Pernikahan
Iris naik ke kereta kuda menggunakan gaun cokelat yang begitu mewah, beberapa pelayan dengan sigap membantu menaikkan gaun Iris agar tidak kotor terkena tanah.
Untuk pertama kalinya Iris merasakan menjadi wanita nomor satu di kerajaan. Semua mata kini memandanginya, menatap kagum dengan tampilannya.
Iris, dengan tubuh mungilnya yang kini mengenakkan gaun super mewah. Rambutnya tertata rapih, dengan beberapa riasan yang tertempel di sana. Riasan wajahnya begitu alami tanpa menutupi keayuan wajahnya.
Kereta kuda itu mulai bergerak, di depan sana ada Pangeran Elios beserta persepupuan Iris, dan di belakang sana ada ayah Iris bersama paman-pamannya. Untuk ritual pernikahan, ibu Iris tidak diperbolehkan ikut. Entahlah, adat macam apa itu. Jika ibu Iris ikut yang ditakutkan adalah tangisan perpisahan wanita itu yang akan melepas putri satu-satunya, mungkin acara yang akan berbahagia berubah menjadi tangisan orang tua yang melepas anaknya ke orang lain.
Iris tersenyum kaku, ia melirik ke sampingnya meminta Mora agar duduk di sampingnya untuk menenangkannya. Namun, derajat seorang pelayan tidak diperbolehkan duduk di samping putri mahkota, karena itu akan mengurangi rasa hormat sang pelayan ke tuannya.
Untung saja, salju sudah tidak turun lagi. Jadi tidak ada yang menghalangi perjalanan mereka.
Yang Iris pikirkan saat ini adalah keselamatannya, apa yang tertulis di novel itu akan terjadi kali ini? Apa ia akan berakhir jatuh dari Altar?
°°°
Di setiap perjalanan Iris ketika memasuki gerbang kerajaan Manorius, sudah terdapat orang-orang yang menyambut kedatangannya dengan menabur bunga. Iris terpukau melihat kerajaan Manorius yang sudah dipenuhi dengan hiasan begitu mewah.
Perlak-perlik serta wangi bunga sudah tercium sampai ke indera Iris. Dari kejauhan, ia melihat Pangeran Alister yang berdiri di ambang pintu dengan jubah putihnya. Begitu mempesona bak seorang dewa yang turun ke bumi.
Apakah seorang putra mahkota yang setampan ini akan menjadi suami Iris?
"Putri, Pangeran Alister begitu tampan," ujar Mora.
Iris masih terpana dengan ketampanan Alister sampai rasanya enggan untuk mengalihkan pandangannya sedetik pun. Untuk pertama kalinya, Iris merasakan degup jantung sekeras ini. Bukan karena rasa gugup, atau takut. Namun, ini perasaan bahagia dan tersipu.
Iris turun dari kereta kuda dengan dituntun beberapa pelayan, wanita itu berjalan perlahan tapi-pasti menghampiri Alister yang sedari tadi menunggunya di sana.
Iris menyapu pandangannya ke seluruh penjuru tempat, tidak ada altar di sana. Bukankah di novel terdapat altar untuk berpidato putra mahkota dengan dirinya? Kenapa tidak terlihat sama sekali?
"Pangeran?"
"Ya!?"
"Kenapa tidak ada altar?" tanya Iris tanpa ragu.
"Altar?" sahut Alister terlihat bingung. "Ah, tidak ada. Kenapa emangnya?"
Iris bernapas lega, setidaknya peluang terjadinya kecelakaan itu berkurang 30%. "Syukurlah."
"Ada apa Putri?"
Iris menoleh sekilas, kemudian menggeleng. Mana mungkin ia memberitahukan apa yang ia pikirkan. Kalau tidak akan dianggap orang gila, mungkin bisa saja.
°°°
Sudah setengah acara berjalan dengan lancar, baru beberapa menit lalu Alister dan Iris mengucapkan janji suci untuk satu sama lain, dan baru beberapa menit lalu juga Iris merasakan ciuman pertamanya dengan Alister. Dengan perasaan kacau, Iris melangsungkan upacara pernikahan. Tidak pernah terpikirkan, Aquilla sang gadis yang selalu sibuk dengan pekerjaan dan keluarga akan menikah dengan putra mahkota. Rasanya tidak ingin cepat-cepat terbangun dari mimpi ini.
"Bagaimana perasaanmu, Istriku."
Ha? Apa? Tolong jelaskan Alister memanggil Iris dengan sebutan apa! Istriku? Benarkah secepat ini Alister menerima Iris sebagai istrinya?
"Maksudku Putri Iris," lanjut Alister ketika melihat ekspresi aneh Iris.
"Ah, baik-baik saja. Hanya sedikit ... gugup," lirih Iris dengan wajah yang sudah memerah bak udang rebus.
Alister kemudian menggenggam tangan Iris dengan lembut, menenangkan wanita itu. "Tidak apa-apa, setelah ini Anda bisa beristirahat."
Iris semakin dibuat bingung dengan semua ini. Ia harus bersikap seperti apa sekarang? Bahagiakah, atau ragu?
"Selanjutnya adalah acara pesta dansa khusus Putri Iris dan Pangeran Alister yang baru saja melangsungkan pernikahan."
Suara seseorang yang tidak terlihat di tengah-tengah kerumunan orang terdengar begitu keras. Mungkin ini adalah acara wajib bagi seorang penerus kerajaan yang baru saja menikah.
Iris kembali gugup, apa ia bisa berdansa? Ia baru belajar semalam dan paginya ia sudah lupa tiap gerakan. Ah sial, harusnya ia mempraktikannya dulu dengan Mora semalam. Jadi ia bisa mengira-ngira ketika bersama Alister.
"Pangeran, tapi saya tidak mahir," ujar Iris. Sebelum ia nantinya menginjak kaki Alister, alangkah baiknya jika ia meminta izin dahulu. Mungkin Alister akan memakluminya.
"Seorang Putri tidak ada yang tidak bisa berdansa," ucap Alister kemudian mengulurkan tangannya, mengajak Iris untuk berjalan di tengah-tengah semua orang.
"Tapi saya tidak sedang bercanda," tukas Iris. "Maafkan saya jika saya melakukan kesahalan nantinya. Tolong bimbing saya, Pangeran."
"Dengan satu syarat," titah Alister.
"Apa?"
"Mulai sekarang, jangan panggil aku Pangeran. Panggil saja suamiku, tidak ada kecanggungan lagi di antara kita karena sekarang kita adalah suami-istri."
"Ya!?" Iris membeo, apa ia tidak salah dengar? Mengapa Alister di novel yang sangat angkuh dan dingin, berubah menjadi pria yang romantis seperti ini?
Tunggu, apa Iris tidak salah ingat jika ia akan mengalami kecelakaan di acara pernikahan? Iya, kan? Akan tetapi sejauh ini, tidak ada apa-apa yang terjadi. Semoga saja acara akan berlangsung sampai akhir.
Alister memeluk pinggang Iris, dengan satu tangan ia angkat bersama dengan tangan Iris. Perlahan, alunan musik mengiringi setiap pergerakan mereka. Semua orang yang ada di dalam istana menghentikan kegiatan mereka, dan fokus ke Iris dan Alister yang tengah berdansa lembut.
Iris melihat raut wajah Desta yang terlihat tidak suka dari kejauhan. Begitu pun dengan Alister yang mengikuti ke mana arah pandangan Iris. Gerakan mereka terhenti beberapa detik.
Seketika Iris langsung tersadar. Sepertinya Alister belum melupakan Desta, dan pastinya masih mecintai wanita itu.
"Pangeran boleh mengejar Desta," ujar Iris. "Maksud saya suamiku, apa kau ingin mengejar Desta?"
"Apa yang kau maksud, Istriku. Aku tidak ada hubungan dengan pelayan itu," sahut Alister kemudian mulai fokus kembali dengan Iris. Tersenyum tulus kepada Iris. "Kau adalah wanita satu-satunya yang ada dipikiranku mulai sekarang."
Iris tersenyum kaku, apa ini sebuah rayuan maut seorang Alister? Apa hanya sebuah kata yang tertata manis seperti itu akan meluluhkan hati Iris? Tentunya tidak, Iris tahu perasaan Alister. Pria itu benar-benar tidak pandai berbohong, apa? Jelas-jelas, matanya sedikit berkaca-kaca ketika melihat Desta barusan.
"Baiklah." hanya itu yang bisa ke luar dari mulut Iris sekarang. Sepatah kata seperti itu mungkin bisa menghentikan topik kali ini. Ia ingin segera mengakhiri acara ini, dan beristirahat. Istirahat badan, dan juga istirahat pikiran yang selalu overthingking.
"Aw!"
"Maafkan aku, Pangeran. Aku tidak sengaja," titah Iris ketika tidak sengaja menginjak kaki Alister.
"Tidak apa-apa, aku tahu kau lelah, kan?" ucap Alister.
"Saya akan pamit sampai di sini dikarenakan istri saya sudah sangat lelah sekarang," ucap Alister kepada semua orang. "Saya persilahkan untuk semua tamu menikmati acara ini."
Iris menoleh ke kanan dan kiri, mengapa sedari tadi ia tidak melihat Albert sama sekali? Bukankah pria itu adalah sahabat Alister? Tidak mungkin kan, tidak hadir di acara penting sahabatnya.
"Mari Putri kita istirahat," ujar Alister seraya menuntun Iris.
Belum sempat Iris dan Alister melangkah, dari kejauhan, Iris melihat seorang pria bertopeng yang berlari ke arah Alister dengan menggunakan pisau.
"Pangeran ...."
Tidak bisa berpikir panjang lagi, ketika pria bertopeng iti hendak menikam Alister. Iris sudah dulu mengangkat gaunnya, kemudian menendang pusat kebanggaan orang itu, dan otomatis orang itu terjungkal ke belakang begitu jauh. Semua orang di sana berteriak karena terkejut melihat adegan yang sulit dijelaskan seperti itu. Mereka kira Iris akan mengorbankan diri untuk menyelamatkan Alister. Namun, ternyata tindakan Iris lebih memukau dari bayangan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top