukan untuk menyelidiki bagian hulu sungai. Namun, pasukan itu segera mendapat serangan begitu keluar dari bagian belakang benteng selatan. Ia ingin mengirimkan pasukan melalui sungai, tapi di sungai terdapat perlawanan serupa.
Jenderal Ezze lantas memutar otak. Ia mencoba mengirim pesan pada Thony yang sedang pergi ke Selat Khazan untuk menyelidiki hulu sungai karena yakin pada kemampuan mata-mata tentara bayaran. Ia berharap Thony belum pergi terlalu jauh.
Akan tetapi, surat yang ditunggu tidak kunjung datang. Sampai ketika ketinggian sungai tinggal setinggi mata kaki, terdengarlah gemuruh mengerikan sebagai awal mula dari perwujudan sebuah mimpi buruk.
***
>>Komposisi perang terkini<<
*Note:
-Belligerents: Pihak-pihak (utamanya kerajaan/negara) yang terlibat dalam perang
-Cavalries: pasukan berkuda
-Infantries: infantri/pasukan jalan kaki
-Special Squads: pasukan khusus (pasukan dengan misi khusus dan kemampuan tiap anggotanya di atas rata-rata)
-Galleys: kapal perang besar
-Galliots: kapal perang berukuran lebih kecil dari Galley
-Fustas: kapal kecil, ringan, dan cepat
***
>>Fun Fact<<
Perang di masa lampau tidak hanya dilakukan head-to-head atau berhadap-hadapan secara frontal dan saling menyerang dengan senjata. Ada banyak faktor di luar persenjataan dan jumlah pasukan yang bisa membuat satu pihak kalah dalam perang. Salah satu faktornya adalah kekurangan bahan pangan atau pengacauan jalur logistik, seperti yang terjadi pada Perang Hattin (Battle of Hattin, 1187) di mana Guy of Lusignan kalah melawan Saladdin (Salahuddin Al-Ayubbi) karena akses menuju air/sumur diblokir oleh Saladdin.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top