Bab. 34
Halooo.... Lanjut repost lagi setelah penulisnya sok sibuk, ya. Eheee.... Untuk cerita baru masih belum bisa update karena lagi-lagi penulisnya dalam mode sok sibuk😂😂😂
Makasih banget yg masih nungguin. Kl yg sudah cabut, nggak apa2. Capek juga ya kl dipehapein. Uhukkk....
###
Bab. 34
Senin adalah hari yang begitu disukai Mayang karena ia biasanya akan bertemu dengan Mahesa di kantor. Namun, hal itu tidak berlaku untuk Senin ini. Baginya Senin ini begitu mengerikan. Setelah seharian kemarin ia lebih banyak menggunakan waktunya untuk menangis, kini ia harus kembali disuguhkan kenyataan bahwa ia bisa bertemu Mahesa. Namun, tidak bisa menghabiskan waktu bersama pria itu lagi.
Setelah kejadian akhir pekan itu, ia tak mungkin bisa bersikap sewajarnya seperti dulu. Semuanya telah berubah apalagi jika bayangan saat Mahesa menciumnya muncul di otak Mayang. Semua kendali dirinya buyar tak bersisa.
"Pagi, Mayang. Sudah sarapan?" Alina menyapa ramah dengan wajah segarnya. Jauh berbeda dengan Mayang yang sepagi ini sudah berwajah mendung.
"Hai, Alin. Selamat pagi. Aku belum sarapan nih. Kenapa? Mau traktir?" Mayang mencoba berkelakar.
"Ada sarapan gratisan tuh di pantry. Sana buruan."
"Eh? Gratisan gimana? Kamu sudah makan?"
Alina mengangguk. "Barusan aja aku selesai. Ini mau pasang lipstik." Alina menunjukkan lipstik di tangannya.
"Emang dalam rangka apa nih sarapan gratisannya?"
"Pak Bos lagi baik hati. Pesan sarapan untuk seisi kantor. Sana buruan."
"Pak Hadi, ya? Wah jangan-jangan masih dalam rangka suasana pesta tuh."
"Bukan Pak Hadi tapi pak bos satunya lagi."
"Oh." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Mayang. Seleranya lenyap seketika meskipun ia tadi belum mengisi perutnya.
"Sana cepetan mumpung masih panas-panas. Enak banget kalau dingin-dingin gini."
Mayang mengangguk lalu berlalu dari hadapan Alina. Ia meletakkan tas di meja kerjanya, sebuah ruang administrasi berisi enam orang termasuk dirinya.
Prita yang melihat kedatangan Mayang dari ruangan sebelah memanggilnya, "Yang barengan yuk makannya. Kamu udah sarapan?"
Mayang menggeleng.
"Aku sebenarnya sih sudah. Tapi aroma jeruknya tuh seger banget. Jadi pengin makan lagi meskipun sedikit." Prita terkikik sendiri.
"Emang apaan sih, Mbak, menunya?"
"Soto tuh. Tapi pakai paru. Mantap banget kan?"
"Gak takut kolesterol nih. Seneng banget sama gituan."
Prita mengibaskan tangan. "Enggak tiap hari juga makan jerohan. Sekali-kali menikmati hidup. Yuk, ah. Kelamaan ngobrol keburu masuk." Prita berjalan mendahului.
Aroma sedap menggiurkan tercium saat Mayang memasuki pantry. Rizal dan Aldo terlihat sedang menikmati makanan dalam mangkuk mereka. Prita dan Mayang yang memasuki pantry segera saja disambut Bu Rum, wanita yang bekerja sebagai office girl di kantor itu.
Tak berselang lama semangkuk soto yang masih mengepulkan asap sudah tersaji di hadapan Mayang.
"Ini bapak kok nyediain sarapan dalam rangka apa? Nginep di kantor lagi?" Prita bertanya pada Aldo yang kali ini sudah menyelesaikan sarapannya.
"Sepertinya sih," jawab pria itu lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling sebelum kemudian kembali berucap, "Dua malam Bapak nginep di kantor," lanjut Aldo dengan berbisik. Khawatir terdengar orang lain selain mereka.
"Ibu Negara belum pulang ngapain juga di rumah sendirian." Kali ini Rizal menambahi dengan suara tak kalah pelan.
"Mending lembur aja ya malam Minggu." Prita ikut berkomentar.
"Bapak kerja terus siang malam. Ibu negara dan putra mahkota yang habisin duitnya."
"Mulut, Prita! Mulut jangan jahat!" Kedua pria di depan Prita dan Mayang mengingatkan.
Mayang hanya mendengarkan, ia tahu siapa yang sedang teman-temannya bahas. Jadi pria itu tidur di kantor selama dua hari. Entah informasi itu berasal dari siapa. Sepertinya semua orang di kantor ini sudah hafal kebiasaan pria itu.
"Selamat pagi." Sebuah sapaan terdengar kala seorang pria memasuki pantry lalu duduk di kursi yang tersisa di sana. Prita terlihat membelalakkan mata lalu menelan ludah gugup. Khawatir jika ucapannya baru saja terdengar oleh pria yang menjadi topik pembicaraannya.
"Selamat pagi, Pak!" sapa semua orang di ruangan itu kecuali Mayang. Gadis itu hendak membuka mulut. Namun, terasa begitu berat.
"Sudah selesai semua nih sarapannya?" Pria itu memandang mangkuk Rizal dan Aldo yang kosong. Begitupun Prita yang tadi hanya meminta porsi setengahnya saja karena sudah sarapan di rumah.
"Iya, Pak. Mayang tuh yang lelet dari tadi mangkuknya dilihatin terus." Prita menjawab.
"Mungkin Mayang takut gemuk jadi ngitung terus setiap kalori yang masuk ke mulutnya." Rizal menyeringai jahil.
"Mana ada aku diet, Mas. Nih buktinya aku over weight."
"Itu bukan over weight, Yang. Meskipun kamu gak terlalu tinggi, tapi body kamu tuh membesar di tempat yang seharusnya." Prita terbahak. "Eh ada Bapak. Enggak sopan. Maaf, Pak. Kebiasaan." Prita berucap malu-malu yang ditanggapi Mahesa dengan senyuman.
"Oh ya, Pak. Terima kasih atas sarapannya. Bapak sering-sering tidur di kantor saja. Biar kita sering-sering dapat gratisan." Aldo menambahi. Kali ini gelak tawa kembali terdengar, hanya Mayang yang seolah tak bereaksi.
"Kalau kalian mau menemani saya begadang ya ayo. Tidak masalah meskipun setiap hari pesan sarapan."
Gelak tawa lagi-lagi terdengar namun tak lama kemudian Rizal dan Aldo berpamitan. Lalu Prita setelahnya. Wanita itu menyeringai saat meninggalkan Mayang.
"Dasar siluman rubah. Main kabur aja setelah ghibahin orang." Mayang mengumpat dalam hati.
Setelah ketiga temannya pergi Mayang hanya bisa memandang mangkuknya yang berkurang beberapa sendok saja sedangkan pria di sebelahnya sudah mulai menikmati makanan yang baru saja disajikan oleh Bu Rum.
"Ayo dimakan," ucap pria itu setelah beberapa saat keheningan menyelimuti mereka. Mayang mengangguk lalu mulai menyuapkan makanan ke mulutnya.
"Kamu baik-baik saja, kan?" Mayang menghentikan gerakannya sejenak lalu mengangguk pelan. Ia kembali menyuap.
"Syukurlah."
Mayang tak memberi respons. Ia terus menerus konsentrasi pada makanan di hadapannya. Meskipun rasanya begitu sulit untuk ditelan namun ia memaksa. Hingga akhirnya setelah menyelesaikan sarapannya dan meneguk air, Mayang bangkit dari kursi sambil membawa mangkuk dan gelas yang telah ia gunakan.
"Saya duluan, Pak," ucapnya pelan. Namun, belum sempat ia melangkah, tangannya terasa tertarik. Mahesa yang melakukannya.
Mayang mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tidak ada siapapun kecuali mereka berdua di ruangan ini. Bu Rum yang beberapa saat lalu menyiapkan makanan untuk Mahesa pun menghilang. Pantas saja pria ini berani menarik tangannya.
"Temani saya makan, ya," ucap pria itu terdengar memohon. Mayang yang sempat melihat wajah pria itu akhirnya tak mampu menolak. Wajah lelah pria itu begitu terlihat meskipun secara keseluruhan pria itu terlihat begitu segar. Lingkaran hitam di sekitar mata itulah yang menunjukkan betapa Mahesa terlihat lelah.
Mayang mengangguk. Lalu kembali duduk. Saat melihat gelas di depan pria itu sudah kosong ia segera bangkit. Mengambil gelas baru lalu mengisinya dengan air di dispenser kemudian meletakkannya di depan Mahesa. Pria itu mendongak sekilas lalu mengucapkan terima kasih.
"Kenapa Om tidur di kantor?" Akhirnya Mayang berani melontarkan pertanyaan itu. Ia kembali mengubah panggilannya pada pria itu karena tidak ada orang lain selain mereka.
"Di atas kan ada dua kamar tidur. Saya dan Pak Hadi yang menempati jika kami lembur."
Sebenarnya bukan jawaban itu yang Mayang inginkan. Ia tahu jika di salah satu sisi lantai dua ada dua ruang yang difungsikan sebagai kamar dua orang pengacara senior itu. Sedangkan di sisi lainnya dipergunakan sebagai kantor dan ruang arsip.
"Kenapa tidak pulang?"
"Sepertinya saya lebih nyaman di kantor. Di rumah juga tidak ada orang."
Mayang mengangguk membenarkan. Untuk apa pulang jika istri dan anak pria ini juga tidak sedang berada di rumah.
"Kapan Rico dan Tante Indri pulang?"
"Mungkin besok atau lusa."
"Mungkin?"
"Karena mereka juga masih belum tahu kapan akan pulang. Mereka masih belum memesan tiket."
Mayang terdiam. Entah kenapa terbesit rasa kasihan kepada pria ini. Mungkin itulah sebabnya ia bisa menyusup di antara hubungan Mahesa dan istrinya. Pria ini sebenarnya kesepian, apa yang terlihat di luar tak seperti kenyataan di dalam. Namun, apapun itu ia adalah pihak yang bersalah. Sama halnya dengan Mahesa.
###
Buku 2 si Mayang sdh tayang ya. Meluncur aja ke lapak "The Pursuit of Perfection 2"
Untuk Versi lengkap lapak ini sudah ada di karya karsa Nia Andhika dan google playstore.
Untuk versi wp, tinggal 2 bab lagi yg dipublish.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top