Bimbang
Iris membiarkan rambutnya tergerai untuk menutupi bekas di lehernya akibat Alister semalam. Untung saja, Iris tidak sengaja menekan luka Alister dan membuat pria itu kesakitan. Alhasil ia dan Alister tidak melanjutkan adegan panas semalam.
Iris melihat pantulan wajahnya memerah ketika mengingat dirinya dan Alister semalam. Ia juga tidak tahu mengapa dadanya begitu berdebar selama semalaman. Bahkan ketika Alister memintanya untuk tidur berdampingan, wanita itu menolak dengan berdalih akan menyakiti Alister ketika tidur. Ia hanya takut Alister akan mendengar degup jantungnya yang menggebu-gebu.
Jika Iris boleh memilih, ia tidak ingin berdekatan dengan Alister. Karena sekeras apa pun ia menolak terpikat dengan pria itu, tetap saja karena sering bersama mambuat raga dan tubuhnya sudah bergabung menjadi satu. Perasaan wanita yang dulu ada di tubuh Iris juga perlahan mulai menjalar ke hati Aquilla yang sudah berpindah menjadi Iris.
Iris ke luar dari kamarnya dengan membawa lukisan yang ia tutupu dengan kain. Ia bertujuan untuk mengantarkan langsung kepada Alister ke kamar pria itu.
"Biar saya saja yang membawakannya, Putri," ucap Mora seraya mempercepat langkahnya untuk menyamakan dengan langkah Iris.
"Tidak usah, lagian ini tidak terlalu berat," sahut Iris.
Mau tidak mau, Mora harus menuruti permintaan Iris. Karena mau bagaimana pun, Iris adalah orang yang memiliki hak untuk memberikan keputusan.
Mereka sampai tepat di depan pintu kamar Alister, ada dua orang penjaga yang berdiri di depan pintu. Salah satunya kemudian berkata dengan lantang jika Iris akan masuk ke dalam ruangan. Niatnya akan memberikan kejutan, malah harus izin dulu masuk ke kamar Alister. Ya, tidak bisa dipungkiri jika keamanan untuk calon raja sekarang lebih diperketat. Iris memasuki ruangan itu, dan Mora menunggu di depan.
"Ada apa, Istriku datang ke sini?" tanya Alister yang masih duduk bersantai dengan menyantap sepiring anggur.
Iris meletakkan lukisannya di meja kosong dekat pintu. Kemudian membuka kain penutup dan memperlihatkan lukisannya kepada Alister.
"Apa ini lukisanmu?" Alister masih menatap kagum lukisan dirinya yang memakai baju perang. Begitu mirip dengannya, dan begitu menakjubkan.
Alister berdiri dan mengkampiri Iris, memegang pundak wanita itu. "Ini sangat indah, terima kasih atas usahamu untuk mendapatkan hatiku."
Hah? Apa kata Alister tadi? Pria itu ... Bagaimana bisa Iris sekarang terperangkap dalam rencana Alister sekarang?
"Maksud Pangeran?"
"Sepertinya aku juga mulai tertarik kepadamu," ujar Alister. "Entahlah dari kapan, sepertinya semenjak kau mengobati lukaku dulu."
Iris tersenyum kaku mendengar perkataan Alister yang masih ia anggap kebohongan belaka. Ia tahu rencana pria itu, mana mungkin berubah drastis dalam waktu sedekat itu.
"Benarkah?" tanya Iris.
Alister mengangguk tanpa ragu. "Aku tidak berbohong," sahutnya.
Untuk sekarang, Iris tidak bisa langsung bertanya apa maksud Alister sebenarnya. Ia harus menunggu wajtu yang tepat untuk mendapatkan penjelasan, dan maksud yang jelas pria itu.
"Satu minggu lagi adalah hari penobatan kita menjadi orang nomor satu di kerajaan Manorius. Apa kau siap menjadi ratuku sekaligus ratu seluruh rakyat Manorius?" tanya Alister.
Iris tercengang, dahinya mengernyit. Ia tidak mengerti mengapa secepat ini ia akan menjadi Ratu. Bagaimana kabar wanita pemilik tubuh Iris yang asli? Ke mana wanita itu sebenarnya? Ini adalah momen yang paling bahagia untuknya, itu pasti.
"Kenapa?"
Iris mengangkat kepalanya, dan sekarang matanya bertatapan langsung dengan mata Alister. "Tidak apa-apa, aku hanya khawatir akan mengecewakan banyak orang nantinya ketika aku tidak bertanggung jawab dengan baik."
"Kita akan melangkah bersama, mengurus kerajaan ini bersama-sama sampai lahirnya penerus kita nanti."
Iris mengedipkan matanya beberapa kali, yang ia pikirkan adalah, apakah umurnya akan sampai pada saat itu juga? Apa yang dikatakan Alister adalah kejujuran pria itu, atau hanya sandiwara belaka seperti kata Albert beberapa waktu lalu?
"Apa Pangeran benar-benar sudah mencintaiku?"
"Entahlah ini cinta atau bukan, tapi aku sangat bahagia bisa memilikimu," jawab Alister.
Selama ini, Alister sering memperhatikan semua yang dilakukan Iris setelah kecelakaan itu. Ia merasa, Iris berbeda dari sebelumnya. Wanita itu semakin kuat dan tidak lemah seperti dulu. Alister hanya butuh wanita seperti itu yang akan menemaninya mengurus dunia kerajaan dan politikan yang begitu keras nantinya. Wanita yang lemah akan menjadi kelemahannya juga nantinya. Ia tidak ingin karena itu akan mempengaruhi kerajaan jika ia atau wanitanya terluka nantinya.
"Baiklah kalau begitu, aku permisi," ucap Iris.
"Kenapa terburu-buru?" Alister menahan tangan Iris dan memaksa wanita itu untuk menata matanya. "Lihat aku!"
"Kenapa?"
"Lihat kejujuranku di mataku, aku tahu kau masih ragu, bukan?" tanya Alister.
"Bukan begitu, tapi aku hanya mau menyelesaikan urusanku dahulu," ucap Iris.
Alister mengangguk. "Baiklah, ayo! Aku juga ingin ikut denganmu."
°°°
Pada akhirnya, Iris membaca buku di taman ditemani Alister yang sedari tadi memperhatikannya. Risih? Jelas. Itu yang dirasakan Iris saat ini.
Untuk membaca dengan fokus pun rasanya sangat sulit. Ia merasa setiap pergerakannya dilihat Alister. Ia sedikit khawatir akan melakukan kesalahan yang membuat Alister ilfil kepadanya.
"Apa Pangeran tidak ada hal yang akan dilakukan?" tanya Iris. "Maksudku, apa Pangeran tidak apa-apa hanya duduk di sini?"
"Memangnya kenapa? Duduk menemani dan mengawal calon ratu dan istri sendiri bukankah itu termasuk tugas kerajaan?"
Iris terdiam, ia bingung harus membalas seperti apa lagi sekarang. Rasanya percuma saja berdebat dengan Alister yang cerdasnya melebihi batas manusia seperti Iris.
"Boleh saja," jawab Iris kemudian.
"Apa yang kau baca sebenarnya?" tanya Alister. "Kenapa sedari tadi kau hanya berdiam di halaman itu saja?"
Iris menunduk dan menyadari sedari tadi ia hanya berbolak-balik membaca di situ saja. "Ini sejarah kerajaan Manorius, jadi aku harus benar-benar memahaminya."
"Oh, baiklah. Mau aku bacakan untukmu?" tanya Alister.
"Tidak usah, Pangeran. Sebentar lagi aku juga akan istirahat," jawab Iris untuk menghindari tawaran Alister. Berjauhan seperti ini saja sudah membuatnya grogi, apa lagi berdekatan?
"Baik, setelah ini kau istirahatlah. Siapkan dirimu untuk malam nanti!"
To be continued...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top