Menjelang pernikahan
Pernikahan antara Iris dan Alister tinggal beberapa hari lagi. Untuk alasan tertentu, Ratu Jaxinda meminta untuk mempercepat acara pernikahan. Semua persiapan pesta sudah mulai di lakukan. Dari mulai mendekor ruangan hingga pemilihan gaun untuk Iris.
Dengan di dampingi Ratu Jaxinda dan beberapa pelayan, Iris kini berdiri di depan designer kerajaan. Iris mengangkat kedua tangannya mempersilahkan wanita paruh baya itu untuk mengukur tubuhnya.
Sedari tadi, Iris tidak pernah menerbitkan senyumannya. Entah kenapa ia merasa takut dengan hari itu. Ia takut tidak akan melihat dunia lagi. Apa yang harus ia lakukan untuk menggagalkan pernikahan ini?
"Apa ada yang mengganggu pikiranmu?
Iris menoleh kaget ke sumber suara. "Saya tidak memikirkan apa pun, Ratu."
"Baiklah, setelah ini kita makan bersama di istana kerajaan."
"Baik," sahut Iris.
Tunggu, makan bersama di istana? Bukankah itu artinya ia akan bertemu dengan Alister di sana? Sesuatu yang Iris hindari, bertemu Alister. Ia tidak ingin membayangkan tragedi yang mencelakainya di pernikahan nanti.
°°°
Suasana di ruang makan begitu hening. Tidak ada yang memulai percakapan, hanya suara langkah beberapa pelayan yang berlalu lalang mengambil dan menyajikan makanan.
Iris terus menunduk, jika ia menatap lurus matanya akan bertemu langsung dengan mata Alister.
"Kenapa Anda sepertinya menghindari saya?"
"Iya?!" Iris terkejut.
"Apa yang kau katakan, Pangeran?" Tanya Ratu Jaxinda.
"Bukan maksud saya, akan tetapi Putri Iris memang terlihat menghindari saya akhir-akhir ini."
"Tidak, Pangeran. Saya hanya ...."
"Cukup Pangeran, seperti yang Anda tahu, Putri Iris sedang tidak dalam keadaan baik. Atau Putri Iris sudah lelah mengejar Anda yang terus-terusan dekat dengan Desta. Intropeksi diri saja Pangeran," tukas Ratu Jaxinda.
Suasana menjadi hening kembali. Terlihat Alister yang menatap Iris tanpa ekspresi, seperti ada yang ingin dikatakan. Namun tidak bisa ia katakan sekarang.
"Saya permisi dulu, ada sesuatu yang harus saya selesaikan dengan para prajurit." Alister bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruangan.
Lagi-lagi Iris melakukan kesalahan. Membuat Alister marah sama saja membuat dirinya dalam masalah.
"Apa yang dikatakan Pangeran Alister benar? Kau menghindarinya?" tanya Ratu Jaxinda setelah kepergian Alister.
"Itu, saya hanya tidak enak melihat Pangeran setelah insiden beberapa waktu lalu," ujar Iris.
"Saat kau pingsan?"
"Iya."
"Setelah ini kau temui Pangeran Alister, berterima kasihlah kepadanya, setelah itu kau jelaskan alasan kenapa kau menghindarinya," ucap Ratu Jaxinda.
Iris mengangguk, perihal masalah pingsan waktu itu sebenarnya Iris tidak terlalu mempedulikannya. Ia hanya bingung harus menjawab Ratu Jaxinda seperti apa. Pasalnya, iris tidak tahu-menahu apakah Ratu Jaxinda tahu tentang hubungan gelap Alister dengan Desta? Atau Ratu Jaxinda hanya tahu tentang kedekatan Alister dengan Desta tapi tidak tahu seperti apa kelakuan mereka.
Jika Ratu Jaxinda tidak tahu tentang kejadian di ballrom kerajaan, dan Iris memberi tahu. Mungkin itu akan membuat bahaya Iris lagi nantinya. Alister pasti tidak akan diam saja jika rahasianya terbongkar oleh Iris.
"Apa saya akan pulang terlebih dahulu ke kediaman ayahku?" tanya Iris ragu-ragu.
Ratu Jaxinda menoleh, menatap Iris seperti tengah memikirkan sesuatu. "Kau akan pulang selama beberapa hari, setelah dipastikan tidak ada badai salju."
"Baiklah." Iris menunduk hormat, kemudian melanjutkan menyuap makanan pada mulutnya.
°°°
Iris berjalan diikuti dengan Mora, dan beberapa pelayan istana. Ia berjalan dengan langkah sedikit tergesa-gesa, menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari seseorang yang ia cari.
Iris bimbang antara menemui Alister untuk meringankan kemarahan pria itu, atau pergi menemui Albert untuk menanyakan semua masalah yang mungkin akan ia ciptakan sendiri nantinya. Mengingat apa yang dikatakan Albert beberapa waktu lalu, sepertinya masalah itu tidak sesederhana yang ia pikirkan.
Pada akhirnya, Iris memilih untuk menemui Alister terlebih dahulu. Beberapa bujukan mungkin akan menyelamatkannya tentang insiden di pernikahan nanti.
Iris menghentikan langkahnya tatkala sorot matanya menemukan keberadaan Alister yang tengah berdiri dan berbincang bersama beberapa Menteri kerajaan. Ada Tuan Bill penasehat Putra Mahkota kerajaan, dan juga ada Tuan Aaras penanggung jawab keuangan di kerajaan. Sedikit-demi sedikit, Iris kembali mengumpulkan semua ingatannya dengan menghafal orang-orang terpenting di kerajaan.
"Salam, Putri Iris," sapa Tuan Bill setelah Iris menghampiri tiga pria penting di kerajaan.
Umur Tuan Bill sepertinya tidak muda lagi, terlihat dari kerutan pada wajah pria itu, serta beberapa helai rambutnya yang sudah memutih.
"Baiklah, kami permisi dulu." Berbeda dengan Tuan Bill, sepertinya Tuan Aaras sedikit lebih muda. Wajahnya masih terlihat umur tiga puluh tahunan.
Iris tidak tahu jika dua orang itu adalah sebagian orang yang ingin menyingkirkan posisinya sebagai Ratu kerajaan. Di balik wajah ramah mereka, terdapat kebencian yang besar terhadap Iris.
Semua itu karena ayah Iris. Raja Neil adalah raja terkuat di kerajaan bagian Timur, untuk mendapatkan julukan terkuat tidak hanya karena kekayaan yang melimpah. Raja Neil selalu menang dalam peperangan, bahkan kini semua kerajaan sepertinya tunduk pada Raja Neil. Jika ada satu kesalahan yang meyinggung pria paruh baya itu, atau keluarganya. Raja Neil tidak segan-segan menebas kepala seseorang yang membuat masalah.
Di situlah permasalahan Iris. Raja Neil tahu tentang beberapa orang di kerajaan Manorius yang tidak menyukai Iris. Jika ada yang mencelakai Iris walaupun seujung kuku. Raja Neil akan bergerak maju.
Anak Tuan Bill adalah pengawal Iris dulunya, setelah kejadian kecelakaan Iris. Anak Tuan Bill terbunuh di tempat tidur dengan kepala yang sudah memisah dengan badannya. Tuan Bill tahu, itu semua adalah ulah seseorang yang diutus Raja Neil. Begitu pun dengan keponakan Tuan Aaras yang juga sebagai penasihat Iris di kerajaan Manorius. Setelah insiden kecelakaan Iris, pria itu mati di dekat sumur kerajaan.
Baik Tuan Bill atau pun Tuan Aaras berjanji akan membalas dendam kepada Iris atas kematian orang-orang terdekat mereka.
"Pangeran, ada sesuatu yang ingin saya katakan," ujar Iris setelah Tuan Bill, dan Tuan Aaras menghilang di balik pintu.
"Katakanlah!" tukas Alister.
"Saya ingin berterima kasih kepada Anda."
"Tentang?" Alister menarik satu alisnya ke atas.
"Tentang semuanya. Terima kasih sudah memperlakukanku dengan baik di sini," ujar Iris.
Alister mempersilahkan Iris untuk masuk ke dalam kamar pria itu untuk agar pembicaraan mereka tidak terdengar siapa pun.
"Apakah ini tentang Desta? Apa Anda tidak ingin melanjutkan pernikahan?"
Iris terkejut mendengar pertanyaan Alister. Apa yang harus ia jawab sekarang, di satu sisi apakah semua akan baik-baik saja jika ia membatalkan pernikahan? Atau ia harus menjawab tidak, akan tetapi dengan begitu Alister akan merasa hubungannya dengan Desta terancam, dan pasti akan mengorbankan Iris seperti di novel.
"Tidak, Pangeran."
"Apa?!" Alister langsung menoleh dengan tatapan terkejut. "Maksud Anda?"
"Saya tidak ingin menikah dengan Anda. Saya tahu tentang hubungan Anda dengan Desta, saya tidak ingin membuat celah di antara kalian," jawab Iris.
"Anda adalah tunangan saya, kenapa Anda bilang membuat celah antara saya dengan Desta?"
"Saya tahu. Saya tunangan Anda, akan tetapi Desta lah yang ada di hati Anda. Percuma saja jika pernikahan tapi tidak didasari saling cinta...."
"Cukup! Ini bukan tentang cinta. Sadarlah, kita menikah untuk urusan politik. Jadi jangan gunakan perasaanmu, tapi gunakanlah otakmu," tegas Alister seraya menunjuk kepalanya.
Urusan politik? Ya, hanya urusan politik tapi Iris yang akan tersingkirkan nantinya, dan Alister akan bahagia bersama kekasihnya. Cukup! Iris sudah tidak tahan lagi. Jika ia tidak bisa menghentikan pernikahan, maka ia akan berusaha bertahan hidup di dunia politik yang kejam ini.
Jika melawan takdir adalah jalan satu-satunya, Iris akan berusaha sebisa mungkin untuk berjuang demi bertahan hidup.
To be continued ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top