Peperangan
"Pangeran!"
Iris dan Alister yang kini tengah bersantai seraya menyantap anggur menoleh menatap siapa yang begitu lacangnya masuk ke kamar pribadi mereka dengan teriak begitu.
"Ada apa?" tanya Alister dengan wajah tenang menatap Lucyfer yang kini tengah menundukkan tubuhnya.
"Maafkan atas kelancangan saya, ada informasi penting, Pangeran." Lucyfer mendekat kemudian berbisik di telinga Alister.
"Brengsek!" Alister mencengkeram gagang kursi yang ia duduki. Matanya menatap ke depan dengan penuh amarah. "Persiapkan seluruh prajurit Manorius sekarang juga, dan suruh mereka berkumpul di barak latihan kerajaan!"
Lucyfer mengangguk kemudian izin pamit.
Iris terdiam dengan wajah terkejut dan kebingungan dengan apa yang ia lihat di depannya. Mengapa sepertinya ada keadaan yang begitu mendesak hingga membuat Alister begitu murka sekarang.
Iris menoleh dan menatap Alister agar pria itu mau menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.
"Kerajaan Aurora tiba-tiba menyerang rakyat Manorius di bagian Barat. Secara tidak langsung mereka menyatakan perang dengan seluruh kerajaan Manorius."
Iris mengangguk, ia paham di kerajaan-kerajaan jaman dahulu pasti tidak lepas dari kata peperangan. Apa Alister juga akan berperang sekarang?
"Apa yang akan Pangeran lakukan?" tanya Iris. Ia harus bisa bersikap seolah-olah khawatir dengan Alister.
"Aku harus turun tangan langsung," ucap Alister kemudian bangkit dari duduknya. Sebelum pergi, Alister memeluk Iris dahulu dan mengecup pelan kening Iris. "Jaga dirimu selama aku pergi."
Mengapa Alister harus bertindak sejauh ini. Iris hampir saja terlena dengan perlakuan Alister. Tatapan serta gerakan pria itu benar-benar terlihat sangat tulus. Tidak ada sedikit raut mencurigakan atau pun meragukan siapa pun.
"Berhati-hatilah, Pangeran," sahut Iris.
°°°
Ternyata seperti ini rasanya menjadi istri seorang Pangeran kerajaan. Menjadi wanita yang hatinya selalu dipenuhi dengan kekhawatiran. Khawatir dengan keadaan suaminya, khawatir dengan semuanya. Apa yang terjadi jika Alister terluka atau gugur dalam perang kali ini? Apa Iris akan menjadi seorang janda?
Menurut tradisi di sini, jika janda dari putra mahkota kerajaan tidak diperbolehkan menikah lagi. Mereka memberikan aturan jika seorang putri hatus patuh dan setia terhadap suaminya selamanya. Walaupun suaminya gugur dalam perang.
Dan kini, Iris benar-benar mengkhawatirkan Alister. Apa pria itu akan baik-baik saja?
Iris membolak-balikkan badanya di depan cermin seraya menggigit kukunya.
"Putri, Pangeran Alister akan segera berangkat," ujar Mora setelah sampai di kamar Iris.
Iris mengangguk kemudian sedikit berlari dengan menggandeng tangan Mora. "aku ingin melihat suamiku."
Mora tersenyum meledek ke arah Iris. Baru pertama kalinya Iris menampakkan rasa khawatirnya kepada Alister setelah kecelakaan itu. Selama beberapa hari setelah kecelakaan itu, Iris tidak lagi mendekati Alister. Sedangkan sekarang, wanita itu malah terlihat sering menempel dengan Alister.
"Maksudku, Pangeran Alister," sambung Iris. Apa ia terlalu berlebihan?
Niat awal Iris adalah mengikuti permainan Alister, jadi akan tidak seru jika Alister gugur lebih dulu. Iris akan lebih kerepotan nantinya, dan menjalani kehidupan sendirian tanpa konflik.
"Pangeran," ujar Iris ketika melihat Alister yang akan menaiki kudanya.
Iris mendekati Alister yang kini mengenakkan pakaian lengkap berperang, dengan perisai di dadanya, serta pelindung kepala yang tidak menutupi ketampanannya.
"Aku pamit pergi dulu," ucap Alister seraya tersenyum ke arah Iris. Memeluk wanita itu dengan erat, seakan-akan tidak ingin melepaskannya.
"Berhati-hatilah, aku akan selalu menunggumu di sini." Iris membalas pelukan Alister.
Sebelum benar-benar pergi, Alister mencium bibir Iris sekilas untuk penyemangatnya, setelah itu menunggang kudanya dan memimpin semua pasukannya.
°°°
Iris berjalan di dampingi dengan Mora. Semua pelayan yang ia lewati tersenyum kepadanya untuk menyapa sekaligus memberi hormat. Begitu pun dengan Iris yang membalas senyuman mereka.
Menurut Iris, setidaknya ia akan membuat citra baik selama ia berada di kerajaan Manorius. Baik itu kepada ibu mertuanya, atau kepada pelayan kerajaan.
Iris berpapasan dengan Desta yang tengah membawa air bekas cucian kaki Ratu Jaxinda, setelah insiden kemarin ketika Iris memindah kerjakan Desta ke dapur. Ternyata Alister malah memindahkan Desta untuk bekerja melayani Ratu Jaxinda. Sungguh, kekasih yang begitu perhatian.
Melihat tatapan tidak mengenakkan Desta membuat Iris menyadari sepertinya ada sesuatu yang mencurigakan dengan Desta, dan beberapa detik kemudian ....
Byur ....
"Maafkan saya, Putri," ucap Desta seraya membersihkan gaun Iris menggunakan kain lap di tangannya.
"Sudah, tidak usah," ujar Iris menyingkirkan tangan Desta yang sepertinya juga sengaja menggunakan lap kotor. Baunya begitu menyengat sampai hidung Iris.
"Maafkan---"
"Cukup, Desta!" bentak Iris. "Kamu sudah sangat kelewat batas."
Iris pergi dari sana dengan perasaan kacau, pelayan macam apa itu berani-beraninya menumpahkan air cucian ke gaun seorang putri. Sepertinya seseorang seperti itu sangat wajib diberi pelajaran.
"Mora," panggil Iris setelah sampai di kamarnya. "Siapkan gaun untukku!"
Mora mengangguk kemudian menjalankan perintah Iris segera.
"Sebenarnya Desta itu siapa, si?" tanya Iris.
Mora mengikat tali terakhir di gaun Iris dengan teliti, setelah itu menjawab, "Dia adalah anak pelayan yang dulunya mengasuh Pangeran Alister dari kecil. Jadi, Desta juga menjadi teman masa kecil Pangeran Alister."
"Oh, pantes," sahut Iris. Pantas saja Desta berperilaku seakan-akan sepangkat dengan Alister. Ternyata memang sedari kecil ia dianggap teman oleh Alister, itu jadinya ia merasa sudah sepangkat dengan seorang Putri. "Aku akan tunjukkan posisinya di kerajaan ini."
Mora menoleh dengan terkejut, mengapa Iris yang dulunya sangat polos sekarang berubah lebih tegas dan tau posisinya?
"Bagus Putri, saya sangat senang jika Putri bersemangat seperti itu. Tetaplah menjadi wanita kuat," ujar Mora. Setidaknya Iris bisa melindungi dirinya sendiri, dan tidak akan ada orang lain lagi yang akan menindasnya di kemudian hari.
"Aku hanya memantaskan diriku saja agar sederajat dengan posisi yang akan aku dapatkan, sebagai Ratu."
°°°
Di sisi lain, Alister beserta pasukannya tengah beradu pedang di arena pertempurannya dengan kerajaan Aurora.
Sudah sejak dahulu, kerajaan Aurora menjadi musuh terbesar kerajaan Manorius. Mereka memperebutkan daerah Abighai yang terletak paling Barat kerajaan Manorius. Yaitu kota dengan bahan-bahan makanannya yang sangat melimpah. Kota itu awalnya milik kerajaan Aurora dan kerajaan Manorius, dua kerajaan itu begitu dekat. Hingga pada saat itu ada salah satu menteri kerajaan Aurora curang dan mengubah penghasilan yang masuk untuk kerajaan Manorius. Beberapa kali persidangan tidak ada yang mengaku, dan malah jumlah penggelapan semakin banyak. Hal itulah yang membuat kerajaan Manorius menyatakan perang ke kerajaan Aurora.
Pada awal peperangan, kerajaan Manorius lah pemenangnya. Namun ternyata di balik ketentraman di kota Abighai terdapat campur tangan dengan kementrian kerajaan Aurora. Merasa dikhianati, kerajaan Manorius memilih untuk menyatakan perang kembali.
Alister mengayunkan pedangnya kepada dua musuh sekaligus. Menebas kedua kepala musuhnya itu tanpa sedikit melas hingga darah segar terciprat ke wajahnya. Pria itu sudah terkenal dengan manusia jelmaan malaikat pencabut nyawa ketika berada di medan perang. Bahkan sepucuk jari musuh pun tidak akan ia biarkan menyentuhnya. Ada istilah, sekali sentuh nyawa taruhannya. Itulah Alister dengan segala kekejamannya.
To be continued ...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top