Part 1

Menghargai sesuatu adalah hal tersulit. Ketika ia menghilang, maka baru akan terasa betapa berharganya dia.

****

Sinar matahari yang menerobos masuk dari sela-sela jendela membuat gadis yang bergelung di bawah selimut tebal itu terpaksa membuka mata, ia mengerang pelan ketika tersadar bahwa ada lengan yang menindih tubuhnya.

"Uncle, jauhkan tanganmu dari tubuhku!" ucap Jessy geram.

Laki-laki yang berada di belakang tubuh Jessy hanya berdeham pelan, bahkan tangannya tidak bergerak seinci pun. Emosinya semakin terpancing, ia muak dengan semua ini. Jika saja ia bisa melawan laki-laki itu, sudah dari dulu dilakukan.

"Demi Moon goddess, aku benci padamu!"

Evan langsung membuka matanya dengan lebar, rahangnya mengeras. "Kau tidak bisa membenciku, Mate!" sahutnya.

"Kenapa tidak? Bahkan kau membenci aunty Kelly lebih parah dari ini," ungkap Jessy.

Tangan Evan langsung terlepas, ia membalik tubuh Jessy secara paksa dan menatap manik gadis itu dalam. Raut kemarahan tercetak jelas di sana, tapi juga ada rasa kasihan.

Tanpa ragu, Evan memeluk tubuh Jessy. Apa yang dikatakan oleh gadis enam belas tahun itu benar, ia dulu pernah membenci Kelly lebih dari ini. Ia menyia-nyiakan mate yang diberikan Moon gooddess kepadanya, membuat wanita itu tersiksa.

Evan selalu lemah jika sudah membahas tentang Kelly, wanita itu adalah kelemahan sekaligus kesalahan terbesarnya hingga saat ini. Dari situ pula, ia belajar untuk memperbaiki diri.

"Aku tahu kesalahanku di masa lalu sangat besar, tapi ... bisakah kau tidak mengungkit itu lagi?" pinta Evan lemah.

Tangan Jessy mendorong tubuh Evan hingga pelukan itu terlepas, kepalanya menggeleng berkali-kali. "Kau membunuh aunty-ku, kau membunuh keponakanku, bahkan aku tidak pernah melihat bagaimana wajah mereka! Apa itu bisa dimaafkan?" teriak Jessy tepat di depan wajah Evan.

"Bagaimana aku bisa mempercayai hatiku pada pengkhianat sepertimu? Meskipun daddy dan mommy terus mendesak, aku tidak peduli."

"Maaf, Jes."

"Kata maafmu itu tidak akan bisa membuat aunty-ku hidup kembali. Jadi, tolong jangan ganggu hidupku! Aku tidak ingin berurusan dengan pengecut sepertimu lagi," ujar Jessy.

Jessy melangkahkan kakinya keluar dari kamar, pagi ini mood-nya sangat berantakan. Tak peduli jika ia masih menggunakan daster, Jessy langsung ber-teleportasi ke dunia immortal.

Kedatangannya langsung berhadapan dengan Xander yang baru saja melangkah masuk ke ruang kerja milik laki-laki paruh baya itu, Jessy memang memilih ruang Xander sebagai tempat teleportasi. Tapi kali ini, sepertinya ia tidak seberuntung biasanya.

"Bertengkar dengan mate-mu?" tanya Xander.

"Daddy, aku tidak mau dengan uncle Evan. Perintahkan dia pergi dari hidupku!" pinta Jessy.

"Jessy, kau sudah dewasa--"

"Aku bahkan baru menginjak usia dewasa satu tahun yang lalu, Dad. Umurku baru enam belas tahun," potong Jessy.

"Dan Jeslyn sekarang sudah mengandung," balas Xander.

Jessy mengeram pelan, ia tak suka mendengar ucapan Xander. "Jangan samakan aku dengan dia, kami berbeda. Meskipun dia saudari kandungku, tapi kami tidak sama!" Jessy memutuskan untuk keluar dari ruang kerja Xander, lama-lama berada di sana tidak baik untuk kesehatannya.

"Jessy," panggil Bella yang kebetulan berada di depan pintu ruangan Xander.

"Tidak sekarang, Mom. Mood-ku sedang tidak baik," tolak Jessy.

Mata Bella berubah menjadi sayu, senyumnya mendadak pudar. Sedetik kemudian, rautnya kembali seperti semula. "Mom mengerti, istirahatlah!" perintah Bella.

Sebelum pergi, Jessy menyempatkan diri untuk memeluk tubuh mommy-nya. "Aku sayang padamu, Mom."

Jessy memutuskan untuk melesat, lagi pula kamarnya tidak terlalu jauh dari ruangan Xander. Saat berbelok, tubuhnya terhempas begitu saja. Ia menatap garang ke arah pelaku, suaranya mengeram pelan sebelum meraih tangan yang terulur padanya.

"Aku bahkan hanya berdiri di sini," ucap Nio tanpa ingin disalahkan.

Memang salahnya yang melesat tanpa melihat sekitar, tadi ia juga melanggar omega yang sedang membersihkan lorong dan beberapa warior yang kebetulan lewat. Hanya saja, Jessy malas untuk berhenti sekadar untuk mengucapkan kata maaf.

Tapi kali ini, hanya menabrak tubuh kakaknya Jessy langsung terpental. Laki-laki itu memang kuat sekali, hampir menyamai daddy mereka.

"Hei!" teriak Nio saat Jessy berlalu tanpa menjawab perkataannya seperti biasa.

Laki-laki itu mengejar Jessy, tak peduli jika setelah ini adiknya akan marah-marah. "Uncle Evan lagi?" tanyanya.

"Sudahlah, Kak. Aku tidak berminat membahas itu sekarang," jawab Jessy.

"Aku banyak waktu senggang, ingin sesuatu?" tawar Nio.

Kali ini Jessy tidak bisa menolak lagi, buru-buru ia menarik Nio ke dalam kamarnya. Setelah pintu tertutup rapat, ia langsung memeluk Nio dan menumpahkan tangisnya tanpa suara.

Selama ini, hanya pada Nio dan Bella ia bisa menumpahkan keluh kesahnya. Berhubung ia bertemu dengan Bella di ruangan Xander, Jessy mengeraskan hatinya untuk tidak mengadu.

"Aku benci padanya, ia membuat keluarga kita menjadi kacau!" adu Jessy.

Nio mengeratkan pelukannya, ia juga sama bencinya pada Evan. Sayangnya, laki-laki itu adalah mate adiknya. Sedari Jessy dalam kandungan, Nio bahkan sudah tahu itu. Ia sudah memprediksikan hal ini akan terjadi, tapi garisan takdir tidak bisa dielakkan lagi.

"Aku ingin me-reject-nya," gumam Jessy.

"Jangan bodoh, Jessy. Kau akan mati jika memutuskan hubungan kalian, bagaimana pun dia adalah alasan kau hidup selama ini!" ujar Nio murka.

Jessy melepaskan pelukannya dengan terpaksa, ia kecewa mendengar jawaban Nio. "Kau tidak tahu bagaimana tersiksanya aku setiap melihatnya, kalian tidak mengerti! Semuanya hanya menganggapku sebatas itu, tanpa tahu bagaimana perasaanku. Aku tersiksa!" teriak Jessy.

"Keluar!" usirnya.

"Jes, dengarkan aku dulu!"

"Keluar, Kak. Aku tidak ingin diganggu siapa pun saat ini!"

Tak peduli jika Nio keluar atau belum, Jessy mengehempaskan dirinya ke ranjang. Ia butuh istirahat sekarang, tubuh dan mentalnya terasa lelah.

Elusan yang berada di puncak kepalanya tidak ia pedulikan lagi, masa bodoh dengan semua itu. Sebelum benar-benar terlelap, Jessy sadar dengan apa yang di dengarnya.

"Aku tidak akan membuatmu merasa seperti itu lagi, Sweetheart."

****

"Jessy!"

Goncangan pada tubuhnya membuat Jessy perlahan tertarik dari tidur nyenyak yang baru ia dapati, matanya menangkap Jeslyn yang berada di ujung ranjang.

"Ada apa?" tanyanya.

"Mom menyuruhku memanggilmu," jawab Jeslyn.

Tangan Jessy terangkat, menutup kembali matanya. "Nanti saja, aku masih mengantuk."

"Tapi ini penting," balas Jeslyn.

"Tidak ada yang lebih penting dari acara tidurku sekarang, kuharap kau mengerti!" tolaknya.

"Baiklah, aku keluar."

Kehangatan kembali menerjangnya, ia benar-benar nyaman dengan rasa seperti ini. Tidak membutuhkan waktu lama, Jessy merasa tertarik dalam mimpinya kembali.

Bukan sekali dua kali hal ini terjadi, bahkan sudah tidak terhitung. Jessy juga sudah malas jika pelakunya adalah Evan, biarlah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top