Bab. 36
Bab. 36
Sepulang dari kantor, Mayang berusaha sebisa mungkin melepas bayangan Mahesa dan istrinya. Ia akan berkonsentrasi pada ujian skripsinya yang sudah di depan mata.
Sejak Sabtu malam ia sudah menghabiskan waktunya di kamar. Belajar dan belajar. Jika kelelahan ia akan seketika tertidur dan bangun kembali kemudian akan memegang buku atau kertas yang bertebaran di kamarnya.
Rico sempat mendatanginya dan mengajak keluar di hari Minggu. Mayang menolak. Pemuda itu mengatakan akan ikut sang ibu ke Bandung selama beberapa hari maka sebelum berangkat, ia mengajak Mayang untuk menghabiskan waktu bersama terlebih dahulu yang tentu saja Mayang tolak. Akhirnya malam harinya, pemuda itu hanya mengirimkan camilan dan minuman ringan sebagai teman belajarnya.
Di hari Senin malam, Mayang kembali mendapat kiriman. Namun, kali ini dari Mahesa. Pria itu mengirimkan makan malam, buah segar, roti, juga beberapa susu kemasan tetrapak.
Hingga keesokan harinya, hari yang ditunggu akhirnya tiba. Mayang sudah berpenampilan rapi. Celana hitam dengan kemeja putih ia kenakan. Rambut panjangnya ia tali tinggi ke belakang membentuk ekor kuda. Satu buah tote bag berukuran besar dan satu buah tas jinjing ia bawa serta untuk menampung buku dan semua barang yang akan ia bawa.
Saat memasuki pintu gerbang kampus, Mayang dikagetkan oleh sosok yang sama sekali tak ia sangka kedatangannya pagi ini. Siapa lagi kalau bukan Mahesa Sastrawijaya. Pria itu baru saja memarkir mobil di area parkir di sisi gerbang lalu sedikit berlari menghampiri Mayang.
"Om kok di sini?" Mayang tak mampu menahan senyumannya.
"Mau memastikan kamu baik-baik saja dan siap menghadapi dosen penguji kamu," ucap Mahesa dengan senyum teduhnya.
"Makasih banyak, Om. Kedatangan Om sangat berarti bagi saya."
Pria itu mengangguk lalu tangannya mengulurkan kantung plastik berlogo sebuah minimarket dua puluh empat jam ke depan Mayang.
"Apa ini, Om?" Mayang meraih kantung itu lalu mengintip isinya. Beberapa bungkus roti dan susu kemasan. Lagi.
"Kamu sudah sarapan?"
"Sudah, sedikit. Saya takut mual kalau terlalu banyak. Soalnya sudah deg-degan terus dari semalam."
Lagi-lagi pria itu tersenyum teduh. Membuat dada Mayang mulai berdebar riang.
"Sambil menunggu kamu bisa makan itu," tunjuk Mahesa pada bungkusan di tangan Mayang.
"Jadwal kamu jam berapa?"
Mayang melihat jam di pergelangan tangannya. "Setengah delapan. Masih empat puluh lima menit lagi. Dari pada saya menunggu di indekost lebih baik di sini biar tidak tegang."
"Lakukan apapun yang membuat kamu nyaman. Tapi kamu sudah siap kan?"
"Harus siap."
"Oh ya. Jam berapa ujian kamu akan berakhir?"
"Setengah sepuluh. Ujiannya berlangsung selama dua jam, Om. Saya benar-benar deg-degan."
"Kamu pasti bisa. Kamu sudah berusaha sejauh ini."
Mayang mengangguk. "Makasih banyak, Om."
"Sana masuk dulu. Kamu di gedung ini kan?" Mahesa memandang gedung berlantai tujuh di sebelah mereka.
"Iya. B5-01."
"Semoga sukses."
"Makasih, Om." Mayang mengulas senyum lebar lalu meninggalkan Mahesa yang menatapnya hingga menghilang di dalam gedung.
Pria itu berbalik memasuki memasuki mobil. Sejenak ia memejamkan mata. Mencoba menjernihkan pikiran. Menyadari jika apa yang baru saja ia lakukan lagi-lagi memperkeruh keadaan.
Jujur saja, ia tak tega jika harus menjauhi apalagi meninggalkan gadis itu. Gadis itu jauh berbeda dengan Rico yang memiliki semuanya. Dirinya yang terbiasa memanjakan Rico dan istrinya secara tidak langsung ikut memberikan perhatian lebih pada gadis itu. Perhatian yang berefek bumerang mengerikan namun juga begitu membuatnya ketagihan.
Letupan-letupan bahagia di dadanya tak bisa dipungkiri kian lama kian membesar. Dari yang semula ia hanya menaruh perhatian pada gadis itu karena kasihan, perlahan berkembang menjadi rasa yang bertahun-tahun lalu pernah ia rasakan.
Mahesa mengusap wajahnya kasar. Ini buruk. Ia benar-benar tak mampu mengendalikan dirinya lagi. Akhirnya pria itu memacu mobilnya meninggalkan halaman parkir kampus Mayang. Kampus Mayang dan putra tunggalnya, lebih tepatnya.
Tiga jam kemudian Mayang berteriak kegirangan. Setelah dua jam menjalani ujian skripsi di hadapan empat orang dosen, termasuk dosen pembimbingnya, akhirnya nilai hasil ujian skripsi yang ia tunggu pun diumumkan. Ia mendapatkan nilai sempurna untuk skripsinya. Perjuangan dan usahanya selama ini benar-benar terbayar lunas.
Setelah menghubungi sang kakak di kampung halamannya dan mengabarkan berita bahagia itu, Mayang kebingungan harus mengabari siapa.
Mahesa. Ya pria itulah yang akan mendapatkan kabar gembira ini. Dialah orang yang telah banyak berjasa membantunya selama ia mengerjakan skripsi. Maka dengan sigap Mayang mencari nomer ponsel pria itu untuk ia hubungi. Namun, sedetik kemudian Mayang mengurungkan niatnya. Pria itu berada di kota ini dan tak jauh darinya. Hanya setengah jam yang ia butuhnya untuk bertemu dengannya. Jadi kenapa ia harus menghubungi melalui telepon? Kenapa ia tak menyampaikan saja langsung kabar ini?
Mayang tersenyum lebar. Ia segera mengangkat kedua tasnya lalu berlari menuju lift. Keberuntungan sedang berpihak kepadanya. Pintu lift terbuka. Ia pun menekan angka satu. Beberapa menit kemudian ia berlari keluar gedung menuju jalanan di depan kampus. Ia menghentikan angkutan yang kebetulan melintas dan menaikinya.
Napasnya terengah-engah namun ia begitu bahagia. Ia tak sabar ingin bertemu pria itu. Tiga puluh menit ternyata benar-benar waktu yang amat panjang. Hingga sesaat setelah angkutan umum yang ia naiki berhenti di depan kantor Mahesa, Mayang terburu-buru menuruni kendaraan dan lagi-lagi berlari menyeberangi area parkir lalu memasuki lobi. Alina yang ia temui pertama kali.
"Pak Mahesa ada ya?"
"Ada. Kamu kok ngos-ngosan gitu sih. Ngapain?"
Mayang mengibaskan tangannya tak memberi jawaban. Gadis itu melangkah menuju ruangan Mahesa.
"Mayang! Pak Mahesa enggak ada di ruangannya!" Alin berteriak, membuat Mayang yang hampir sampai di ruangan pria itu berhenti seketika lalu memutar. Kembali pada gadis di meja resepsionis itu.
"Kemana? Keluar ya?" tanya Mayang dengan nada kecewa.
"Di atas," tunjuk Alina pada lantai dua.
"Oh, oke. Makasih." Mayang mengacungkan jempol lalu bergegas menaiki tangga menuju lantai dua. Namun, baru beberapa langkah, gadis itu turun lalu mendatangi Alina.
"Ada apa lagi?" tanya Alina kebingungan.
"Nitip ini. Berat banget bawanya." Mayang meletakkan salah satu tas yang berisi buku-buku dan barang yang ia bawa saat mengikuti ujian skripsi. Satu tas lagi tetap ia bawa di pundaknya.
"Apaan ini, Yang?" teriak Alina karena Mayang sudah kembali berlari menuju tangga.
"Buku-buku. Barusan aku ujian skripsi," balas Mayang dengan suara keras. Mayang menaiki tangga dengan cepat. Saat anak tangga yang ia pijak bercabang menjadi dua, ia mengambil arah kanan. Arah kiri difungsikan sebagai kantor lantai dua sedangkan bagian kanan sebagai ruang pribadi Pak Hadi dan Mahesa.
Saat anak tangga yang Mayang pijak telah habis. Ruangan dengan sofa yang terlihat nyaman menyambutnya. Ia pernah ke ruangan ini beberapa kali tapi tak sekalipun pernah menginjak ruang pribadi Mahesa ataupun Pak Hadi. Namun, ia tahu ruangan mana milik Mahesa. Ia melangkah cepat menuju pintu di ujung ruangan lalu mengetuk benda yang tertutup rapat itu dengan mantap.
Dengan dada berdebar Mayang menunggu benda persegi itu dibuka. Ia tahu tindakannya kali ini akan mengundang sejumlah pertanyaan dari orang-orang di kantor ini tapi ia berjanji. Kali ini saja, hanya kali ini, ia ingin membagi kebahagiaan dalam hidupnya bersama orang yang begitu ia cinta.
###
Sesuai pengumuman di bab-bab sebelumnya. Cerita ini sampai di bab ini saja ya. Mohon maaf, bab berikutnya hanya bisa diakses di Karya Karsa dan google play store.
Tapi jangan khawatir, sekuel dari cerita Mayang sudah mulai tayang kok. Meluncur aja di lapak "The Pursuit of Perfection 2" teman2 yg gak baca ending di sini bisa juga intip2 di sana meskipun gak sedetail aslinya.
Yg belum baca lapak ini cepet dikebut karena bakal segera diunpub. Tapi kl votenya memuaskan bakalan ditambahi satu bab lagi sebelum diunpub. Enak kan?
Terima kasih buat teman2 yg berkunjung. Semoga gak bosan dan muntah dg tulisan2 halu ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top