Bab. 13(2)
Di karya karsa sudah sampai bab 26, lo. Yg mau ngebut ke sana silakan.
###
Bab. 13
Setelah prosesi akad nikah berakhir, acara ramah tamah pun dimulai. Para tamu dipersilakan menikmati hidangan yang tersaji sambil berfoto bersama dengan sang mempelai. Mayang yang tak terlalu mengenal sang tuan rumah tentu saja tak berkeinginan untuk ikut foto bersama. Ia hanya bersantai menikmati hidangan yang memanjakan lidah. Hingga pada akhirnya suara Bu Maryam yang sedari tadi bersamanya terdengar.
"Yang, kita foto, ya. Itu sudah dipanggil," tunjuk Bu Maryam pada pembaca acara di depan sana.
"Yang dipanggil kan Ibu dan Bapak. Ibu silakan ke depan. Ayo saya antar." Mayang meletakkan piring kecil berisi puding yang nyaris habis di tangannya lalu meraih pergelangan Bu Maryam.
"Kamu ikut foto juga. Ayo!"
"Jangan, Bu. Itu di depan sudah ada Bapak dan Pak Darmawan." Ya, kedua pria itu sudah terlihat berjalan ke depan beriringan.
"Ya makanya ayo!" Bu Maryam berjalan menghampiri suami dan anaknya dengan Mayang di sisinya. Wanita itu terus memaksa Mayang ikut berfoto. Namun, gadis itu tetap bersikeras menolak hingga akhirnya wanita itu pun menyerah. Membiarkan Mayang menunggunya di kursi tak jauh dari pelaminan.
Beberapa menit kemudian pengambilan foto pun usai. Darmawan dan kedua orang tuanya sudah berdiri di depan Mayang.
"Kamu cantik gini rugi kalau tidak difoto, Yang. Ayo ibu foto." Bu Maryam mengedarkan pandangan. Lalu saat menemukan rangkaian bunga yang cukup besar wanita itu kembali berucap, "Foto di sana, Yang. Bagus. Kalau harus foto di spot yang disediakan nanti terlalu lama."
Mayang seketika tersenyum canggung. "Tidak usah, Bu."
"Lo, jangan! Foto dulu, terus sekalian kita pulang. Ayo!" Bu Maryam menarik tangan Mayang membuat kedua pria yang sedari tadi melihat mereka mengulum senyuman.
Setelah mengambil beberapa gambar wanita itu pun mengajak pulang.
"Bapak sudah makan?" tanya Mayang pada Darmawan saat mereka berjalan beriringan hendak meninggalkan tempat itu.
Darmawan menggeleng. Membuat Mayang menghentikan langkah seketika lalu memandang pria di sampingnya itu. "Kalau belum makan kenapa mau pulang?"
Darmawan tersenyum lalu menunjuk kedua orang tuanya di depan.
"Pak Baharudin juga belum makan?"
Darmawan mengangguk. "Ayah tidak bisa makan makanan seperti tadi. Yah, kamu tahu sendiri. Faktor usia."
Sejenak Mayang berpikir. "Saya bilang ibu dulu agar menunggu. Bapak harus makan."
"Biar mereka pulang lebih dulu saja. Kasihan pasti mereka lelah duduk sejak tadi."
Mayang kembali mengangguk lalu berjalan cepat mengejar kedua orang tua Darmawan. Setelah mengatakan maksudnya, pasangan lanjut itu pun meninggalkan Mayang dan Darmawan yang akhirnya berpindah menuju meja yang terisi hidangan untuk para tamu.
"Bapak mau makan apa?" tanya Mayang saat mengambil piring untuk Darmawan.
"Terserah, Yang. Sama seperti kamu saja."
"Tidak ada makanan yang namanya terserah, Pak. Lagi pula saya tadi sudah makan bersama ibu." Mayang tersenyum jahil. Hal yang menular pada Darmawan sesaat kemudian.
"Ya sudah yang itu saja, lalu tambahi yang di sana," tunjuk Darmawan pada dua menu di depan mereka yang keduanya adalah sayuran.
"Herbivora?" Mayang tak mampu menahan senyum geli.
"Kenapa bukan kambing sekalian, Yang?"
"Bukan saya yang mengatakannya ya, Pak." Akhirnya Mayang tak mampu menahan tawanya.
"Beberapa hari ini makanan yang masuk ke perut saya agak mengkhawatirkan. Makanya saat ada sayuran saya lebih memilih itu." Darmawan mencoba memberikan alasan.
"Pak Burhan pintar banget ya mengatur hidangannya. Jadi tamu yang sedang diet pun tetap bisa makan. Seharusnya bapak tadi bisa makan juga sebelum pulang." Mayang masih memikirkan ayah Darmawan.
"Mungkin ayah memang tidak berniat untuk tinggal," jawab Darmawan lalu menerima piring yang telah terisi makanan dari Mayang. Setelah mengambil puding dan minuman, mereka berbincang santai sambil menikmati makanan. Ralat. Hanya Darmawan yang makan. Mayang hanya menemani.
Sapaan demi sapaan sering kali mereka dapatkan dari tamu lain yang kebetulan adalah rekan kerja Mayang dan Darmawan. Hal yang awalnya membuat Mayang canggung tapi karena melihat Darmawan seolah tak merasakan apapun, Mayang pun akhirnya berusaha lebih rileks.
***
Malam hari sesuai janjinya, Darmawan kembali menjemput Mayang. Sejak memasuki mobil pria itu entah kenapa Mayang merasa begitu gelisah. Ada rasa tak nyaman juga rasa was-was yang menggelayut. Ia merasa seolah terlempar kembali ke masa di mana ia berangkat ke sebuah pesta pernikahan bersama pria yang berbeda. Hal yang mengubah hubungannya dengan Mahesa, awal kedekatan mereka yang tidak hanya sekadar atasan dengan bawahan dan ayah dari teman Mayang saja. Namun, juga hubungan terlarang antara seorang pria dan wanita dewasa.
Beruntung, Darmawan mampu mengubah suasana hati Mayang menjadi lebih baik. Pria itu berbincang banyak hal selama di dalam mobil. Membuat Mayang perlahan melupakan rasa tak nyaman yang ia rasakan.
Sesampainya di hotel tempat resepsi diadakan, sapaan orang-orang yang kebetulan mengenal Darmawan selalu mereka terima sama halnya seperti tadi pagi di acara akad nikah putri Pak Burhan. Kali ini Darmawan dengan ramah meluangkan waktu untuk menyapa atau bahkan bercakap sejenak. Hal yang sebenarnya membuat Mayang merasa kerdil juga rendah diri. Apalagi saat para petinggi di kampus dan orang-orang dari yayasan yang menyapa mereka terlihat terkejut dengan kehadiran Mayang di sisi pria itu.
Rasa tidak nyaman itu tidak hanya berhenti sampai di sana. Saat Darmawan memberikan ucapan selamat ke atas pelaminan, tentu saja Mayang pun ikut mengekori pria itu. Hal yang lagi-lagi membuat orang yang mengenal Darmawan membuat kesimpulan masing-masing. Apalagi saat pria itu diminta untuk foto bersama. Mayang pun mau tak mau ikut mendampingi Darmawan. Ia tak mungkin turun dari pelaminan terlebih dahulu karena tidak ingin berfoto dengan Darmawan, bukan?
Bahkan Pak Burhan, sang tuan rumah terlihat mengulum senyum penuh arti saat bersalaman dengan Mayang dan Darmawan. Sebelumnya Mayang sudah memikirkan kemungkinan ini. Namun, ia tak sampai berpikiran terlalu jauh dan membuat kebanyakan tamu yang mengenal mereka berpikir entah apa.
Pria itu juga tak segan memperkenalkannya pada orang-orang yang ia temui. Meskipun Darmawan mengenalkannya sebagai salah satu dosen baru di kampus, tapi tetap saja hal itu tak mengurangi kecanggungan Mayang. Tentu sebagian orang akan berpikiran, kenapa seorang dosen baru yang bukan siapa-siapa Darmawan bisa datang ke pesta bersama dengan sang rektor?
Hingga akhirnya saat malam semakin larut, mereka pun pada akhirnya bisa meninggalkan ball room. Saat mobil yang mereka naiki berhenti di depan rumah Mayang, sebuah mobil lain tampak terparkir di sana.
"Sepertinya kamu kedatangan tamu, Yang." Darmawan berucap kemudian membuka pintu kemudi yang segera disusul Mayang.
Gadis itu menelan ludah gugup saat mengenali mobil itu. Mobil yang beberapa hari lalu datang ke rumahnya dan bahkan mengantarkannya pulang.
###
Hayoloh.... Siapa yg lagi nungguin Mayang?
Apa yg akan terjadi di bab berikutnya? (Suka banget main tebak-tebakan🤣😂😂)
Bintangnya mana?
Suaranya mana?
Bocoran bab berikutnya ya friends.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top