Melukis
"Putri? Apakah Putri baik-baik saja?"
Mora meremas jarinya, ia sungguh khawatir dengan keadaan Iris sekarang. Ditambah lagi mereka hanya berdua saja pergi ke pasar tanpa ada pengawal. Hal itu dilakukan oleh Iris sendiri yang tidak ingin selalu diawasi. Ia ingin bergerak bebas sesukanya.
"Iya, aku tidak apa-apa. Ayo kita lanjutkan perjalanan!" kini Iris sudah mulai membaik dati keadaannya yang beberapa detik lalu tiba-tiba mendengar rencana Alister dan Desta.
"Apa aku memiliki kekuatan khusus?" gumam Iris.
"Tidak, Putri. Sepertinya Anda sedang tidak baik, ada baiknya jika kita pulang saja. Saya takut jika Ratu Jaxinda tahu, beliau akan menghukum saya," ujar Mora.
Iris segera menggeleng, kemudian meraih kedua bahu Mora. "Tidak apa-apa, lagian sudah setengah perjalanan. Lebih baik kita lanjutkan saja, ya!" ucap Iris.
Beberapa detik kemudian Mora akhirnya menganggukkan kepala, sekarang ia tengah berada bersama calon Ratu di kerajaan Manorius. Apa perbuatannya sopan jika menentang keinginan Tuannya?
°°°
"Mora, apa tempatnya masih jauh?" tanya Iris yang mulai kelelahan.
"Sebentar lagi, Putri. Di depan sana letak pasarnya," sahut Mora.
"Jika ada motor atau mobil, kita pasti sudah sampai sejak tadi tanpa perlu capek-capek berjalan," gumam Iris.
"Apa itu motor atau mobil, Putri?" tanya Mora.
"Em ... maksudku, seperti kuda. Ya harusnya tadi kita menunggang kuda saja," lanjut Iris. Ia lupa sekarang masih di abad pertengahan. Ilmuan yang membuat motor atau mobil pun pasti belum ada tanda-tanda kelahirannya.
"Sudah sampai, Putri."
Mata Iris berbinar melihat keramaian pasar di abad pertengahan ini. Apakah mereka rakyat biasa di jaman dulu? Rata-rata wanita di sini menggunakan gaun khas wanita kuno. Banyak dari mereka memiliki paras cantik. Ada juga beberapa pria yang sedang berkumpul di bercanda ria di pojok pasar. Sepertinya mereka para suami yang mengantarkan istri-istrinya.
"Mari kita ke Tuan lukis," ucap Mora kemudian menuntun langkah Iris karena di sana terdapat beberapa genangan air sisa hujan kemarin. "Hati-hati, Putri."
Iris mengangkat gaunnya untuk memudahkannya berjalan tanpa harus mengkhawatirkan gaunnya akan kotor. Sorot matanya masih fokus dengan suasana di depannya. Begitu menakjubkan, kenapa ia tidak masuk ke tubuh rakyat biasa saja, pasti ia sudah hidup bebas seperti wanita-wanita seumurannya yang kini sedang memilih beberapa aksesoris di sana. Mungkin hidupnya akan sedikit berwarna.
"Kita sudah sampai, Putri." Mora mempersilahkan Iris untuk masuk ke dalam sebuah toko yang mana banyak sekali lukisan-lukisan kuno di dalamnya.
"Salam, Putri!" ujar seorang pria paruh baya. "Ada perlu apa, Yang Mulia Putri sampai datang ke tempat ini?"
"Aku ingin membeli alat-alat melukis, Tuan," ujar Iris seraya mengambil beberapa koin emas yang ia lingkarkan di pinggang.
Pria paruh baya itu mengambil sebuah kotak usang di bawah meja, kemudian membukanya. "Ini adalah buatan nenek moyang kami khusus untuk keluarga kerajaan yang suka melukis,"
Iris membuka kotak itu, matanya kembali berbinar. Semuanya masih sangat bagus dan lengkap. "Terima kasih, Tuan. Aku harus bayar berapa?"
"Ini adalah milik kerajaan, Putri. Tidak usah bayar," ucap Pria itu.
"Terima kasih, Tuan," ujar Iris seraya tersenyum.
"Kita tidak bisa berlama-lama di sini, mari kita pergi," ujar Mora kemudian membopong kotak itu.
"Pangeran Albert Zenius dari kerajaan Arranius akan tiba!" teriak salah seorang prajurit.
"Putri cepat kita menepi, Pangeran Albert akan datang," ujar Mora tergesa-gesa. Baru beberapa meter mereka ke luar dari tempat itu.
"Siapa itu Pangeran Albert?" tanya Iris.
"Dia ...."
Suara Mora terpotong karena suara segerombolan kuda sudah datang dari arah Barat. Ada empat kuda kiranya, seorang pria berpakaian seperti Pangeran berada di depan memimpin denga kuda berwarna hitam di dampingi dengan pengawalnya di samping dan dua di belakang.
Keadaan pasar yang tadinya ramai berubah sepi, semua orang membelah menjadi dua memberikan jalan kepada Pangeran Albert. Karena terlalu terkejut, Iris malah mematung di tengah-tengah. Mora mengira ia telah menggandeng Iris menjauh dari sana, ternyata Iris tertinggal di belakang karena masih kesusahan melindungi gaunnya dari genangan air.
"Putri Iris?"
Iris mendongak menatap seorang pria yang kini tengah menunggang kuda dan berhenti di depannya. Semua orang yang ada di sana menatap ke arah keduanya.
Albert segera turun dari kudanya dan membantu Iris yang terjebak di tengah-tengah genangan air. "Sini, biar saya bantu," ujar Albert seraya mengulurkan tangan.
Iris masih lekat-lekat menatap wajah Albert, wajahnya sama persis dengan pacarnya dulu di dunia masa depan. Namanya juga sama persis, Albert Zenius. Apa pacarnya dulunya adalah seorang pangeran? Pantas saja wajahnya begitu mempesona.
"Putri?"
Iris tersadar dari lamunannya kemudian meraih tangan Albert.
"Boleh saya antar Putri sampai di istana?" tanya Albert.
"Iya?" Iris membeo.
"Maksud saya, saya akan mengawal putri sampai di istana." Albert tersenyum melihat Iris yang tiba-tiba terlihat canggung. "Apa benar rumor itu? Jika Putri sudah kehilangan ingatan?"
"Iya sedikit," jawab Iris.
"Jadi? Putri tidak mengenali saya?" tanya Albert.
"Kenal kok, kan Anda pacar saya," ucap Iris yang seketika membuat Albert bingung.
"Pacar?" tanya Albert.
"Em, maksud saya, teman. Ya, teman," ucap Iris.
Albert tertawa lepas seraya memegang pundak Iris membuat sang empu bergejolak tidak karuan.
"Apa pemeran utama pria di novel ini adalah Albert? Apa Iris akhirnya akan bersama Albert? Jika itu benar, Aquilla ingin terus berada di tubuh Iris tanpa khawatir akan dibunuh Alister, karena ia tahu Albert akan melindunginya," gumam Iris dalam hati.
"Ayo kita lanjutkan saja," ujar Albert seraya mempersilahkan Iris untuk berjalan di depan, sedangkan ia mengawal dari belakang dengan menuntun kudanya.
"Putri," panggil Mora segera menghampiri Iris. Sebelum itu, ia memberikan salam hormat terlebih dahulu kepada Albert.
"Apa hubunganku dulu sangat baik dengan Pangeran Albert?" lirih Iris di dekat telinga Mora.
"Kalian sangat dekat, yang saya tahu Pangeran Albert menyukai Anda. Akan tetapi Anda terus-terusan mengejar Alister," ujar Mora.
"Cinta segitiga?" tanya Iris seraya tertawa, membuat semua orang bingung dengan tingkahnya.
"Apa itu cinta segitiga?" tanya Albert yang mendengar ucapan Iris.
"Bukan apa-apa, Pangeran. Saya hanya asal bicara," jawab Iris.
Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke istana yang tinggal beberapa meter lagi.
°°°
"Salam, Pangeran. Fay mengatakan jika Putri Iris sedang menuju ke istana," ujar Lucyfer setelah menghadap Alister yang tengah merendam diri di air.
"Baguslah," ujar Alister tak lepas dari matanya yang masih terpejam.
"Tapi masalahnya Putri Iris berjalan bersama Pangeran Albert, sepertinya mereka terlihat sangat dekat, Pangeran. Dilihat dari percakapan mereka yang terlihat sangat asyik satu sama lain," tutur Lucyfer.
Alister seketika membuka matanya dengan sorot tajam, "Putri Iris adalah tunanganku, kenapa bisa dia menghabiskan waktu bersama pangeran lain? Apa itu sebuah penghianatan?"
Sejak awal, Alister sudah curiga dengan kepergian Iris ke pasar secara tiba-tiba. Ternyata wanita itu sengaja agar bertemu dengan Pangeran Albert yang sekarang memang jadwalnya ke istana.
"Bukankah Pangeran juga sering bersama wanita lain selain Putri Iris?" ucap Lucyfer.
Alister langsung menoleh memberikan tatapan mematikan ke arah Lucyfer.
To be continued...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top