Part 21
"Kak Nio!" panggil Jessy saat tak sengaja melihat Nio melintasi kamarnya.
Ia langsung berjalan mendekat ke arah kakaknya, lalu menarik laki-laki itu agar pergi ke ruang bawah tanah. Keadaan di rumah sangat sepi, mungkin karena masih tengah malam. Semenjak kepergian kera putih, Jessy tak bisa tidur sampai sekarang.
"Ada apa?" tanya Nio.
Melihat raut wajah Jessy yang tak tenang, sudah menjadi pertanda bagi Nio. Apalagi selama ini dirinya memang tempat berkeluh kesah bagi wanita hamil itu, dapat dipastikan ada sesuatu yang terjadi.
Sebelum berbicara, Jessy memastikan tempat ini aman terlebih dahulu. Wanita itu mengecek seluruh pojok ruangan, hingga pintu juga ikut dikunci agar tidak ada yang bisa masuk. Ia membawa Nio duduk di sofa, lalu memeluk sulung Wilkinson.
"Mereka bilang kehancuran tidak lama lagi akan terjadi. Aku tak siap, aku masih ingin di sini melihat anakku tumbuh besar dan menguasai berbagai gen dari tubuhnya. Kenapa semua ini sangat menyakitkan? Apa aku kurang kuat sekarang, sehingga nanti ikut dalam kemusnahan itu?"
Sejujurnya, Nio masih belum mengerti arah pembicaraan yang dimaksud oleh Jessy. Namun, ia dengan sigap langsung memberikan pelukan serta ulusan menenangkan untuk adiknya. Laki-laki itu hanya bisa menangkap jika ini berhubungan dengan perang yang tak lama lagi akan kembali berlangsung.
"Aku harus bagaimana?" tanya Jessy dengan nada parau.
Wanita itu benar-benar putus asa sekarang, hanya kepada Nio perasaannya bisa tercurahkan. Mungkin jika ada Aldrick di sini, ia akan menumpahkan semua isi hati pada laki-laki itu. Jessy sudah tidak bisa berpikir jernih seperti biasa, kekalutan membaluti pikirannya.
"Ceritakan semuanya!" perintah Nio.
Sedari tadi, ia ingin menanggapi perkataan Jessy. Namun, Nio memerlukan cerita yang jelas dan lebih detail untuk bisa memberi masukan atau sekadar tanggapan biasa saja.
Mengalirlah kejadian yang dialami Jessy beberapa jam lalu, sedikit pun tak ada tambahan darinya. Semua murni sesuai penyampaian dari kera dan harimau putih, tentang waktu perang dan akibat dari kejadian tersebut.
"Apa kita beritahu mom dan dad saja?" tanya Jessy.
"Jangan, biarkan mereka beristirahat dulu! Perang kemarin sudah terlalu menguras tenaga keduanya, kita harus menyusun strategi dan memberitahu pada mom dan dad nanti," jawab Nio.
"Kalau begitu, bolehkah Aldrick ke sini?"
Mata Jessy mengerjap dengan menaruh harapan besar pada Nio, ia benar-benar merindukan sang mate dan berharap bisa bertemu. Wanita itu tahu jika Karin bisa menjemput Aldrick, sehingga memanfaatkan keberadaan kakaknya di sini.
"Aku mohon!" pinta Jessy sebelum Nio berhasil membuka suara.
Helaan napas kasar terdengar keluar dari hidung Nio, tampaknya untuk menolak pun laki-laki sudah tidak bisa. Selama ia susah dahulu, Jessy yang selalu membantu. Mungkin dalam keadaan seperti ini, mereka seharusnya melakukan timbal balik.
"Kita lihat saja nanti, Karin sangat susah untuk diperintah," ucap laki-laki itu.
Senyum lebar tersungging di wajah Jessy, diberi harapan seperti itu saja dirinya sudah cukup senang. Apalagi jika mendatangkan Aldrick di sini, mungkin tak hanya hati yang membaik, tapi juga seluruh kesakitan fisik.
"Istirahatlah!"
***
Gedoran di jendela yang berada di loteng membuat Jessy membuka mata, tubuhnya terasa remuk karena baru tidur dua jam. Namun, gadis itu memaksakan untuk tersadar dan membuka kunci akses loteng.
"Jessy!"
Saat itu pula mata Jessy langsung terbuka sempurna, ia harap suara tersebut bukan halusinasi saja. Sosok yang dirindukannya beberapa hari ke belakang tiba-tiba muncul, membuat rasa rindu wanita itu seketika terbayarkan.
"Bagaimana kau bisa ke sini?" tanya Jessy sambil membantu Aldrick untuk turun.
"Seseorang mengatakan padaku jika kau ingin merindukanku," jawab Aldrick.
Tak peduli jika Aldrick menggodanya sekarang, Jessy segera menghambur ke pelukan laki-laki itu. Air matanya langsung luruh begitu saja, tapi ketenangan juga didapatkan dari elusan yang diberikan sang mate.
Rasanya, ia tak sanggup jika hidup mereka hanya tersisa beberapa waktu lagi. Jessy pernah membayangkan memiliki keluarga kecil seperti dirinya dulu, tapi wanita itu sadar tidak bisa mengubah takdir.
Sakit.
"Jangan pergi!"
Ia memikirkan ucapan dua hewan yang datang kepadanya kemarin, hanya ada kemusnahan di pikiran wanita itu sekarang. Jessy tak tahu siapa orang terkuat yang dimaksud, tapi bisa dipastikan bukan dirinya.
Hanya anaknya yang akan selamat, tapi dengan begitu lebih baik. Jessy berharap suatu saat nanti semua klan lebih bisa berdamai dan hidup rukun, bukan saling menjatuhkan seperti sekarang.
"Tidak, aku akan tetap di sini sampai kapan pun. Pack sudah kuserahkan pada Tedrick untuk mengurusnya," balas Aldrick.
Pelukan mereka terlepas saat pintu dibuka paksa dari luar, di sana Karin berdiri dengan wajah angkuh dan kurang bersahabat. Bisa dipastikan jika gadis itu sedang tidak berada dalam mood baik, mungkin karena perintah dari Jessy.
"Segera ke luar, semuanya sudah menunggu!" ketus gadis itu.
Tanpa perlu repot-repot menutup pintu, ia berlalu meninggalkan Jessy dan Aldrick yang masih mematung. Wanita hamil itu menatap mate-nya dengan senyuman kecil, lalu mereka terkekeh karena bisa meruntuhkan sedikit ego Karin.
Keduanya segera keluar dan menghampiri keluarga Wilkinson yang sudah menunggu di meja makan, pandangan mereka jatuh pada Aldrick. Hanya Jessy, Karin, dan Nio mengetahui kedatangan laki-laki itu.
"Aldrick, kapan kau kemari?" tanya Xander.
"Baru saja, Dad. Karin menjemputku tadi," jawab Aldrick santai.
Ucapan tersebut membuat gadis yang duduk di samping Nio mendengkus kasar, apalagi melihat tatapan setiap mata di ruangan itu mengarah padanya. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian. Namun, satu kalimat pun tak ada keluar dari mulutnya sebagai bentuk protes.
"Jessy memintanya padaku. Sayangnya, hanya Karin yang bisa keluar dari tempat ini sesuka hati, sehingga ia menjemput Aldrick ke sana," jelas Nio.
Mereka memang belum bisa keluar dari hutan putih sejak perang usai, beberapa rogue yang tidak terima dengan kekalahan masih mencoba menyerang. Sementara itu, kondisi pack dalam tahap perbaikan sehingga tak bisa ditinggali.
"Maaf, Aldrick, sepertinya makanan di sini tidak ada yang cocok untukmu," sesal Bella.
"Tidak apa-apa, Mom. Aku juga tidak perlu makan setiap saat," balas Aldrick sambil tersenyum kecil.
Ia sengaja berbicara seperti itu karena keluarga Wilkinson mungkin belum pernah berinteraksi langsung dengan klan vampir selama ini, sehingga mereka tak tahu saat tertentu ketika harus makan atau minum. Aldrick juga tidak masalah, melihat makanan layaknya hidangan manusia membuat laki-laki tersebut hilang selera.
Di antara mereka, hanya Aldrick yang tidak makan. Bahkan, Karin terlihat baik-baik saja saat menyantap makanan tersebut. Tatapannya beralih pada perut Jessy yang mulai terlihat menonjol, ia tersenyum sambil memberi usapan di sana.
Kehadiranmu sangat ditunggu, Baby, batin Aldrick.
***
Hallo. Akhirnya, bisa balik nulis lagi. Rencananya mau coba fokus dulu ke cerita ini, doain aja ya. Aku juga pengen cepat-cepat tamat biar sequel-nya bisa di-publish.
Eh? Wkwkwk.
Intinya, aku udah siapin cerita anak Jessy dan Aldrick. Sekarang malah udah 20 part, padahal cerita orang tuanya aja belom kelar. Hahaha.
Dahlah, gitu aja pokoknya.
Jangan lupa follow media sosial aku.
Instagram @mfkh22 dan Wattpad mtiarafkh.
See ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top