Bab. 26
Setelah berbicara dan menanyakan beberapa hal kepada kedua perawat di nurse station, Endah akhirnya bisa menemui Mayang di kamar perawatannya.
Endah mengetuk pintu ruang perawatan di depannya sebelum kemudian memasuki ruangan itu. Seorang wanita membukakan pintu lalu mempersilakan Endah masuk saat Endah mengatakan jika dirinya adalah dosen sekaligus rekan kerja Mayang. Saat benda persegi itu terayun, tatapan Endah jatuh pada sosok yang meringkuk di atas brankar yang terlihat begitu menyedihkan. Segera saja ia berderap memasuki ruangan.
"Mayang!? Kamu... Bagaimana keadaan kamu?" Endah tergagap melontarkan pertanyaannya. Dadanya nyeri melihat gadis yang biasanya begitu ceria itu layu tak menunjukkan sinarnya.
Mayang yang mendengar suara Endah seketika menolehkan kepala. Saat melihat wanita yang selalu ada kapan pun ia membutuhkan, sontak saja tangisan Mayang terdengar. Gadis itu bangun dari tidurnya lalu memeluk tubuh Endah dengan begitu erat. Respons yang berbeda dari sebelumnya saat ada orang yang mendekatinya.
"Kamu akan baik-baik saja, Yang. Saya janji. Yang penting kamu mau mengatakan apa saja keinginan kamu." Ucapan Endah hanya dibalas dengan anggukan pelan.
Menit demi menit berlalu, Mayang masih tak melepas belitan tangannya dari tubuh Endah, hingga wanita itu merasakan kebas. Untung saja tak berapa lama kemudian, belitan Mayang terasa longgar. Saat Endah memastikan, ternyata gadis itu tertidur karena kelelahan.
Perlahan Endah merebahkan tubuh Mayang pada bantal lalu menutupi tubuh gadis itu dengan selimut. Setelah memastikan Mayang benar-benar terlelap. Wanita itu bangkit dari brankar.
Seketika saja Endah berjengit kaget. Ada sosok lain selain dirinya dan Mayang di kamar itu. Ia benar-benar melupakan wanita yang beberapa saat lalu membukakan pintu untuknya.
Endah berdeham tak nyaman sebelum kemudian melontarkan kalimat untuk menyapa wanita itu. "Mohon maaf, Bu. Saya sampai lupa kalau ada ibu di sini." Endah mengulurkan tangan untuk bersalaman. "Saya Endah Sulistyorini, dosen sekaligus rekan Mayang di kampus." Endah mengulang perkenalannya.
"Saya Widyawati. Ibu Mahesa Sastrawijaya." Wanita berusia lanjut itu membalas uluran tangan Endah untuk berkenalan.
Ucapan wanita berusia lanjut itu seketika membekukan Endah. Widyawati Sastrawijaya? Ibu dari pengacara itu? Kenapa bisa sampai ada di sini?
Endah tak menunda rasa ingin tahunya. "Oh iya, mohon maaf sebelumnya. Saya baru tahu jika Mayang dirawat di rumah sakit sekitar satu jam yang lalu. Itu pun karena kantor baru saja mendapatkan surat keterangan sakit yang kebetulan di antar oleh Pak Mahesa. Lalu, Mayang sebenarnya sakit apa? Apa yang terjadi pada Mayang? Dan kenapa Pak Mahesa dan Ibu yang menjaganya?" Endah bertanya dengan suara pelan. Ia tak ingin perbincangannya dengan ibu Mahesa mengganggu tidur Mayang. Ia masih ingat kata-kata perawat beberapa saat lalu yang sempat ia curi dengar.
Wanita di hadapan Endah terlihat membeku masih menutup mulutnya. Membuat Endah merasa begitu tak sabar menunggu jawaban wanita itu. Saat Endah kembali akan membuka mulut, ketukan di pintu terdengar membuat mereka berdua mengalihkan pandangan menuju pintu tak jauh dari Endah berdiri. Endah melangkah membuka pintu dan mendapati seorang perawat berdiri di sana.
"Maaf, keluarga Ibu Mayang harap menemui dokter Diva sekarang."
Endah terdiam untuk sejenak hingga suara Widyawati terdengar. "Mohon maaf, Pak Mahesa masih di luar. Apa bisa menunggu sampai dia datang?"
Perawat itu hendak membuka mulut. Namun, Endah seketika memotong, "Saya kakak Mayang. Saya baru tadi pagi mengetahui kondisi Mayang. Saya yang akan menemui dokter Diva."
"Tidak masalah jika begitu. Silakan ikut saya, Bu." Perawat itu hendak berbalik, tapi kalimat ibu Mahesa menghentikannya.
"Apa tidak sebaiknya kita tunggu kedatangan anak saya dulu, Bu? Mahesa yang bertanggung jawab atas kondisi Mayang sejak awal. Kalian bisa menemui dokter bersama-sama dan membicarakannya bersama."
Endah tahu cara itu adalah yang terbaik. Namun, ia tak ingin menunda apapun itu jika menyangkut Mayang. Ia nanti bisa membagi informasi kepada Mahesa atau mungkin juga bisa menghubungi Mahesa untuk berunding jika memang hal itu diperlukan. Lagi pula ia juga ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Mayang.
"Memang hal itu lebih baik, Bu. Namun, mohon maaf, saya tidak ingin menunda apapun untuk proses penyembuhan Mayang. Kita akan melakukan yang terbaik untuk kesembuhan Mayang. Saya akan berbicara dengan Pak Mahesa dan merundingkan apapun dengan beliau. Ibu tidak perlu khawatir."
Akhirnya Widyawati hanya pasrah menerima keputusan Endah. Wanita itu mengangguk mempersilakan Endah mengikuti perawat itu.
***
"Sebelumnya saya mohon maaf. Apa dokter bisa menjelaskan kondisi Mayang yang sebenarnya? Saya baru tahu bahwa dia dirawat di rumah sakit pagi ini. Sebelumnya dia baik-baik saja. Saya lihat tadi kondisi fisiknya juga tidak seburuk yang saya duga meskipun dia terlihat begitu---" Endah menjeda kalimatnya. Mencoba mencari kata-kata yang tepat, "kacau. Dia lebih terlihat tertekan dan penuh emosi dari pada cedera secara fisik." Endah melontarkan pertanyaannya saat ia sudah duduk berhadapan dengan dokter Diva. Psikiater yang menangani Mayang.
Wanita di depan Mayang menarik napas berat. Ia sudah menduga hal itu. "Menurut hasil pemeriksaan yang sudah terkumpul termasuk dari IGD dan dokter Hendro yang menangani kondisi fisik Bu Mayang, pasien diduga mengalami pelecehan seksual dan tindak kekerasan. Ada bekas kekerasan di tubuh beliau dan saat dibawa ke sini beliau dalam keadaan tidak sadar."
"Ya Allah, Mayang..." Endah menutup mulutnya. Memejam demi menguasai hatinya yang diserang rasa ngeri. Ternyata penggalan pembicaraan dua orang perawat yang ia dengar beberapa saat lalu ketika mencari kamar Mayang benar-benar berkaitan dengan hal ini. Pantas saja jika Mayang begitu ketakutan dan terlihat tertekan.
"Kami sudah menyarankan melaporkan kejadian ini pada pihak berwajib. Namun, kondisi Bu Mayang masih belum memungkinkan. Makanya saya memanggil Pak Mahesa untuk membahas hal ini." Dokter Diva pun menceritakan hasil diagnosisnya kepada Endah. Apa saja yang ia dapatkan. Endah yang tak tahu apapun tentang kondisi Mayang yang sebenarnya benar-benar memanfaatkan waktu untuk mengorek informasi sejelas-jelasnya tentang kondisi Mayang. Termasuk kondisi fisiknya.
Secara garis besar kondisi fisik Mayang sudah membaik. Tidak ditemukan luka dalam atau luka berat. Gadis itu sebenarnya sudah diperkenankan pulang ke rumah dan menjalani proses penyembuhan di rumah meskipun lebam dan memar masih belum hilang dari tubuhnya. Namun, saat melihat kondisi psikis Mayang yang masih belum stabil, dokter menyarankan hal berbeda dan akan memastikan Mayang benar-benar bisa pulang setelah kondisinya benar-benar membaik.
"Sebaiknya Ibu berkomunikasi dengan Pak Mahesa untuk membahas masalah ini. Dan satu lagi, menurut informasi yang saya dapatkan, Bu Mayang tinggal seorang diri. Akan lebih baik jika setelah keluar dari rumah sakit beliau ada yang menemani. Kehadiran keluarga yang mendukungnya akan mempercepat proses pemulihan. Membiarkan Bu Mayang tinggal seorang diri adalah pilihan yang terlalu beresiko. Kondisi beliau harus terus menerus dipantau."
Endah mengangguk tanpa kata. Otaknya memikirkan apa saja yang harus ia lakukan setelah ini untuk pemulihan kondisi Mayang.
"Untuk kejadian yang sebenarnya masih belum jelas diketahui karena Bu Mayang masih tidak bisa diajak berkomunikasi. Beliau masih ketakutan dan terlihat masih menyimpan trauma. Dari keterangan yang saya dapatkan, Bu Mayang dilarikan ke rumah sakit oleh putra pak Mahesa dalam keadaan pingsan."
Endah memejamkan mata berusaha menguasai hatinya. Berharap tak ada hal yang lebih buruk lagi yang menimpa Mayang. Satu hal yang tak Endah ketahui, ternyata selain dekat dengan keluarganya, Mayang juga begitu dekat dengan keluarga Mahesa Sastrawijaya. Ia sama sekali tak menduga jika seluruh keluarga Mahesa bahkan mengenal Mayang dengan begitu baik bahkan sampai menjaga Mayang di rumah sakit. Mereka bergantian merawat gadis itu sejak masuk rumah sakit termasuk mengurus semua hal yang Mayang butuhkan.
Mungkinkah Mayang kembali berhubungan dengan putra tunggal Mahesa setelah kepulangannya ke tanah air? Setahu Endah, dulu, saat Mayang masih berstatus sebagai Mahasiswa, gadis itu terlihat dekat dengan putra Mahesa Sastrawijaya. Bahkan, Mayang sampai berhenti bekerja di butiknya untuk bisa bekerja di firma hukum pria itu. Ya, pasti hal itulah yang menjadi jawaban. Hal yang sebenarnya membuat hati Endah merasa tak rela dan tak nyaman secara bersamaan. Ia mempunyai rencana lain untuk gadis kesayangannya itu yang sepertinya akan begitu sulit terwujud.
Namun, apapun itu, sepertinya ia harus bertemu Mahesa dan mengorek semua keterangan dari pria itu untuk melenyapkan semua tanya dalam hatinya. Penjelasan panjang lebar dokter itu pada akhirnya membuat satu keputusan yang Endah anggap paling tepat demi bisa menjaga Mayang.
"Saya akan membawa Mayang pulang ke rumah saya dokter. Ada banyak orang di rumah. Kami akan bergantian menjaganya."
###
Nah....
Sampai di sini kira-kira endingnya gimana?
Udah kliatan gak?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top