Chapter 48 - Kerajaan Bielinca: Kudeta
Ibu kota Kerajaan Bielinca memiliki tata kota yang unik. Ibu kotanya berada di pinggir sungai luas dengan istana sebagai pusatnya. Ibu kota terbagi menjadi dua wilayah, daerah pusat yang terletak di sisi sungai dan daerah pemukiman yang berada di pinggiran ibu kota. Kedua daerah tersebut dipisahkan oleh anak sungai yang dihubungkan dengan banyak jembatan tersebar.
Daerah pusat Bielinca merupakan area di mana istana, rumah-rumah bangsawan, dan bengkel-bengkel pembuatan senjata berada. Sementara daerah pemukiman diperuntukkan untuk rakyat biasa maupun bangsawan yang menghindari bisingnya suara dari bengkel-bengkel senjata yang berada di daerah pusat. Sebagai kerajaan dengan penghasil senjata utama, Bielinca ingin pusat pembuatan senjata terletak dekat dengan istana.
Ruby menatap satu persatu rombongan tamu yang datang ke istana Bielinca melalui menara tertinggi yang ada di istana tersebut. Menara yang juga menjadi bangunan paling tinggi di Kerajaan Bielinca menunjukkan jika istana seharusnya menjadi pemilik kekuasaan tertinggi di kerajaan itu.
Terdapat banyak menara yang menjulang di daerah pusat ibu kota. Setiap menara menjadi tanda kepemilikan bengkel-bengkel pembuatan senjata di sekitar menara dan hampir seluruh menara dimiliki Kubu Pengrajin, hanya sedikit menara dimiliki oleh istana. Karenanya, tidaklah berlebihan jika menyebut daerah pusat dikuasai Kubu Pengrajin dan daerah pemukiman dikuasai Kubu Orang Beriman.
"Menara-menara itu ... harus kumiliki," ucap Ruby sambil membalikkan badannya.
***
Tampak beberapa pemandangan tak biasa di pesta pernikahan Raja Bielinca saat itu: Tarkh yang hadir bersama Jenderal Tengah Tzaren hingga Ratu Kerajaan Ezze dan Ratu Kerajaan Aritoria yang hadir sendirian tanpa raja mereka ikut mendampingi.
Suasana terasa tegang ketika Tarkh yang ditemani Jenderal Tengah Tzaren memasuki aula pernikahan. Tidak ada yang mengira jika sang raja akan membawa serta Jenderal Tengah yang sudah lama berdiam di utara Kerajaan Bielinca, seolah menegaskan perang yang diam-diam dibicarakan dalam kegelapan.
Tarkh berkeliling menemui raja lain yang masih merupakan keluarganya, meski yang bisa ia temui hanya Azkhar. Ia bertukar kata sebentar lalu pergi lagi. Tarkh kemudian menghampiri Ruby yang sedang berkumpul bersama putri-putri Naz lainnya. Ia melihat semakin sedikit pula putri Naz yang berkumpul.
Putri Naz yang saat itu terlihat hanya Ruby, Jade, dan Emerald. Sementara Lazuli sebagai bintang utama acara sedang bersiap-siap di ruangan dan baru akan muncul saat rangkaian acara pernikahan selanjutnya dimulai.
"Lama tidak berjumpa, Ratu Ruby," sapa Tarkh yang kemudian menyapa putri-putri Naz lain yang sedang berada di sana.
Ruby sedikit membungkukkan badan, memberi hormat, lalu menyapa balik.
"Aku tidak melihat Oukha," lanjut Tarkh.
"Raja Oukha sedang sakit sehingga saya datang sendiri," balas Ruby.
"Ha ... anak itu bisa sakit juga." Tarkh terkekeh. Suasana hatinya tampak sangat baik.
Wah ... lihat sikap santainya itu. Dia benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Ruby tersenyum. "Semoga Anda berkenan mendoakan kesembuhan Raja Oukha."
Tarkh terdiam. Ia menyadari sikap putri Naz bernama Ruby padanya tidak seperti biasa. Sebelumnya para putri Naz akan gemetar ketakutan dan tegang ketika berhadapan dengannya, atau paling tidak bersikap kaku seperti takut melakukan kesalahan. Saat itu, Ruby bahkan tidak mengucapkan honorifik 'Yang Mulia', seolah Ruby sudah mendalami peran seorang ratu sedari lama dan merasa tidak perlu sebagai pemimpin kerajaan untuk menggunakan honorifik kepada sesama pemimpin. Ia mendapati semenjak penobatan ratu, putri Naz yang satu itu makin hari makin menonjolkan aura seorang ratu.
"Tentu saja aku akan mendoakan kesehatan adikku sendiri," balas Tarkh. Ia kemudian mengenalkan orang di dekatnya. "Perkenalkan, ini adalah salah satu jenderal kepercayaanku, Jenderal Tengah Tzaren."
Seorang laki-laki tua yang masih tegap dan berbadan sebesar Tarkh pun maju. Ia sedikit menunduk saat memperkenalkan dirinya pada para Putri Naz yang sedang berkumpul di aula pesta pernikahan, menunggu acara dimulai.
Tadinya Tarkh mengira dengan kemunculan dua pemimpin perang besar yang menghancurkan kedamaian Kota Suci akan membuat para putri Naz gusar. Namun, ia justru melihat Jenderal Tengah menatap Ruby dengan tatapan tidak percaya.
Ruby pun merasa jenderal itu seperti tahu sesuatu.
"Senang berkenalan dengan Anda, Jenderal Tengah. Apa ada sesuatu di wajah saya?"
Ucapan Ruby membuat Jenderal Tengah tersentak dan buru-buru meminta maaf karena menatap terlalu lama.
"Maafkan saya. Saya pikir saya melihat seseorang dari masa lalu."
Ruby menduga jika Jenderal Tengah pernah bertemu dengan pangeran pertama Aritoria yang telah mati.
"Seseorang dari masa lalu?" sahut Tarkh. Ia merasa Jenderal Tengah Tzaren yang tidak ikut ke Kota Suci seharusnya belum pernah melihat Ruby sebelumnya.
"Seorang pemuda menjanjikan dari utara yang kemampuannya dapat membuat iri penerus takhta mana pun. Sayang umurnya tidak panjang. Dulu saya pun hanya beberapa kali bertemu saat berkunjung ke utara untuk berobat dan tiap pertemuan kami sangat mengesankan," ucap Jenderal Tengah sambil menghela napas.
"Ah ... ternyata beliau sudah tidak ada di dunia ini. Sudah saya duga, karena tampaknya ini pertemuan pertama kita, Jenderal," lanjut Ruby sambil tersenyum. Apakah Jenderal tahu, pemuda yang kemampuannya dapat membuat iri itu mati sia-sia karena hasrat kotor seorang pemimpin yang dianggap suci. Yah ... lagi pula sudah terlambat kalaupun dia tahu sesuatu.
"Ten-tentu saja. Maafkan saya, Yang Mulia. Sepertinya saya harus mencari angin segar. Saya permisi dulu. Senang bisa bertemu dengan para ratu."
Jenderal Tengah pun berlalu, menghilang di antara kerumunan orang-orang.
Sementara itu, perhatian Tarkh kembali pada para putri Naz. Selain mendatangi Ruby untuk menanyakan perihal keberadaan Oukha, Tarkh juga penasaran dengan kondisi Jade. Sorot mata putri Naz tersebut tampak sedih. Tarkh menduga ada sesuatu terkait hubungan Jade dengan adiknya, Zakh. Apalagi Zakh tidak hadir di pesta pernikahan saat itu.
"Kabarmu baik-baik saja, Ratu Jade?"
Tiba-tiba mendapat pertanyaan, Jade seperti tersentak kaget dari lamunannya. Ia jelas tidak menyimak sama sekali pembicaraan-pembicaraan yang barusan terjadi.
"Ah ... kabar saya baik-baik saja, Yang Mulia," jawab Jade. Jawaban yang sama sekali berbeda dari apa yang orang lain lihat pada diri sang ratu. Jade yang melihat Tarkh tampak tidak percaya pun melanjutkan. "Hanya saja akhir-akhir ini banyak urusan kerajaan yang menyita perhatian."
"Tapi Zakh memperlakukanmu dengan baik, kan?" lanjut Tarkh.
"Raja Zakh sangat baik pada saya." Jade tersenyum kaku.
"Tidak. Kau tidak baik-baik saja. Maafkan aku, Jade. Tahanlah sebentar lagi," batin Ruby.
"Kalau begitu mengapa kau datang sendiri? Di mana adikku, Zakh?"
Jade lantas memandang Raja Tarkh dengan bingung. "Bukankah seharusnya kalian bersama? Raja Zakh pergi lebih dulu untuk mendatangi Yang Mulia dan berencana berangkat bersama-sama dari Tzaren."
Tarkh membuka mulutnya. "Eh ... dia tidak mengabariku. Kami pasti berselisih jalan. Aku pun berangkat lebih dulu karena ingin menemui Jenderal Tengah di ujung wilayah Bielinca."
Jade pun mengernyit, perasaannya menjadi tidak enak. "Kalau begitu di mana Raja Zakh sekarang?"
"Jangan khawatir, Ratu Jade. Mungkin Zakh sedikit terlambat."
Baru saja Jade ingin menyahut, trompet berbunyi kencang, tanda kedua pengantin akan muncul.
Acara saat itu sudah di tahap resepsi pernikahan, kedua mempelai memasuki ruangan dengan rona wajah bahagia. Acara dimulai dengan sambutan dari raja muda Bielinca, Raja Rakha, lalu dilanjutkan dengan penobatan ratu baru kerajaan tersebut.
Semua bertepuk tangan saat ratu yang baru dinobatkan mengucapkan ucapan terima kasih pada para tamu yang hadir. Bahkan sang ratu muda terlihat lebih tenang dan percaya diri dibandingkan rajanya ketika mengucapkan sesuatu dari singgasana.
"Wah ... Lazuli yang lincah dan tidak ada manis-manisnya bisa berpenampilan seanggun itu juga," cetus Emerald.
Ruby tertawa kecil.
Acara pun dilanjutkan dengan kedua raja dan ratu yang saling minum anggur dari gelas emas dengan tangan bersilang.
Kemudian ... sebuah kejadian mengerikan terjadi dengan cepat seolah-olah tidak nyata. Rakha mendadak memuntahkan darah. Ia tumbang di singgasananya, membuat ratu yang berada di sampingnya memekik kencang dan para tamu menahan napas.
"Raja diserang!"
Tiba-tiba seseorang berteriak, membuat sebagian prajurit istana dengan sigap membentuk barikade di sekitar singgasana dan sebagian lainnya menutup seluruh akses keluar-masuk aula pernikahan.
Tabib dengan cepat didatangkan. Beberapa pria tua datang memeriksa dan melakukan sesuatu pada raja muda yang sedang tidak sadarkan diri dengan tubuh yang perlahan membiru.
Kedua pemimpin kubu di Kerajaan Bielinca maju. Mereka saling mengambil alih komando karena tidak ada keluarga kerajaan yang mengendalikan situasi.
Kemungkinan kuat raja keracunan dan racun diterima sang raja saat melakukan upacara minum sebagai bagian dari budaya pernikahan Kerajaan Bielinca. Kedua pemimpin kubu pun menyuruh untuk menangkap semua yang terlibat pada minuman raja, mulai dari pelayan yang menyuguhkan gelas, pelayan yang menyiapkan minuman, hingga kepala dapur istana.
Tarkh ikut maju ke depan dan hendak mendatangi adiknya, Rakha, yang sedang kritis. Namun, ia diadang oleh prajurit Bielinca.
"Minggir kalian! Aku harus melihat adikku!" teriak Tarkh dengan murka.
"Maaf, Yang Mulia." Pemimpin Kubu Pengrajin muncul dari balik prajurit istana yang mengadang Tarkh. "Para tabib sedang berusaha menyelamatkan Yang Mulia Raja Rakha dan penyelidikan sedang dilakukan. Mohon tunggu dengan tenang."
"Kalau begitu sampaikan padaku jika kalian menemukan pelakunya. Akan kubunuh dia dengan tanganku sendiri!" geram Tarkh. Bagaimana bisa ada yang berani menyerang adikku tepat di depan mataku?!
Pemimpin Kubu Pengrajin menjawab dengan tenang. "Kami tidak bisa melakukan hal itu, Yang Mulia. Keputusan hukuman ada di Raja dan Ratu Bielinca. Raja Kerajaan Tzaren tidak mempunyai wewenang di sini."
"Apa?! Berani-beraninya kalian!"
"Dan kami harus memeriksa Yang Mulia, sama seperti semua orang di aula pernikahan ini. Semua orang masih tersangka peracunan Raja Bielinca, sampai orang itu terbukti tidak bersalah."
***
Area singgasana Raja Bielinca seolah menjadi panggung pertunjukkan yang ditonton banyak tamu undangan pernikahan raja-ratu belia kerajaan itu. Meski raja dan ratu sudah dibawa ke ruangan lain, tapi masih terdapat petugas-petugas penyidik istana yang sedang mencari petunjuk di area sekitar sekaligus memeriksa orang-orang yang terlibat.
Penyelidikan dimulai dari orang-orang istana dengan jabatan rendah yang menjadi tersangka utama. Setiap orang yang diperiksa akan diarahkan prajurit istana pergi melewati pintu kecil yang biasa digunakan pelayan untuk membawa makanan ke aula pesta. Ia akan pergi beberapa saat lalu diseret kembali ke area singgasana raja dalam keadaan sekarat, sebagai ancaman untuk orang yang diperiksa selanjutnya agar mengatakan hal yang benar atau bakal mendapatkan penyiksaan yang sama.
Semua orang yang diperiksa kembali ke aula setelah babak belur, hingga kemudian giliran pelayan penuang anggur dipanggil. Tidak berapa lama bukanlah tubuh penuh luka si penuang anggur yang muncul dari balik pintu pelayan, melainkan kepala petugas penyidik yang berjalan ke arah panggung singgasana.
"Menteri Kanan, Tuan Aixen! Anda menjadi tersangka atas percobaan pembunuhan Yang Mulia Raja! Mohon ikuti saya untuk pemeriksaan lebih lanjut!" seru kepala petugas penyidik tersebut.
Dengan cepat tiga prajurit istana mengelilingi Menteri Kanan yang merupakan jabatan formal pemimpin Kubu Orang Beriman. Para tamu undangan pun terperanjat, beberapa di antara mereka yang juga merupakan bagian Kubu Orang Beriman menyerbu ke depan karena tidak terima pemimpin mereka dituduh sebagai pelaku. Barikade prajurit istana langsung menahan serbuan bangsawan-bangsawan yang melakukan protes supaya tidak mendekati area singgasana raja yang sedang diselidiki.
Di tengah suasana yang makin kacau, pemimpin Kubu Orang Beriman justru terlihat tenang. Ia setuju untuk mengikuti prajurit istana. Saat pemimpin Kubu Orang Beriman hendak menuju pintu pelayan, salah satu petugas penyidik yang menyelidiki racun mendadak menarik perhatian.
"Tunggu sebentar! Racunnya sudah berhasil diidentifikasi!"
Seorang petugas penyidik bagian racun langsung mendatangi dan membisiki ketuanya yang masih berada di panggung singgasana raja.
Wajah kepala tim penyidik langsung tegang. Kedua alisnya bertaut. Ia berdeham beberapa kali sebelum berseru, "Racun yang digunakan untuk mencelakai raja adalah racun Bieu!"
Pandangan semua tamu undangan, terutama tamu Kerajaan Bielinca, yang tadinya mengarah pada kepala penyidik serentak beralih ke pemimpin Kubu Pengrajin.
Seringai yang sedari tadi diam-diam disunggingkan pemimpin Kubu Pengrajin mendadak hilang dan ekspresinya menjadi pucat pasi.
"Ti-tidak mungkin! Racun Bieu itu ... racun Bieu—"
"—Ada apa dengan racun Bieu?" potong Tarkh. Ia yang sedari tadi menahan diri melihat segala proses penyelidikan tidak bisa lagi bersabar.
"Ah, bagi para hadirin di sini yang bukan berasal dari Kerajaan Bielinca tentunya tidak paham tentang racun tersebut," sambung kepala penyidik sambil menatap Tarkh balik. "Racun bieu adalah racun khas Bielinca. Jika diminum langsung, dalam sekejap dapat memutus nyawa tanpa rasa sakit. Tapi jika dicampur dalam jumlah sedikit pada segelas minuman, maka akan menyiksa peminumnya terlebih dulu selama beberapa saat sebelum kematian menjemput. Tidak mudah dan butuh waktu lama membuatnya. Selain itu, tidak ada penawarnya. Hanya tiga pemimpin Bielinca yang dapat memilikinya: Yang Mulia Raja, Menteri Kiri, dan Menteri Kanan. Racun milik raja telah digunakan keluarga raja untuk bunuh diri bersama saat perang besar. Racun milik Menteri Kanan sudah digunakan sepuluh tahun lalu. Yang tersisa hanya milik ...."
"ITU TIDAK MUNGKIN!" Pemimpin Kubu Pengrajin berteriak histeris. "SEHARUSNYA BUKAN RACUN ITU YANG DIPAKAI! Seharusnya ...."
Pemimpin Kubu Pengrajin segera menyadari kesalahannya. Ia secara tidak langsung mengakui perbuatannya.
"Tangkap Menteri Kiri!" seru kepala tim penyidik yang menyebut jabatan formal dari pemimpin Kubu Pengrajin.
Beberapa prajurit istana mendekati pemimpin Kubu Pengrajin yang berjalan mundur ke salah satu pintu keluar aula pernikahan.
Akan tetapi, pemimpin Kubu Pengrajin tiba-tiba tertawa. "Ahaha! Sialan! Semua jadi kacau! Pasti kau menukar racunnya, kan?!" Jarinya menunjuk pemimpin Kubu Orang Beriman yang masih tampak tenang.
"Saya tidak tahu apa yang Anda maksud, tapi sebaiknya Anda menyerah saja," balas pemimpin Kubu Orang Beriman.
Pemimpin Kubu Pengrajin kembali tertawa. Ia menjentikkan jarinya, kemudian pintu-pintu aula pernikahan terbuka. Barisan prajurit Bielinca masuk ke dalam aula, lalu mengepung dan memojokkan semua orang selain bangsawan-bangsawan Kubu Pengrajin.
Orang-orang yang berada di dalam aula terbagi menjadi dua kelompok yang terlihat jelas berseberangan. Orang-orang Kubu Pengrajin berkumpul bersama sang pemimpin di sisi kanan dari arah singgasana raja. Sementara semua pihak selain Kubu Pengrajin disudutkan ke sisi kiri dari arah singgasana.
"Apa-apaan ini?!"
Tarkh bersuara paling kencang. Ia berusaha menghajar beberapa prajurit yang menyudutkannya tapi prajurit-prajurit tersebut seolah tidak habis dan dirinya mulai kewalahan. Beberapa orang tamu yang bisa berkelahi beserta pengawal mereka bergabung dengan Tarkh untuk melawan prajurit Bielinca yang menyerbu.
Para tamu, orang-orang istana, hingga bangsawan-bangsawan yang tidak berada di sisi Kubu Pengrajin tampak gelisah dan ketakutan. Terdengar isakan wanita yang khawatir dengan apa yang akan terjadi pada mereka. Tidak ada hal baik bagi orang yang tidak berpihak pada pihak yang berhasil melakukan kudeta.
"Apa Yang Mulia Raja Tarkh tidak bisa mengambil kesimpulan? Saya sedang menyelamatkan kerajaan dari pemimpin yang tidak kompeten. Bielinca tidak pantas dipimpin raja muda yang lembek seperti itu."
"Berani-beraninya kau mencelakai adikku di depanku! Kau bahkan menghinanya!" Tarkh berteriak murka sembari menebas seorang prajurit lagi. "Kalian kubu kiri atau apa pun itu sebutannya, aku akan menghabisi kalian! Kalian meremehkan pasukan Tzaren di kerajaan ini, hah?!"
"Pfftt ...."
Semua orang di sisi Kubu Pengrajin tertawa dengan pandangan meremehkan.
Pemimpin Kubu Pengrajin menjentikkan tangannya lagi. Masuklah seorang prajurit yang membawa buntalan kain berwarna hitam. Prajurit tersebut melemparkan apa yang ia pegang ke tengah aula pernikahan lalu isinya jatuh tepat di antara gerombolan Kubu Pengrajin dan kelompok yang berseberangan.
Sehelai bendera hitam berlambang Kerajaan Tzaren yang koyak menyingkap sebuah kepala berambut merah yang menggelinding, kemudian berhenti. Kepala itu menampilkan ekspresi mengerikan hingga membuat orang-orang menahan napas.
"A-ah ... Gikhzi ...."
Jenderal Tengah Tzaren yang ikut membantu Tarkh dalam menghadapi pasukan Bielinca lantas menjatuhkan pedangnya. Badannya bergetar dan kedua tangannya mengarah ke depan, seolah ingin merengkuh kepala berdarah yang dijatuhkan tadi meski jarak keduanya masih jauh.
"Jenderal! Apa yang ...." Tarkh ikut kehilangan kata-kata saat melihat ke kepala yang menggelinding itu.
Pemilik kepala tersebut tidak lain adalah mayor jenderal bawahan dari Jenderal Tengah yang ditugaskan untuk memimpin benteng utara markas Tzaren di Kerajaan Bielinca selama Jenderal Tengah pergi ke pernikahan di ibu kota. Mayor jenderal yang juga merupakan salah satu anak laki-laki Jenderal Tengah Tzaren.
"Jenderal! Awas!" Tarkh berseru sambil berusaha menerjang ke arah jenderalnya, tapi prajurit Bielinca makin banyak yang menghalangi jalannya.
Tanpa bisa dicegah siapa pun, sebuah pedang menembus tubuh Jenderal Tengah Tzaren hingga jenderal tersebut terkapar dan bersimbah darah. Namun, sang jenderal yang masih bisa bergerak tetap mencoba merayap untuk meraih kepala tanpa badan di tengah aula. Lantas tiga bilah besi dingin menusuk sang jenderal kembali hingga Jenderal Tengah Tzaren mengembuskan napas terakhirnya, tergeletak di lantai aula yang dingin.
"JENDERAAAALL!"
Tarkh yang hendak menghampiri sang jenderal, justru semakin terdesak mundur. Ia memandang murka pemimpin Kubu Pengrajin. Terdengar geraman rendah yang mengancam dari mulutnya. Namun, pemimpin Kubu Pengrajin malah balas memandangnya dengan pandangan meremehkan dan seringai merendahkan. Andai Tarkh memberikan pandangan itu setahun yang lalu, mungkin efeknya akan berbeda.
"LIHAT SAJA KAU, BEDEBAH! AKU AKAN MERATAKAN BIELINCA! AKAN KULUMURI ISTANA DENGAN DARAHMU, DARAH KELUARGAMU, DAN DARAH ORANG-ORANGMU!" Tarkh lanjut berteriak dengan penuh kemarahan. Suaranya menggelegar di seantero aula.
"Ahaha!" Pemimpin Kubu Pengrajin tertawa bersama para pengikutnya di kubu yang sama.
"Dengan apa Yang Mulia akan melakukannya? Yang Mulia benar-benar buta ya dengan apa yang terjadi? Apakah Yang Mulia Raja Tarkh tidak tahu kalau ... hal yang sama sedang terjadi di istana Tzaren?"
Tarkh membelalakkan matanya. "Ap-apa ... maksud ...."
"Yang Mulia pikir, bagaimana kami bisa dengan mudah menyerang markas Tzaren di benteng utara kalau bukan pihak Tzaren sendiri yang membantu? Seribu pasukan Tzaren di sana sudah membelot dan saat ini dalam perjalanan kembali ke Kerajaan Tzaren setelah ikut membunuh prajurit sebangsa mereka sendiri. Yang Mulia-ah ... apa saya masih harus memanggil dengan sebutan Yang Mulia kalau Anda sendiri sudah dilengserkan? Kita tinggal menunggu kabar dari Tzaren saja," ucap pemimpin Kubu Pengrajin dengan santai.
"Jangan berkhayal! Memangnya siapa yang berani menantangku di Tzaren?!" geram Tarkh.
"Ckckck. Lihatlah mantan raja itu, saudara-saudariku!" Pemimpin Kubu Pengrajin justru berbicara pada bangsawan-bangsawan Kubu Pengrajin di dekatnya. "Bukankah pertanyaan yang tepat adalah ... 'siapa yang masih berani mendukungku, seorang raja yang buta?'."
Tawa para bangsawan Kubu Pengrajin makin kencang mendengar kata-kata pemimpin mereka.
"SIALAN! KUBUNUH KAU!"
Tarkh berusaha menyerbu ke depan. Berkali-kali ia nyaris tersandung dengan mayat-mayat di dekatnya yang semakin lama semakin banyak, tapi rasanya prajurit yang menyerangnya tidak kunjung berkurang.
"Santailah, Mantan Raja! Tidak perlu menghabiskan tenagamu untuk hasil yang sia-sia. Biarkan kami menyerahkan kepalamu pada Tzaren." Seorang dari Kubu Pengrajin berseru lalu disambut tawa rekan-rekannya.
Akan tetapi, sesaat kemudian giliran orang-orang dari Kubu Pengrajin yang terdiam ketika barisan prajurit yang memasuki aula pernikahan bukanlah prajurit Bielinca lagi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top